Anda di halaman 1dari 14

Kelompok PPN

Nama Anggota :1. Ema Safutri Dahari (A1C019071)

2. Fiffyana Widia Ningsih (A1C019080)

3. Gifria Ningsih (A1C019083)

4. Gita Sopana Dayanti (A1C019085)

PPh DOKTER

Wajib Pajak yang menerima penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan, wajib
membayar atau melunasi Pajak penghasilan termasuk penghasilan yang diterima Wajib Pajak
Orang Pribadi seperti Dokter.

Pada umumnya dokter memiliki beberapa sumber penghasilan dari keahlian serta
kegiatannya, yaitu:

- Penghasilan yang bersumber dari keuangan rumah sakit atau bendaharawan rumah sakit
sebagai pegawai tetap PNS atau karyawan rumah sakit berupa gaji, tunjangan-tunjangan,
honorarium, dan imbalan lainnya.
- Penghasilan yang diterima sebagai tenaga ahli atau tenaga profesional berupa fee, komisi,
dan imbalan lainnya.
- Penghasilan yang diterima sebagai anggota atau peserta kegiatan yang mendapatkan
imbalan berupa uang saku atau uang rapat
- Penghasilan yang diterima berupa penghargaan atau hadiah atas hasil membuat obat-
obatan atau alat kesehatan.
- Penghasilan yang diterima dari buka praktik sendiri.
- Penghasilan lain yang diterima diluar pekerjaan yang terkait dengan kedokterannya,
seperti penghasilan dari bunga deposito, penjualan tanah, sewa mesin, hadiah, deviden
dll.
Untuk mengetahui berapa PPh yang harus dibayar atau dilunasi dokter atas penghasilan yang
diterimanya, terlebih dahulu perlu diketahui bahwa pembayaran atau pelunasan PPh dapat
dilakukan melalui 2 cara yaitu :

- Pemotongan/Pemungutan oleh pihak pemberi hasil;


- Penyetoran sendiri oleh Wajib pajak setelah menghitung dan memperhitungkan PPh
terhutang selama satu tahun.

Besarnya PPh atas penghasilan berupa gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya yang
terkait dengan gaji, honorarium, komisi atau fee, hadiah, bonus, gratifikasi, uang saku, uang
presentasi dan uang rapat, yang diberikan oleh pemberi kerja yang ditunjuk sebagai
pemotong, ditentukan melalui penghitungan yang dilakukan oleh pemberi kerja tersebut. PPh
yang terhutang ini disebut juga dengan PPh Pasal 21 karena diatur dalam Pasal 21 di UU
PPh.

Tarif PPh Pasal 21 Khusus untuk Dokter

Dalam menghitung pajak penghasilan, perlu diketahui tarif pajak yang berlaku yang sesuai
dengan ketentuannya. Ada beberapa tarif yang digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21
khusus untuk dokter yaitu sebagai berikut:

1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh


Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, bahwa tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

0 s.d. Rp 50.000.000 5%

diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%

diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 25%


diatas Rp 500.000.000 30%

2. Tarif Pasal 4 PP No.80 Tahun 2010

Sesuai dengan Pasal 4 PP No. 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, bahwa Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang terutang berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama
apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah
yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut. Pajak Penghasilan pasal 21
yang dimaksud yaitu bersifat final dengan tarif:

- Sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS
Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat
Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
- Sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS
Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama,
dan pensiunannya;
- Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi
pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat
perwira Menengah dan perwira Tinggi, dan Pensiunannya.

PPh MANAJER
Manajer adalah seorang pegawai di suatu perusahaan yang bertugas mengkoordinasi berbagai
kegiatan dari para pegawai perusahaan. Kegiatan para pegawai perusahaan perlu untuk
dikoordinir agar para pegawai dapat bekerja dengan baik. Pekerjaan yang dilakukan dengan
baik tentu akan membuat perusahaan bisa mencapai sasaran dengan tepat.

Pada sebuah perusahaan, manajer tergolong ke dalam pegawai atau karyawan tetap. Oleh
sebab itu, manajer akan dikenakan PPh 21 oleh perusahaanya tiap bulannya. PPh Pasal 21
ialah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain
yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatannya. Perusahaan akan memotong pajak dari
gaji dan tunjangan lainnya manajer sesuai dengan jumlah penghasilan bruto dikali tarif PPh
Pasal 17.

Metode penghitungan yang digunakan untuk mengenakan PPh dari gaji atau upah/fee ini
akan memengaruhi jumlah honor jasa yang akan diterima oleh manajer. Dalam menghitung
pajak penghasilan dari gaji yang diterima karyawan dan fee bagi freelancer adalah sama,
yakni ada 3 metode:

- Metode ‘Nett’
Menghitung PPh dengan metode neto (nett) adalah pemotongan pajak yang dilakukan
perusahaan, dimana perusahaanlah yang menanggung pajak karyawan tersebut. Jadi, gaji
yang terima karyawan sudah bersih atau tidak termasuk dipotong pajak penghasilan.
- Metode ‘Gross’
PPh dengan metode gross (bruto) cara menghitung pajak penghasilan dengan
membebankan pajak pada karyawan. Hal ini berarti gaji yang diterima karyawan tersebut
belum termasuk potongan pajak penghasilan.
- Metode ‘Gross Up’
Penghitungan PPh dengan metode gross up adalah dengan memberikan tunjangan kepada
karyawan sejumlah potongan pajak yang ditentukan. Perusahaan hanya memotong dan
menyetorkan pajak ke negara, dan yang menanggung PPh Pasal 21 ini ialah manajer itu
sendiri.

PPh AKTOR/ARTIS

Aktor/artis dalam kacamata perpajakan adalah seseorang yang berprofesi sebagai artis yang
merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).Menurut Pasal 1 ayat 24 Undang-Undang
No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), diubah
terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009, Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan
oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh
penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. Sebagai Wajib Pajak (WP) Orang
Pribadi, seorang actor/artis sebagai subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam Tahun Pajak.
 Penghasilan yang diperoleh artis merupakan objek pajak.

Sesuai Pasal 4 UU PPh, objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun. Jadi, profesi actor/artis merupakan penghasilan dari
pekerjaan bebas yang dikenakan PPh.

 Pajaknya jika sang actor/artis masih anak-anak


Sesuai Pasal 8 ayat (4) UU PPh, disebutkan, penghasilan anak yang belum dewasa digabung
dengan penghasilan orangtuanya.
Jadi, sudah jelas bahwa penghasilan yang diperoleh dari actor/artis yang masih anak-anak ini
merupakan objek pajak yang wajib dibayarkan ke kas negara melalui atas nama orangtuanya
sebagai Wajib Pajak.
Jika ternyata orangtua si actor/artis anak ini sudah cerai atau pisah harta, maka pengenaan
pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya
 PPh atas actor/artis
- PPh Pasal 21

Actor / Artis dikenakan PPh 21 jika menerima penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa
dan/atau kegiatan dari pemberi kerja yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Ini sesuai Pasal 21 ayat (1) huruf a UU No. 36 Tahun 2008 yang dikategorikan sebagai
Bukan Pegawai yang objek penghasilannya berupa honorarium dari pemberi kerja.

Misalnya:

Actor X mendapat honor manggung dari Agensi PT ABC. Sesuai UU PPh, PT ABC
memberikan honor manggung kepada actor X dengan terlebih dahulu memotong PPh 21 atas
honor actor X ini. Dengan demikian, actor X mendapat honor manggung dari Agensi PT
ABC dalam jumlah sudah terpotong PPh 21 alias menerima honor manggung bersih karena
sudah dipotong pajak. Kewajiban Agensi PT ABC sebagai pemotong/pemungut PPh 21 dari
honor actor X, wajib menyetorkan PPh 21 ke kas negara.
Adapun kewajiban pajak dari PPh 21 Artis X ini adalah hanya wajib melaporkan SPT
Tahunan PPh dengan terlebih dahulu meminta Bukti Potong Formulir 1721-A1.

Perhitungan dan Tarif PPh 21 Actor/Artis :

Ada beberapa ketentuan dalam penghitungan pajak penghasilan atau PPh actor/artis sesuai
ketentuannya. Apakah artis merupakan WP Pribadi yang hanya memperoleh penghasilan dari
pekerjaan bebas saja, ataukah juga memiliki penghasilan dari usaha.

Jika Penghasilan Artis hanya dari Pekerjaan Bebas :

Ketika Artis hanya mendapatkan penghasilan dari pekerjaan bebas saja, maka penghitungan
pajaknya menggunakan Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atau tarif pajak progresif.
Melalui tarif pajak progresif ini artinya ada lapisan tarif pajak atas Penghasilan Kena Pajak.

Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) adalah:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

0 s.d. Rp 50.000.000 5%

diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%

diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 25%

diatas Rp 500.000.000 30%

- PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 atau PPh 23 adalah pajak penghasilan atas dividen, bunga,
royalti, hadiah (penghargaan, bonus) dan sejenisnya selain yang dipotong PPh Pasal 21 huruf
e yakni penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan. Berprofesi sebagai artis juga dapat dikenakan PPh 23 atas
penghasilan dari royalti atau imbalan atas penggunaan hak. Hal ini sesuai dengan Pasal 4
ayat (1) huruf h UU No. 36 Tahun 2008, bahwa yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan dari royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
Pajak actor / artis atas royalty :

Sesuai Pasal 23 ayat (1) huruf a, tarif PPh 23 adalah sebesar 15% dari jumlah bruto atas
dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya. Jika tidak memiliki
NPWP, akan dikenakan tarif 2 kali lipat dari tarif standar, yakni menjadi 30% dari dasar
penghitungan pajak.

PPh PENGUSAHA
 Apa itu PPh Pengusaha?
Pajak penghasilan tidak hanya dikenakan bagi wajib pajak pribadi yang statusnya sebagai
karyawan, di mana gaji dipotong oleh perusahaan tiap bulannya yang biasanya disebut PPh
21.Namun PPh ini juga dikenakan untuk wajib pajak pribadi yang penghasilannya bersumber
dari kegiatan usahanya. Jadi pajak penghasilan (PPh) pengusaha adalah pajak yang
dikenakan pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau sebagai
pengusaha atas penghasilannya, baik dari hasil usaha maupun penghasilan lainnya.

Sumber penghasilan sebagai seorang pengusaha dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni
penghasilan dari gaji, penghasilan dari laba usaha, dan penghasilan dari kegiatan lainnya.

- Penghasilan pengusaha dari gaji

Bukan hanya karyawan saja yang biasanya memperoleh penghasilan dari gaji, tapi begitu
juga sebagai pengusaha. Biasanya, pengusaha mendapatkan gaji dari usaha yang
dijalankannya. Pengusaha yang peroleh gaji dari usahanya jika ia menduduki jabatan
tertentu, seperti sebagai Direktur atau Komisaris di perusahaannya. Tapi biasanya ini
berlaku pada usaha persekutuan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT).

- Penghasilan pengusaha dari laba usaha

Sebagai pemilik usaha, juga akan mendapatkan penghasilan dari laba usaha yang
dijalankan. Bagi pengusaha yang punya usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT),
penghasilan dari usahanya ini berbentuk dividen. Pembagian laba dalam bentuk dividen
ini merupakan objek pajak. Sebab modal yang disetorkan berupa saham. Tapi pajak untuk
dividen biasanya sudah dipotong langsung oleh perusahaan.Sehingga sebagai wajib pajak
orang pribadi pengusaha, tidak perlu menyetor pajak dividen karena perusahaan sudah
memotong dan menyetorkan ke kas negara. Namun bagi pemilik usaha berbentuk CV,
penghasilan ini diperoleh dari laba usaha dalam bentuk Prive. Prive adalah penyetoran
modal atau biasanya disebut sebagai investasi di mana penyetoran maupun pengambilan
modal oleh anggota CV ini bisa dilakukan setiap saat. Sesuai Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, penghasilan dari Prive bukan merupakan objek
pajak.

Prive bukan objek pajak Karena pengenaan pajaknya sudah dihitung dalam pajak
usaha. Sehingga Prive tidak termasuk objek pajak untuk menghindari pengenaan pajak
ganda.

- Penghasilan pengusaha dari kegiatan lainnya

Pengusaha biasanya juga peroleh pendapatan dari penghasilan lainnya. Penghasilan ini
didapat dari kegiatan lain yang dilakukan dan merupakan bukan pekerjaan tetap, dalam
hal ini adalah pekerjaan sampingan atau tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
Kegiatan sampingan ini misalnya menjadi agen iklan. Penghasilan yang diperoleh dari
pekerjaan bebas ini akan dikenakan pajak penghasilan yang besarnya dihitung dari
penghasilan neto dikalikan tarif pajak.

 Dasar Penghitungan PPh (Rumus PPh) dari Cara Menghitung Pajak Penghasilan
(PPh) Pengusaha.

Karena statusnya wajib pajak pribadi yang profesinya sebagai pengusaha, maka mekanisme
dan dasar perhitungan PPh atau rumus PPh-nya pun berbeda. Wajib pajak orang pribadi
sebagai pengusaha ini menyetorkan sendiri pajak penghasilannya. Cara menghitung pajak
penghasilan orang pribadi sebagai pengusaha yang diperoleh dari gaji atas usahanya dihitung
berdasarkan aturan umum PPh yang berlaku untuk karyawan pada umumnya, yakni:

PPh dari Gaji = Penghasilan Bruto – PTKP x Tarif Pajak


Sedangkan cara menghitung pajak penghasilan orang pribadi sebagai pengusaha yang
diperoleh dari penghasilan lainnya adalah:

PPh dari Pendapatan Lainnya = Penghasilan Bruto – PTKP x Tarif Pajak

Penghasilan Neto = Penghasila Bruto x Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto


(NPPN)

Besar PTKP 2020 wajib pajak orang pribadi masih sama seperti dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian PTKP, yakni
Rp54.000.000 setahun atau Rp4.500.000 per bulan, dengan rincian sebagai berikut:

 Wajib pajak lajang Rp54.000.000


 Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami Rp54.000.000
 Tambahan wajib pajak yang memiliki status kawin Rp4.500.000
 Tambahan untuk setiap anggota keluarga yang jadi tanggungan, maksimal 3 (keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat)
Rp4.500.000

Berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 UU PPh, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif
progresif, dengan ketentuan besar tarif adalah:

 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun


 15% untuk penghasilan Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 per tahun
 25% untuk penghasilan Rp250.000.000 sampai Rp500.000.000 per tahun
 30% untuk penghasilan di atas Rp500.000.000 per tahun
 Mekanisme atau Rumus PPh dan Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh)
Pengusaha

Pada dasarnya, mekanisme penghitungan PPh Orang Pribadi (OP) ini dibedakan dari jumlah
penghasilan dan penggunaan metode pencatatan atau pembukuan yang dilakukan, di
antaranya:
a. Mekanisme PPh OP secara Umum

Rumus PPh atau mekanisme umum ini berlaku bagi WP OP yang menjalankan usaha
dan/atau pekerjaan bebas dengan melakukan pembukuan. Pembukuan di sini adalah
proses pencatatan keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan
biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode
Tahun Pajak tersebut. Perhitungan pajak bagi orang pribadi yang menyelenggarakan
pembukuan ini dilakukan dengan menggunakan mekanisme perhitungan biasa sesuai
ketentuan tarif pada UU PPh pasal 17.

b. Mekanisme PPh Final PP 23/2018

Rumus Pph atau mekanisme perhitungan PPh OP ini berlaku bagi wajib pajak pribadi
yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun. WP OP ini
hanya menyelenggarakan pencatatan saja dalam satu tahun pajak. Rumus PPh atau
perhitungan PPh OP ini tidak menyelenggarakan pembukuan, sehingga akan dikenakan
PPh yang bersifat final sesuai tarif dan ketentuan pada PP 23 Tahun 2018, yakni tarif
PPh Final sebesar 0,5% dari omzet bruto.

c. Mekanisme PPh OP secara NPPN

Rumus PPh atau penghitungan PPh OP dengan mekanisme NPPN ini bagi yang tidak
menyelenggarakan pembukuan.Norma penghitungan penghasilan neto ini bisa
digunakan oleh wajib pajak dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu
tahun.Untuk menggunakan mekanisme NPPN ini, WP OP harus mengajukan
pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan demikian, cara
menghitung pajak penghasilan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan jumlah
penghasilan neto berdasarkan ketentuan norma yang ditetapkan pada Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015.

d. Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pengusaha Mekanisme Umum


Pak Kelik punya usaha Tekstil. Status menikah dengan 2 tanggungan. Pada 2020,
Pak Kelik memiliki penghasilan bruto dari usahanya yang dicatatkan menggunakan
metode pembukuan sebesar Rp5.000.000.000. Biaya dari usaha tersebut mencapai
Rp2.500.000.000. Dari perusahaan tekstil yang dijalankannya ini, Pak Kelik menjabat
sebagai direktur dengan gaji Rp250.000.000 setahun, dan sudah dipotong untuk PPh
Pasal 21 sebesar Rp5.389.450 per bulan oleh pemberi kerja dalam hal ini perusahaannya
menjadi sebesar Rp136.763.580. Maka, rumus PPh dan cara menghitung pajak
penghasilan atau PPh Terutang untuk tahun 2020 adalah:

Peredaran Bruto Usaha 5.000.000.000


Biaya-biaya 2.500.000.000
Penghasilan Neto dari Usaha 2.500.000.000
Penghasilan Neto dari Karyawan 136.763.580
Total Penghasilan asumsi tdk ada koreksi fiskal 2.636.763.580
PTKP (K/2) 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak 2.569.263.580
Penghasilan Kena Pajak pembulatan 2.569.263.000
PPh Terutang tahun 2020
5% x 50.000.000 2.500.000
15% x 250.0000.000 37.500.000
25% x 500.000.000 125.000.000
30% x 1.769.263.000 530.778.900
Total PPh Terutang 695.778.900
Kredit Pajak PPh 21 5.389.450
PPh 29 (Kurang bayar) 690.389.450

e. Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pengusaha Mekanisme PPh Final


23/2018

Pak Kelik punya usaha Restoran dan memilih melakukan pencatatan omzet dalam
menjalankan usahanya. Pada 2020, Pak Kelik peroleh omzet bruto sebesar
Rp3.000.000.000.Selama bulan Januari 2020, Pak Kelik mendapatkan penghasilan dari
usaha restorannya Rp250.000.000. Karena omzet bruto dari usaha restorannya ini tidak
mencapai Rp4,8 miliar setahun, maka Pak Kelik menggunakan perhitungan sesuai
Peraturan Pemerintah (PP) 23 tahun 2018. Maka, rumus PPh dan cara menghitung pajak
penghasilan atau PPh Final dari usaha tersebut adalah:
Penghasilan Bruto 250.000.000
Tarif PPh 23 0,5%
PPh Final 1.250.000

f. Contoh Cara Menghitungan Pajak Penghasilan Pengusaha Mekanisme NPPN

Pak Kelik seorang Konsultan di Jakarta, punya istri yang tidak bekerja dan 3 anak.
Pendapatan bruto sebagai jasa konsultan selama 2020 sebesar Rp800.000.000. Selain itu
Pak Kelik juga punya usaha budidaya ikan Lele di Solo dengan omzet bruto
Rp500.000.000. Pak Kelik tidak melakukan pembukuan atas seluruh transaksi yang
terjadi, baik yang berkaitan dengan usaha budidaya ikan Lele maupun profesinya
sebagai konsultan. Di sini Pak Kelik mengajukan penggunaan NPPN kepada DJP dalam
menentukan penghasilan netonya. Berikut rumus PPh dan cara menghitung pajak
penghasilan Pak Kelik dengan metode NPPM:

Budidaya Ikan Lele Konsultan


Penghasilan Bruto 500.000.000 800.000.000
NPPN 22% 55%
Penghasilan Neto 110.000.000 440.000.000
Total Penghasilan Note 550.000.000
PTKP (K/3) 72.000.000
Pendapatan Kena Pajak 478.000.000
PPh terutang tahun 2020:
5% x 50.000.000 2.500.000
15% x 250.000.000 37.500.000
25% x 178.000.000 44.500.000
Total PPh Terutang 84.500.000

Angka 22% untuk budidaya ikan lele di daerah

Angka 55% sebagai konsultan di ibukota provinsi

Dari contoh kasus di atas, Pak Kelik harus melakukan pembayaran dan pelaporan pajak
penghasilannya sesuai tata cara dan ketentuan yang berlaku. Untuk mempermudah proses
pembayaran dan pelaporan kewajiban pajaknya.

PPh MINIMARKET
Salah satu bisnis yang cukup moncer saat ini adalah membuka usaha minimarket atau toko
serba ada. Minimarket yang buka 24 jam bisa mengisi celah yang tercipta saat toko
kebanyakkan tidak beroperasi. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia tidak selalu bisa
diprediksi dan banyak juga masyarakat yang bekerja atau hidup di saat orang lain sudah
terlelap.
Meski demikian, tidak semua orang tahu hal yang perlu dipersiapkan terkait masalah
perpajakan di bisnis minimarket. Banyak yang masih tergagap saat harus mengurus masalah
perpajakan dalam bisnis ini. Kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi dalam menjalankan
bisnis minimarket pertama kali adalah memiliki NPWP. Hal ini sebagai prasyarat untuk
melaksanakan kewajiban perpajakan. Setelah memiliki NPWP, kewajiban pajak terhadap
usaha minimarket sebagai berikut.
a. Pajak penghasilan (PPh) orang pribadi untuk yang berbentuk perseorangan. Pajak
penghasilan ini tergantung pada bentuk usaha yang dipergunakan, apabila berbentuk
badan hukum (PT, CV, Yayasan, dan lain sebagainya) maka akan terutang PPh badan.
Sedangkan apabila usaha tanpa badan hukum maka akan terutang PPh orang pribadi.
Pajak penghasilan ini akan dihitung dari net income (laba bersih) usaha minimarket
tersebut dan akan dihitung pada akhir tahun. Secara umum, ada dua metode
penghitungannya. Jika Anda dapat menyelenggarakan pembukuan (sesuai akuntansi)
maka perhitungan pajak berdasarkan penghasilan bersih dari usaha rental atau penghasilan
usaha dikurangi dengan biaya¬biaya usaha yang diperkenankan oleh perpajakan seperti
biaya gaji karyawan, transportasi, telepon dan lain sebagainya. Sedangkan apabila usaha
Anda tidak berbadan hukum maka dengan syarat omzet selama satu tahun kurang dari
Rp4,8 miliar dapat mempergunakan metode norma penghitungan penghasilan netto.
Penghitungan penghasilan netto adalah persentase perkiraan laba bersih yang telah
ditetapkan pemerintah. Sesuai dengan PER 17/PJ/2015 Lampiran 1, atas usaha
minimarket, norma perkiraan penghasilan bersih yang berlaku adalah 30% (Medan,
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan
Pontianak), 25% (di ibukota provinsi selain 10 kota di atas), dan 20% (untuk kota lainnya)
dari omzet. Atas penghasilan bersih tersebut, orang pribadi masih memperoleh
pengurangan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), baru kemudian dikenakan tarif PPh,
sedangkan badan hukum tidak memperoleh fasilitas tersebut. Lapisan tarif PPh orang
pribadi untuk 2009 seterusnya mempergunakan tarif 5%, 15%, 25% dan 30%. Penerapan
tarif ini tidak serta merta mempergunakan tarif tertinggi, ada lapisan seperti yang tertera di
Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

b. Pajak Penghasilan Pasal 21. Pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diberikan
kepada karyawan baik berupa gaji, honor, bonus, THR, dan lain sebagainya apabila telah
melebihi penghasilan tidak kena pajak. untuk penghasilan tidak kena pajak tahun 2016
adalah Rp54.000.000,00 untuk pribadi, Rp4.500.000,00 wajib pajak kawin, dan
Rp4.500.000,00 untuk tanggungan maksimal 3 orang. Perlu diketahui bahwa UU PPh
terbaru menegaskan untuk tahun 2009 seterusnya, bagi karyawan yang tidak memiliki
NPWP akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi daripada yang memiliki NPWP. PPh pasal
21 ini dihitung, disetorkan, dan dilaporkan per bulan.

c. Pajak Pertambahan Nilai. Pajak yang dikenakan atas jasa yang Anda berikan kepada para
konsumen. Hal ini menjadi kewajiban Anda apabila omzet selama satu tahun lebih dari
Rp4.800.000.000, 00 sehingga harus dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Apabila Anda telah ditunjuk sebagai PKP maka harus membuat faktur pajak dan
menambahkan 10% dari nilai kontrak kepada konsumen.

d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak yang dikenakan terhadap pemanfaatan bumi dan
atau bangunan dengan tarif 0,5% dari nilai jual objek pajak dikurangi nilai jual objek
pajak tidak kena pajak.

Anda mungkin juga menyukai