Anda di halaman 1dari 8

Universitas Pamulang Akuntansi S-1

PERTEMUAN 4

SUBJEK DAN NON SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari Pertemuan 4 mengenai subjek dan non subjek PPN,


mahasiswa mampu memahami Subjek PPN dan Non Subjek PPN pengukuhan dan
pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak serta hak dan kewajiban sebagai
Pengusaha Kena Pajak.

B. URAIAN MATERI
1. Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Undang-undang PPN Nomor 08 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan


Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah diubah sebanyak lima
kali, terakhir Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 yang mulai berlaku pada
tanggal 1 April 2022 menyebutkan bahwa yang dikenai PPN dan PPn- BM adalah
Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang
menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya,
termasuk Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha, baik usaha
jual beli, maupun usaha produksi yang mempunyai tujuan utama mencari
keuntungan. Pengusaha juga harus siap menanggung risiko yang mungkin
terjadi dalam kegiatan usahanya. Kegiatan apa yang biasanya dilakukan
pengusaha?
a. Menghasilkan barang;
b. Melakukan kegiatan impor dan ekspor berupa barang atau jasa;
c. Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean.
Berdasarkan skalanya, pengusaha dapat dibedakan menjadi pengusaha
kecil, pengusaha mikro, dan pengusaha menengah. Kriteria relevan yang
menentukan orang atau badan yang melakukan kegiatan disebut wirausaha,
yaitu kegiatan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan. Sebagai
pemungut pajak, tentu ada syaratnya. Ada beberapa kriteria Wajib Pajak yang

Perpajakan 2 35
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak dengan peredaran atau
peredaran bruto dalam satu tahun buku mencapai Rp. 4,8 miliar diperlukan untuk
menjadi Pengusaha Kena Pajak. Sementara itu, wajib pajak dengan omzet di
bawah Rp. 4,8 miliar diperbolehkan memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Setelah mengajukan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP), calon Pengusaha Kena Pajak akan lulus survei yang dilakukan oleh
Kantor Pelayanan Pajak dalam proses persetujuan dan penetapan pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak. Mengapa Wajib Pajak yang peredarannya di bawah
ambang batas Pengusaha Kena Pajak diperbolehkan memilih menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
Dari sisi Ditjen Pajak, Ditjen Pajak memiliki keuntungan bahwa peningkatan
Pengusaha Kena Pajak akan menyebabkan peningkatan pemungut Pajak
Pertambahan Nilai dan secara otomatis akan meningkatkan peluang untuk
meningkatkan penerimaan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai. Sementara itu,
dari sisi calon Pengusaha Kena Pajak, calon Pengusaha Kena Pajak juga
diuntungkan karena dapat mengkredit Pajak Masukan yang telah dibayar dengan
Pajak Keluaran. Bagi masyarakat awam yang belum mengenal istilah Pajak
Masukan dan Pajak Keluaran, Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang telah disetorkan kepada penjual, sedangkan Pajak Keluaran adalah pajak
yang dikenakan kepada pembeli. Apabila Wajib Pajak menjadi Pengusaha Kena
Pajak, ia akan mendapatkan fasilitas untuk dapat mengkredit Pajak Masukan
yang telah ia bayarkan kepada penjual sebelumnya atas pembelian Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya
kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. dikenakan pajak.
Secara tidak langsung, Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak ini tidak perlu lagi
menanggung Pajak Pertambahan Nilai atas barang dan/atau jasanya.
Penanggung Pajak Pertambahan Nilai ini adalah konsumen akhir. Seperti kita
ketahui, ke depan tuntutan penerimaan negara akan semakin tinggi, ditambah
pandemi Covid-19 sejak 2020 telah melemahkan perekonomian. Banyak
pegawai yang di PHK, banyak perusahaan baik kecil maupun besar yang tutup,
banyak pengusaha yang gulung tikar, yang semuanya berdampak pada
penurunan penerimaan negara dari sektor pajak. Sebagai rencana ke depan,
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak bertekad untuk
mengoptimalkan penerimaan pajak pada tahun 2021.

Perpajakan 2 36
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-197/PMK.03/2013


tentang Batas Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kecil, Ambang Batas
Pengusaha Kena Pajak menjadi Rp. 4,8 miliar yang sebelumnya Rp. 600 juta.
Tujuan awal dari peningkatan batas omzet ini adalah agar wajib pajak bisnis
fokus menggunakan skema Pajak Penghasilan Final berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dan tidak bingung dengan kewajiban
Pajak Pertambahan Nilainya. Namun, setelah 7 tahun berjalan dan jika
dibandingkan dengan negara lain, limit di Indonesia termasuk yang tertinggi. Jika
batas omzet ini diturunkan, berpotensi meningkatkan penerimaan pajak dari jenis
Pajak Pertambahan Nilai karena jangkauan pemungut Pajak Pertambahan Nilai
akan lebih luas. Bayangkan jika batasannya diturunkan, artinya Wajib Pajak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang peredarannya
kecil juga wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut Pajak
Pertambahan Nilai atas konsumennya. Hal ini berdampak baik bagi peningkatan
potensi Pajak Pertambahan Nilai, namun di sisi lain juga menyulitkan Wajib Pajak.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia sedang berusaha bangkit dari
keterpurukan ekonomi akibat pandemi. Banyak pengusaha yang baru memulai
atau memulai usahanya kembali. Apabila Wajib Pajak tersebut diwajibkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak karena batas peredaran Pengusaha Kena Pajak
yang kecil, maka Wajib Pajak tersebut wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai.
Hal ini dapat mengakibatkan barang/jasa mereka menjadi 10% lebih mahal
dibandingkan dengan pengusaha lain yang bukan pengusaha kena pajak,
terutama bagi pengusaha mikro dan kecil. Memang dalam mengambil suatu
keputusan tidak akan menyenangkan semua pihak. Di satu sisi penurunan batas
omzet Pengusaha Kena Pajak akan memperluas jangkauan Wajib Pajak yang
diwajibkan menjadi Pengusaha Kena Pajak yang secara otomatis akan
memberikan peningkatan potensi penerimaan pajak jenis Pajak Pertambahan
Nilai, namun pada Di sisi lain hal ini akan membebani pengusaha mikro dan kecil
karena mereka akan kalah bersaing dengan bukan wajib pajak. Pengusaha Kena
Pajak. Sampai dengan tulisan ini dibuat, pemerintah belum menetapkan
peraturan terkait pengurangan batas omzet Pengusaha Kena Pajak.
Ilustrasi:
a. Indri, seorang arsitek, menerima kiriman note book dari rekan kerjanya yang
bertempat di New York City, Amerika Serikat. Berdasarkan Pasal 1 angka 9,
Indri mengimpor note book. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Sulastri bukan

Perpajakan 2 37
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

pengusaha di bidang impor, karena ia memasukkan note book bdari luar


daerah pabean dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
selaku arsitek.
b. Fachri, seorang pengusaha di bidang perindustrian dan pembudidayaan
ternak. Secara berkala ia mengimpor ternak dari luar negeri. Sesuai dengan
kegiatan usaha atau pekerjaannya, maka Fachri adalah pengusaha baik
selaku importir maupun perdagangan ternak.

2. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

Kewajiban melaporkan usaha dan kewajiban memungut, menyetor, dan


melaporkan pajak yang terutang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 sesuai dengan perubahan kelima atas Undang-Undang Nomor 07 Tahun
2021. Dalam sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) di Indonesia. Pengusaha wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak dalam Daerah Pabean dan/atau ekspor Barang Kena Pajak, Jasa Kena
Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. Hak dan kewajiban
Pengusaha Kena Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
adalah sebagai berikut :

Hak Pengusaha Kena Pajak (PKP)

a. Melakukan pengkreditan Pajak Masukan (Pembelian) atas perolehan


BKP/JKP;
b. Meminta pengembalian jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran
dan berhak atas kompensasi kelebihan pajak.

Kewajiban Pengusaha Kena Pajak (PKP)

a. “Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;


b. Melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang;
c. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal
Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan
menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
d. Melaporkan penghitungan pajak dalam SPT Masa PPN;

Perpajakan 2 38
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

e. Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap Penyerahan BKP dan/atau JKP


Dari segi bisnis, menjadi PKP atau memilih untuk tidak menjadi PKP (Non
PKP) memiliki konsekuensi tersendiri. Beberapa keuntungan jika Wajib Pajak
memilih menjadi PKP antara lain:
a. Pengusaha dianggap memiliki sistem yang baik yang dianggap sah secara
hukum karena telah menjadi PKP dan tertib dalam membayar pajak. Menjadi
PKP berarti perusahaan tersebut dianggap besar dan tentunya akan
berpengaruh bila bekerjasama dengan perusahaan lain yang tergolong besar;
b. Dapat melakukan transaksi penjualan ke Bendahara Pemerintah, Baik pola
produksi maupun investasi karena penyerahan BKP/JKP menjadi beban pihak
penikmat (konsumen). Selain keuntungan yang didapat, mendaftar menjadi
PKP juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
1) Pembayaran pajak semakin besar, karena bagi wajib pajak non-PKP,
perlakuan pajak masukan akan merugikan jika dibandingkan dengan
biaya;
2) Berkurangnya daya saing karena harga jual yang lebih tinggi, hal ini
karena harus memungut PPN, dari lawan transaksi, jika Wajib Pajak
dikukuhkan sebagai PKP maka setiap pengajuan BKP/JKP harus
ditambah PPN;
3) Menambah kompleksitas dan pengenaan sanksi yang lebih besar,
kompleksitas di sini terkait dengan aturan pelaporan PPN serta sanksi
dimuka terkait keterlambatan atau kesalahan faktur.

3. Batasan Pengusaha Kecil

Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama 1 (satu) tahun pajak


menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan peredaran
bruto dan/atau penerimaan bruto paling banyak Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah). Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
bruto adalah jumlah penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya. Bagi
pengusaha perorangan yang dibebaskan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun takwim. Pengusaha wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
apabila sampai dengan satu bulan dalam tahun pajak jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan

Perpajakan 2 39
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

ratus juta rupiah). Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai


Pengusaha Kena Pajak yang dilaksanakan paling lambat pada akhir bulan
berikutnya setelah bulan peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi
Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Apabila diperoleh data dan/atau keterangan yang menunjukkan adanya
kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat mengukuhkan secara resmi pengusaha tersebut
sebagai Pengusaha Kena Pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp 4.800.000.000 (empat
miliar rupiah). delapan ratus juta rupiah).
Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto dalam 1 (satu) tahun
buku tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah),
Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan untuk pencabutan.
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kecil Tidak Wajib
Memungut PPN. Pengusaha Kecil tidak wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan tidak wajib memungut,
menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM) terutang. Dalam konteks perpajakan, pengusaha
kecil memiliki landasan hukum yang diatur dan dibahas dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Pembatasan Pengusaha Kecil.
Pengusaha Kecil Menjadi Pengusaha Kena Pajak Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, pengusaha kecil bukanlah PKP, tetapi pengusaha kecil dapat
menjadi Pengusaha Kena Pajak jika memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP atau
memenuhi persyaratan sebagai PKP. Pengusaha kecil wajib melaporkan
usahanya dan dikukuhkan sebagai PKP apabila pada suatu saat penerimaan
brutonya telah melebihi Rp. 4.800.000.000. Pengusaha kecil yang telah
dikukuhkan sebagai PKP wajib:
a. Melakukan pemunguta PPN dari konsumen;
b. Melaporkan SPT Masa PPN setiap Masa Pajak;

Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP biasanya adalah
pengusaha yang memiliki kegiatan usaha dengan tiga pihak sebagai berikut:

Perpajakan 2 40
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

a. Bendahara Pemerintah sebagai pemungut PPN;


b. BUMN sebagai pemungut PPN;
c. Perusahaan swasta yang membutuhkan pajak masukan”.

C. LATIHAN

1. Jelaskan Pengertian Subjek Pajak Pertambahan Nilai, berikan contoh subjek


Pajak Pertambaha Nilai?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak, dan berapa
Batasan pengenaan pajaknya?
3. Hak-hak apa saja yang diterima oleh Pengusaha kena Pajak?
4. Jelaskan perbedaan Pengusaha Kena Pajak dan Pengusaha Kecil?
5. Jelaskan kewajiban Pajak yang dikenakan terhadap Pengusaha Kena Pajak?
6. Jelaskan siapa saja yang disebut sebagai Pengusaha Kecil dan berapa Batasan
pengenaan pajak untuk pengusaha kecil, berikan contoh?
7. Silakan saudara cari, 10 jenis pengusaha kecil yang ada di daerah saudara?
8. Jelaskan bagaimana tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai untuk
Pengusaha Kena Pajak?
9. Apa yang dimaksud dengan faktur pajak dan apa fungsinya?
10. Silakan Saudara cari contoh kasus Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Barang Mewah dan penuangannya ke dalam SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah?

D. DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai. Sekertariat Negara. Jakarta

Pemerintah Indonesia. 2021. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang


Harmonisasi Perpajakan. Sekertariat Negara. Jakarta

Pemerintah Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013


Tentang Batasan Pengusaha Kecil. Menteri Keuangan. Jakarta

Perpajakan 2 41
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

Untung Sukardji. (2010). Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia, Jakarta :


PT. Raja Grafindo Persada.

Heri Purwono. (2010). Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta:


Airlangga.

Perpajakan 2 42

Anda mungkin juga menyukai