Anda di halaman 1dari 18

BATANG TUBUH PERATURAN PERUNDANG-UNDANG-

UNDANGAN

OLEH :
MUHAMMAD WALIYADIN, SH.,MSI
PENGERTIAN

• Batang Tubuh Peraturan perundang-undangan adalah salah satu


komponen dalam sistem kerangka peraturan perundang-undangan
yang memuat semua materi muatan peraturan perundang-
undangan yang dirumuskan dalam pasal atau beberapa pasal.
• Kerangka peraturan perundang-undangan terdiri atas:
a. judul;
b. pembukaan;
c. batang tubuh;
d. penutup;
e. penjelasan (jika diperlukan); dan
f. lampiran (jika diperlukan).
LINGKUP BAHASAN BATANG TUBUH

I. Pengelompokan materi muatan peraturan


perundang-undangan;
II. Ketentuan yang berkaitan dengan sanksi
administratif;
III. Rincian pasal dan perumusan pasal atau ayat
dalam bentuk tabulasi.
I. Pengelompokan Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan
• Pengelompokan materi muatan peraturan perundang-
undangan pada umumnya terdiri atas:
A. Ketentuan umum;
B. Materi pokok yang diatur;
C. Ketentuan pidana (jika diperlukan);
D. Ketentuan peralihan (jika diperlukan); dan
E. Ketentuan penutup.
• Pengelompokan materi muatan dirumuskan secara lengkap
sesuai dgn kesamaan materi yg bersangkutan dan jk trdpt
materi yg diperlukan tetapi tdk dimasukan dlm klmpok yg sdh
ada, materi tsb dimuat dlm ketentuan lain-lain.
LANJUTAN PENGELOMPOKAN

• Pengelompokan materi muatan peraturan


perundang-undangan disusun secara sistematis
dapat dalam buku, bab, bagian, dan paragraf.
• Urutan pengelompokan materi muatan
peraturan perundang-undangan sbb:
1. Bab dgn pasal/beberapa pasal tanpa bagian atau
paragraf.
2. Bab dgn bagian dan pasal/beberapa pasal tanpa
paragraf.
3. Bab dgn bagian dan paragraf yg berisi pasal atau
beberapa pasal.
A. KETENTUAN UMUM

• Ketentuan umum diletakan pada :


• BAB I, jika peraturan perundang-undangan
dilakukan pengelompokan bab; atau
• Dalam pasal atau beberapa pasal awal, jika
peraturan perundang-undangan tidak
dilakukan pengelompokan bab.
KETENTUAN UMUM (lanjutan)

Ketentuan Umum berisi :


a. Batasan pengertian atau definisi;
b.Singkatan atau akronim; dan/atau
c. Hal-hal lain yang bersifat umum yg berlaku
bagi pasal berikutnya, antara lain ketentuan
yg mencerminkan asas, maksud, dan tujuan.
KETENTUAN UMUM (lanjutan)

• Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian, definisi,


singkatan, atau akronim lebih dari satu maka masing-masing kata
atau istilah yang diberi batasan pengertian, definisi, atau singkatan
ditandai dgn angka arab, dan setiap awal kata atau istilah tsb ditulis
dengan huruf kapital (contoh lihat nomor 98 lampiran II UU
12/2011);
• Kata atau istilah yg diberi batasan pengertian, definisi,
singkatan ,atau akronim adalah kata atau istilah yang digunakan
berulang-ulang dalam beberapa pasal berikutnya;
• Rumusan definisi antar peraturan perundang-undangan harus
sama;
• Batasan pengertian antar peraturan perundang-undangan dapat
berbeda;
• Batasan pengertian atau definisi tidak memerlukan penjelasan shg
perlu dirumuskan secara lengkap dan jelas.
KETENTUAN UMUM (lanjutan)

Pola urutan penempatan kata atau istilah yg diberi


batasan pengertian atau definisi adalah:
1.Pengertian yg mengatur ttg lingkup umum
diletakan lebih dahulu dari yg berlingkup khusus;
2.Pengertian yg trdpt lbh dahulu di dlm materi
pokok yg diatur ditempatkan dlm urutan yg lebih
dahulu; atau
3.Pengertian yg mempunyai kaitan dgn pengertian
di atasnya diletakkan berdekatan secara berurutan.
B. MATERI POKOK YANG DIATUR

Materi pokok yang diatur diletakan:


A.Setelah bab ketentuan umum dan sebelum bab
ketentuan pidana;
B. Kriteria pembagian materi pokok ke dlm
kelompok yg lebih kecil:
1. Berdasarkan hak atau kepentingan yg dilindungi;
2. Berdasarkan urutan/kronologis; atau
3. Berdasarkan urutan jenjang jabatan.
(Contoh lihat lampiran II nomor 111).
C. KETENTUAN PIDANA
D. KETENTUAN PERALIHAN
E. KETENTUAN PENUTUP
II. Ketentuan Yang Berkaitan Dengan Sanksi
Administratif
• Substansi Sanksi administratif dirumuskan
menjadi satu bagian (pasal) dengan norma yg
memberikan sanksi administratif.
• Substansi Sanksi administratif dirumuskan
dalam pasal terakhir jika perumusannya terdiri
dari beberapa pasal.
• Contoh sanksi administratif, misalnya teguran,
pembekuan izin sementara, pencabutan izin.
III. Rincian Pasal

• Pasal dapat dirinci dalam beberapa ayat.


• Ayat diberi nomor urut dgn angka arab diantara
tanda baca kurung.
• Satu ayat hendaknya memuat satu norma yg
dirumuskan dalam satu kalimat yang utuh.
• Jika pasal atau ayat memuat rincian unsur,
perumusannya dpt dilakukan dalam bentuk
tabulasi.
• Kriteria perumusan dlm bentuk tabulasi lihat
lampiran II nomor 87.
LANJUTAN RINCIAN PASAL
Skema rincian pasal dan ayat sbb:
Pasal..
(1) …
(2) …
a. …;
b. …; (dan, atau, dan/atau)
c. …
1. …;
2. …; (dan, atau, dan/atau)
3. …
a) …;
b) …; (dan, atau, dan/atau)
c) …
1) …;
2) …; (dan, atau, dan/atau)
3) …;
LATIHAN TERKAIT MATERI AJAR

• PEMBAGIAN KELOMPOK;
• ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN;
• PRESENTASI HASIL ANALISIS;
• KESIMPULAN.
SEKIAN

SEMOGA BERMANFAAT

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai