Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.

LATAR BELAKANG

Salah satu trading topic pembicaraan masyarakat saat ini adalah pajak. Di samping
karena memang kewajiban sabagai warga negara, pajak menjadi perbincangan
lantaran adanya kasus besar yang berhubungan dengan pajak. Lalu, apa
sebenarnya pengertian pajak sebenarnya? Apa saja isi undang-undangnya dan apa
sebenarnya kegunaan pajak bagi negeri ini?

2.

RUMUSAN MASALAH

Pokok permasalahan yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah apa
kegunaan pajak di Indonesia?

3.

TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa sebenarnya kegunaan pajak
itu.

4.

METODE PENULISAN

Bab 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan
metode penulisan.
Bab II PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang pengertian pajak, isi undang-undangnya, dan
kegunaan pajak tersebut.
Bab III PENUTUP
Dalam bab ini mengemukakan tentang kesimpulan dan saran.

BAB II
PEMBAHASAN

1.

PENGERTIAN PAJAK

Pajak didefinisikan dengan iuran kepada Negara terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelanggarakan
pemerintahan.

2.

PERANAN PAJAK

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,


khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:
a.

fungsi anggaran (budgetair)

Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan
sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini
terutama diharapkan dari sektor pajak.

b.

fungsi mengatur (regureled)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.


Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
c.

fungsi stabilisasi

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan


yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal
ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien.
d.

fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.

3.

SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi,
masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka
pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak
menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
a.

pemungutan pajak harus adil

Pajak mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak.
Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya :
1)

Dengan mengatur hak dan kewajiban wajib pajak

2)
Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai
wajib pajak

3)
Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan
berat ringannya pelanggaran
b.

pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang
bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1)
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut
harus dijamin kelancarannya
2)

Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum

3)

Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak

4)

Pungutan tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu


kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil
dan menengah.
c.

system pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan


pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung
beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para
wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya,
jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.

4.

MANFAAT PAJAK

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga,


perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos
pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak,
sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang
pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai
proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan,
sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang
yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam

rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga
negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas
atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal
dari pajak.
Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara
menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan
pembiayaan pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan
fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan
ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah.
Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya
fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan
sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.

5.

JENIS PAJAK

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak
Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh
Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang
dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
a.

Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud
dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal
baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha,
gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
b.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah
yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada

dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu
sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan
Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian,
dan ruang udara diatasnya.
c.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)

Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong
mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah adalah :
1)

Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok

2)

Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

3)
Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan
tinggi
4)

Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status

5)
Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta
mengganggu ketertiban masyarakat
d.

Bea Meterai

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian,
akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
e.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan
atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh
realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota.
f.

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat
namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah
Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
a.

Pajak Propinsi

1)

Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

2)

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

3)

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor

4)

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

b.

Pajak Kabupaten/Kota

1.

Pajak Hotel

2.

Pajak Restoran

3.

Pajak Hiburan

4.

Pajak Reklame

5.

Pajak Penerangan Jalan

6.

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

7.

Pajak Parkir

6.

CONTOH KASUS

Kasus Manipulasi Pajak, dari Bakrie hingga BCA


Setelah mengulas masalah kasus pajak yang ada di BCA, saya jadi tertarik dan
mulai mencari tahu lebih jauh kasus-kasus pajak yang ada di Indonesia. Saya
mendapatkan sebuah kesamaan kasus yang terjadi di beberapa perusahaan besar
di Indonesia, seperti Bakrie Group, BCA, PT. Metropolitan Retailmart, Asian Agri,
Berau Coal, dan lain sebagainya. Kasus manipulasi pajak ini rupanya tidak hanya
terjadi sekali, melainkan begitu banyak perusahaan yang terlibat dalam kasus
tersebut.
Masih ingatkah pembaca dengan nama Gayus Tambunan, seorang petugas pajak
yang menerima suap terkait pengurusan permohonan keberatan pajak. Kasus
Gayus sama dengan kasus pajak yang menimpa Hadi Poernomo, dan BCA.
Gayus Tambunan dipidana karena terbukti menerima suap uang sebesar Rp 925
juta rupiah dari Roberto Santonius terkait kepengurusan gugatan keberatan pajak

PT Metropolitan Retailmart dan menerima 3,5 juta dollar Amerika dari Alif Kuncoro
terkait kepengurusan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Arutmin, PT
Kaltim Prima Coal, dan PT Bumi Resource.
Gayus Tambunan dinilai telah terbukti menerima suap dan melakukan tindak
pencucian uang dari tiga perusahaan Bakrie Group senilai 7 juta dollar AS, lalu
membagi uang itu ke Alif Kuncoro, Imam Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan
Manurung, dan pejabat-pejabat di Ditjen Pajak lain. Saya terima tiga juta dollar
AS, kata Gayus.
Gayus menjelaskan sumber dana yang dia terima ketika masih bekerja di Direktorat
Jenderal Pajak, yakni dari PT Bumi Recources, PT Arutmin, dan PT Kaltim Prima Coal.
Dengan suap tersebut Bakrie Group menginginkan Gayus Tambunan melakukan tiga
pekerjaan, PT Bumi Resources mengajukan banding tahun 2005, Gayus diminta
untuk membuatkan surat banding, surat bantahan-bantahan, dan termasuk
persiapan apa saja yang dibutuhkan dengan imbalan sebesar 3 juta dollar AS yang
kemudian ia bagikan kepada Alif Kuncoro, Imam Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan
Manurung.
Serupa dengan kasus Gayus Tambunan dengan sejumlah perusahaan terkait
pengurusan permohonan keberatan pajak, kasus yang sama juga terulang di tubuh
Bank BCA dengan Hadi Poernomo-nya, namun bedanya apabila kasus Gayus sudah
tuntas, kasus penggelapan pajak yang menyeret PT. Bank BCA Tbk dalam daftar
hitam penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja belum
mencapai kata final sejak dibukanya penyelidikan pada tahun 2003 silam.
Peran Hadi Poernomo dalam kasus pajak BCA diduga menyalahgunakan
wewenangnya sebagai Dirjen Pajak dengan dengan membuat Surat Keputusan (SK)
yang melanggar prosedur terkait permohonan keberatan wajib pajak yang
disampaikan oleh pihak Bank BCA. Hadi Poernomo selaku dirjen pajak diduga
memanipulasi telaah direktorat PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. BCA
mengajukan surat keberatan wajib pajak dengan nilai yang cukup fantastis yakni
sebesar Rp 5,7 triliun terkait kredit bermasalah-nya atau non performance loan
(NLP) kepada direktorat PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003.
Setelah ditelaah oleh Direktorat PPH, permohonan keberatan wajib pajak yang
diajukan BCA ditolak, namun oleh Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak
mengintruksikan Direktur PPH yang semula menolak menjadi menerima seluruh
permohonan keberatan wajib pajak yang dilayangkan pihak BCA sehari sebelum
masa jatuh tempo pemberian keputusan final.
Oleh putusan Hadi Poernomo tersebut, diyakini BCA telah merugikan negara dengan
tidak membayar pajak sebesar Rp 375 miliar.
Selain itu, keputusan Hadi Poernomo mengabulkan permohonan keberatan pajak
yang diajukan BCA juga semakin terasa janggal apabila mengingat hal serupa juga

dilayangkan Bank Danamon perihal keberatan pajak atas nilai transaksi sebesar Rp
17 triliun tetapi ditolak oleh pengadilan pajak. Anehnya, hal ini serupa namun
hasilnya berbeda.
Dalam kasus ini KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka dengan
dikenakan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1
miliar berdasarkan pelanggaran terhadap pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU no 31
tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dimana pasal
tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang menyalahgunakan
kewenangan.
Selain dua kasus besar di atas, ada juga contoh kasus manipulasi pajak yang
menimpa perusahaan besar di Indonesia. Asian Agri dengan 14 anak usahanya
terbukti tidak bayar pajak sebesar Rp 1,259,9 triliun selama empat tahun, sehingga
dikenakan sangsi atau denda pajak sebesar Rp 653,4 miliar.
Maraknya kasus manipulasi pajak di Indonesia, saya harap instansi terkait
pengawas pajak bekerja lebih keras untuk meminimalisir adanya kasus-kasus
serupa di masa yang akan datang. Selain itu, KPK juga baiknya segera
menuntaskan pengusutan kasus manipulasi pajak yang masih menggantung.

KOMENTAR:
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau disingkat FITRA. Selain ICW,
Forum Pajak Berkeadilan dan BRSK ada satu lagi LSM yang juga peduli akan
pengusutan kasus pajak BCA yakni FITRA. Lagi-lagi sama dengan tiga organisasi
yang saya sudah paparkan diatas, tuntutannya sama yaitu agar KPK segera
menuntaskan kasus ini. Koordinator FITRA, Ucok Sky Khadafi KPK jangan hanya
fokus pada Hadi. Tapi juga orang-orang BCA juga yang mendapatkan keuntungaan
dari kasus penglempangan pajak ini, segera periksa oleh KPK, Sudah sangat jelas
bahwa memang ada yang salah dengan BCA.
Menurut saya memang kurang kredibel apabila hanya melihat tuntutan-tuntutan
tersebut berasal dari LSM yang notabene kurang dapat dipercaya. Bisa saja LSM
tersebut merupakan kelompok bayaran yang mengatas namakan kepedulian sosial.
Tapi kenapa saya bisa yakin bahwa memang ada yang salah dengan BCA? Sebab
tidak hanya LSM yang kurang jelas latar belakangnya, LSM semacam ICW dan
Forum Pajak Berkeadilan bahkan juga turut buka suara terhadap kelanjutan

pengusutan kasus manipulasi pajak BCA. Bagi saya ICW dan Forum Pajak
Berkeadilan merupakan organisasi yang tingkat kredibilitasnya tidak perlu
dipertanyakan lagi,. Tidak saja saya, bahkan mungkin beberapa dari pembaca juga
sependapat dengan saya.

BAB III
PENUTUP

1.

KESIMPULAN

Sudah dijelaskan bahwa fungsi pajak adalah untuk membiayai pengeluaran umum
Negara. Namun realita terbesarnya, kegunaan pajak di Indonesia adalah untuk
membayar cicilan hutang. Hampir setiap tahun persen penggunaan uang pajak
sebagai cicilan hutang cukup besar. Jadi, kemauan masyarakat untuk membayar
pajak akan membantu Negara ini terbebas dari hutang Meski ada kasus
penyelewengan yang terjadi, tentunya tidak semua para petugas pajak melakukan
perbuatan haram tersebut. Hanya orang yang tidak sayang dengan Negara ini yang
mau memakan harta yang digunakan untu membayar utang. Dari pengertian pajak
dan kegunaannya, dapat dipahami bahwa pajak memiliki potensi yang kuat untuk
bisa membayar hutang. Jika Anda orang bijak tentu Anda siap membayar pajak.

2.

SARAN

Kita sebagai masyarakat di negara Indonesia wajib membayar pajak untuk


kelangsungan hidup negara ini dan juga untuk membangun negara ini agar
mencapai kesejahteraan bersama, tetapi kewajiban membayar pajak yang sudah
terlaksana ini harus diwujudkan dengan wujud nyata mana hasil dari pembayaran
pajaknya. Sekarang banyak kasus penyalahgunaan pajak kasusnya juga bukan
dilakukan oleh satu orang saja tapi beberapa orang bahkan hampir banyak pejabat
tinggi negara yang melakukannya, ini adalah contoh bahwa penerapan pajak di

Indonesia kurang pengawasan. Pembayarannya menjadi kewajiban tapi hasil dari


pembayaan pajaknya tidak jelas untuk apa? Dan untuk siapa? Maka disarankan
jangan hanya masyarakat yang mematuhi peraturan saja tetapi pejabat tinggi
negara juga harus mematuhi. Ini untuk kepentingan bersama bukan perseorangan.

Anda mungkin juga menyukai