Anda di halaman 1dari 4

Nama : Kayla Leandra N

NPM : 170610200023

Kelas :A

Mata Kuliah : Administrasi Pajak

Resume Materi Administrasi Pajak – 4

Pada pertemuan yang ke-5 tanggal 6 Oktober 2021 Mata Kuliah Administrasi Perpajakan, telah
dipaparkan 2 materi terkait keberatan dan banding. Materi yang disampaikan pada sesi presentasi perteama
adalah Konsep Dasar Keberatan dan Banding. Dilanjut dengan contoh kasus terkait keberatan dan banding
pajak di Indonesia pada sesi kedua.

Dasar hukum mengenai keberatan tercantum pada UU KUP Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A
maupun PMK 9/2013 s.t.d.t.d (sebagaimana telah diubah terakhir dengan) PMK 202/2015. Kemudian,
mengenai pengertiannya Secara sederhana, keberatan adalah upaya yang dapat ditempuh wajib pajak yang
merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas gugatan oleh
pihak ketiga. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan. Keberatan kepada Dirjen Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.

Adapun terkait keberatan SKP yang dapat Wajib Pajak lakukan, yakni Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB); Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB); Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Pemotongan atau pemungutan oleh
pihak ketiga

Terdapat hal yang menjadi dasar wajib pajak dalam melakukan keberatan, Wajib Pajak hanya dapat
mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap
materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak. Sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses
keberatan karena Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dianggap tidak adil. Surat ketetapan pajak tersebut
biasanya diterbitkan sebagai produk dari pemeriksaan pajak. Keberatan umumnya didahului dengan proses
pemeriksaan.

Berikut merupakan orang atau badan yang memiliki kemampuan untuk mengajukan keberatan,
bagi wajib pajak badan oleh pengurus; bagi wajib pajak pribadi oleh wajib pajak yang bersangkutan; pihak
yang dipotong atau dippungut pihak ketiga; serta yang terakhir kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir
yang telah disebutkan.
Terdapat pula syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengajukan keberatan, yakni 1. Satu
Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak; 2. Keberatan harus diajukan 3 bulan
sejak tanggal dikirimnya SKP atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak. Namun, masa waktu
ini dapat diperpanjang apabila Wajib Pajak mendapatkan keadaan di luar kekuasaannya seperti bencana
alam, kebakaran, dan huruhara/kerusuhan massal. 3. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 4.
Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas; 5. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut
penghitungan Wajib Pajak. 6. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk
1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak; 7. Wajib Pajak telah melunasi pajak
yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan.

Kemudian, terkait jangka waktu pengajuan keberatan 1. Keberatan harus diajukan dalam jangka
waktu tiga bulan sejak tanggal SKP atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan, kecuali Wajib
Pajak dapat menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya 2. Surat
keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka waktu tiga bulan dihitung sejak
tanggal SKP atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. 3. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos
tercatat), maka jangka waktu tiga bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungut an oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti pengiriman melalui Kantor Pos
dan Giro. Setelah ini akan dilanjut dengan dua tahap, yaitu penyampaian surat keberatan ke KPP dan
penyelesaian keberatan.

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang
diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Banding
adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu
keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.

Dalam pengajuan banding, terdapat syarat yang harus dipenuhi, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Permohonan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak
Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
Juga terdapat ketentuan mengenai siapa yang berkemampuan untuk mengajukan banding ke
pengadilan pajak, Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus, Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang
bersangkutan atau ahli warisnya, Kuasa Hukum dari keduanya.

Adapun mengenai proses banding itu sendiri mencakup 7 tahapan, yakni Banding diajukan dengan
Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Ketua Pengadilan Pajak dengan alamat Jalan Hayam Wuruk
No.7 Jakarta Pusat, Pemohon Banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima Keputusan yang dibanding,
Paling lambat 14 (empat belas hari) sebelum persidangan dimulai, Pemohon Banding mendapat
pemberitahuan sidang, Pemohon pengajuan banding pajak berhak untuk hadir dalam persidangan guna
memberikan keterangan secara lisan dan bukti yang diperlukan, Pemohon pengajuan banding pajak
mempunyai hak untuk didampingi atau diwakilkan oleh kuasa hukum yang sudah mendapat izin kuasa
hukum dari ketua pengadilan pajak, Majelis/Hakim Tunggal sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6
bulan sejak tanggal diterimanya Surat Banding, Apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan pada 1 hari
persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya yang ditetapkan.

Pada sesi kedua dilanjut dengan studi kasus keberatan dan banding pajak di Indonesia. Terdapat
pembahasan serta pemaparan mengenai 3 kasus, yaitu kasus pengadilan pajak tolak banding grup Asian
agri, kasus sengketa pajak Rp 3,06T antara PGN dan Ditjen Pajak, dan kasus BCA & Hadi P.

Mengacu kepada hasil analisis, jika sudah terjadi sebuah kasus sengketa pajak antara Wajib pajak
dengan Fiskus, secara otomatis Wajib Pajak memiliki Hak serta Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa
pajak tersebut. Hak dari Wajib Pajak sendiri berupa hak mengajukan keberatan kepada Surat Keputusan
Pajak, tetapi yang merupakan kewajiban Wajib Pajak sebelum mengajukan keberatan maupun banding,
Wajib Pajak harus sudah melunasi pajak yang telah disetujui dalam keputusan keberatan maupun banding
tersebut. Kemudian, dalam mengajukan keberatan dan banding kita selaku wajib pajak harus paham
ketentuan serta regulasi pajak terkait guna menghindari kesalahan yang nantinya akan menambah beban
wajib pajak dalam membayar beban pajak.

Pengajuan klaim force majeure bergantung pada beberapa faktor diantaranya jenis perjanjian dan
karakter bisnis pelaku. Dengan demikian, klaim implementasi force majeure dari satu kasus ke kasus yang
lain mungkin saja berbeda (case by case basis). Terdapat hal yang dipertimbangkan dalam mengajukan
klaim force majeure, diantaranya:

Klaim force majeure diajukan dengan iktikad baik dan sesuai tata cara pemberitahuan yang
disepakati dalam perjanjian, Klaim force majeure didasarkan pada rujukan hukum yang tepat. Pihak yang
mengajukan klaim harus terlebih dahulu meneliti apakah bencana, pandemi atau tindakan pemerintah
pemberlakuan aturan tertentu termasuk ruang lingkup force majeure yang diakomodasi dalam perjanjian,
Klaim diajukan dengan maksud untuk merubah perjanjian dan bukan mengakhiri perjanjian.
Mengutamakan penyelesaian secara musyawarah serta tetap tunduk pada tata cara penyelesaian sengketa
yang diatur dalam perjanjian. Berkonsultasi dengan praktisi atau konsultan hukum mengenai opsi-opsi
hukum yang dapat dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai