Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMERIKSAAN PERSEDIAAN

Mata Kuliah :
“PENGAUDITAN II“

DOSEN PENGAMPU :
Drs. Surbakti Karo-karo, M.Si., Ak., CA.

OLEH : KELOMPOK 4

MAHARANI SINURAT 7193220027


ANGGI LIA MANURUNG 7193520057
RUT ANDRYANI TUMANGGER 7193520055

Kelas : Akuntansi C 2019

PRODI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini diselesaikan guna
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengauditan II.

Dalam penulisan makalah ini, penulis tentu saja tidak dapat


menyelesaikannya sendiri tanpa bantuan pihak lain. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua yang selalu mendoakan.


2. Dosen pengampu Bapak Drs. Surbakti Karo-karo, M.Si., Ak., CA.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan dan penyempurnaan ke depannya.

Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat sebagaimana mestinya bagi para pembaca.

Medan, Maret 2022


Penulis

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................


1

1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3

2.1 Pengertian Persediaan....................................................................................3

2.2 Tujuan Pemeriksaan persediaan.....................................................................


5

2.3 Prosedur Pemeriksaan persediaan...................................................................


9

BAB III PENUTUP ...................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..................................................................................................12

3.2 Saran .......................................................................................................


12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu perusahaan persediaan mempunyai arti penting karena akan
mempengaruhi tingkat produksi maupun penjualan. Persediaan merupakan bagian
dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya cukup material dan rawan oleh
tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu, biasanya akun
persediaan menjadi salah satu perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas
laporan keuangan perusahaan. Persediaan merupakan salah satu sumber
pendapatan bagi perusahaan manufaktur ataupun perusahaan dagang. Karena hal
ini memang sudah menjadi kegiatan utama dari perusahaan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (PSAK : No. 14, hal 14.2–2015),
Persediaan adalah asset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa
dalam proses produksi untuk penjualan tersebut dalam bentuk bahan atau
perlengkapan untuk digunakan dalam proses atau pemberian jasa.
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali,
misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau
pengadaan tanah dan property lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga
mencakup barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian
yang sedang diproduksi perusahaan dan termasuk bahan serta perlengkapan yang
akan digunakan dalam proses produksi (Agoes,Sukrisno, 2008:205).
Persediaan barang bisa dikatakan merupakan aktiva yang unik karena audit
terhadapnya harus dilakukan dengan terjun langsung meneliti barang tersebut
untuk mengetahui dan mengidentifikasi ada atau tidaknya manipulasi terhadap
kuantitas dan kualutas barang persediaan tersebut.
Tujuan utama dari audit terhadap persediaan adalah untuk membuktikan
bahwa saldo akun persediaan yang tercantum di neraca benar-benar
mencerminkan saldo akun persediaan yang sebenarnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian pemeriksaan persediaan?
2. Apa saja tujuan pemeriksaan persediaan?
3. Apa saja prosedur pemeriksaan persediaan

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pmeriksaan persediaan.
2. Untuk mengetahui tujuan pemeriksaan persediaan.
3. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan persediaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Persediaan


Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (PSAK : No. 14, hal 14.1s/d 14.2–
2015), Persediaan adalah asset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha
biasa dalam proses produksi untuk penjualan tersebut dalam bentuk bahan atau
perlengkapan untuk digunakan dalam proses atau pemberian jasa.
Persediaan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.
1. Biasanya merupakan aset lancar (current assets) karena masa perputarannya
biasanya kurang atau sama dengan satu tahun.
2. Merupakan jumlah yang besar, terutama dalam perusahaan dagang dan
industri.
3. Mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan (neraca) dan
perhitungan laba rugi, karena kesalahan dalam menentukan persediaan pada
akhir periode akan mengakibatkan kesalahan dalam jumlah aset lancar dan
total aset, beban pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih, taksiran harga
penghasilan, pembagian dividen dan laba rugi ditahan, kesalahan tersebut
akan terbawa ke laporan keuangan periode berikutnya.

Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai persediaan


adalah:
1. Bahan baku (raw materials).
2. Barang dalam proses (work in proses).
3. Barang jadi (finished goods).
4. Suku cadang (spare-parts).
5. Barang dalam perjalanan (goods in transit), yaitu barang yang sudah dikirim
oleh supplier tetapi belum sampai di gudang perusahaan.
6. Barang konsinyasi: consignment out (barang perusahaan yang di titip jual
pada perusahaan lain). Sedangkan consignment in (barang perusahaan lain
yang dititip jual di perusahaan) tidak boleh dilaporkan atau dicatat sebagai
persediaan perusahaan.

3
2.2 Tujuan Pemeriksaan Perediaan
1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas
persediaan.
Jika akuntan publik dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control
atas perolehan, penyimpanan dan pengeluaran persediaan berjalan efektif, maka
luasnya pemeriksaan dalam melakukan substantive test atas persediaan dapat
dipersempit.
Beberapa ciri internal control yang baik atas persediaan adalah:
a. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of duties)
antara bagian pembelian, penerimaan barang, gudang, akuntansi dan
keuangan.
b. Digunakannya formulir-formulir yang bernomor urut tercetak
(prenumbered), seperti: permintaan pembelian (purchase requisition),
order pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), laporan
penerimaan barang (receiving report), order penjualan (sales order), faktur
penjualan (sales invoice).
c. Untuk pembelian dalam jumlah besar dilakukan tender
d. Adanya sistem otorisasi, baik untuk pembelian, penjualan, penerimaan
kas/bank, maupun pengeluaran kas/bank.
e. Digunakannya anggaran (budget) untuk pembelian, produksi, penjualan
dan penerimaan serta pengeluaran kas.
f. Pemesanan barang dilakukan dengan memperhitungkan economic order
quantity dan iron stock.
g. Digunakannya perpetual inventory system dan stock card, terutama di
perusahaan yang nilai persediaan beras jenis nya cukup material.

2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum dalam laporan posisi


keuangan (neraca) betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada
tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
Dahulu di Amerika pernah terjadi "Robinson Case", yaitu adanya
perusahaan yang melaporkan saldo persediaan yang sangat besar, padahal
sebenarnya jumlah tersebut banyak yang fiktif. Sejak kasus itu akuntan publik
diharuskan untuk melakukan pengamatan terhadap persediaan perusahaan per
tanggal laporan posisi keuangan (neraca) untuk meyakinkan keberadaan

4
persediaan tersebut. Dalam hal ini saldo persediaan termasuk barang dalam
perjalanan dan barang konsinyasi (consignment out).

3. Untuk memeriksa apakah metode penelitian persediaan Sesuai dengan


Standar Akuntansi Keuangan.

Pada umumnya persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan


(acquisition cost), dalam hal ini bisa dipilih metode first in first out (FIFO), last in
first out (LIFO) atau average cost (moving average atau weighted avarage).
Untuk barang-barang yang harga jualnya sudah pasti (logam mulia) atau cepat
rusak (hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan) bisa dinilai berdasarkan
harga jual.
Untuk barang-barang yang usang, rusak dan bergerak lambat bisa
diadakan penyisihan (allowance) sehingga sesuai dengan metode
lower of cost or market (mana yang lebih rendah antara harga perolehan
dan harga pasar). Dalam keadaan inflasi, penggunaan FIFO akan mengakibatkan
beban pokok penjualan rendah dan laba kotor menjadi tinggi; penggunaan LIFO
akan menghasilkan laba kotor yang rendah; penggunaan AVERANGE COST
akan menghasilkan laba kotor lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih besar
dari penggunaan LIFO. Dari segi undang-undang pajak tidak diperkenankan
menggunakan LIFO karena berarti pajak yang terutang akan lebih kecil
dibandingkan penggudangan FIFO dan AVARAGE COST.

4. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan Sesuai dengan


standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
Ada dua sistem pencatatan persediaan yang biasa digunakan yaitu
perpetual system dan physical (periodical) system. Dalam perpetual system, setiap
ada pembelian, perkiraan persediaan akan di debit, setiap ada penjualan, perkiraan
persediaan akan dikredit. Jika digunakan physical system, perkiraan persediaan
tidak pernah di debit waktu pembelian dan tidak pernah di kredit waktu ada
penjualan. Karena itu jika perusahaan ingin mengetahui berapa saldo persediaan
pada akhir periode, harus dilakukan stock opname (perhitungan fisik persediaan).
Jika perusahaan ingin memperkirakan berapa saldo persediaan pada akhir bulan
atau tanggal Tertentu bisa digunakan Retail Inventory Method atau Gross Profit
Method. Namun demikian pada akhir tahun tetap harus dilakukan stock opname,

5
agar bisa diketahui berapa saldo persediaan yang betul-betul dimiliki perusahaan.

Perbedaan pencatatan perpetual dan physical inventory system.

Perpetual Physical

Pembelian Dr Persediaan Dr Pembelian

Cr Utang/Kas Cr Utang/Kas

Penjualan Dr Piutang/Kas Dr Piutang/Kas

Cr Penjualan Cr Penjualan

Dr Beban Pokok Penjualan

Cr Persediaan

5. Untuk mengetahui apakah terhadap barang-barang yang rusak, bergerak


lambat dan ketinggalan mode sudah dibuatkan allowance yang cukup.
Barang-barang tersebut di atas tidak mungkin lagi dijual dengan harga
normal, supaya bisa terjual harus dijual dengan harga obral yang umumnya lebih
rendah dari harga perolehannya. Karena itu harus dibuatkan allowance dalam
jumlah yang cukup, dalam arti tidak terlalu kecil (karena akan mengakibatkan
lambat terlalu besar) dan tidak terlalu besar (agar mengakibatkan laba terlalu
kecil).

6. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.


Salah satu bentuk barang jaminan dari kredit yang diperoleh dari bank
adalah persediaan. Jika ada persediaan yang dijadikan jaminan, hal ini harus
diungkapkan (didisclose) dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial
statement).

7. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai


pertanggungan (insurance coverage) yang cukup.
Persediaan harus diasuransikan, sehingga seandainya terjadi kebakaran,
bisa diperoleh ganti rugi dalam perusahaan asuransi dan perusahaan bisa terhindar
dari kerugian karena kebakaran tersebut. Nilai pertanggungan asuransi harus

6
cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Yang harus
diwaspadai adalah, jika perusahaan mengasuransikan persediaan dengan
insurance coverage yang terlalu besar, terutama dalam keadaan bisnis yang lesu,

mungkin perusahaan bermaksud membakar persediaannya agar dapat keuntungan dari


ganti rugi perusahaan asuransi.

8. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan yang


mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan.

Jika hal tersebut ditemukan, harus diungkapkan bahwa catatan atas laporan
keuangan. Misalnya pada tanggal 24 November 2015, perusahaan menandatangani
kontrak penjualan dengan salah satu pelanggannya untuk menjual 10.000 unit barang
X dengan harga jual Rp100.000 per unit, penyerahan barang akan dilakukan pada
tanggal 13 Februari 2016. Ternyata di bulan Februari 2016 harga pasar barang X
tersebut meningkat menjadi Rp130.000 per unit. Karena sudah ada seles commitment,
maka perusahaan mau tidak mau harus tetap menjual barang tersebut kepada
langganannya sebanyak 10.000 unit dengan harga sesuai kontrak, yaitu Rp100.000 per
unit.
Dalam hal ini perusahaan rugi besar 10.000 × (Rp.130.000 - Rp.100.000) =
Rp.300.000.

9. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah


sesuai dengan standar akuntansi keuangan Indonesia (SAK/STAP/IFRS).
Dalam hal ini harus diketahui sistem pencatatan persediaan yang digunakan
perusahaan (perpetual atau physical sistem) dan metode penilaian persediaan yang
digunakan perusahaan (apakah berdasarkan harga perolehan, dengan FIFO atau LIFO
atau Avarage Cost Method), apakah sudah diterapkan lower of cost or market atas
persediaan tersebut.

2.3 Prosedur Pemeriksaan Audit


1. Lakukan observasi atas stock opname yang dilakukan klien, stock opname
dilakukan terutama untuk persediaan yang berada di gudang perusahaan. Untuk
barang consignment out dan barang-barang yang tersimpan di publik warehouse
jika jumlahnya material harus dilakukan stock opname, jika tidak material, cukup

7
dikirim konfirmasi. Bisa dilakukan pada akhir tahun atau beberapa waktu sebelum
sesudah akhir tahun. untuk perusahaan yang internal controlnya lemah, stock
opname sebaiknya dilakukan pada tanggal laporan posisi keuangan(neraca), untuk
perusahaan yang internal controlnya baik, stock opname bisa dilakukan beberapa
waktu sebelum atau sesudah tanggal laporan posisi keuangan atau neraca. Namun
demikian, sebaiknya tidak terlalu jauh dari tanggal laporan posisi keuangan
(neraca).

Ada beberapa hal yang harus dilakukan auditor sebelum pelaksanaan stock
opname:
a) Dapatkan dan pelajari petunjuk pelaksanaan stock opname physical inventory
instruction yang dibuat oleh perusahaan.
b) Melakukan peninjauan gudang sebelum stock opname dilakukan, untuk
mendapat gambaran mengenai lokasi gudang dan apakah barang-barang di
gudang telah disusun rapi menurut jenis dan kelompoknya. Jika ditemukan
barang-barang masih tercampur antara jenis yang satu dengan jenis yang
lainnya, auditor bisa meminta klien untuk merapikan dulu penyusunan
barang-barang tersebut dan kemungkinan menunda pelaksanaan stock
opname agar bisa diperoleh hasil perhitungan yang akurat.
c) siapkan tim audit yang akan ditugaskan untuk melakukan observasi atas
pelaksanaan stock opname yang dilakukan klien, beserta perlengkapan yang
di dibutuhkan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan sewaktu pelaksanaan observasi atas


stock opname :
a. Di hari pertama harus diberikan penjelasan kepada para pelaksana stock
opname mengenai cara-cara stok opname, dipimpin oleh penanggung jawab
stock opname dan dihadiri tim auditor
b. Pada saat stock opname dilakukan, klien harus menghitung 100% sedangkan
auditor mengamati apakah perhitungan sudah dilakukan sesuai dengan
physical inventory instruction agar hasilnya betul-betul akurat.
c. Untuk perusahaan minyak, teknik perhitungannya disebut geiging ujung
meteran digantungi canting (untuk memperberat sampai) menyentuh dasar
tanki. Kemudian ditarik dan dilihat batas meteran yang terkena minyak untuk

8
mengetahui tinggi permukaan minyak, lalu dikalikan dengan diameter tanki
untuk mengetahui volume minyak tersebut.
d. Selesai pelaksanaan stock opname auditor harus membuat laporan memo
mengenai pelaksanaan stock opname dan hasil observasi auditor. Memo
tersebut harus mencakup kesimpulan auditor apakah sudah dilakukan sesuai
dengan physical inventory instruction dan hasilnya akurat dan bisa dipercaya.

2. Minta daftar hasil stock opname (Final Inventory List/Inventory Compilation).


3. Kirimkan konfirmasi untuk persediaan consignment out atau persediaan
perusahaan yang di titip jual ke perusahaan lain. Biasanya barang konsiyansi
jumlahnya tidak terlalu besar sehingga lebih praktis untuk mengirim konfirmasi
dibandingkan jika auditor harus menghitungnya, selain itu auditor juga bisa
memeriksa bukti pengiriman barang konvensi tersebut.
4. Melakukan rekonsiliasi antara saldo menurut stock opname dan saldo per tanggal laporan
posisi keuangan (neraca), jika stock opname dilakukan beberapa waktu sebelum atau
sesudah tanggal laporan posisi keuangan (neraca)
5. Periksa cukup tidaknya allowance untuk barang-barang yang bergerak lambat, rusak dan
ketinggalan mode. Cukup dalam arti tidak terlalu besar dapat menyebabkan laba terlalu
kecil dan tidak terlalu kecil dapat menyebabkan laba terbesar. Untuk itu auditor harus
memeriksa bagaimana kebijakan dan cara perusahaan menentukan Allowance, apakah
konsisten atau tidak dengan periode sebelumnya. Salah satu cara yang bisa digunakan
oleh perusahaan adalah :
Untuk barang yang tidak dipakai atau tidak terjual selama:
3 bulan dibuatkan allowance 10%,
6 bulan dibuatkan allowance 30%
9 bulan dibuatkan allowance 50%
12 bulan dibuatkan allowance 80%
lebih dari 12 bulan dibuatkan allowance 100%
Dalam hal ini auditor harus memeriksa stock card untuk mengetahui sudah berapa lama
persediaan itu tidak mengalami pengurangan (tidak dipakai atau tidak terjual). Selain itu
pada waktu stock opname biasanya barang-barang yang rusak sudah dipisahkan dan
dibuatkan daftarnya yang bergerak lambat atau ketinggalan mode sudah berdebu karena
lama tidak disentuhtuh
6. Periksa kejadian sesudah tanggal laporan posisi keuangan neraca subsequent event
tujuannya untuk mengetahui apakah ada penjualan fiktif yang dicatat untuk memperbesar
jumlah laporan penjualan salah satu bentuk window dressing dan kemudian di awal

9
periode bentuknya di-reverse/dibuat jurnal pembalik.

7. Periksa Cut-off penjualan dan pembelian tujuannya untuk meyakinkan jangan sampai ada
pergeseran waktu dalam pencatatan penjualan dan pembelian. Untuk itu harus dicatat
tanggal dan nomor terakhir dari faktur penjualan, delivery order, faktur pembelian dan
receiving report.
8. Periksa jawaban konfirmasi bank, loan agreement (perjanjian kredit), notulen rapat
(minutes of meeting)
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan sebagai
barang jaminan atas kredit yang diperoleh perusahaan dari pihak ketiga. Jika ada tentunya
akan disebutkan dalam jawaban konfirmasi bank perjanjian kredit dan notulen rapat. Dan
jika ada persediaan yang dijaminkan maka hal tersebut harus dijelaskan dalam catatan
atas laporan keuangan (notes to financial statements).
9. Periksa apakah ada sales atau purchase commitment per tanggal laporan posisi keuangan
atau (neraca).
Jika ada purchase atau sales commitment yang menimbulkan kerugian yang material bagi
perusahaan dalam periode berikutnya, hal tersebut harus dijelaskan dalam catatan atas
laporan keuangan. Untuk itu auditor harus memeriksa kontrak penjualan dan pembelian
yang realisasinya akan dilakukan di periode berikutnya dan memeriksa apakah ada
penurunan harga beli atau harga jual di pasar (market value) di periode berikutnya.
10. Jika ada barang dalam perjalanan, melakukan prosedur audit yang diperlukan prosedur
audit nya adalah:
a) Minta rincian barang dalam perjalanan per tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
b) Periksa perhitungan matematis nya (penjumlahan dan perkalian)
c) Periksa apakah syarat pengiriman barang menggunakan free on board (fob) shipping
point atau fob destination point. Jika digunakan fob destination point, disebut juga
loko gudang pembeli, berarti hak milik (title of ownership) dari barang akan berpindah
dari tangan penjual ke tangan pembeli pada saat barang tiba di gudang pembeli, dan
ongkos angkut menjadi tanggungan penjual. Jika digunakan fob shipping point,
disebut juga loko gudang penjual berarti, hak milik dari barang akan berpindah dari
tangan penjual ke tangan pembeli pada saat barang siap di atas alat pengangkut dan
ongkos angkut menjadi tanggungan pembeli.
d) Periksa subsequent clearance (penyelesaian sesudah tanggal laporan posisi keuangan
neraca)
e) Dalam hal ini auditor harus menanyakan kepada klien dan memeriksa bukti
pendukung, apakah sesudah tanggal laporan posisi keuangan neraca barang dalam
perjalanan tersebut sudah diterima. Bukti yang harus diperiksa adalah laporan

10
penerimaan barang (receiving repot) jika sesudah tanggal laporan posisi keuangan
(neraca), sampai mendekati tanggal selesainya pemeriksaan lapangan, barang dalam
perjalanan belum juga diterima kemungkinan terjadi pembatalan pembelian atau
kesalahan pencatatan .

Misalnya pada waktu dikirim purchase order dan dibayar uang muka pembelian
dicatat:
Dr barang dalam perjalanan 10.000.000
Cr kas bank 1.000.000
Cr utang dagang 9.000.000
Pada saat barang diterima seharusnya dicatat:
Dr persediaan 10.000.000
Cr barang dalam perjalanan 10.000.000

Tetapi oleh bagian akuntansi karena kurang teliti dan tidak dicek dahulu dicatat:
Dr persediaan 10 .000.000
Cr utang dagang 10.000.000

Karena itu barang dalam perjalanan terus terlihat di buku besar dan laporan posisi
keuangan neraca sebesar 10.000.000, padahal per tanggal laporan posisi keuangan
neraca barang yang sudah diterima. Auditor harus mengusulkan audit adjustment
sebagai berikut:
Dr utang dagang 10.000.000
Cr barang dalam perjalanan 10.000.000

11. Buat kesimpulan dari hasil pemeriksaan persediaan dan dibuat usulan audit adjustment
jika diperlukan auditor harus menyimpulkan (biasanya ditulis di Top Schedule) apakah
berdasarkan prosedur pemeriksaan yang telah dilakukannya, persediaan disajikan
secara wajar atau tidak
12. Periksa apakah penyajian persediaan di laporan keuangan sudah sesuai dengan standar
akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS)

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Persediaan merupakan suatu bagian terbesar dari aset yang bisa
mempengaruhi neracadan laporan laba rugi, yang perlu dijaga keberadaannya baik
dengan membuat sistem penyimpanan yang baik maupun dengan sistem
pencatatan dan penilaian sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi indonesia yang
diterapkan.
Oleh karenanya, diperlukan suatu pemeriksaan yang rutin dengan prosedur
yang sudah ditetapkan. Bagian terpenting dari pemeriksaan persediaan ini ialah
memastikan saldo akun persediaan yang tercantum di neraca benar-benar
mencerminkan saldo akun persediaan yang sebenarnya.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini penulis berharap pembaca semakin memahami
materi mengenai pemeriksaan persediaan. Penulis menyadari bahwa makalah ini
jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Soekrisno. 2017. Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh


Kantor Akuntan Publik. Jakarta:Penerbit Salemba Empat.

Aritonang, Tonny Risman Wijaya. 2019. “Pemeriksaan Persediaan”. Diakses dari


https://id.scribd.com/document/401103589/Makalah-Audit-Persediaan Pada 3
Maret, 17.58.

13

Anda mungkin juga menyukai