Anda di halaman 1dari 37

MATERI PUTARAN III

PEMBUATAN ATURAN DAN KEBIJAKAN

Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam


rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh
cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang
berwenang membuat peraturan perundang- undangan.
Untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukanan
peraturan perundang- undangan, maka negara Republik Indonesia sebagai negara yang
berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Dalam modul ini akan diuraikan tentang Pengertian, Asas Peraturan Perundang-
undangan, Materi Muatan, Pengundangan dan Penyebarluasan, serta Partisipasi
Masyarakat.
1. Pengertian Peraturan Perundang-Undangan

a. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan


Perundang-undangan yang pada dasamya dimulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan.
b. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga Negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
c. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-
undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa.

e. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh


Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
f. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh
Presiden.

g. Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan


Undang- Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.
h. Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perandang-undangan dalam
c.Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
i. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam
Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan
Perundang- undangan.

2. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah
sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar
filosofis bangsa dan negara sehingga setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum
dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Penempatan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya.

3. Asas Peraturan Perundang-Undangan

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas


pembentukan Peraturan Perudang-undangan yang baik yang meliputi:
a. Kejelasan tujuan;
Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
dicapai.
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat”
adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan Perundangundangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
Yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan" adalah
bahwa dalam Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan. Perundang-
undangannya.
d. Dapat dilaksanakan;

Yang dimaksud dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas
Peraturan Perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
yuridis maupun sosiologis.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

Yang dimaksud dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa


setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar- benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara
f. Kejelasan rumusan;

Yang dimaksud dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Keterbukaan.

Yang dimaksud dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan,
penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.

4. Materi Asas Muatan Peraturan Perundang-Undangan


Materi pemuatan peraturan Perundang-undangan mengandung asas antara lain :

a. Pengayoman;
Yang dimaksud dengan "asas pengayoman" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan
perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
b. Kemanusian;
Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan
dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. Kebangsaan;
Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap Materi
MuatanPeraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan
watak bangsaIndonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap
menjaga prinsip negarakesatuan Republik Indonesia.

d. Kekeluargaan;
Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan;
Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat di

daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
f. Bhinneka tunggal ika;
Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan.
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan;

Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan
latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status
sosial.

i. Ketertiban dan kepastian hukum;

Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah


bahwasetiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat
menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian
hukum.
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan"


adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan
negara.

Selain asas sebagaimana dimaksud di atas, Peraturan Perundang- undangan


tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-
undangan yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan "asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan", antara lain:
a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.

5. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan


Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah. Peraturan Daerah meliputi :

• Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi
bersama dengan gubernur;
• Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat
daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;
• Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa
atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud di atas, diakui


keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Jenis Peraturan Perundang-undangan
selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia,
Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-
undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,
Kepala Desa atau yang setingkat.
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki
tersebut. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "hierarki" adalah penjenjangan setiap
jenis Peraturan Perundang-undangan vang didasarkan pada asas bahwa peraturan
perundangundangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.

6. Pengundangan Dan Penyebarluasan Pengundangan:

a. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus


diundangkan dengan menempatkannya dalam :
1) Lembaran Negara Republik Indonesia;

2) Berita Negara Republik Indonesia;

3) Lembaran Daerah; atau

4) Berita Daerah.

b. Peraturan Perandang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara


Republik Indonesia, meliputi:
1) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang;

2) Peraturan Pemerintah;

3) Peraturan Presiden mengenai:

• pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain


atau badan internasional; dan
• pernyataan keadaan bahaya.

4) Perataran Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-


undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
c. Peraturan Perandang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang- undangan
yang berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
d. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan Peraturan
Perundangundangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
e. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia memuat penjelasan Peraturan
Perundangundangan yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
f. Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia dilaksanakan oleh menteri yang
tugas dan tanggung Jawabnya di bidang peraturan perundang- undangan.
g. Peraturan Perandang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat
pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-
undangan yang bersangkutan.

Berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang tidak sama dengan tanggal


Pengundangan, dimungkinkan, untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan
aparatur pelaksana Peraturan Perundang-undangan tersebut.

Penyebarluasan

Yang dimaksud dengan "menyebarluaskan" adalah agar khalayak ramai mengetahui


Peraturan Perundang-undangan tersebut dan mengerti/memahami isi serta maksud-
maksud yang terkandung di dalamnya Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan
tersebut dilakukan, misalnya, melalui media elektronik seperti Televisi Republik Indonesia
dan Radio Republik Indonesia atau media cetak.
1. Pemerintah wajib menyebarluaskan Peraturan Perundang-undangan yang telah
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara
Republik Indonesia.
2. Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah
diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah
diundangkan dalam Berita Daerah.
Hukum Pajak

1) Pengertian Hukum Pajak


Hukum pajak, dalam bahasa Inggris,disebut tax law. Dalam bahasa Belanda, hukum
pajak disebut belasting recht. Di Indonesia, selain digunakan istilah hukum pajak, juga
digunakan istilah hukum fiskal. Sebenarnya hukum pajak dengan hukum fiskal memiliki
substansi yang berbeda. Hukum pajak hanya sekadar membicarakan tentang pajak
sebagai objek kajiannya, sedangkan hukum fiskal meliputi pajak dan sebagian keuangan
Negara sebagai objek kajiannya.
Hukum pajak dalam arti luas adalah hukum yang berkaitan dengan pajak. Hukum
pajak dalam arti sempit adalah seperangkat kaidah hukum tertulis yang memuat sanksi
hukum. Hukum pajak sebagai bagian ilmu hukum tidak lepas dari sanksi hukum sebagai
substansi di dalamnya agar Pejabat Pajak maupun Wajib Pajak menaati kaidah hukum.
Sanksi hukumyang dapat diterapkan berupasanksi administrasi dan sanksi pidana.
Hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak (Rochmat
Soemitro, 1979). Dengan katalain, hukum pajak menerangkan :
▪ Siapa-siapa Wajib Pajak (subjek pajak);

▪ Objek-objek apayang dikenakan pajak (objek pajak);

▪ KewajibanWajib Pajak terhadap pemerintah;

▪ Timbulnya dan hapusnya utang pajak;

▪ Cara penagihan pajak;

▪ Cara mengajukan keberatan dan banding padaperadilan pajak Undang-undang No. 28


Tahun 2007 (UU KUP) tidak menyebutkan pengertian hukumpajak, melainkan hanya
menyatakankedudukannya sebagai “ketentuan umum” bagi peraturan perundang-
undangan perpajakan yang lain. UU KUP merupakan kaderwet yang berfungsi sebagai
payung terhadap undang-undang pajak yang sifatnya sektoral.
2) Tugas Hukum Pajak
Tugas umum yang harus diemban oleh hukum pajak adalah :

✓ Menelaah keadaan masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak;


✓ Merumuskannyakedalam peraturan-peraturan hukum;
✓ Menafsirkan peraturan-peraturan hukum tersebut;
✓ Mengatur ketentuan-ketentuan pidana;
✓ Mengatur ketentuan-ketentuan administrasi;
✓ Mengatur ketentuan peradilan administrasi dan peradilan pajak.
Tugas Khusus hukum pajak adalah sebagai alat kebijaksanaan untuk menentukan
politik perekonomian ataupun tugas di luar kepentingan keuangan negara.
3) Kegunaan Hukum Pajak
Fungsi hukum pajak berkaitan erat dengan fungsi dari negara. Beberapa fungsi dari
negaraseperti :
a. Mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia
secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
b. Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yag kondusif dan damai diperlukan
pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
c. Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan
dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
d. Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warga
memintakeadilan di segala bidang.

KETENTUAN UMUM TERKAIT PENDAFTARAN NPWP


DASAR HUKUM

A. Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 2007 (berlaku sejak 1 Januari 2008) tentang perubahan
ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
B. Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 Tahun 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012) tentang tata cara
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. PMK-147/PMK.03/2017 (berlaku sejak 1 November 2017) tentang Tata Cara
Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta
Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. PMK ini mencabut:
PMK-182/PMK.03/2015
D. PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 8 November 2013) tentang perubahan PER-20/PJ/2013
(berlaku sejak 30 Mei 2013) tentang tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP,
Pelaporan usaha dan pengukuhan PKP, penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP,
serta perubahan data dan pemindahan WP PER ini merubah ketentuan Pasal 6 PER
20/PJ/2013
E. PER-15/PJ/2016 (berlaku 27 September 2016) tentang Perubahan Kedua
PER-28/PJ/2012 tentang Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha bagi
Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya

DEFINISI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. (Pasal 1 angka 6
UU Nomor 28 Tahun 2007)

KETENTUAN KEPEMILIKAN NPWP


Setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.

PENGELOMPOKAN Wajib Pajak (WP)

Dalam rangka pelaksanaan administrasi perpajakan, WP dikelompokkan menjadi WP


orang pribadi dan WP badan.

NPWP WP Orang Pribadi diadministrasikan sebagai berikut:

1. Wajib Pajak orang pribadi dikelompokkan ke dalam lima kategori:


a. Orang Pribadi (lnduk), yaitu terdiri dari Wajib Pajak belum menikah, dan suami
sebagai kepala keluarga;

b. Hidup Berpisah (HB), yaitu wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena
hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
c. Pisah Harta (PH), yaitu suami-istri yang dikenai pajak secara terpisah karena
menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan secara tertulis; Wajib Pajak ini diberikan NPWP Pusat yang berbeda
dengan NPWP suami.
d. Memilih Terpisah (MT), yaitu wanita kawin, selain kategori Hidup Berpisah dan
Pisah Harta, yang dikenai pajak secara terpisah karena memilih melaksanakan hak
dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya; dan Wajib Pajak ini
diberikan NPWP Pusat yang berbeda dengan NPWP suami.

e. Warisan Belum Terbagi (WBT) sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris.
2. NPWP tidak diberikan kepada:
a. Wanita kawin yang tidak hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, tidak
melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis, dan/atau
tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan
terpisah dari suaminya, yang hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan
dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya; dan

b. Anak yang belum dewasa yang memiliki penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal
8 ayat 4 Undang- Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 TAHUN 2008.

3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT) dan orang pribadi lainnya yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas juga wajib mendaftarkan diri di KPP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha tersebut, untuk memperoleh
NPWP Cabang bagi setiap tempat usaha.

KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self
assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat
sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. (Pasal 2
ayat 1 UU KUP)

Subjektif artinya Sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam UU PPh 1984
dan perubahannya. Objektif artinya Persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai
UU PPh 1984 dan perubahannya
Kewajiban mendaftarkan diri tsb berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak
secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki
secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan & harta.

JANGKA WAKTU MENDAFTARKAN DIRI


• Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya
setelah penghasilan Wajib Pajak tersebut pada suatu bulan yang disetahunkan telah
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
• Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas,
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu) bulan setelah
saat usaha atau pekerjaan bebas, nyata-nyata mulai dilakukan.
• Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat 1
(satu) bulan setelah saat pendirian.
• Bendahara wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat sebelum
melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.

KEWAJIBAN MELAPORKAN KEGIATAN USAHA


Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan
usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. (pasal 2 ayat 2 UU KUP)
Pengusaha : orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. (Pasal 1
angka 4 UU KUP)

PKP : Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau


penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil
yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU
PPN)

Pengusaha kecil : pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan
BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih
dari Rp4,8 miliar.

JANGKA WAKTU PELAPORAN USAHA


a. Orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, Sebagai PENGUSAHA
yang menyerahkan BKP/JKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
PKP sebelum melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP
b. Badan, Sebagai PENGUSAHA yang menyerahkan BKP/JKP wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan BKP
dan/ atau JKP
Pengusaha kecil, Tidak memilih sebagai PKP sampai dengan suatu
bulan dalam suatu tahun buku OMSET BKP &/ JKP> batasan yang
ditentukan sebagai Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan
berikutnya

SANKSI BERKAITAN DENGAN KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRIDAN MELAPORKAN


KEGIATAN USAHA

A. Sanksi administrasi
Apabila WP tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri dan atau PKP tidak
melaporkan usahanya, Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan atau mengukuhkan PKP secara
jabatan. Terhadap kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat NPWP dan pengukuhan PKP
secara jabatan dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. (Pasal 13 ayat 2 UU KUP)

B. Sanksi pidana

Setiap orang yang dengan sengaja :

a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 angka 1 UU KUP)
Teori Desentralisasi Pemerintahan
Dalam UU 23 tahun 2014 disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan
urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas
otonomi. Pembagian urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara
ringkas dapat dilihat pada Gambar dibawah ini

Sumber: UU No. 23 No. 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Dengan adanya otonomi dan desentralisasi diharapkan dapat menjadi sebuah alat
untuk mencapai salah satu tujuan bernegara memberikan pelayanan publik yang lebih baik
dan menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis, dan juga akan
diwujudkan pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan untuk melakukan
pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak (taxing power), terbentuknya dewan
dan kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, dan adanya bantuan dalam bentuk
transfer dari pemerintah pusat.

Teori Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal di Indonesia merupakan kebijakan yang ditempuh oleh


Pemerintah Pusat dalam rangka memberikan ruang bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk
mendorong pembangunan daerah setempat.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka mendukung pemenuhan sumbersumber
pendapatan daerah, Pemda diberikan kewenangan untuk penggalian potensi pungutan
pajak dan retribusi (local taxing power) berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku yaitu undang-undang nomor 28 tahun 2009 (uu 28/2009) tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD).

Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Sebagai Sumber Penerimaan Daerah Untuk
Pendanaan Dan Pembangunan Daerah
Sebagaimana diatur dalam UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah, struktur pendapatan dan belanja pemerintah daerah pada APBD terdiri
dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiyaan. Dalam pendapatan daerah kita
bisa melihat pembagiannya seperti pada gambar

Dari struktur ini dapat terlihat bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan
komponen pendapatan daerah dari unsur pendapatan asli daerah (PAD). Adanya otonomi
daerah yang diikuti dengan otonomi fiskal, yang membuat daerah memiliki kewenangan
dalam pemungutan perpajakan daerah merupakan salah satu esensi desentralisasi yang
mendorong ke arah kemandirian daerah.

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Menurut UU No.28 Tahun 2009 Serta Perbedaannya

“Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
“Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan.”

Perbedaan Pajak dengan Retribusi:

3. Kontra prestasinya. Pada retribusi kontra prestasinya dapat ditunjuk secara langsung
baik secara langsung baik secara individu dan golongan tertentu. Sedangkan pada pajak
kontra prestasinya tidak dapat ditunjuk secara langsung.
4. Balas jasa pemerintah. pajak balas jasa pemerintah berlaku untuk umum; seluruh rakyat
menikmati balas jasa, baik yang membayar pajak maupun yang dibebaskan dari pajak.
Sebaliknya, pada retribusi balas jasa negara/pemerintah berlaku khusus, hanya dinikmati
oleh pihak yang telah melakukan pembayaran retribusi.
d. Sifat pemungutannya. Pajak bersifat umum, artinya berlaku untuk setiap orang yang
memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Sementara itu, retribusi hanya berlaku untuk orang
tertentu, yaitu yang menikmati jasa pemerintahan yang dapat ditunjuk.
e. Sifat pelaksanaannya. Paksaan pada retribusi bersifat ekonomis sehingga pada
hakikatnya diserahkan pada pihak yang bersangkutan untuk membayar atau tidak. Hal ini
berbeda dengan pajak. Sifat paksaan pada pajak adalah yuridis, artinya bahwa setiap orang
yang melanggarnya akan mendapat sanksi hukuman, baik berupa sanksi pidana maupun
denda.

Lembaga atau badan pemungutnya. Pajak dapat dipungut oleh pemerintah pusat ataupun
pemerintah daerah sedangkan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah.

Konsepsi Earmarking Pajak Daerah.

Earmarking tax adalah pajak yang dipungut untuk membiayai pengeluaran-


pengeluaran tertentu yang sudah spesifik. Pengeluaran tertentu yang spesifik, terkait
dengan program yang mendapat alokasi khusus dari pajak tertentu dikarenakan adanya efek
negatif yang ditimbulkan terkait dengan pajak tertentu. Sehingga earmarking “seringkali”
dihubungkan dengan adanya eksternalitas negatif. Tujuan dari earmarking tax adalah
penerimaan pajak dapat dialokasikan untuk pembiayaan program guna meningkatkan
kualitas pelayanan dari sektor program yang berkaitan dengan jenis pajak tersebut.
Contohnya merupakan pajak rokok yang porsinya minimal 50% yang diperuntukkan
pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum terhadap rokok ilegal. Selain itu,
jenis pajak daerah yang dikenakan kebijakan earmarking tax adalah pajak kendaraan
bermotor untuk pajak provinsi, dan pajak penerangan jalan untuk pajak kabupaten/kota.

Jenis – Jenis Pajak Daerah

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah


dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak
kabupaten/kota. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut. Perbandingan Jenis Pajak
yang Dikelola Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

1. Pajak yang Dikelola Provinsi


Ada lima jenis pajak yang dikelola oleh provinsi yaitu Pajak Kendaraan Bermotor,
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak
Air Permukaan dan Pajak Rokok.
a. Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan atau penguasaan
kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda yang
digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa
motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya
energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan,
termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan
roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang
dioperasikan di air (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Tarif Pajak
Kendaraan Bermotor pribadi menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan sebagai berikut :
2 Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu
persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen)

3 Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat


ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Sedangkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans,


pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan,
Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima
persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen). Kemudian Tarif Pajak Kendaraan
Bermotor alat- alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1%
(nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik
kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau
pemasukan ke dalam badan usaha (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak


Daerah dan Retribusi Daerah tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan
paling tinggi masing-masing sebagai berikut :

5. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) dan


6. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).
Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai
berikut :

j. Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen), dan
k. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh
lima persen)

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan
bakar kendaraan bermotor.Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan
bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor (Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009).Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima
puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk
kendaraan pribadi (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

d. Pajak Air Permukaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan atau
pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada

permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di
darat.Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 24
Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009)

e. Pajak Rokok

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
Pemerintah. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai
rokok. Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh
Pemerintah(Pasal 29 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Penerimaan pajak
rokok, baik bagian Provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit
50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh
aparat yang berwenang ( Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
k. Pajak yang Dikelola Kabupaten atau Kota
Ada 11 jenis pajak yang dikelola oleh Kabupaten/Kota, pajak yang termasuk
pajak yang dikelola Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
2 Pajak Hotel

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


retribusi Daerah, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa
terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk
pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta
rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Tarif Pajak Hotel ditetapkan
paling tinggi sebesar 10% (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

6. Pajak Restoran

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan
sejenisnya termasuk jasa boga/katering.Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi
sebesar 10% (Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

7. Pajak Hiburan.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi


Daerah, Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah
semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati
dengan dipungut bayaran. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%
(tiga puluh lima persen). Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes
kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan
mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh
puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak
Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009).

h. Pajak Reklame

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang,
atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, atau dinikmati oleh
umum. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 50 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009).

3. Pajak Penerangan Jalan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga
listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Tarif
PajakPenerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi
dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga
persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan
Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (Pasal 55 Undang- Undang Nomor 28
Tahun 2009).

3) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas
kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral Bukan Logam dan
Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam
peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.Tarif Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 60 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009).

✓ Pajak Parkir

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di
luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (Pasal 65
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

e. Pajak Air Tanah


Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan atau pemanfaatan
air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah

atau batuan di bawah permukaan tanah. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling
tinggi sebesar 20% (Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

F. Pajak Sarang Burung Walet

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan
pengambilan atau pengusahaan sarang burung walet. Burung walet adalah satwa
yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina,
collocalia esculanta, dan collocalia linchi.Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan
paling tinggi sebesar 10% (Pasal 75 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

2. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak
atas bumi atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman
serta laut wilayah kabupaten/kota.Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam
atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan pedalaman atau laut. Tarif
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi
sebesar 0,3% (Pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009)

3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak
atas tanah atau bangunan.Perolehan Hak atas Tanah atau Bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan
oleh orang pribadi atau Badan.Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009).
PMK -112/PMK.03/2022

Tentang NPWP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib


Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah

.i
wwwwww.paj.pajakk.go.go.id

d
Latar Belakang 2

Pelaksanaan amanat UU HPP yang mengatur bahwa


Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi
yang merupakan penduduk Indonesia Menggunakan
Nomor Induk Kependudukan (NIK)

www.pajak.go.id
Tujuan Kebijakan 3

1 2 3

Untuk memberikan Untuk memberikan kesetaraan Untuk mendukung kebijakan


keadilan dan kepastian serta mewujudkan administrasi satu data Indonesia dengan
hukum dalam penggunaan perpajakan yang efektif dan mengatur pencantuman
NPWP sehubungan dengan efisien bagi wajib pajak Orang nomor identitas tunggal yang
ketetuan penggunaan NIK Pribadi yang merupakan terstandardisasi dan
sebagi NPWP bagi wajib penduduk Indonesia yang terintegrasi dalam pelayanan
pajak Orang Pribadi menggunakan NIK sebagai NPWP administrasi perpajakan

www.pajak.go.id
PERUBAHAN FORMAT NPWP 4

NPWP ORANG PRIBADI


penduduk
NIK NIK

NPWP BADAN, Instansi


16 Digit
Pemerintah & ORANG
Angka
PRIBADI bukan penduduk
Nomor Identitas
NPWP CABANG Tempat Kegiatan
Usaha (NITKU)

www.pajak.go.id
FORMAT NPWP BARU, SEJAK KAPAN? 5

Dengan ketentuan:

s.d. 31 Desember 2023


Format NPWP Baru berlaku sejak NIK dan NPWP dengan format 16 digit dilakukan pada
layanan administrasi perpajakan secara terbatas

14 Juli 2022 Per 1 Januari 2024


seluruh layanan administrasi perpajakan dan
layanan lain yang membutuhkan NPWP, sudah
menggunakan NPWP dengan format baru

Sejak tanggal 14 Juli 2022, NIK digunakan sebagai NPWP bagi Wajib Pajak orang pribadi
penduduk dan NIK dengan format 16 digit bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan
penduduk, Wajib Pajak badan serta Wajib Pajak instansi pemerintah

www.pajak.go.id
UNTUK WP LAMA, BAGAIMANA? 6

• Dilakukan Pemadanan
Ketentuan NPWP
dengan Data Kependudukan
WP Lama • Klarifikasi kepada WP
untuk Data Belum Valid
WP Orang Pribadi penduduk
Belum valid dan tidak melakukan perubahan data
sehingga menjadi data valid, NPWP format 15 digit
hanya dapat digunakan s.d. 31 Des 2023

www.pajak.go.id
UNTUK WP LAMA, BAGAIMANA? 7

Ketentuan NPWP
MENAMBAH ANGKA “0”
WP Lama di depan NPWP Lama
WP Badan, Instansi menjadi format 16 Digit
Pemerinahan & Orang
Pribadi bukan penduduk

www.pajak.go.id
UNTUK WP LAMA, BAGAIMANA? 8

Ketentuan NPWP
WP Lama Diberikan Nomor Identitas
(NITKU)

Tempat Kegiatan Usaha


Untuk WP Cabang SECARA JABATAN

Batas waktu pihak lain menggunakan NPWP dengan format 15 digit dapat
diperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.

www.pajak.go.id
UNTUK WP BARU, BAGAIMANA? 9

Ketentuan NPWP

WP Baru atau WP yang


Terdaftar setelah PMK- 1. NIK diaktivasi sebagai NPWP
112/22 Berlaku s.d. 2. Diberikan NPWP
31 Desember 2023 Format 15 Digit
WP Orang Pribadi
penduduk

www.pajak.go.id
UNTUK WP BARU, BAGAIMANA?
10

Ketentuan NPWP

WP Baru atau WP yang


Terdaftar setelah PMK-
112/22 Berlaku s.d. NPWP Format 16 Digit
31 Desember 2023
WP Badan, Instansi Pemerinahan
& Orang Pribadi bukan penduduk

Selain WP Orang Pribadi penduduk dan WP Cabang, tetap dapat menggunakan NPWP
dengan format 15 digit dengan menghapus digit pertama berupa angka 0 (nol)

www.pajak.go.id
UNTUK WP BARU, BAGAIMANA?
11

Ketentuan NPWP

WP Baru atau WP yang


Terdaftar setelah PMK- Diberikan Nomor Identitas
112/22 Berlaku s.d. Tempat Kegiatan Usaha (NITKU)
31 Desember 2023 Diberikan NPWP Format 15 Digit
Untuk WP Cabang

NITKU baru akan digunakan mulai tanggal 1 Januari 2024, WP Cabang


tetap menggunakan NPWP Cabang sampai dengan 31 Desember 2023

www.pajak.go.id
KALAU WP LAMA, BAGAIMANA? 12

31
DESEMBER
SELURU
H

2023
NPWP

MASIH
BISA
DIGUNAKAN
SAMPAI DENGAN
DENGA
N
FORMA
T
LAMA
Ketentuan mengenai pencantuman NPWP dengan format 15 digit dan terbit sebelum 1 Januari
2024 tetap berlaku dan tidak diperlukan pembetulan ataupun penggantian

www.pajak.go.id
www.pajak.go.id
www.pajak.go.id

Anda mungkin juga menyukai