Anda di halaman 1dari 14

Analisis Kasus Eka Wahyu Kasih Terkait Kasus Korupsi Jual-Beli Anjak Piutang

(Factoring)

Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Raden Roro Radina Mustika K. (20210610058)
2. Fidela Zadaristu (20210610063)
3. Sabila Septia A.A. (20210610233)
4. Wildan Hakim Baihaqi (20210610445)
5. Ajis Riantoro (20210610028)
Kelas J

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang " Analisis Kasus
Eka Wahyu Kasih Terkait Kasus Korupsi Jual-Beli Anjak Piutang ".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Reni Anggraini selaku dosen
pengampu mata kuliah Perjanjian kelas J. Tentunya, karya ini tidak akan bisa tercipta
tanpa adanya bimbingan dari beliau.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik agar kami dapat memperbaiki karya
ilmiah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.
Yogyakarta, 1 November 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

A. Latar Belakang....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................. 2

C. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 2

D. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 2

BAB II .............................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3

A. Pengertian Anjak Piutang ...................................................................................... 3

B. Dasar Hukum Anjak Piutang ................................................................................. 4

C. Konsekuensi Anjak Piutang................................................................................... 7

D. Penyelesaian kasus Eka Wahyu Kasih terkait kasus korupsi jual-beli anjak piutang
8

BAB III ........................................................................................................................... 10

PENUTUP ...................................................................................................................... 10

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 10

B. Saran .................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perubahan zaman yang makin cepat ini, masyarakat dituntut untuk
lebih aktif dalam mengembangkan diri agar mampu bersaing di pasaran.
Masyarakat memegang peranan penting dalam perkembangan ekonomi suatu
negara. Khususnya para pengusaha, baik pengusaha besar, kecil, maupun
menengh (UKM)1. Dalam dunia bisnis, semua pelaku bisnis pasti menginginkan
agar barang produksinya lancar, dengan harapan dapat meningkatkan keuntungan.
Hal ini bertujuan agar perputaran modal dan mendorong pertumbuhan ekonomi
perusahaan tersebut2.
Angka persaingan antar perusahaan yang kian meningkat memaksa tiap
perusahaan untuk memberikan layanan terbaik kepada pelanggannya. Pada
kenyataan di lapangan, terdapat cara bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan
pelayanan. Namun, salah satu yang paling populer yaitu adanya kemudahan dalam
proses pembayaran. Pelanggan dimudahkan dengan adanya pembayaran secara
kredit. Adanya kredit ini tentu bukan tanpa risiko. Dengan adanya kredit maka
arus kas perusahaan akan melambat dikarenakan dana baru akan masuk setelah
jatuh tempo3. Hal ini berarti perusahaan tidak dapat mendapatkan uang tersebut
secara langsung, padahal perusahaan membutuhkan uang tunai untuk kegiatan
operasionalnya.
Dengan adanya permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka muncullah
sebuah alternatif lain bagi perusahaan untuk memperoleh dana tunai. Hal ini
dikenal dengan istilah anjak piutang (factoring). Anjak piutang merupakan
lembaga keuangan non bank, yang mana memiliki kemudahan dalam prosesnya
sehingga dana yang dibutuhkan bisa langsung digunakan. Dengan adanya konsep

1
Holy Oktaviani Putri, “Eksistensi Anjak Piutang (Factoring) Dari Sisi Yuridis Dan Ekonomis”, Jurnal
Repertorium, IV (Januari-Juni, 2017), 36-37
2
Naerul Edwin Kiky Aprianto, “Anjak Piutang (Factoring) Dalam Ekonomi Islam”, Jurnal Ekonomi Islam,
VIII (Januari-Juni, 2017), 95-96
3
Holy Oktaviani Putri, Loc.Cit.

1
anjak piutang ini diharapkan bagi perusahaan untuk menyelesaikan piutangnya
dan terhindar dari risiko yang tidak diharapkan seperti wanprestasi (ingkar janji)
dari pihak lain (debitur)4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan penulis kaji
dalam tulisan ini yaitu Apakah penyelesaian kasus Eka Wahyu Kasih terkait kasus
korupsi jual-beli anjak piutang (factoring) sudah sesuai dengan hukum nasional
yang semestinya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mengetahui
lebih jauh dan mendetail mengenai kasus Eka Wahyu Kasih terkait kasus korupsi
jual-beli anjak piutang (factoring).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis.
Manfaat teoritis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu
perkembangan ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai kasus
anjak piutang.
Manfaat praktis yaitu mengedukasi masyarakat mengenai apa itu anjak piutang
dan bagaimana penerapannya. Serta menjelaskan kepada masyarakat mengenai
kasus anjak piutang yang mungkin terjadi dan bagaimana penyelesaiannya.

4
Naerul Edwin Kiky Aprianto, Loc.cit

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anjak Piutang

Anjak Piutang (Factoring) apabila dilihat secara leksikal terdiri dari dua
kata, yaitu anjak dan Piutang. Anjak artinya berpindah atau bergerak sedangkan
piutang artinya uang yang dipinjamkan (yang dapat ditagih dari seseorang),
tagihan uang perusahaan kepada para pelanggan yang diharapkan akan dilunasi
dalam waktu paling lama satu tahun sejak tanggal keluarnya tagihan. Sehingga
secara leksikal anjak piutang artinya adalah berpindahnya piutang. Sehingga
perjanjian anjak piutang adalah perjanjian yang mendasari perpindahan tagihan
sejumlah piutang kepada pihak lain. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa anjak piutang, yaitu usaha pembiayaan yang dilakukan oleh
perusahaan anjak piutang dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta
pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari klien (penjual piutang) yang
berasal dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri antara klien dengan
customer (pihak yang berhutang kepada klien). Kegiatan anjak piutang dilakukan
dalam bentuk:
1. Pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari transaksi
perdagangan dalam atau luar negeri;
2. Penatausahaan penjualan kredit serta penagihan piutang perusahaan klien
(Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988).5

Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak piutang antara lain


1. Perusahaan Anjak Piutang (Factor)
Sebuah perusahaan/badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam
bentuk pembelian, pengalihan maupun dalam urusan pengalihan piutang atau
atau tagihan jangka pendek dari klien (penjual piutang) yang berasal dari

5
Elko Lucky Mamesah,”Eksistensi Perjanjian Anjak Piutang Bagi Pelaku Usaha”, Jurnal Unsrat, Vol 3.No
3 (2015), 179-180

3
transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Perusahaan yang membeli atau
menatausahakan penjualan serta penagihan piutang perusahaan.
2. Klien
Pihak yang memiliki piutang dagang yang timbul dari penjualan/jasa kepada
perusahaan nasabah dengan pembayaran secara kredit. Klien itu pihak yang
mempunyai piutang yang kemudian dijual kepada perusahaan anjak piutang
(factor).
3. Nasabah (Customer)
Pihak yang berhutang kepada pihak klien.6

Adapun jenis transaksi yang dilakukan dalam anjak piutang, yaitu anjak
piutang dengan pembiayaan (financing activity) merupakan bentuk pembelian
dan/atau pengalihan piutang dan jenis piutang non-pembiayaan (non-financing
activity) yakni dalam bentuk pengurusan piutang atau tagihan. Tranksaksi yang
dilakukan dapat berupa tarnsaksi perdagangan domestic dan transaksi
perdagangan antar negara (ekspor/impor).7

B. Dasar Hukum Anjak Piutang

Dalam hukum Indonesia, anjak piutang terdapat beberapa ketentuan


landasan hukum bagi eksistensi jasa. Ketentuan disini dibagi menjadi dua
ketentuan hukum, yakni hukum substantif dan hukum bersifat administratif.
Antara lain sebagai berikut:
1. Dasar hukum substantif
a. Dasar Hukum Substantif Murni
Dasar hukum substantif murni yang menjadi dasar hukumnya bagi
kegiatan anjak piutang yaitu asas kebebasan berkontrak. Maksudnya yaitu,
ada kitab didalamnya tercermin hukum dari ketentuan tersebut berupa
pasal 1338 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa persetujuan yang
dibuat secara itu semua berlaku pada undang-undang buat mereka yang

6
Siti Malikhatun Badriyah, Aspek Hukum Anjak Piutang, (Semarang: Madina, 2015), hlm. 34.
7
Budi Rachmat, Anjak Piutang: Solusi Cash Flow Problem, (Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 2

4
sudah membuatnya. Pasal ini juga mengandung arti, sesungguhnya semua
pihak yang tergabung dalam sebuah perjanjian ini sudah dapat menyetujui
apapun antara mereka. Selama kesepakatan itu sah, artinya undang-
undang tidak akan bertentangan, ketertiban umum dan keasusilaan,
kesepakatan itu akan mengikat bagi semuaorang yang mengadakannya,
layaknya undang-undang.
Maka dari itu, jika syarat sahnya perjanjian memenuhi pasal yang
disebutkan yaitu pasal 1320 KUH Perdata, akan memenuhi empat syarat
sebagai berikut:
1) Kesepakatan mereka yang akan mengikat dirinya.
2) Membuat suatu perikatan akan menimbulkan kecakapan.
3) Muncul hal-hal tertentu.
4) Terjadi hal-hal yang memunculkan halal.
Sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur dalam pasal 1338 KUH
Perdata, maka dari itu perjanjian yang sudah sah adanya serta mempunyai
kekuatan yang sama dengan undang-undang. Oleh karena itu, dalam
perjanjian anjak piutang jika memenuhi syarat suatu perjanjian
kekuatannya akan menjadi sama dengan undang-undang yang sudah
ditentukan. Para pihak perusahaan factoring dan klien akan bebas dalam
membuat suatu perjanjian atau akad dan transaksi tersebut meskipun
transaksi factoring belum diatur.
Perjanjian anjak piutang merupakan perjanjian obligatoir sebab baru
menimbulkan kewajiban bagi klien untuk menyerahkan piutang dan/atau
baru berupa pengalihan piutang kepada factor. Anjak piutang juga berupa
perjanjian sui generis dari hak-hak factor dalam hubungan keuangan yang
timbul karena pemberian piutang, dimana konsekuensi terhadapnya yaitu
berupa pembayaran oleh factor kepada klien.8

b. Dasar Hukum Substantif Bertendensi Prosedural

8
Junaidi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Indramayu: Adab, 2022), hlm. 79-80

5
Didalam KUH Perdata dan KUH Dagang terdapat dasar hukum
substantif bertendensi prosedural. Didalamnya terdapat ketentuan-
ketentuan KUH Perdata yang akurat dengan kegiatan anjak piutang, yakni:
1) Pasal 613 KUH Perdata mengatur pengalihan piutang
2) Pasal 1459,1491,1493,1495,1533 mengatur penjualan piutang.
3) Pasal 174 sampai dengan pasal 117 KUHD mengatur tentang surat
kesanggupan.
2. Dasar Hukum Administratif
Sifat dasar hukum administratif ini dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yakni:
a. Dalam tingkatan undang-undang:
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pada
pasal 6 huruf 1 UU No. 7 Tahun 1992 memberi alas hukum kepada
bank untuk melakukan kegiatan anjak piutang dan sekaligus
memberikan sebuah batasan-batasan pengertian tentang anjak piutang.
Menurut pasal 6 huruf 1 UU No. 7 Tahun 1992 ini. Kegiatan
anjak piutang mengurus piutang atau tagihan jangka pendek dari
transaksi perdagangan didalam negeri maupun luar negeri, cara yang
dilakukan yakni menggunakan cara pembelian atau pengalihan
piutang.

b. Peraturan lainnya, yaitu pertama keputusan Presiden Republik


Indonesia No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Kedua,
keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang
ketentuan dan tata cara pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Ketiga,
keputusan Menteri Keuangan No. 468/KMK.017/1955 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988
Tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

6
Dalam ketiga peraturan itu semua hanya mengatur tentang bentuk usaha,
tata cara pendirian, pemodalan serta pengawasan Perusahaan Anjak Piutang. 9

C. Konsekuensi Anjak Piutang

Perjanjian anjak piutang adalah kesepakatan tertulis antara factor dan client,
dimana factor bersedia untuk melakukan pembelian atau pengambilalihan serta
pengurusan atas tagihan jangka pendek dari client dari waktu ke waktu dengan
persyaratanpersyaratan tertentu. Perjanjian anjak piutang tidak mempunyai
standard baku dan lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan bagi
kehendak para pihak.10

Dalam pihak debitur akibat hukum yang berada dalam perjanjian anjak
piutang ialah tergantung jenis anjak piutang yang diajukan oleh pihak dalam
membuat perjanjian, yaitu berdasarkan risiko dan tanggung jawab klien. Jenis
anjak piutang tersebut, yaitu:
1. Resource Factoring, yaitu klien disini akan menanggung risiko apabila
nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Jadi, perusahaan tersebut akan
mengembalikan pembayaran yang bertanggung jawab membayar piutang
kepada klien atas tidak tertagihnya piutang tersebut.
2. Without Resource Factoring, yaitu perusahaan akan menanggung risiko
apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Jadi pihak klien tidak
akan bertanggungjawab buat melunasi piutang tidak tertagih tersebut dari
nasabah. Maka dari itu, akibat hukum yang akan timbul dalam perjanjian
ini ialah tergantung dari jenisnya anjak piutang yang dipilih oleh pihak
masing-masing dalam perjanjian, yaitu resource factoring atau without
factoring. 11

9
Aniek Tyaswati Wiji Lestari, Aspek Hukum Transaksi Anjak Piutang/Factoring, (Tesis Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro) Hlm. 86-90
10
Dewi Astutty Mochtar, “Asas Keseimbangan dalam Pelaksanaan Perjanjian Anjak Piutang (Factoring)”,
Jurnal Cakrawala Hukum, Vol 10. No. 2 (2019), 154
11
Ketut Hari Purnayasa Tanaya dkk, Kedudukan Perusahaan Anjak Piutang Dalam Hal Pihak Nasabah
Wanprestasi, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 5-6

7
Adapun berdasarkan segi sarana pengalihannya, yaitu
1. Anjak Piutang dengan Account Receivables, berupa dokumentasi yang
dialihkan kepada perusahaan anjak piutang oleh klien adalah bukti-
bukti utang dalam bentuk account receivables.
2. Anjak Piutang dengan Prommissory Notes, yaitu pihak nasabah
mengeluarkan prommissory notes atas utang-utangnya terhadap pihak
klien. Kemudian klien mengendorse promissory notes tersebut kepada
pihak perusahaan anjak piutang sebagai alat suatu mata rantai dari
proses pengalihan piutangnya.12
Hubungan hukum antara klien dengan perusahaan anjak piutang (factor)
menimbulkan hak dan kewajiban yang mengikat keduanya. Dimana jika klien
melakukan wanprestasi kepada nasabah (tidak menyerahkan barang atau
menyerahkan barang terlambat atau tidak sesuai dengan perjanjian), maka
nasabah hanya dapat menuntut ganti rugi kepada klien saja tidak kepada factor
karena diantara nasabah dan factor tidak ada hubungan hukum secara langsung.
Dan apabila nasabah tidak membayar kepada factor (wanprestasi), maka factor
dapat menuntut ganti rugi, tetapi terkait kepailitan nasabah, dimana factor
berkedudukan sebagai kreditur konkuren.13

D. Penyelesaian kasus Eka Wahyu Kasih terkait kasus korupsi jual-beli anjak
piutang

Penyelesaian kasus Eka Wahyu Kasih terkait kasus korupsi anjak piutang
sudah sesuai dengan hukum nasional yang semestinya karena, terpidana Eka
Wahyu dieksekusi berdasarkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor:42/Pid.Sus/TPK/2019/PN Jkt.Pst
Tanggal 16 Agustus 2019 juncto Petikan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor:
1542 K/Pid.Sus/2020 Tanggal 22 Juli 2021.

12
Serlika Aprita dan Rio Adhitya, Hukum Lembaga Keuangan dan Perbankan, (Jakarta: Kencana, 2022),
hlm. 39
13
Sudjana, “Akibat Hukum Wanprestasi dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam Transaksi Anjak Piutang”,
Veritas et Justitia, Vol 5. No. 2 (2019), 395

8
Terpidana Eka Wahyu terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terpidana Eka Wahyu
divonis 10 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 200.000.000 subsider 6
bulan.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Eka Wahyu
Kasih untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 55.058.412.000 subsider 1
bulan sesuai dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, maka harta bendanya dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang
mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana
penjara 6 tahun.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan uraian pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan,


bahwa kasus jual-beli anjak piutang yang dilakukan Eka Wahyu Kasih telah
sesuai dengan hukum nasional yang semestinya. Eka Wahyu Kasih telah terbukti
melakukan korupsi dengan melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam putusan pengadilan
Nomor:42/Pid.Sus/TPK/2019/PN Jkt.Pst juncto Petikan Putusan Mahkamah
Agung RI Nomor: 1542 K/Pid.Sus/2020.

B. Saran

Perjanjian anjak piutang melibatkan berbagai pihak (factor, klien, dan nasabah)
dan tidak seluruh pihak memiliki itikad baik, maka hendaknya setiap pihak
meningkatkan sikap itikad baik diantara para pihak perjanjian.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aprita, Serlika dan Rio Adhitya, Hukum Lembaga Keuangan dan Perbankan,

(Jakarta: Kencana, 2022), hlm. 39

Aprianto, Naerul Edwin Kiky, 2017, “Anjak Piutang (Factoring) Dalam Ekonomi

Islam”, Jurnal Ekonomi Islam, VIII (Januari-Juni), 95-96

Badriyah, Siti Malikhatun, Aspek Hukum Anjak Piutang, (Semarang: Madina,

2015), hlm. 34.

Junaidi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Indramayu: Adab, 2022), hlm. 79-80

Lestari, Aniek Tyaswati Wiji, Aspek Hukum Transaksi Anjak Piutang/Factoring,

(Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro) Hlm. 86-90

Mamesah, Elko Lucky, ”Eksistensi Perjanjian Anjak Piutang Bagi Pelaku Usaha”,

Jurnal Unsrat, Vol 3.No 3 (2015), 179-180

Mochtar, Dewi Astutty, “Asas Keseimbangan dalam Pelaksanaan Perjanjian

Anjak Piutang (Factoring)”, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol 10. No. 2 (2019), 154

Putri, Holy Oktaviani, “Eksistensi Anjak Piutang (Factoring) Dari Sisi Yuridis

Dan Ekonomis”, Jurnal Repertorium, IV (Januari-Juni, 2017), 36-37

Rachmat, Budi, Anjak Piutang: Solusi Cash Flow Problem, (Gramedia Pustaka

Utama, 2003), hlm. 2

Sudjana, “Akibat Hukum Wanprestasi dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam

Transaksi Anjak Piutang”, Veritas et Justitia, Vol 5. No. 2 (2019), 395

Tanaya, Ketut Hari Purnayasa dkk, Kedudukan Perusahaan Anjak Piutang Dalam

Hal Pihak Nasabah Wanprestasi, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 5-6

11

Anda mungkin juga menyukai