Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


Hak dan kewajiban perpajakan harus dilakukan oleh wajib pajak. Mengacu dari
undang-undang yang sama, pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan kalau wajib pajak adalah orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Jadi, siapapun, baik yang sudah memiliki NPWP atau belum, sudah
termasuk ke dalam wajib pajak jika sudah mempunyai hak dan kewajiban perpajakan.

1. Hak Wajib Pajak


a. Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak
Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong atau dipungut ternyata
lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan
tersebut. Dengan kalimat sederhana, seseorang berhak menerima kembali kelebihan bayar
ketika membayar pajak lebih banyak daripada jumlah yang sebenarnya.

Seseorang dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak


dengan mengirimkan surat permohonan pada Kepala KPP (Kantor Pajak Pratama) atau
melalui SPT (Surat Pemberitahuan). Setelah menerima surat permohonan, Dirjen Pajak
akan mengembalikan kelebihan bayar pajak dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung
sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Jika wajib pajak termasuk dalam kriteria
wajib pajak patuh, pengembalian ini dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan
1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Kalau Dirjen Pajak terlambat
mengembalikan kelebihan bayar pajak, wajib pajak berhak menerima bunga sebesar 2% per
bulan dengan maksimum 24 bulan.

b. Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan


Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak, wajib pajak
berhak untuk:
 Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.
 Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa .
 Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.
 Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.
 Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang
ditentukan.

Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua jenis,


yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan,
terhitung dari tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan untuk melakukan
pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4


(empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan, terhitung sejak tanggal
surat perintah pemeriksaan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

c. Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali

Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat ketetapan pajak
yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih bayar, atau nihil perpajakannya.
Jika wajib pajak tidak sependapat dengan surat tersebut, dapat mengajukan keberatan. Lalu
bila belum puas dengan keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan
banding. Langkah terakhir dalam sengketa pajak, wajib pajak dapat mengajukan peninjauan
kembali ke Mahkamah Agung.

d. Hak-Hak Wajib Pajak Lainnya

1) Hak kerahasiaan : Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan


kerahasiaan atas semua informasi yang disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam
melaksanakan kegiatan perpajakan. Di sisi lain, pihak yang bertugas di bidang
perpajakan dilarang untuk mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak. Kerahasiaan wajib
pajak yang dilindungi adalah:
 Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan
wajib pajak.
 Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
 Dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang
berlaku.
2) Hak untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran : Wajib pajak dapat mengajukan
permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak dalam kondisi tertentu.
3) Hak untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan : Wajib pajak dapat menyampaikan
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun PPh Badan
dengan alasan tertentu.
4) Hak untuk Pengurangan PPh Pasal 25 : PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara
angsuran dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak
terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Dalam undang-undang ketentuan
umum perpajakan, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan
pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 dengan alasan tertentu.
5) Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) : Karena kondisi atau sebab
tertentu, seperti rusaknya bumi dan bangunan yang terkena bencana alam, wajib pajak
dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang PBB. Wajib pajak yang
merupakan anggota veteran pejuang dan pembela kemerdekaan juga dapat mengajukan
pengurangan PBB. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
(PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan
pengurangan PBB dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Kota/Kabupaten setempat.
6) Hak untuk Pembebasan Pajak : Wajib pajak dapat mengajukan permohonan
pembebasan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan dengan alasan tertentu.
7) Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak : Wajib pajak yang
termasuk ke dalam wajib pajak patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan
3 bulan untuk PPh terhitung sejak tanggal permohonan.
8) Hak untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah : Untuk pelaksanaan proyek
pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PPh terutang
atas penghasilan yang diterima kontraktor, konsultan, dan supplier utama ditanggung
oleh pemerintah.
9) Hak untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan : Dalam lingkup PPN, Barang Kena Pajak
(BKP) atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN. BKP tersebut di
antaranya kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-buku, perlengkapan TNI/Polri
yang diimpor maupun yang diserahkan di area pabean oleh wajib pajak
tertentu. Fasilitas PPN tidak dipungut ini turut diberikan pada perusahaan yang
melakukan kegiatan di kawasan tertentu, seperti kawasan berikat, di antaranya atas
impor dan perolehan bahan baku.

2. Kewajiban Wajib Pajak

Selain hak, ada kewajiban yang harus dipatuhi oleh wajib pajak, di antaranya:

1) Kewajiban Mendaftarkan Diri

Wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP) atau kantor pelayanan, penyuluhan dan
konsultasi perpajakan (KP2KP).

Wajib pajak yang merupakan pengusaha, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha


Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah memenuhi persyaratan tertentu, di
antaranya pengusaha orang pribad atau badan melakukan penyerahan barang kena pajak
atau jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp4.800.000.000 dalam setahun. Jika
tidak memenuhi syarat tersebut, tetap dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP.

Setelah dikukuhkan sebagai PKP, maka wajib untuk memungut pajak pertambahan
nilai (PPN) dari setiap pembeli/pengguna jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN
tersebut kemudian dilaporkan dalam SPT Masa.

2) Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak

Sesuai dengan sistem self assessment, wajib pajak harus melakukan penghitungan,
pembayaran dan pelaporan pajak terutangnnya sendiri. Dalam melaksanakan kewajiban ini,
dapat melakukannya secara mudah dan cepat melalui aplikasi OnlinePajak.

3) Kewajiban dalam Hal Diperiksa

Dirjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak untuk menguji
kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. Kewajiban yang diperiksa di antaranya:
 Memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan,
khususnya jenis Pemeriksaan Kantor.
 Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi dasar serta
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Untuk jenis Pemeriksaan Lapangan,
wajib pajak harus memberikan akses untuk melihat dan menyimpan data.
 Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang yang dianggap perlu serta
memberi bantuan untuk memperlancar proses pemeriksaan.
 Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan.
 Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik,
khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
 Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

4) Kewajiban Memberi Data


Data di sini adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat
menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan
yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan
dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha
yang disampaikan kepada instansi lain di luar Dirjen Pajak. Kewajiban ini tidak hanya
dipatuhi oleh wajib pajak, tetapi juga oleh setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi,
dan pihak lain. Jika sengaja tidak memenuhi kewajiban ini, wajib pajak akan terkena pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.

B. Hak dan Kewajiban Fiskus


Fiskus atau Aparatur Pajak atau Pejabat Pajak adalah orang atau badan yang bertugas
untuk melakukan pemungutan pajak atau iuran pada wajib pajak. Secara bahasa, Fiskus
berasal dari bahasa Latin yang berarti keranjang berisi uang atau kantong uang. Pajak yang
dipungut oleh fiskus, nantinya akan digunakan untuk pengeluaran rutin dan pembangunan
nasional juga membantu penyelenggaraan pemerintahan.Yang termasuk fiskus atau pejabat
pajak yang berwenang diantaranya Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai,
Gubernur, Bupati/Walikota, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
1. Hak Fiskus

Adapun hak-hak fiskus atau aparatur pajak yaitu:

 Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWB) dan atau melakukan pengukuhan
pengusaha kena pajak secara jabatan
 Menerbitkan surat tagihan pajak
 Melakukan pemeriksaan dan penyegelan
 Melakukan penyidikan
 Menerbitkan surat paksa dan melaksanakan penyitaan

2. Kewajiban Fiskus

Fiskus memiliki 2 kewajiban yaitu kewajiban umum dan kewajiban khusus.

a. Kewajiban Umum Fiskus : Kewajiban umum fiskus yaitu melakukan pembimbingan,


penyuluhan dan penerangan kepada wajib pajak agar mereka memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
b. Kewajiban Khusus Fiskus, diantaranya :
 Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sementara dalam waktu 3 hari
setelah formulir pendaftaran diterima.
 Menerbitkan NPWP dalam jangka waktu 3 bulan setelah formulir pendaftaran
diterima.
 Menerbitkan surat keputusan atas pengukuhan pengusaha kena pajak (sebagai
wajib pajak pertambahan nilai), dalam jangka waktu tujuh hari sejak formulir
pendaftaran diterima.
 Menerbitkan surat keputusan kelebihan pajak dalam jangka waktu satu bulan
setelah tanggal diajukannya surat keputusan kelebihan pajak oleh wajib pajak.
 Menerbitkan surat perintah untuk membayar kelebihan pajak dalam jangka waktu
satu bulan setelah diajukannya surat keputusan kelebihan pembayaran pajak.
 Menerbitkan surat keputusan angsuran/penundaan pembayaran pajak dalam jangka
waktu 3 bulan untuk angsuran/penundaan surat ketetapan pajak, surat ketetapan
pajak tambahan, serta surat pemberitahuan pajak dan dalam waktu 10 hari untuk
pengurangan angsuran pajak penghasilan.
 Memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak dalam
waktu 3 bulan sejak diterimanya surat permohonan keberatan.
 Memberikan keputusan atas pengurangan/penghapusan bunga, denda, serta
kenaikan dan pengurangan/pembatalan terkait ketetap pajak dalam waktu 3 bulan
sejak tanggal penerimaan permohonan.
 Merahasiakan data/informasi mengenai wajib pajak yang telah disampaikan.

C. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Tax avoidance atau penghindaran pajak adalah usaha yang dilakukan oleh wajib
pajak, untuk mengurangi atau bahkan meniadakan hutang pajak yang harus dibayar yang
dilakukan secara legal, aman dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan
dengan cara memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-
undang perpajakan suatu negara.

Tak avoidance merupakan penghindaran pajak dengan cara mengurangi pajak yang
masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat
dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak. Penghindaran pajak dapat terjadi di dalam
bunyi ketentuan atau tertulis di undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang
tetapi berlawanan dengan jiwa undang-undang.

Penghindaran pajak atau tax avoidance adalah suatu tindakan yang legal yang berbeda
dengan penyeludupan pajak. Biasanya perusahaan melakukan strategi-strategi atau cara-cara
yang legal sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, namun dilakukan dengan
memanfaatkan hal-hal yang sifatnya ambigu dalam undang-undang sehingga dalam hal ini
wajib pajak memanfaatkan celah-celah yang ditimbulkan oleh adanya ambiguitas dalam
undang-undang perpajakan.

1. Karakteristik Penghindaran Pajak

Menurut komite fiskal dari Organization for Economic Coorperation and


Development (OECD), menyebutkan bahwa penghindaran pajak atau tax avoidance
memiliki beberapa ciri atau karakteristik, yaitu:
1) Adanya unsur artifical arrangement, dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat
di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.
2) Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes (celah) dari undang-undang atau
menerapkan ketentuan-ketentuan legal berbagai tujuan, yang berlawanan dari isi
undang-undang sebenarnya.
3) Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini dimana umumnya para konsultan
menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan syarat wajib
pajak menjaga serahasia mungkin.

Sedangkan menurut Palan (2008), beberapa ciri dalam penghindaran pajak atau
tax avoidance yaitu:

1) Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya
terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum pajak.
2) Wajib pajak berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang dideclare dan bukan
atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh.
3) Wajib pajak mengusahakan penundaan pembayaran pajak.

2. Jenis-Jenis Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak dapat diartikan sebagai manipulasi penghasilannya secara


legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Tax avoidance tidak dapat dikategorikan
sebagai sebuah pelanggaran undang-undang perpajakan karena dalam hal ini wajib pajak
melakukan usaha meminimalkan atau meringankan beban pajak dengan ketentuan yang
telah dimungkinkan oleh undang-undang pajak.

Meskipun telah di upayakan dengan menciptakan kebijakan yang memadai, tidak


jarang ditemui berbagai kendala atau hambatan atau perlawanan dalam pemungutan
pajak. Menurut Purwono (2010), jenis-jenis perlawanan yang dilakukan dalam
penghindaran pajak yaitu:

1) Perlawanan Pasif : secara pasif merupakan perlawanan yang keterjadiannya berkaitan


erat dengan struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektual, dan teknik
pemungutan pajak.
2) Perlawanan Aktif : yang meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan terhadap fiskus dengan tujuan menghindari pajak melalui, penghindaran diri
dari wajib pajak, pengelakan diri dari wajib pajak, dan melalaikan pajak.

3. Bentuk-bentuk Penghindaran Pajak

Menurut Prakosa (2014), bentuk-bentuk usaha yang biasa dilakukan dalam


penghindaran pajak atau tax avoidance umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1) Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara-negara yang memberikan


perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax haven country) atas suatu jenis
penghasilan (substantive tax planning).
2) Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi dari transaksi
melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak yang paling rendah (formal
tax planning).
3) Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin capitalization, treaty
shopping, dan controlled foreign corporation (Specific Anti Avoidance Rule), serta
transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis (General Anti Avoidance Rule).

Adapun menurut Surbakti (2012), beberapa cara yang dilakukan oleh perusahaan
dalam melakukan penghindaran pajak, antara lain yaitu sebagai berikut:

1) Menampakkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal sehingga
mengurangi laba bersih dan utang pajak perusahaan tersebut.
2) Mengakui pembelanjaan modal sebagai pembelanjaan operasional dan membebankan
yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi utang pajak perusahaan.
3) Membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis sehingga mengurangi laba bersih.
4) Membebankan depresiasi produksi yang berlebihan di bawah nilai penutupan
peralatan sehingga mengurangi laba kena pajak.
5) Mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam industri manufaktur
sehingga mengurangi laba kena pajak.

4. Faktor Penyebab Penghindaran Pajak

Menurut Hutagaol (2014), beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya


penghindaran pajak atau tax avoidance, antara lain yaitu sebagai berikut:
1) Kesempatan (opportunities). Adanya sistem self assessment yang merupakan sistem
yang memberikan kepercayaan penuh terhadap wajib pajak (WP) untuk menghitung,
membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakan kepada fiskus. Hal ini
memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melakukan tindakan penghindaran
pajak.
2) Lemahnya penegakan hukum (low enforcement). Wajib Pajak (WP) berusaha
untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang dengan
memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum pajak. Wajib pajak memanfaatkan
loopholes yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku (lawfull).
3) Manfaat dan biaya (level of penalty). Perusahaan memandang bahwa penghindaran
pajak memberikan keuntungan ekonomi yang besar dan sumber pembiayaan yang
tidak mahal. Di dalam perusahaan terdapat hubungan antara pemegang saham,
sebagai prinsipal, dan manajer, sebagai agen. Pemegang saham, yang merupakan
pemilik perusahaan, mengharapkan beban pajak berkurang sehingga memaksimalkan
keuntungan.
4) Bila terungkap masalahnya dapat diselesaikan (negotiated settlements).
Banyaknya kasus terungkapnya masalah penghindaran pajak yang dapat diselesaikan
dengan bernegosiasi, membuat wajib pajak merasa leluasa untuk melakukan praktik
penghindaran pajak dengan asumsi jika terungkap masalah dikemudian hari akan
dapat diselesaikan melalui negosiasi.

5. Rumus Perhitungan Penghindaran Pajak

Menurut Budiman dan Setiyono (2012), penghindaran pajak atau tax avoidance
dapat dihitung menggunakan formula ETR (Effective Tax Rate) perusahaan, yaitu kas
yang dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak. Semakin besar
ETR ini mengindikasikan semakin rendah tingkat penghindaran pajak perusahaan.
Adapun rumus perhitungan ETR yaitu:
Cash ETR yang dihitung dengan membandingkan pembayaran pajak dengan
laba sebelum pajak. Pembayaran pajak terdapat dalam Laporan Arus Kas Konsolidasi,
sedangkan laba sebelum pajak terdapat dalam Laporan Laba Rugi Komperenshif.

Selain itu pengukuran menggunakan Cash ETR dapat menjawab atas


permasalahan dan keterbatasan atas pengukuran tax avoidance berdasarkan model
GAAP ETR. Semakin kecil nilai Cash ETR, artinya semakin besar penghindaran
pajaknya, begitupun sebaliknya.

D. Rahasia Jabatan
Rahasia jabatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang di akses melalui Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, adalah sesuatu yang berkenaan dengan jabatan dan tidak boleh diketahui umum.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi


Publik (“UU KIP”) yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah rahasia yang
menyangkut tugas dalam suatu jabatan Badan Publik atau tugas negara lainnya yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Informasi yang berkaitan dengan
rahasia jabatan merupakan salah satu bentuk informasi publik yang tidak dapat diberikan
pada public.

 Sanksi Jika Membuka Rahasia Jabatan

Pasal 322 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) mengatur mengenai


tindakan membuka rahasia jabatan, yang berbunyi:

1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatannya atau
pekerjaaanya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, ia diwajibkan
menyimpannya, dihukum penjara paling lama Sembilan bulan atau denda paling
banyak Rp.9000,-
2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap orang yang ditentukan, maka perbuatan itu
hanya dituntut atas pengaduan orang itu.

Menurut R.Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 232) untuk
dapat dihukum oleh pasal ini, maka hal-hal yang harus dibuktikan adalah:

1) Yang diberitahukan (dibuka) itu harus suatu rahasia;


2) Bahwa orang itu diwajibkan untuk menyimpan rahasia tersebut dan ia harus betul-
betul mengetahui, bahwa ia wajib menyimpan rahasia itu;
3) Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah akibat dari suatu jabatan atau
pekerjaan yang sekarang, maupun yang dahulu pernah ia jabat; dan
4) Membukanya rahasia itu dilakukan dengan sengaja.

Lebih lanjut dijelaskan oleh R. Soesilo, yang diartikan dengan rahasia itu sesuatu
yang hanya diketahui oleh yang berkepentingan, sedangkan lain orang belum mengetahuinya.
Siapakah yang diwajibkan menyimpan rahasia itu, tiap-tiap peristiwa harus ditinjau sendiri-
sendiri oleh hakim, misalnya dokter harus menyimpan rahasia penyakit pasiennya, seorang
pastur harus menyimpan rahasia dosa orang-orang yang telah melakukan biecht kepadanya.
Seorang yang menyimpan arsip rahasia dilarang memberitahukan tentang surat-surat kepada
orang yang tidak berkepentingan. Selain itu juga dijelaskan dilarang untuk memperlihatkan,
memberi turunan atau petikan dari surat-surat dinas kepada orang yang tidak berkepentingan.

Jika tindakan membuka rahasia jabatan dilakukan memenuhi unsur pasal tersebut
maka dapat dihukum berdasarkan pasal tersebut yaitu pidana penjara paling lama Sembilan
bulan atau denda paling banyak Rp.9000,-

Sebagai informasi, ancaman pidana berupa denda sebesar Rp.9.000,-.yang terdapat


dalam Pasal 322 KUHP ini telah disesuaikan berdasarkan Pasal 3 Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan
Jumlah Denda Dalam KUHP (“Perma 2/2012”) :

Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal
303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bisa ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000
(seribu) kali.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pidana denda yang diatur dalam Pasal 322 KUHP
menjadi paling banyak Rp. 9.000.000,-.

 Contoh Kasus :

Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor:
283/Pid.B/2014/PN.Clp. dimana terdakwa turut serta dengan sengaja membuka rahasia yang
wajib disimpan karena jabatannya yaitu untuk membocorkan soal tes penerimaan Kepala
Dusun dan Polisi Keamanan Wilayah berikut jawabannya. Untuk itu majelis hakim
menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan 15 (lima belas) hari
kepada terdakwa.

E. Kuasa/Wakil Wajib Pajak


1. Kuasa Wajib Pajak

Kuasa Wajib Pajak adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak
dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakan tertentu sesuai peraturan perundang-
undangan. Kuasa terdiri dari dua macam, yakni Konsultan pajak dan Karyawan Wajib
Pajak. Baik konsultan pajak maupun karyawan Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan
yang terdapat pada Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan nomor 449/PMK.03/2014 .

2. Wakil Wajib Pajak

Wakil adalah orang dalam atau individu yang dipercaya oleh Wajib Pajak secara
khusus. Dalam melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak dapat diwakili dalam hal:

a) Badan diwakili oleh pengurus yang tercantum dalam akta pendirian badan atau
dokumen pendirian dan berdasarkan atas surat penunjukkan yang ditandatangani
oleh pimpinan yang berwenang
b) Badan yang dinyatakan pailit diwakili oleh kurator.
c) Badan dalam pembubaran diwakili oleh orang atau badan yang ditugasi untuk
melakukan pemberesan.
d) Badan dalam likuidasi diwakili oleh likuidator.
e) Warisan yang belum terbagi diwakili oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksanaan
wasiatnya, atau yang mengurus harta peninggalannya.
f) Anak yang berada di bawah perwalian diwakili oleh wali.
g) Orang yang berada di bawah pengampuan diwakili oleh pengampunya.

2. Persyaratan Kuasa dan Wakil Wajib Pajak


Persyaratan Kuasa dan Wakil Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
1) Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
2) Memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa.
3) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4) Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (PPh)
tahun pajak terakhir, kecuali terhadap seorang kuasa yang tahun pajak terakhir belum
memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT tahunan PPh.
5) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Sedangkan karyawan Wajib Pajak dianggap menguasai ketentuan peraturan


perpajakan jika :
1) Memiliki sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga
pendidikan kursus brevet pajak.
2) Memiliki Ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, sekurang-kurangnya tingkat
diploma III, yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta dengan status
terakreditasi A.
3) Memiliki Sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan oleh Panitia Penyelenggara
Sertifikasi Konsultan Pajak.

Sementara itu, kuasa yang ditunjuk oleh Wajib Pajak dengan Surat Kuasa Khusus
yang sekurang-kurangnya, meliputi :
1) Nama, alamat, tanda tangan di atas materai, serta NPWP dari Wajib Pajak pemberi
kuasa.
2) Nama, alamat, dan tanda tangan, serta NPWP dari Wajib Pajak penerima kuasa.
3) Hak dan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan berupa keperluan
perpajakan, jenis pajak, dan masa pajak/bagian tahun pajak/tahun pajak.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/hak-dan-kewajiban-wajib-pajak#Hak
%20Dan%20Kewajiban%20Wajib%20Pajak

https://www.pelajaran.co.id/pengertian-fiskus-tugas-wewenang-hak-dan-kewajiban-fiskus/

https://www.kajianpustaka.com/2021/08/penghindaran-pajak-tax-avoidance.html

https://www.hukumonline.com/klinik/a/bisakah-dipidana-jika-menceritakan-rahasia-jabatan-
pada-keluarga-lt58d0ba2b5a397

https://www.pajak.com/pajak/kenali-perbedaan-wakil-dan-kuasa-wajib-pajak/

Anda mungkin juga menyukai