BAGI wajib pajak badan maupun orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan
atas kegiatan usahannya dan kemudian mengalami kerugian dalam suatu tahun
pajak, maka kerugian tersebut dapat digunakan untuk menutupi keuntungan pada
tahun-tahun berikutnya. Dengan demikian, pada tahun-tahun berikutnya pajak
penghasilan (PPh) yang terutang akan menjadi lebih kecil atau tidak terutang sama
sekali.
Ketentuan pajak ini disebut dengan kompensasi kerugian (carrying loss) yang diatur
dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang (UU) PPh yang berbunyi: “Apabila
penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai
tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun”.
Pertama, istilah kerugian merujuk kepada kerugian fiskal, bukan kerugian komersial.
Kerugian atau keuntungan fiskal adalah selisih antara penghasilan bruto dan biaya-
biaya yang telah memperhitungkan ketentuan PPh (biaya yang boleh dibebankan
secara fiskal).
sonny.soebagyo |
Page 2 of 6
nantinya akan diketahui apakah wajib pajak tersebut mengalami kerugian fiskal atau
tidak.
Ketiga, kompensasi kerugian hanya untuk wajib pajak badan dan orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha (wajib pembukuan). Perlu dicatat bahwa kompensasi
kerugian tersebut tidak berlaku bagi wajib pajak yang keseluruhan penghasilannya
bersifat final, menggunakan norma penghitungan, dan/atau bukan merupakan objek
pajak.
Dengan kata lain, kompensasi kerugian merupakan suatu skema ganti rugi yang bisa
diterapkan oleh wajib pajak badan ataupun orang pribadi yang telah melakukan
pembukuan apabila berdasarkan SPT tahunan PPh (self assessment) atau
berdasarkan ketetapan pajak atau putusan hukum dinyatakan mengalami kerugian
fiskal.
Contoh Kasus
PT A dalam tahun 2015 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1,2 miliar. Dalam lima
tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A adalah sebagai berikut:
sonny.soebagyo |
Page 3 of 6
Rugi fiskal tahun 2015 sebesar Rp100 juta yang masih tersisa pada akhir tahun 2020
tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2021, sedangkan rugi
fiskal tahun 2017 sebesar Rp300 juta hanya boleh dikompensasikan dengan laba
fiskal tahun 2021 dan tahun 2022, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai
sejak tahun 2017 berakhir pada akhir tahun 2022.
Putusan hukum tertentu tersebut adalah surat ketetapan pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, dan
Putusan Peninjauan Kembali.
sonny.soebagyo |
Page 4 of 6
Contoh Kasus
2016: laba fiskal Rp200 juta, setelah diperiksa menjadi laba Rp400 juta
2017: rugi fiskal (Rp300 juta), setelah diperiksa menjadi rugi Rp270 Juta
2018: laba fiskal Rp Nihil, sesuai Putusan Keberatan menjadi laba Rp50 juta
2019: laba fiskal Rp100 juta
2020: laba fiskal Rp800 juta, setelah diperiksa menjadi laba Rp900 juta
Menurut PP 74/2011, dalam jangka waktu 3 bulan setelah putusan maka wajib pajak
harus melakukan pembetulan SPT tahunan dan penghitungan kompensasi kerugian
akan menjadi sebagai berikut:
Tahun 2016: kompensasi kerugian menjadi Rp400 juta akibat adanya produk
pemeriksaan sehingga sisa rugi tahun 2015 tinggal Rp800 juta (Rp1,2 miliar-
Rp400 juta). Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
Tahun 2017: tidak ada kompensasi kerugian dari tahun 2015 karena tahun
2017 juga mengalami kerugian. Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh
terutang juga nihil.
Tahun 2018: kompensasi kerugian Rp50 juta akibat adanya Putusan Keberatan
sehingga sisa rugi tahun 2015 menjadi Rp750 juta (Rp800 juta-Rp50 juta).
Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
Tahun 2019: kompensasi kerugian Rp100 juta sehingga sisa rugi tahun 2015
menjadi Rp650 juta (Rp750 juta-Rp100 juta). Penghasilan kena pajak menjadi
nihil dan PPh terutang juga nihil.
Tahun 2020: kompensasi kerugian Rp900 juta sehingga tidak terdapat sisa rugi
tahun 2015. Laba tahun 2020 (setelah dikurangi sisa kompensasi tahun 2015)
menjadi Rp250 juta (Rp900 juta-Rp650 juta). PTA dapat menggunakan
kompensasi kerugian tahun 2017 (Rp270 juta) sehingga penghasilan kena
pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Dalam kasus ini untuk kerugian
tahun 2017 yang tersisa Rp20 juta (Rp270 juta-Rp250 juta) hanya bisa
dikompensasikan tahun 2020, 2021, dan 2022 jika masih ada.
Selain itu perlu dicatat bahwa, Pasal 6 ayat 6 PP 74/2011 juga mengatur apabila
wajib pajak tidak membetulkan SPT tahunan dalam jangka waktu 3 bulan setelah
sonny.soebagyo |
Page 5 of 6
Dasar Hukumnya
Dasar hukum kompensasi kerugian fiskal ada pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6
ayat 2 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa:
Adapun arti dari pengurangan pada ayat (1) pernyataan di atas adalah sebagai
berikut:
Terdapat beberapa hal penting yang perlu diketahui mengenai kompensasi kerugian
fiskal berdasarkan UU PPh. Seperti berikut di bawah ini:
Sebagai catatan, kompensasi kerugian fiskal tidak akan berlaku bagi wajib pajak
yang seluruh penghasilannya bersifat final atau bukan merupakan objek pajak.
Selain itu, kerugian yang diterima dari luar negeri tidak bisa diikutsertakan dalam
perhitungan kompensasi kerugian fiskal.
sonny.soebagyo |