Anda di halaman 1dari 15

No Dokumen : FRM-KBM-01-06

FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

LEMBAR JAWABAN
UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TA. 2022/2023
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

Nama : Maria Magdalena Sonya Yuliarti


NIM : 123012101088
Matakuliah : Financial Reporting & Tax
Dosen : Dr. Muhd. Nuryatno Amin, MM, AK, CA
Hari/Tanggal : Saturday, Januari 28 2023
Waktu : 24 Hours

LEMBAR JAWABAN :

THEORY
1. Basic Principle of Taxation
a. What is tax according to the Tax Law Number 7 Year 1983 which was latest amended by The
Tax Law Number 16 Year 2009!
b. It seems that there is a conflict of interest between tax payer and tax collector. Explain!
c. For the tax payers, tax has double-side aspects namely as right and obligations. Explain!

Answer:
a. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk mengatur tentang pajak
dibutuhkan hukum pajak, yaitu: kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
b. Mengacu pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Wajib Pajak adalah
orang pribadi atau badan yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,
serta mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.Pemungutan pajak ini dilakukan oleh pihak yang menerima penghasilan
atau pihak yang menerima pembayaran dari transaksi yang terjadi. Meskipun demikian, dalam
situasi atau kondisi tertentu pemungutan pajak dapat dilakukan oleh pihak yang memberi
penghasilan, misalnya pemungut PPh atau pajak penghasilan Pasal 22 yang akan dilakukan oleh
bendaharawan pemerintah. Pemungutan pajak ini dapat dilakukan atas pemungutan pajak
pertambahan nilai atau PPN, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), hingga PPh atau
pajak penghasilan pasal 22 seperti yang dijelaskan sebelumnya. Pemungut pajak merupakan
kepanjangan tangan dari otoritas pajak (fiskus) untuk dapat mengambil dan menyetorkan pajak
kepada kas negara. Konflik yang terjadi yaitu Wajib pajak sebagai orang yang membayar pajak
juga harus menjalankan tugas untuk memungut pajak atas pihak yang menerima penghasilan
serta menyetor pajak
c. Hak sebagai wajib pajak
- Hak pada saat Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan, Sebagai Wajib Pajak yang tengah
menjalankan pemeriksaan pajak, maka Wajib Pajak berhak melihat tanda pengenal
pemeriksa, meminta surat perintah untuk pemeriksaan, menerima penjelasan terkait
maksud dan tujuan dari pemeriksaan yang akan dilakukan, meminta detail perbedaan antara
hasil pemeriksaan dan Surat Pemberitahuan (SPT), serta memiliki hak untuk hadir dalam
pembahasan atas akhir hasil pemeriksaan sesuai batas waktu yang ditentukan.
- Hak mengajukan keberatan, Wajib Pajak yang tidak setuju dengan Surat Ketetapan Pajak
(SKP) yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maka berhak untuk mengajukan
keberatan. Selain itu, Wajib Pajak juga berhak untuk mengajukan banding hingga peninjauan
kembali ke Mahkamah Agung.
- Hak atas kelebihan pembayaran pajak, Kala membayar pajak dengan jumlah yang lebih
banyak daripada yang diwajibkan, Wajib Pajak berhak menerima kelebihan atas pembayaran
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

pajak dengan cara mengirimkan surat permohonan ke Kepala KPP atau melalui surat
pemberitahuan.
- Hak atas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, Bagi Wajib Pajak patuh
punya hak mendapat pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran pajak dalam
jangka waktu minimal satu bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan jangka waktu
tiga bulan untuk Pajak Penghasilan (PPh)—terhitung sejak surat permohonan tersebut
diterima oleh DJP.
- Hak atas pengangsuran dan penundaan pembayaran, Di beberapa kondisi, Wajib Pajak
berhak meminta permohonan pengangsuran atau penundaan atas pembayaran pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
- Hak Kerahasiaan, Wajib Pajak berhak untuk dijaga kerahasiaannya atas semua informasi yang
disampaikan kepada DJP terkait dengan perpajakan. Hal yang dilindungi adalah data dari
pihak ketiga yang bersifat rahasia.
- Hak pengurangan PBB, Kalau Wajib Pajak mengalami kondisi tertentu seperti kerusakan bumi
dan bangunan yang diakibatkan dari bencana alam, maka ia berhak mengajukan
pengurangan pajak yang terutang atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
- Hak pembebasan pajak, Wajib Pajak juga berhak mengajukan permohonan atas pembebasan
pemotongan atau pemungutan PPh sesuai dengan kondisi tertentu.
Kewajiban sebagai wajib pajak
- Kewajiban Mendaftarkan Diri, Wajib Pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan
NPWP di KPP atau kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP). Saat ini,
pendaftaran NPWP sudah dapat dilakukan melalui daring. Untuk Wajib Pajak Badan, wajib
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah memenuhi
persyaratan, di antaranya pengusaha orang pribadi atau badan melakukan penyerahan
barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp 4,8 miliar dalam
setahun.
- Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak. Sesuai dengan
sistem self assessment yang diusung pemerintah Indonesia, Wajib Pajak harus melakukan
penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya sendiri.
- Kewajiban dalam Hal Diperiksa. DJP dapat melakukan pemeriksaan pada Wajib Pajak untuk
menguji kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk menjalankan fungsi pengawasan dan bertujuan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
- Kewajiban yang diperiksa. Hal ini meliputi pemenuhan panggilan untuk menghadiri
pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan, khususnya jenis Pemeriksaan Kantor. Kemudian,
menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi dasar serta berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek
yang terutang pajak. Untuk jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak harus memberikan
akses untuk melihat dan menyimpan data. Juga, memberikan izin untuk memasuki tempat
atau ruang yang dianggap perlu serta memberi bantuan untuk memperlancar proses
pemeriksaan. Wajib Pajak juga harus menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat
pemberitahuan hasil pemeriksaan.
- Kewajiban Memberi Data. Wajib Pajak mesti menyampaikan informasi orang pribadi atau
badan yang menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau
kekayaan yang bersangkutan. Termasuk juga informasi mengenai nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau
laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.

2. Tax Law
a) Latar belakang dikeluarkannya undang-undang Omnibus law dan HPP law.
Omnibus law
Pemerintah membuat Omnibus Law lantaran sudah terlalu banyak regulasi yang dibuat, yang
kemudian menimbulkan persoalan tersendiri, seperti tumpah tindih regulasi. Akibatnya, tak
sedikit menimbulkan konflik kebijakan atau kewenangan antara satu kementerian/lembaga
dengan kementerian/lembaga lainnya, dan juga antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah
Daerah.
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

Regulasi yang tumpang tindih ini akhirnya berdampak pada terhambatnya implementasi program
pembangunan dan memburuknya iklim investasi di Indonesia. Sehingga membuat program
percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit tercapai.
Bersamaan dengan itu, tantangan era ekosistem masyarakat digital juga semakin berkembang,
dimana Indonesia sudah tidak bisa lagi berlama-lama terbelit oleh prosedur formal. Berdasarkan
hal ini, maka jalan satu-satunya adalah dengan untuk menyederhanakan dan sekaligus
menyeragamkan regulasi secara cepat ialah melalui skema Omnibus Law.
Omnibus Law yang akan didorong dalam bentuk 3 UU besar ini, UU Cipta Kerja, UU
Pemberdayaan UMKM, dan UU Perpajakan ini dapat menjadi alat untuk memperkuat
perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia.
Berdasarkan peraturan Pertimbangan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, adalah:
a. bahwa untuk mewujudkan tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia dan
mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara perlu melakukan
berbagai upaya untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan melalui cipta kerja;
b. bahwa dengan cipta kerja diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-
luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi;
HPP law
UU HPP disebut sebagai sebuah reformasi di sektor perpajakan. Tantangan dalam UU HPP
terdapat dalam pembuatan aturan teknisnya, yang mana diperlukan partisipasi publik untuk
memberi masukan. Tujuan undang-undang ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian,
mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri
menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera, mewujudkan sistem perpajakan
yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan
perpajakan yang konsolidatif, perluasan pajak, serta meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib
Pajak.
Berdasarkan peraturan Pertimbangan UU 7 tahun 2021 tentang HPP:
a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara dan penduduk Indonesia, perlu
menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam
upaya peningkatan kesejahteraan, keadilan, dan pembangunan sosial;
b. bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan
mendukung percepatan pemulihan perekonomian, diperlukan strategi konsolidasi fiskal yang
berfokus pada perbaikan delisit anggaran dan peningkatan rasio pajak, yang antara lain
dilakukan melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak, reformasi
administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sistem perpajakan yang
mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta peningkatan kepatuhan
sukarela Wajib Pajak;
c. bahwa untuk menerapkan strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit
anggaran dan peningkatan rasio pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf b, diperlukan
penyesuaian kebijakan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan cukai serta pengaturan mengenai pajak karbon
dan kebijakan berupa program pengungkapan sukarela Wajib Pajak dalam 1 (satu) Undang-
Undang secara komprehensif;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;

b) Jenis-Jenis pajak yang diharmonisasikan dam UU Harmonisasi Perpajakan.


1. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

Pada cakupan KUP dan tata cara perpajakan, terdapat pasal baru yang mengatur NIK sebagai
NPWP (Pasal 2). Pemerintah memutuskan untuk menambah fungsi nomor induk
kependudukan (NIK) menjadi nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi. Dengan
sistem baru ini, dapat mempermudah pemerintah dalam memantau administrasi wajib pajak
orang pribadi. Namun dengan adanya integrasi ini, tidak menjadikan setiap orang pribadi
membayar pajak. Pembayaran pajak dilakukan jika penghasilan setahun di atas batasan
PTKP yang berlaku, atau peredaran bruto di atas Rp500 juta/tahun bagi pengusaha yang
membayar PPh Final PP 23/2018.
2. Pajak Penghasilan (PPh)
Ada beberapa poin penting mengenai pajak penghasilan dalam UU HPP, mulai dari PPh
orang pribadi hingga penyusutan dan amortisasi.
 Tarif PPh orang pribadi, Tarif PPh orang pribadi mengalami perubahan salah satunya
adalah penghasilan diatas Rp 5 miliar dikenakan tarif PPh sebesar 35%.
 Pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan, erdapat penyesuaian bahwa natura
dan/atau kenikmatan merupakan objek PPh (taxable) bagi penerima/karyawan, kecuali
berupa:
o Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh
pegawai.
o Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu.
o Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan.
o Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber/dibiayai APBN/APBD/Desa.
o Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan /atau batasan tertentu.
o Natura dan/atau kenikmatan bagi pemberi kerja menjadi dapat dibiayakan
(deductible).
 Tarif PPh Badan, Tarif PPh Badan ditetapkan menjadi 22% yang berlaku untuk tahun
pajak 2022 dan seterusnya. Namun bagi pelaku UMKM berbentuk badan dalam negeri,
tetap diberikan insentif penurunan tarif sebesar 50% sebagaimana yang diatur dalam
pasal 31E.Sedangkan bagi wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu,
diberikan pengecualian pengenaan pajak terhadap peredaran bruto sampai dengan
Rp500 juta.
 Penambahan Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2), Pada UU PPh, belum ada pasal yang
mengatur perlakuan PPh atas penghasilan berupa bunga atau diskonto surat berharga
jangka pendek yang diperdagangkan di pasar uang secara tegas. Oleh karena itu,
terdapat perubahan pada pasal 4 ayat (2) huruf a dalam UU HPP yang mengatur pajak
atas penghasilan tersebut.
 Penyesuaian Ketentuan Penyusutan dan Amortisasi, UU HPP memberikan pilihan bagi
wajib pajak dapat membebankan biaya penyusutan bangunan permanen dan amortisasi
harta tak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun sesuai dengan masa
manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.
3. Pajak Pertabahan Nilai (PPN)
Pada 1 April 2022, tarif PPN akan naik menjadi 11% dan tarif tersebut akan naik menjadi 12%
yang paling lambat akan diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2025.
4. Program Pengungkapan Sukarela (PPS)
Wajib pajak diberikan kesempatan untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban
perpajakan yang belum secara sukarela melalui 2 kebijakan, yaitu pembayaran pajak
penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum sepenuhnya dilaporkan , atau
pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan
dalam SPT tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2020.
5. Pajak Karbon
Pemerintah sepakat menerapkan pajak karbon sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida
ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Pengenaan pajak ini dilakukan dengan kebijakan
peta jalan karbon.
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

6. Cukai
 Penegasan dan penambahan jenis Barang Kena Cukai hasil tembakau berupa rokok
elektronik.
 Mengubah prosedur penambahan dan/atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai.
 Penegakan hukum pidana cukai dengan mengedepankan pemulihan kerugian pada
pendapatan negara.

c) Analisis dan Evaluasi kesesuaian hubungan antara Omnibus law dan HPP law.

 Harmonisasi pajak (pajak yang dibayar oleh WP penghasilan rendah/UMKM akan dikenakan
pajak yang lebih rendah karena rentang tarif 5% menjadi 60jt) mendukung tujuan dari UU
cipta kerja /omnibus law.
 Omnibus Law  menyasar 3 Undang-Undang (UU) besar, yakni UU Cipta Kerja, UU
Pemberdayaan UMKM, dan UU Perpajakan. Bertujuan untuk mengatur mengenai upaya
cipta kerja yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di
tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi.
 Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan
pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem
investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek
strategis nasional.
 Harmonisasi perpajakkan merupakan salah satu reformasi pajak juga dimaksudkan untuk
melindungi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan pelaku UMKM.

3. Tax Regulations and Sactions


tax compliance and tax resistance!
- Kepatuhan pajak (tax compliance) merupakan hal yang mengacu pada keputusan wajib pajak untuk
mematuhi undang-undang dan peraturan pajak dengan membayar pajak tepat waktu dan akurat.
Tentu saja, untuk mengerti dan mengetahui dasar-dasar perpajakan sebagai seorang tax compliance
sangat diperlukan adanya pelatihan pajak. Masalah keuangan publik dapat ditandai dengan masalah
kepatuhan pajak. Namun, tingginya tingkat kepatuhan pajak dapat menjaga keuangan publik yang
sehat tanpa memaksakan beban pajak.

- Perlawanan pajak (tax resistance) adalah penolakan untuk membayar pajak karena penentangan
terhadap pemerintah yang menerima pajak, atau kebijakan pemerintah, atau sebagai penentangan
terhadap perpajakan itu sendiri. Wajib pajak menguatirkan apakah fiskus benar-benar memiliki
maksud yang baik dan terus menerus mengajukan kritik dan ajakan kepada wajib pajak lainnya
untuk lebih berhati-hati dan memperjuangkan hak sebagai wajib pajak.

b. Sebutkan dan jelaskan jenis sanksi bagi yang tidak mematuhi peraturan perpajakan!
1. Sanksi pajak berupa denda
Sanksi denda diberikan kepada wajib pajak yang melanggar aturan yang berlaku, baik terlambat
ataupun tidak melaporkan sama sekali. Untuk besaran dendanya berbeda-beda, tergantung dengan
peraturan UU yang berlaku. Contohnya, Wajib Pajak yang telat melaporkan SPT Masa PPN maka
akan dikenakan denda dengan nominal sebesar Rp 500.000. Pada saat Wajib Pajak telat melaporkan
SPT Masa PPh, maka mereka akan dikenakan denda senilai Rp. 1.000.000 untuk wajib pajak badan
dan Rp 100.000 untuk wajib pajak perorangan.

2. Sanksi pajak berupa bunga


Sanksi bunga diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran yang berhubungan dengan
kewajiban membayar pajak. Besaran bunga /bulan yang diberikan pun sudah ditentukan sesuai
dengan undang-undang yang berlaku. Sanksi bunga ini didasarkan atas UU KUP Pasal 9 ayat 2 (a)
dan 2 (b). Pasal 9 ayat 2 (a) membahas mengenai besaran denda yang dikenakan ke pihak wajib
pajak yang membayarkan lewat dari jatuh tempo. Besaran bunganya 2% per bulan dihitung dari
tanggal jatuh tempo sampai tanggal pembayaran pajak. Pasal 9 ayat 2 (b) membahas mengenai
denda sebesar 2% per bulan yang akan diberikan kepada Wajib Pajak yang baru membayar pajak
setelah jatuh tempo penyampaian SPT. Denda ini dihitung mulai dari jatuh tempo waktu
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

penyampaian SPT sampai tanggal pembayaran pajak. Jika pembayaran di awal bulan, perhitungan
tetap akan dilakukan untuk sebulan penuh.

3. Sanksi pajak berupa kenaikan


Sanksi kenaikan akan diberikan kepada pihak wajib pajak jika mereka melakukan pelanggaran
seperti pemalsuan data, manipulasi jumlah pendapatan dengan dikecilkan agar pajak yang
dikenakan lebih sedikit, hingga kecurangan lainnya. Pihak wajib pajak yang ketahuan melakukan
kecurangan akan dikenakan sanksi berupa kenaikan jumlah nilai pajak yang harusnya dibayarkan.
Besarannya adalah 50% dari pajak yang dikurangi tersebut.

c. Jelaskan peraturan dan sanksi yang diterapkan dalam transfer pricing!


Peraturan :
Pengaturan di level Undang-undang dan Peraturan Meteri Keuangan :
1. Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(UU HPP)
2. Pasal 18 ayat (3) Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
3. Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai UU
(UU PPN)
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau
Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan
Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2019 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur
Persetujuan Bersama
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)

Pengaturan di level Peraturan Direktur Jenderal Pajak ke bawah :


1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai
Hubungan Istimewa
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan
Istimewa,
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2017 tentang Tata Cara Pengelolaan
Laporan Per Negara
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER–16/PJ/2020 Tentang Penanganan Permintaan
Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama Dan Penyelesaian Tindak Lanjut Persetujuan
Bersama
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2020 tentang Tata Cara Penyelesaian
Permohonan, Pelaksanaan, Dan Evaluasi Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing
Agreement),
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis
Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 49/PJ/2021 Tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama

Pedoman Internasional Transfer Pricing


1. Organization for Economic Co-operation and Development Transfer Pricing Guideline for
Multinational Enterprises and Tax Administrations 2022 (OECD TP Guidelines 2022)
2. United Nations Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries 2021 (UN TP
Manual 2021)
3. OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Project: Action 13 Transfer Pricing
Documentation and Country-by-Country Reporting, Final Report (OECD BEPS 13 2015), dan
rujukan internasional lainnya.
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

Sanksi :
1. Wajib Pajak tidak melampirkan ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal dan/atau tanda
terima Notifikasi/CbCR. Konsekuensinya adalah SPT dianggap tidak lengkap (sehingga SPT
dianggap tidak disampaikan sesuai Pasal 3 ayat (7) UU KUP). Sanksi yang berlaku adalah denda
SPT PPh Badan tidak disampaikan sebesar Rp 1.000.000.
2. TP Doc diminta oleh DJP, namun disampaikan oleh WP melebihi jangka waktu. Konsekuensinya
adalah tidak dipertimbangkan sebagai TP Docs. Artinya, TP Doc hanya dianggap sebagai data.
Dengan demikian pemeriksa dapat melakukan pengujian ALP dapat dilakukan secara jabatan
(tidak mempertimbangkan TP Doc). Kemudian diterbitkan SKPKB seusai Pasal 13 ayat (1) huruf a
dengan sanksi bunga sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Apabila Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak memberikan Dokumen Induk
dan Dokumen Lokal maka diterbitkan SKPKB Pasal 13 ayat (1) huruf b dengan sanksi berupa
kenaikan sebesar 50%.
4. apabila Wajib Pajak tidak menggunakan data dan informasi yang tersedia pada saat dilakukan
transaksi (untuk Dokumen Induk dan Dokumen Lokal). Konsekuensinya adalah Wajib pajak
dianggap tidak menerapkan ALP. Dengan demikian pemeriksa dapat melakukan pengujian ALP
dapat dilakukan secara jabatan (tidak mempertimbangkan TP Doc). Kemudian diterbitkan
SKPKB seusai Pasal 13 ayat (1) huruf a dengan sanksi bunga sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Tax Fraud Issues


A Association of Certified Fraud Examinations (ACFE-2000), salah satu asosiasi di USA yang
mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan
kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut:

a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud),


Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan
kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation),
Asset misappropriation dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan atau pencurian aset atau harta
perusahaan oleh pihak lain yang tidak berhak. Dibanding fraud lain, ini adalah penyelewengan yang
paling mudah dideteksi karena aset itu sendiri sifatnya tangible atau mudah dihitung atau diukur.
Aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset
Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
c. Korupsi (Corruption),
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi
menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam
pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity),
dan pemerasan (economic extortion).

B. Perbedaan Tax Avoidance dan Tax Evasion


Tax avoidance atau praktik penghindaran pajak adalah suatu skema transaksi yang dilakukan oleh Wajib
Pajak untuk mengurangi atau bahkan menghapus beban pajak dengan memanfaatkan celah/loophole
dalam kebijakan dan peraturan perpajakan.

Jenis Tax Avoidance:

1. Acceptable Tax Avoidance — Upaya Wajib Pajak dalam menghindari pajak yang bisa diterima secara
hukum. Praktik penghindaran pajak ini dinamakan demikian karena dianggap memiliki tujuan yang
baik serta tidak dilakukan dengan transaksi palsu.
2. Unacceptable Tax Avoidance — Upaya Wajib Pajak dalam menghindari pajak yang tidak bisa diterima
secara hukum. Penghindaran pajak ini tidak bisa dikatakan legal karena berdasarkan tujuan yang
jahat dan dilakukan dengan transaksi palsu agar bisa menghindari kewajiban pembayaran pajak.
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

Contoh Tax Avoidance (Hibah):

Pasal 4 ayat (3) Huruf a Angka 2 dalam UU No. 36 tahun 2008 menjelaskan bahwa harta hibahan yang
diterima oleh keluarga sedarah yang masih ada dalam garis keturunan lurus dan dari satu derajat akan
dikecualikan dari objek pajak. Menurut hukum yang berlaku, hibahan ini tentu saja dianggap sebagai
objek pajak karena penerima hibah bukan merupakan garis keturunan lurus satu derajat.

Untuk menghindari pembebanan pajak pada hibahan ini, pemberi hibahan memanfaatkan celah dari
ketentuan pajak yang ada. Caranya adalah dengan terlebih dahulu menghibahkan tanah dan bangunan
ke anak kandung kakek tersebut guna mematuhi bagian “garis keturunan lurus satu derajat”. Setelah itu,
tanah dan bangunan dihibahkan sekali lagi dari anak ke cucu sang kakek yang merupakan penerima
hibahan yang sebenarnya.

Tax evasion adalah suatu pelanggaran kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dengan
melibatkan skema penggelapan pajak. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah pajak yang harus
dibayarkan, bahkan beberapa wajib pajak sama sekali tidak membayar pajak terutang yang harus
dibayarkan melalui cara-cara yang ilegal.

Contoh skema tax evasion dalam hal penggelapan pajak adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian
atau seluruh penghasilannya ke dalam SPT, membebankan biaya-biaya yang tidak seharusnya dijadikan
pengurangan dalam penghasilan yang bertujuan untuk meminimalkan beban pajak, serta memperbesar
biaya dengan cara fiktif.

Berdasarkan penjelasan mengenai tax avoidance dan tax evasion di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
membedakan keduanya adalah dari sisi legalitasnya, di mana tax avoidance merupakan bentuk
penghindaran pajak yang bersifat legal dan tax evasion dilakukan dengan cara-cara ilegal. Legal yang
dimaksud dalam tax avoidance adalah memanfaatkan atau kelemahan dalam ketentuan perpajakan.
Sementara itu, tax evasion biasanya melibatkan tindakan penggelapan pajak.

C. Faktor yang mempengaruhi Tax Evasion dan cara mencegahnya

Salah satu penyebab terjadinya penggelapan pajak ini berkaitan dengan tax morale. Kesadaran
seseorang akan kewajiban pajak yang minim bisa memengaruhi seseorang untuk menghindari atau
bahkan tidak membayar pajak.

Sebab-sebab wajib pajak melakukan tax evasion adalah:

1. WP berpersepsi tentang:
a. Tarif pajak terlalu tinggi;
b. Sistem keadilan dan kejujuran dalam perpajakan yang kurang;
c. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam membelanjakan uang dari pembayaran pajak oleh Wajib
Pajak;
2. Kecenderungan individu yang kurang memahami aturan dan hukum yang berlaku;
3. Perilaku individu yang dipengaruhi oleh kelompok sehingga mempengaruhi individu tersebut
melakukan tax evasion;
4. Tax audit, pelaporan informasi dan potongan dalam pajak;
5. Administrasi pajak yang kurang dimengerti oleh taxpayer;
6. Praktisi pajak;
7. Kemungkinan ketahuan dan penegakan hukum yang kurang dari pemerintah; dan
8. Servis dari Wajib Pajak yang kurang dinikmati.
Adapun cara-cara mencegah Wajib Pajak melakukan tax evasion antara lain dapat berupa:

1. Pemeriksaan Pajak (Tax Audit)


No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

Pemeriksaan atau audit pajak dilakukan oleh petugas untuk menyelidiki dan mengawasi setiap Wajib
Pajak.

2. Integrasi Sistem Informasi


Pencegahan ini berupa dialog dan saling tukar pandangan antara Wajib Pajak dan fiskus yang harus tetap
diadakan melalui berbagai sarana yang telah tersedia.

3. Administrasi Pajak

Cara pencegahan dalam artian sebagai prosedur meliputi tahap-tahap pendaftaran, penetapan, dan
penagihan Wajib Pajak.

4. Penegakan Hukum Pajak (Tax Law Enforcement)

Cara pencegahan ini pada hakikatnya terkait dengan penegakan hukum pajak atau serta tingginya tarif
pajak, rasa keadilan yang tak terpenuhi dan pemanfaatan dana pajak.

5. Digitalizing Tax Compliance


POIN A

Digitalisasi pajak merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi institusi dengan
sistem pelaporan perpajakan yang menggunakan format paper file digital dan dapat diakses secara
online.

e-Bupot Unifikasi: Aplikasi bukti potong dan pelaporan SPT Masa Unifikasi secara
elektronik.

e-Bupot: Sarana pembuatan bukti pemotongan dan pelaporan

SPT secara elektronik bagi para pemotong pajak.

PBB: Aplikasi pemenuhan hak dan kewajiban PBB bagi WP secara elektronik

PPS: Aplikasi Program Pengungkapan Sukarela WP

E-Pbk: Aplikasi Permohonan Pemindahbukuan secara elektronik

e-Objection: Aplikasi Pengajuan Keberatan secara elektronik

e-PHTB : Aplikasi Permohonan Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran


PPHTB

e-SKD : Aplikasi Perekaman Surat Keterangan Domisili/Persetujuan Penghindaran Pajak


Berganda
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

e-SKTF : Aplikasi Penyampaian Permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut bagi


Pengusaha yang Melakukan Impor atau Penyerahan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak (BKP/JKP)
alatangkutan tertentu.

KSWP : Aplikasi Informasi terkait Konfirmasi Status Wajib Pajak

Rumah konfirmasi Dokumen : Aplikasi untuk melakukan Konfirmasi Validitas Dokumen


Perpajakan yang Diterbitkan oleh DJP

e-Layanan Pajak : Portal khusus bagi WP untuk mendapatkan layanan online secara
mandiri. (Eksisting: Layanan Pengungkapan Permohonan Ketidakbenaran Perbuatan).

e-Reporting : Aplikasi Penyampaian Laporan Realisasi Investasi sesuai UU Cipta Kerja

e-Reg : Aplikasi pendaftaran NPWP secara online dan Perubahan data bagi WP
dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

e-Billing: Aplikasi pembuatan kode billing untuk pembayaran pajak

e-Filing: Aplikasi penyampaian SPT Tahunan secara online dengan mudah, cepat, dan
aman

e-Form: Aplikasi yang Menyediakan formular SPT elektronik versi terbaru dalam
format PDF

e-Faktur: Aplikasi faktur pajak elektronik untuk memberikan kemudahan bagi PKP
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

SPT Bea Materai: Aplikasi Pelaporan SPT Masa Pemungut Bea Materai

M-Pajak: Aplikasi mobile yang memuat layanan perpajakan dalam bentuk digital.
Wajib pajak mendapatkan layanan yang lebih personal, mudah, dan cepat. Fitur M-
Pajak terdiri dari: Tenggat Pajak: mengingatkan user terkait batas waktu pelaporan
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

dan pembayaran pajak, NPWP elektronik dan identitas wajib pajak: email, tanggal terdaftar dan KPP
administrasi

Help one desk: Aplikasi ini dibuat dalam rangka memfasilitasi Wajib Pajak untuk
melaksanakan konsultasi perpajakan secara online kepada Account Representative
baik melalui chat whatsapp maupun video teleconference (video call, zoom, dll)
sehingga Wajib Pajak tidak harus datang ke KPP untuk melaksanakan konsultasi
perpajakan.
B-one: Aplikasi online yang menyediakan beragam formulir perpajakan siap pakai (Ms.
Office) untuk mempercepat layanan dan mengedukasi Wajib Pajak terkait persyaratan
dan peraturan yang dibutuhkan.

Tepat di lobi KPP PMA Satu tersedia tombol Help Button. Wajib Pajak cukup menekan
tombol, secara sigap petugas akan datang membawa troli dan siap membantu mobilisasi
dokumen ke tempat yang dituju

Layanan informasi: Program 3C (Click, Call dan Counter) yaitu memproses permohonan
Wajib Pajak yang disampaikan melalui situs, web, media telepon, dan non-telepon
(Inbound Call & Livechat)

POIN B

Manfaat dari Digitalisasi Pajak:

 Dapat diakses kapanpun melalui koneksi internet


 Efisiensi waktu pelayanan public
 Integrasi data WP, Pegawai DJP, Instansi DJP, dan Pemangku Kepentingan
 Meminimalisir kesalahan identitas (sistem data matching)
 Meningkatkan tax ratio (kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajak)
 Mitigasi risiko penyalahgunaan jabatan dan wewenang (korupsi)
 Efisiensi biaya (dokumen fisik)
 Kelestarian lingkungan terhadap penggunaan kertas beserta limbahnya dan energi listrik

Cases

Kasus 1

a. Dasar koreksi pemeriksa pajak atas sengketa pajak PT DSS Tahun 2014:
 Dasar koreksi Penyesuaian Fiskal Positif -Long Term Interest Expense sebesar US$2.472.407
Pada tahun 2014 menurut fiskus, PT DSS mempunyai pinjaman ke bank yang dikenakan
bunga dan juga mempunyai deposito yang pajaknya bersifat final sesuai PP No.131 Tahun
2000. Jumlah rata-rata pinjaman lebih kecil dari pada jumlah rata-rata Deposito, maka sesuai
Surat Edaran DJP nomor SE-46/PJ.4/1995 angka 3 dan 4 huruf a bunga yang dibayar atau
terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya.

 Dasar koreksi Penyesuaian Fiskal Positif - Financial Expense sebesar US$777.272


Biaya provisi dan administrasi bank dalam rangka untuk mendapatkan pinjaman. Alasan
koreksi fiskus adalah sama dengan Sengketa Penyesuaian Fiskal Positif - Long Term Interest
Expense tersebut di atas.

 Kompensasi Kerugian Fiskal sebesar US$8.197.915


Menurut pemeriksa koreksi kerugian fiscal tahun 2014 sebagai berikut:
Menurut PT DSS US$ 15.318.619
Menurut Pemeriksa pajak US$ 7.120.704
Selisih US$ 8.197.915
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

b. Menurut pemeriksa pajak sisa Hak Kompensasi Kerugian Fiskal untuk tahun 2014 adalah sebesar
US$7.120.704 dengan perincian sebagai berikut:

Putusan Nomor PUT-115554.15/2014/PP/M.XVIB Tahun 2020.

Menurut wajib pajak Hak Kompensasi Kerugian Fiskal untuk tahun 2014 adalah sebesar
US$15.318.619, hal ini disebabkan karena adanya rugi fiscal tahun 2013. Pemeriksaan untuk
tahun pajak 2013 sampai dengan tanggal surat SKPKB ini diterbitkan masih dalam proses
Banding. Jika Banding yang diajukan Pemohon Banding dapat diterima, baik seluruhnya maupun
sebagian, setelah proses hukum tahun 2013 telah menjadi tetap maka Hak Kompensasi Kerugian
Fiskal dapat dihitung ulang pada tahun berikutnya. Namun dalam kasus ini kompensasi kerugian
atas SKPLB PT DSS telah diputusan yang menyatakan dikabulkan sebagian, atas dasar ini PT DSS
dapat mengkompenasiskan Kembali kerugian fiskalnya. Kompensasi kerugian fiscal dapat
dihitung untuk kompensasi tahun berikutnya selama 5 tahun (UU PPh Pasal 6 ayat 2). PT DSS
yang meminta dilakukan perhitungan ulang kompensasi kerugian, sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 ayat (1), ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, PT DSS dapat
mengajukan membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, atas Tahun
Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang
berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan,
dengan menyampaikan pernyataan tertulis paling lama 3 (tiga) bulan setelah menerima Surat
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

c. Berdasarkan hasil pemeriksaan PT DSS harus membayar kurang bayar sebesar $2.618.652
berdasarkan SKPKB No. 00004/206/14/054/16. Setelah membayar SKPKB PT DSS dapat
mengajukan keberatan ke Kanwil DJP PT DSS terdaftar. Jika dilihat dari perkembangannya kasus
ini telah dikeluarkan Putusan Nomor PUT-115554.15/2014/PP/M.XVIB Tahun 2020 yang
mengabulkan seluruhnya permohonan PT DSS. Sehingga atas keputusan ini PT DSS dapat
mengajukan pengembalian SKPKB yang telah dibayarkan dan dapat mengajukan imblan bunga
kepada DJP sebesar maksimal 24 bulan dari nilai pokok yang dibayarkan pada SKPKB.

Kasus 2

A.

Pajak memiliki kedudukan yang sangat kuat untuk kemajuan negara, di Indonesia lebih dari 80%
penerimaan negara Republik Indonesia berasal dari pajak. Mengimplementasikan fungsi pajak sebagai
budgetair sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Juga sebagai
regulerend yaitu melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Mardiasmo,
2019). Sehingga penerimaan pajak yang maksimum, dapat memenuhi target per tahunnya adalah
harapan dari pemerintah.

Tabel 1

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Indonesia

Periode Tahun 2018-2021

TAHUN TARGET REALISASI PERSENTASE

2018 1424 1.310,08 92,00%


No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

2019 1577,56 1.331,16 84,40%

2020 670,38 477,04 71,16%

2021 1231,87 1.234,21 100,19%

Dalam realisasinya target selama 4 (empat) tahun terhitung mulai tahun 2018-2021 keadaan fluktuatif,
justru pada tahun 2019 dan 2020 mengalami penurunan. Pada tahun 2019 mengalami penurunan
sebesar 7,6% dan pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 13,24%. Namun pada tahun 2021
terjadi peningkatan yakni sebesar 29,03%

Dari table diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak dari tahun 2018-2021 sangat
fluktuatif. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah penerimaan pajak yang meningkat ditahun 2021 akan
terus bertahan tanpa adanya penurunan seperti tahun-tahun sebelumnya. Dalam hal ini bisa
diasumsikan karena adanya perbedaan kepentingan antara wajib pajak dengan pemerintah. Wajib pajak
terkadang memiliki usaha-usaha untuk meminimalisir pembayaran pajaknya pada periode yang
bersangkutan dengan memanage bagaimana menghindari pajak dengan legal.

Perkara penghindaran pajak di Indonesia yang pernah terjadi antara lain kasus PT Adaro, PT
Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT Coca Cola Indonesia, dan lain sebagainya. Sayangnya sampai
sekarang jumlah kasus tindakan penghindaran pajak yang terjadi di Indonesia diduga masih cukup
banyak. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya penerimaan negara dan menimbulkan kerugian
pada negara. Selain itu, penghindaran pajak tersebut akan menimbulkan pembangunan nasional yang
tidak optimal dan ketidakmerataan kesejahteraan atau kemakmuran rakyat Indonesia.

Penghindaran pajak merupakan hal yang unik. Karena diperbolehkan akan tetapi tidak
diinginkan, juga kerena sistem pemungutan pajak di Indonesia yang menggunakan self assessment
system dimana wajib pajak orang pribadi maupun badan diberikan kewenangan untuk menghitung,
menyetorkan dan melaporkan sendiri sejumlah pajak yang terutang berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Selain itu, penghindaran pajak juga dapat diduga dipengaruhi beberapa variable
diantaranya adalah ukuran perusahaan dan pertumbuhan penjualan dengan variable moderating
struktur modal.

Ukuran perusahaan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan penghindaran pajak.
Hal ini karena digambarkan dengan semakin besar perusahaan semakin besar sumber daya yang dimiliki
dengan harapan dapat mengelola pajak dengan baik. Hal ini dilakukan dengan cara memanfaatkan
beban penyusutan dan amortisasi yang timbul dari pengeluaran untuk memperoleh aset. Beban
penyusutan dan amortisasi dapat digunakan sebagai pengurangan penghasilan kena pajak perusahaan
(Putri, 2018).

B.

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, dan menghasilkan
kesimpulan berbeda-beda antara lain; riset oleh Dewinta dan Setiawan (2016) menyimpulkan terdapat
pengaruh dengan arah positif antara pertumbuhan penjualan pada penghindaran pajak. Penelitian dari
Hidayat (2018) dan Oktamawati (2017) mengungkapkan terdapat pengaruh dengan arah negatif antara
pertumbuhan penjualan pada penghindaran pajak. Berdasarkan riset dari Swingly dan Sukartha (2015)
serta Christy dan Subagyo (2019) menyimpulkan tidak adanya pengaruh antara pertumbuhan penjualan
pada penghindaran pajak. Sedangkan Akbar et al (2020) mengungkapkan pertumbuhan penjualan atau
sales growth memiliki pengaruh pada penghindaran pajak.
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

Riset dari Swingly dan Sukartha (2015) serta Dewinta dan Setiawan (2016) mengungkapkan
adanya pengaruh dengan arah positif antara ukuran perusahaan pada penghindaran pajak. Kemudian
Oktamawati (2017) menunjukkan adanya pengaruh negatif antara ukuran perusahaan pada
penghindaran pajak. Penelitian lainnya seperti Wijayanti dan Merkusiwati (2017) dan Barli (2018)
mengungkapkan ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh pada penghindaran pajak. Sedangkan
berdasarkan Handayani (2018) dan Christy dan Subagyo (2019) mereka menyatakan terdapat pengaruh
anatara ukuran perusahaan pada penghindaran pajak.

Dari perbedaan kesimpulan riset inilah, peneliti akan meneliti apakah ukuran perusahaan dan
pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap penghindaran pajak dengan struktur modal sebagai
variabel moderating. Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dikaji oleh Christili (2021). Perbedaan
riset ini dengan riset Christili (2021) yaitu pada variable bebas dan periode pengamatan. Riset pada
Christili (2021) menggunakan 4 variabel bebas yaitu profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan dan
pertumbuhan penjualan. Sementara penelitian ini menggunakan 2 variabel yang sama yakni ukuran
perusahaan dan profitabilitas, kemudian menambahkan 1 variabel moderating yaitu struktur modal.
Penelitian ini akan menggunakan sampel penelitian dari perusahaan maufaktur sektor barang konsumsi
yang listing di BEI (Bursa Efek Indonesia) serta jangka waktu pemgamatannya dilakukan dari tahun 2018-
2021.

Alasan memilih sektor barang konsumsi yaitu dikarenakan sektor ini memiliki pertumbuhan dan
perkembangan yang cukup baik. Selain itu, krisis global tidak akan mempengaruhi sektor ini sebab
barang konsumsi seperti makanan dan minuman merupakan kebutuhan dasar manusia yang selalu
dibutuhkan dan akan selalu dicari walaupun harganya dinaikan.

C.
I. Research problems – Identifikasi
A. Adanya anomaly dalam hasil-hasil penelitian terdahulu terkait :
1. Pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance
2. Pengaruh Leverage terhadap Tax Avoidance
3. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance

B. Variabel yang masih jarang di teliti :


4. Pengaruh Return On Assets terhadap Tax Avoidance
5. Pengaruh Intensitas Aset Tetap terhadap Tax Avoidance
6. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Tax Avoidance
7. Pengaruh Thin Capitalizion terhadap Tax Avoidance
8. Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Tax Avoidance

II. Research Problems – Pembatasan (Objek & Subjek)


Objek :
1. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance
2. Pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance
3. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance dengan Stuktur Modal sebagai
Moderasi
4. Pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance dengan Struktur Modal sebagai Moderasi

Subjek :
Perusahaan Sektor Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2019-
2021
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang diteliti oleh Christili Tanjaya, Nazmel Nazir
(2021) dengan judul “Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Perumbuhan Penjualan Dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Penghindaran Pajak”

Dalam hal ini, peneliti melakukan pembatasan pada variabel bebas (independent) yang digunakan pada
penelitian ini yaitu Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan juga Tax Avoidance sebagai variabel terikat
(dependent). Dalam penelitian ini juga peneliti menggunakan variable moderasi yaitu Struktur Modal. Target
penelitian ini adalah Perusahaan Sektor Barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Tahun 2019-2021.
No Dokumen : FRM-KBM-01-06
FORMULIR Revisi : 00
LEMBAR JAWABAN Tanggal Efektif : 01 Januari 2019

Berdasarkan fenomena terurai diatas, motivasi dari penelitian ini yaitu terdapatnya hasil
penelitian yang berbeda dari penelitian terdahulu.

Tujuan Umum :

Tujuan umum peneliti ialah untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat dijadikan faktor yang
mempengaruhi terjadinya Penghindaran Pajak (Tax Avoidance), pada penelitian ini Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, Struktur Modal sebagai faktor yang diteliti.

Manfaat Penelitian :

Manfaat atas penelitian yang dilakukan ini ialah peneliti diharapkan dapat memberikan masukan-
masukan dan sumbangan pemikiran mengenai Tax Avoidance khususnya bagi perusahaan sektor
Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perumusan Masasalah :

Berdasarkan latar belakang yang terurai diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Tax Avoidance?


2. Apakah Profitabilitas berpengaruh terhadap Tax Avoidance?
3. Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Tax Avoidance dengan Struktur Modal sebagai
Moderasi?
4. Apakah Profitabilitas berpengaruh terhadap Tax Avoidance dengan Struktur Modal sebagai Moderasi?
Tujuan Penelitian :

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang
sudah diuraikan diatas adalah :

1. Untuk menguji peengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance.


2. Untuk menguji pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance.
3. Untuk menguji pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance dengan Struktur Modal sebagai
Moderasi.
4. Untuk menguji pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance dengan Struktur Modal sebagai
Moderasi.

Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis :
1. Penelitian ini diharap bisa menjadi sumbangan atau masukan teori berupa bukti berdasarkan
pengalaman (empiris) tentang pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, terhadap Tax Avoidance.

2. Hasil yang ditemukan dari kajian penelitian ini diharap dapat memberikan informasi, wawasan, dan
referensi tambahan di lingkungan akademis dan juga mempunyai manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Manfaat Praktik :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan dan sumbangan pemikiran
mengenai Tax Avoidance khususnya bagi perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam Tindakan pengambilan keputusan
bagi pemilik perusahaan, majaner, dan investor.

Anda mungkin juga menyukai