Anda di halaman 1dari 31

DASAR-DASAR ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

OLEH:
SRI HARININGSIH SH., MH.
DASAR-DASAR ILMU PERUNDANG-UNDANGAN
Oleh: Sri Hariningsih. SH., MH. *)

I. Sistim Pemerintahan Negara


• Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (Machsstaat)
 Penjelasan UUD 1945 sebelum diubah.
• Negara Indonesia adalah Negara Hukum( Pasal 1 ayat (3) UUD NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945) Pasca Perubahan.
 Konsekuensi dianutnya wawasan/pemahaman “Negara Hukum”
adalah sistim Konstitusional  UUD merupakan Hukum Dasar dalam
Peraturan Perundang-undangan(vide Pasal 3 ayat (1) UU No.12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)
dan juga merupakan hukum dasar dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Negara.
 Segala sesuatu tindakan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara (dalam arti luas mencakup legislatif, eksekutif, dan yudikatif)
harus didasarkan atas Peraturan Perundang-undangan.
 Warga negara dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
*)
- Mantan Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan Dep Huk & HAM-RI 2002
- Mantan Tenaga Ahli Perundang-undangan pada Deputi Perundang-undangan Setjen DPR-RI 2004-2009
II. Sumber Hukum Negara
Sumber dari segala sumber hukum negara adalah Pancasila.
Hukum >(lebih luas) dari Peraturan Perundang-undangan
Hukum mencakup :
• Hukum Tertulis, yang mencakup:
– Peraturan Perundang-undangan;
– Peraturan Kebijakan ;dan
– Produk Hukum yang lain.

• Hukum Adat (Tidak tertulis).


 Pasal 18B ayat (2) UUDNRI 1945 Pasca Perubahan :
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
III. Peraturan Perundang-undangan.
a. (vide Pasal 1 angka 2 UU N0. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) yang telah
dicabut dengan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan terhitung sejak tanggal 12
Agustus 2011.
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum.
Unsur-unsurnya adalah :
− Peraturan tertulis ;
− dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang; dan
− mengikat secara umum.
b. (vide Pasal 1 angka 2 UU N0.12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) sebagai
pengganti UU N0.10 Tahun 2004.
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum
dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan.
Unsur-unsurnya adalah :
– Peraturan tertulis ;
– memuat norma hukum;
– mengikat secara umum;
– dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang; dan
– melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan.
IV. Peraturan Kebijakan
Dikenal dengan istilah Pseudowetsgeving / Beleidsregels /
Administrative Rules.
 Produk hukum yang tidak termasuk dalam kategori Peraturan
Perundang-undangan.
Misal : Keputusan, Surat Edaran, dan Instruksi.

V. Produk Hukum Yang Lain


(Bukan Peraturan Perundang-undangan dan bukan Peraturan
Kebijakan)
Misal : Akta Notaris, Perjanjian Kontrak, surat gugatan.
VI. Beberapa Aspek/dimensi Peraturan Perundang-
undangan, antara lain mencakup:
a. Dasar-dasar Konstitusional;
b. Asas Pembentukan;
c. Asas Materi Muatan;
d. Jenis dan hierarkhi ;
e. Perencanaan;
f. Prosedur atau Tata cara Penyusunan;
g. Teknik Penyusunan;
h. Bahasa Peraturan Perundang-undangan;
i. Pengesahan Undang-undang;
j. Pengundangan;
k. Penyebarluas;dan
l. Penerjemahan.
VII. Dasar-Dasar Konstitusional.
Setiap pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
bersumber pada hukum Dasar yakni Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ketentuan dalam UUD 1945 ada yang bersifat:


a. Pemberian Kewenangan (artibusi)
Contoh:
Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18
ayat (6), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 22D;
dan
b. Perintah Pembentukan Undang-Undang(delegasi)
Contoh:
• Pasal 6 ayat (2): Syarat-syarat untuk menjadi Presiden
dan wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-
undang.
• Pasal 11 ayat (3): Ketentuan lebih lanjut tentang
Perjanjian Internasional diatur dengan undang-undang.
VIII. ASAS PEMBENTUKAN
Asas Pembentukan (vide Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011)
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus
berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang baik yang meliputi :
a. ”kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan
yang jelas yang hendak dicapai.
b. ”kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” adalah
bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan
Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang
tidak berwenang.
c. ”kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.
d. ”dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan
efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis.
e. ”kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap
Peraturan Peraturan Perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan beragama.
f. ”kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Peraturan
Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan
pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. ”keterbukaan” adalah bahwa dalam proses Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,
persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan
dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-
undangan.
IX. Asas Materi Muatan
Asas Materi Muatan (vide Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011)
Materi muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas:
a. ”pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus berfungsi memberikan
perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat.
b. ”kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan
penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara
proporsional.
c. ”kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap
menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
d. ”kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk
mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. ”kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan
Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah
merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila.
f. ”bhineka tunggal ika” adalah bahwa Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah,
dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah
sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
g. ”keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
h. ”kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan”
adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat
membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama,
suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. ”ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui
jaminan adanya kepastian hukum.
j. ”keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu
dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
k. Asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan:
­ dalam hukum pidana, misalnya asas legalitas, asas
tiada hukuman tanpa kesalahan, asas praduga tak
bersalah.
­ dalam hukum perdata,misalnya kebebasan berkontrak,
itikat baik,asas kesepakatan.
X. Jenis dan Hierarki
Peraturan Perundang-undangan terdiri atas beberapa
jenis dan susunannya terikat pada ketentuan hierarki
yang didasarkan pada ketentuan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku pada era tertentu.
 jenis dan hierarki berubah-ubah sesuai dengan
kebijakan (policy) pada era tertentu.
a. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950 mengatur Jenis
Peraturan Pemerintah Pusat:
1. UU/Perpu
2. Peraturan Pemerintah
3. Peraturan Menteri
 UU 1/1950 dicabut berdasarkan ketentuan Pasal
57 UU 10/2004.
b. Berdasarkan Tap MPRS Nomor XX/MPRS/1966
Pada Tahun 1966 dikeluarkan Tap MPRS Nomor
XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Berdasarkan ketetapan tersebut jenis dan tata urutan
peraturan perundangan Republik Indonesia adalah sebagai
berikut :
1. UUD 1945.
2. Tap MPR.
3. Undang-Undang / Perpu.
4. Peraturan Pemerintah.
5. Keputusan Presiden.
6. Peraturan Pelaksana Lainnya, seperti Peraturan
Menteri, Instruksi Menteri.
c. Berdasarkan Tap MPR Nomor III/MPR/2000
Tata urutan atau jenis Peraturan Perundang-undangan
yang diatur dalam Pasal 2 Tap tersebut adalah :
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Tap MPR-RI;
3. Undang-Undang;
4. Perpu;
5. Peraturan Pemerintah;
6. Keppres; dan
7. Peraturan Daerah.
d. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 10/2004
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
mengatur tata urutan peraturan perundang-undangan
adalah:
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang /Perpu;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden; dan
5. Peraturan Daerah.
Pasal 7 ayat (2) menentukan Perda meliputi Perda Provinsi,
Perda Kabupaten/Kota, dan Perdes/peraturan setingkat.
Pasal 7 ayat (4) menyatakan Jenis Peraturan Perundang-
undangan selain yang dimaksud dalam ayat (1) mencakup
antara lain Peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD,
MA, MK, Menteri, Bank Indonesia, BPK, Kepala Daerah,
DPRD, dan Kepala Desa.
e. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 (pengganti UU
10/2004).
Jenis dan tata urutan Peraturan Perundang-undangan
berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 adalah:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Perpu;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 8 ayat (1) mengatur jenis Peraturan Perundang-undangan
selain yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) yang
jenisnya sama dengan yang diatur dalam UU 10/2004,
dengan perbedaan:
− pada waktu berlakunya UU 10/2004 dicantumkan dalam
Penjelasan Pasal 7 ayat (4) dengan klarifikasi “antara lain
peraturan yang dikeluarkan oleh”;
− dalam UU 12/2011 dicantumkan dalam batang tubuh
yakni dalam Pasal 8 ayat (1) dengan klarifikasi “mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh”
XI. Perencanaan
• Di Pusat disusun dalam:
– Prolegnas untuk perencanaan pembentukan Undang-
Undang (disusun untuk jangka menengah yang dilakukan
pada awal keanggotaan DPR sebagai Prolegnas jangka
waktu 5 (lima) tahun dan untuk prioritas tahunan yang
ditetapkan sebelum penetapan RAPBN ;
– Perencanaan Penyusunan Peraturan Pemerintah
ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun;
– Perencanaan Penyusunan Peraturan Presiden, ditetapkan
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun; dan
• Di Daerah disusun dalam Prolegda (Provinsi atau
Kabupaten/Kota) yang ditetapkan untuk jangka waktu 1
(satu) tahun dan penetapannya sebelum penetapan Raperda
APBD.
• Perencanaan Peraturan Perundang-undangan Lainnya
merupakan kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan
lembaga,komisi atau instansi masing-masing.
XII. Prosedur Penyusunan
• Tingkat Pusat diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (vide Pasal 43 s/d Pasal 51 (UU),
Pasal 52 dan Pasal 53 (Perpu), Pasal 54 (PP) ,Pasal 55 (Perpres)
dan Peraturan Pelaksanaanya selama belum ditetapkan (yang akan
diatur dalam Perpres) masih mengacu pada:
a. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan RUU, R. Perpu, RPP, dan R. Perpres.
b. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan, Dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-
undangan jo Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor M.01-
HU.03.02 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengundangan Dan
Penyebarluasan PUU.
c. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor
1/DPR RI/I/2009-2010 tentang Tata Tertib.

• Tingkat Daerah diatur dalam:


Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (setempat) tentang
Tata Tertib untuk Raperda yang berasal dari DPRD dan dalam
Peraturan Kepala Daerah untuk Raperda yang berasal dari Pemda.
XIII.Teknik Penyusunan
Pada saat ini mengacu pada Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan  284 Petunjuk
Sebelumnya pernah diatur dalam :
• Keppres Nomor 44 Tahun 1999
• Inpres Nomor 15 Tahun 1970
• Pedoman Teknik Peraturan Perundang-undangan yang disusun oleh
Dit. Jen Kumdang Dep. Kehakiman Tahun 1976  Disusun
berdasarkan Pasal 21 UU Nomor 2 Tahun 1950.
 UU Nomor 2 Tahun 1950 juga telah dicabut oleh UU Nomor 10
Tahun 2004
• UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(dimuat dalam Lampiran yang terdiri atas 248 petunjuk) UU ini dicabut
dengan UU No.12 /2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan terhitung sejak tanggal 12 Agustus 2011.

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia,


disusun dengan mengacu pada berbagai sumber antara lain:
– Aanwijzingen voor de wetgevingstechniek
– Legislative Drafting (Reed Dickerson)
– An Introduction To Legislative Drafting (P.M. Bakshi)
XIV.Bahasa Peraturan Perundang-undangan
Secara umum tunduk pada Kaidah Tata Bahasa Indonesia,baik
pembentukan kata,penyusunan kalimat,teknik
penulisan,maupun pengejaanya tetapi Bahasa Peraturan
Perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang
bercirikan kejernihan atau kejelasan
pengertian,kelugasan,kebakuan,keserasian dan ketaatan asas
seswui dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan
maupun cara penulisan.
ciri-ciri bahasa Peraturan Perundang-undangan antara lain:
1. lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau
kerancuan;
2. bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan yang dipakai;
3. obyektif dan menekan rasa subyektif (tidak emosi dalam
mengungkapkan tujuan atau maksud) ;
4. membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang
digunakan secara konsisten.
5. memberikan definisi atau batasan pengertian secara
cermat;
6. penulisan kata yang bermaka tunggal atau jamak selalu
dirumuskan dalam bentuk tunggal; dan
contoh : buku-buku → buku
murid-murid → murid
7. penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang
sudah didefinisikan atau sudah diberikan batasan
pengertian, nama jabatan, nama profesi, nama
institusi/lembaga pemerintah/ketatanegaraan, dan jenis
Peraturan Perundang-undangan dan rancangan Peraturan
Perundang-undangan dalam rumusan norma ditulis dengan
huruf kapital.
Contoh : -Pemerintah;
-Rancangan Peraturan Pemerintah;
-Peraturan Daerah
XV. PENGESAHAN UNDANG-UNDANG.
­ Pengesahan Rancangan Undang-Undang menjadi
Undang–Undang dilakukan oleh Presiden dengan
membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan
Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR
dan Presiden (Vide Pasal 73 UU No.12/2011)

XVI. PENGUNDANGAN.
­ Pengundangan Peraturan Perundang-undangan di Pusat
dilaksanakan oleh Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum, sedangkan
Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.
XVII.PENYEBARLUASAN.
­ Penyebarluasan Prolegnas dan penyebarluasan
Undang-Undang dilakukan bersama oleh DPR dan
Pemerintah.
­ DPD dapat melakukan penyebarluasan Undang-Undang
sepanjang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
­ Penyebarluasan RUU yang berasal dari DPR
dilaksanakan oleh komisi/panitia/badan/alat
kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang
legislasi.
­ Penyebarluasan RUU yang berasal dari Presiden
dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa.
­ Penyebarluasan Prolegda dan Perda dilakukan bersama
oleh DPRD dan Pemerintah Daerah.
XVIII.PENERJEMAHAN.
­ Dalam hal Peraturan Perundang-undangan perlu
diterjemahkan ke dalam bahasa asing, pelaksanaannya
oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.
Contoh : kerangka Undang-Undang

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Judul
NOMOR … TAHUN …

TENTANG

(Nama Undang-Undang) P
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
E
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, M
B
Menimbang :a. bahwa …; U
b. bahwa …; K
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana A
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu …; A
N
Mengingat :1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1. Frase
2. Undang-Undang Nomor…Tahun…tentang (Lembaran 2. Jabatan
3. Konsideran
Negara Republik Indonesia Tahun…Nomor…,Tambahan
4. DS. Hukum
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. …)
5. Diktum
3. dan seterusnya …;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG … (nama Undang-


Undang)
BAB I

Pasal 1
Dalam … yang dimaksud dengan:
1. ……………………………………… .
2. ……………………………………… . BATANG TUBUH
BAB II 1. Ket Umum
2. Materi Yang Diatur
…. 3. Ket Pdn (jika diperlukan)
Pasal … 4. Ket Peralihan (jk diperlukan)
(dan seterusnya) 5. Ket Penutup
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta P
pada tanggal … E
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, N
U
(tanda tangan)
T
(NAMA)
U
Diundangkan di Jakarta P
pada tanggal …
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

(tanda tangan)
(NAMA)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …


Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai