Pengadilan Pajak
13 April 2020
Dalam artikel kelas pajak kali ini, akan diulas terlebih dahulu mengenai proses upaya hukum
banding di Pengadilan Pajak. Proses upaya hukum yang satunya, yaitu gugatan, akan dibahas
di kelas pajak selanjutnya.
Upaya hukum banding dapat ditempuh setelah wajib pajak menjalani proses keberatan
terlebih dahulu. Apabila wajib pajak masih belum puas dengan surat keputusan keberatan
yang dikeluarkan otoritas pajak, wajib pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak, banding didefinisikan
sebagai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap
pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan banding.
Pada Pasal 35 juncto Pasal 36 UU No. 14/2002, telah disebutkan beberapa syarat dan
ketentuan pengajuan banding. Pertama, banding dilakukan dengan mengajukan surat banding
yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Surat banding tersebut kemudian diajukan kepada
Pengadilan Pajak.
Kedua, banding diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterima keputusan yang
dibanding. Contohnya, apabila keputusan yang dibanding diterima tanggal 10 Mei 2020 maka
batas terakhir pengiriman surat banding adalah 9 Agustus 2020.
Pada prinsipnya, jangka waktu tersebut ditetapkan agar pemohon mempunyai waktu yang
memadai untuk mempersiapkan surat banding, alasan-alasan, beserta bukti yang menguatkan
alasan hukumnya.
Jika setelah lewat tiga bulan tidak diajukan banding, wajib pajak dianggap setuju dengan isi
keputusan keberatan yang diterimanya. Namun, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang
apabila terdapat keadaan di luar kekuasaannya (force majeur) pemohon banding.
Ketiga, dalam satu surat banding hanya dapat diajukan terdapat satu keputusan keberatan
saja. Artinya, dalam hal ini tidak dapat dilakukan permohonan banding atas dua keputusan
atau lebih. Surat banding juga harus dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang
dibanding.
Keempat, pada surat banding wajib pajak juga perlu melampirkan keputusan keberatan yang
diajukan banding.
Surat banding yang dibuat harus mengandung posita dan petitum yang jelas. Posita memuat
alasan-alasan mengapa surat banding itu diajukan. Selain itu, dalam posita juga diuraikan
mengenai fakta-fakta, seperti pembukuan atau pencatatan, perhitungan pajak, ataupun hal-hal
materiil lainnya (Pudyatmoko, 2009).
Uraian tersebut nantinya akan menjadi dasar dalam mengajukan petitum (hal yang
dimohonkan). Pemohon banding dapat melengkapi surat bandingnya untuk memenuhi
ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu yang telah disebutkan di atas.
Permohonan banding dapat diajukan oleh wajib pajak, ahli waris, seorang pengurus, atau
kuasa hukumnya. Apabila pemohon banding meninggal selama proses banding berjalan,
banding dapat dilanjutkan oleh wahli waris, kuasa hukum, ataupun pengampunya dalam hal
pemohon banding pailit.
Dalam hal terdapat proses penggabungan, peleburan, atau likuidasi, pihak yang menerima
tanggung jawab hal tersebut dapat melanjutkan proses banding.
Artikel Terbaru
8 September 2022
(https://pertapsi.or.id/pph-final-pelayaran-domestik)
29 Agustus 2022
PPh Final atas Penghasilan dari Usaha dengan Peredaran Bruto Tertentu
(https://pertapsi.or.id/pph-final-atas-penghasilan-dari-usaha-dengan-peredaran-bruto-
tertentu)
19 Agustus 2022
(https://pertapsi.or.id/pajak-atas-hadiah-undian)
30 Mei 2022
(https://pertapsi.or.id/pph-final-atas-usaha-jasa-konstruksi)
13 Mei 2022
(https://pertapsi.or.id/pajak-atas-persewaan-tanah-dan-atau-bangunan-)
Artikel Terpopuler
6 Oktober 2016
(https://pertapsi.or.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-22)
18 Mei 2020
(https://pertapsi.or.id/contoh-soal-dan-jawaban-rekonsiliasi-fiskal-pph-badan)
23 Januari 2017
(https://pertapsi.or.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-24)
9 Maret 2017
(https://pertapsi.or.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-25)
1 Desember 2016
(https://pertapsi.or.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-23)