Anda di halaman 1dari 6

Page 1 of 6

Contoh Penghitungan Kompensasi Kerugian Fiskal


Data penulisan dikutip dan diolah dari beberapa sumber beserta ketentuan/
peraturan pajak terkait

BAGI wajib pajak badan maupun orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan
atas kegiatan usahannya dan kemudian mengalami kerugian dalam suatu tahun
pajak, maka kerugian tersebut dapat digunakan untuk menutupi keuntungan pada
tahun-tahun berikutnya. Dengan demikian, pada tahun-tahun berikutnya pajak
penghasilan (PPh) yang terutang akan menjadi lebih kecil atau tidak terutang sama
sekali.

Ketentuan pajak ini disebut dengan kompensasi kerugian (carrying loss) yang diatur
dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang (UU) PPh yang berbunyi: “Apabila
penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai
tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun”.

Terdapat beberapa catatan penting mengenai penggunaan fasilitas kompensasi


kerugian ini. 

Pertama, istilah kerugian merujuk kepada kerugian fiskal, bukan kerugian komersial.
Kerugian atau keuntungan fiskal adalah selisih antara penghasilan bruto dan biaya-
biaya yang telah memperhitungkan ketentuan PPh (biaya yang boleh dibebankan
secara fiskal).

Umumnya, suatu perusahaan memiliki dua jenis akuntansi keuangan, yakni


akuntansi komersial dan akuntansi fiskal. Akuntansi komersial merupakan aktivitas
untuk menyediakan informasi keuangan yang diperoleh melalui suatu proses
akuntansi secara umum. Sedangkan akuntansi fiskal merupakan bagian dari
akuntansi keuangan yang menekankan pada penyusunan laporan perpajakan (surat
pemberitahuan/SPT) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi
atau kegiatan perusahaan.

Karenanya, penghitungan fiskal bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan


perusahaan yang ditujukan secara khusus kepada otoritas pajak sebagai salah satu
pemenuhan kepatuhan pajak (tax compliance). Dari hasil penghitungan fiskal ini,

sonny.soebagyo |
Page 2 of 6

nantinya akan diketahui apakah wajib pajak tersebut mengalami kerugian fiskal atau
tidak. 

Kedua, kompensasi kerugian hanya diperkenankan selama 5 tahun ke depan secara


berturut-turut. Apabila pada akhir tahun kelima ternyata masih ada kerugian yang
tersisa maka sisa kerugian tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan.

Ketiga, kompensasi kerugian hanya untuk wajib pajak badan dan orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha (wajib pembukuan). Perlu dicatat bahwa kompensasi
kerugian tersebut tidak berlaku bagi wajib pajak yang keseluruhan penghasilannya
bersifat final, menggunakan norma penghitungan, dan/atau bukan merupakan objek
pajak. 

Keempat, kerugian usaha di luar negeri tidak bisa dikompensasikan dengan


penghasilan dari dalam negeri.

Dengan kata lain, kompensasi kerugian merupakan suatu skema ganti rugi yang bisa
diterapkan oleh wajib pajak badan ataupun orang pribadi yang telah melakukan
pembukuan apabila berdasarkan SPT tahunan PPh (self assessment) atau
berdasarkan ketetapan pajak atau putusan hukum dinyatakan mengalami kerugian
fiskal.

Contoh Kasus

PT A dalam tahun 2015 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1,2 miliar. Dalam lima
tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A adalah sebagai berikut:

 2016: laba fiskal Rp200 juta


 2017: rugi fiskal (Rp300 juta)
 2018: laba fiskal Rp Nihil
 2019: laba fiskal Rp100 juta
 2020: laba fiskal Rp800 juta

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut (dalam juta rupiah):

sonny.soebagyo |
Page 3 of 6

Rugi fiskal tahun 2015 sebesar Rp100 juta yang masih tersisa pada akhir tahun 2020
tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2021, sedangkan rugi
fiskal tahun 2017 sebesar Rp300 juta hanya boleh dikompensasikan dengan laba
fiskal tahun 2021 dan tahun 2022, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai
sejak tahun 2017 berakhir pada akhir tahun 2022.

Kompensasi Kerugian Jika Terdapat Produk/Putusan Hukum

Apabila suatu perusahaan ternyata diketahui pernah dilakukan pemeriksaan dan


menempuh upaya hukum tertentu sehingga terbit suatu produk atau putusan
hukum, hal tersebut dapat berpengaruh terhadap nilai kerugian fiskal dalam tahun
pajak bersangkutan.

Dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2011 (PP 74/2011)


disebutkan bahwa wajib pajak dapat membetulkan SPT tahunan yang telah
disampaikan, dalam hal wajib pajak menerima putusan hukum tertentu atas tahun
pajak sebelumnya atau beberapa tahun pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi
fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT
tahunan, dengan menyampaikan pernyataan tertulis.

Putusan hukum tertentu tersebut adalah surat ketetapan pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, dan
Putusan Peninjauan Kembali.

sonny.soebagyo |
Page 4 of 6

Contoh Kasus

Dengan mengambil kasus yang sama dengan di atas, PT A diketahui pernah


dilakukan pemeriksaan pajak dan telah terbit produk ketetapannya, serta PT A pada
satu tahun pajak pernah mengajukan keberatan dan juga telah keluar putusannya.
Berikut informasi tambahannya:

 2016: laba fiskal Rp200 juta, setelah diperiksa menjadi laba Rp400 juta
 2017: rugi fiskal (Rp300 juta), setelah diperiksa menjadi rugi Rp270 Juta
 2018: laba fiskal Rp Nihil, sesuai Putusan Keberatan menjadi laba Rp50 juta
 2019: laba fiskal Rp100 juta
 2020: laba fiskal Rp800 juta, setelah diperiksa menjadi laba Rp900 juta

Menurut PP 74/2011, dalam jangka waktu 3 bulan setelah putusan maka wajib pajak
harus melakukan pembetulan SPT tahunan dan penghitungan kompensasi kerugian
akan menjadi sebagai berikut:

 Tahun 2016: kompensasi kerugian menjadi Rp400 juta akibat adanya produk
pemeriksaan sehingga sisa rugi tahun 2015 tinggal Rp800 juta (Rp1,2 miliar-
Rp400 juta). Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
 Tahun 2017: tidak ada kompensasi kerugian dari tahun 2015 karena tahun
2017 juga mengalami kerugian. Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh
terutang juga nihil.
 Tahun 2018: kompensasi kerugian Rp50 juta akibat adanya Putusan Keberatan
sehingga sisa rugi tahun 2015 menjadi Rp750 juta (Rp800 juta-Rp50 juta).
Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
 Tahun 2019: kompensasi kerugian Rp100 juta sehingga sisa rugi tahun 2015
menjadi Rp650 juta (Rp750 juta-Rp100 juta). Penghasilan kena pajak menjadi
nihil dan PPh terutang juga nihil.
 Tahun 2020: kompensasi kerugian Rp900 juta sehingga tidak terdapat sisa rugi
tahun 2015. Laba tahun 2020 (setelah dikurangi sisa kompensasi tahun 2015)
menjadi Rp250 juta (Rp900 juta-Rp650 juta). PTA dapat menggunakan
kompensasi kerugian tahun 2017 (Rp270 juta) sehingga penghasilan kena
pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Dalam kasus ini untuk kerugian
tahun 2017 yang tersisa Rp20 juta (Rp270 juta-Rp250 juta) hanya bisa
dikompensasikan tahun 2020, 2021, dan 2022 jika masih ada.

Selain itu perlu dicatat bahwa, Pasal 6 ayat 6 PP 74/2011 juga mengatur apabila
wajib pajak tidak membetulkan SPT tahunan dalam jangka waktu 3 bulan setelah
sonny.soebagyo |
Page 5 of 6

menerima produk/putusan hukum di atas, Direktur Jenderal Pajak akan menghitung


kembali kompensasi kerugian dalam SPT tahunan secara jabatan berdasarkan rugi
fiskal sesuai dengan produk/putusan hukum yang diterbitkan.*

Dasar Hukumnya

Dasar hukum kompensasi kerugian fiskal ada pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6
ayat 2 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa: 

“Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai
tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun.”

Adapun arti dari pengurangan pada ayat (1) pernyataan di atas adalah sebagai
berikut:

1. Pengurangan biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan


dengan kegiatan usaha. 
2. Penyusutan atas pengeluaran agar memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk mendapatkan hak dan atas biaya lain yang
memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun. 
3. Iuran ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. 
4. Kerugian yang terjadi akibat penjualan dan pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan terkait.
5. Kerugian yang disebabkan oleh selisih kurs mata uang asing. 
6. Pengurangan atas biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang
dilakukan di Indonesia. 
7. Biaya beasiswa, pelatihan, dan magang. 
8. Piutang yang ternyata tidak dapat ditagih. 
9. Bentuk sumbangan yang dialokasikan dalam rangka penanggulangan bencana
nasional yang mana ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). 
10.Biaya sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan
di Indonesia yang mana ketentuannya juga diatur dengan PP. 
11.Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya juga diatur dengan
PP. 
12.Sumbangan untuk fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dalam PP. 
13.Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga  yang ketentuannya diatur
dengan PP. 
sonny.soebagyo |
Page 6 of 6

Kompensasi Kerugian Fiskal Berdasarkan UU PPh

Terdapat beberapa hal penting yang perlu diketahui mengenai kompensasi kerugian
fiskal berdasarkan UU PPh. Seperti berikut di bawah ini: 

1. Kerugian fiskal sebagaimana dijelaskan dalam UU PPh adalah kerugian


berdasarkan ketetapan pajak yang telah diterbitkan DJP serta kerugian
berdasarkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak (self assessment) dalam hal tidak
ada atau belum diterbitkan ketetapan pajak oleh DJP. 
2. Kompensasi kerugian fiskal muncul jika dalam tahun pajak sebelumnya
terdapat kerugian fiskal (SPT Tahunan dilaporkan Nihil atau Lebih Bayar tetapi
ada kerugian fiskal). 
3. Kerugian fiskal terjadi karena pada saat penghasilan bruto dikurang biaya,
hasilnya mengalami kerugian. 
4. Kerugian fiskal dapat dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai pada
tahun pajak berikutnya secara berturut-turut sampai dengan lima tahun. 
5. Ketentuan tentang jangka waktu pengakuan kompensasi kerugian fiskal telah
diberlakukan sejak 2009. 
6. Jika di kemudian hari berdasarkan ketetapan pajak hasil pemeriksaan
menunjukkan jumlah kerugian fiskal yang berbeda dari kerugian yang
berdasarkan SPT Tahunan PPh atau hasil pemeriksaan menjadi tidak rugi,
kompensasi kerugian fiskal tersebut harus segera direvisi sesuai dengan
ketentuan atau prosedur pembetulan SPT sebagaimana dalam Undang-
Undang Ketentuan Umum Perpajakan. 

Sebagai catatan, kompensasi kerugian fiskal tidak akan berlaku bagi wajib pajak
yang seluruh penghasilannya bersifat final atau bukan merupakan objek pajak.
Selain itu, kerugian yang diterima dari luar negeri tidak bisa diikutsertakan dalam
perhitungan kompensasi kerugian fiskal. 

sonny.soebagyo |

Anda mungkin juga menyukai