Anda di halaman 1dari 4

JAWABAN

1. Jelaskan mekanisme pengajuan PERPPU menjadi UU dan bagaimana kedudukan


Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (PERPPU) bila tidak
mendapatkan persetujuan DPR ?

 Persetujuan atau Penolakan Perppu


Hal ini sesuai dengan wewenang DPR yang terdapat dalam Pasal 71 huruf b
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah:
 DPR berwenang memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan
terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh
Presiden untuk menjadi undang-undang.
 Perlu Anda ketahui, proses pembahasan Perppu untuk disetujui atau ditolak,
dilakukan oleh DPR melalui rapat paripurna. Nantinya, DPR-lah yang
menentukan persetujuan atau penolakan suatu Perppu tersebut melalui
keputusan rapat paripurn.
 Dalam hal Perppu tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna
(ditolak), maka sebagai tindak lanjut atas Keputusan Rapat Paripurna DPR
yang menolak Perppu yang bersangkutan, Perppu tersebut harus dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
 Kami sekaligus meluruskan istilah ‘membatalkan’ yang Anda gunakan, karena
mengacu pada Pasal 52 ayat (5) UU 12/2011, maka istilah yang tepat untuk
digunakan adalah ‘mencabut dan menyatakan tidak berlaku’.
 Produk Hukum yang Mencabut Perppu
 Lalu, produk hukum apa yang dipakai sebagai bentuk penolakan atau
pencabutan suatu Perppu itu? Untuk menjawabnya, kita berpedoman pada
Pasal 52 ayat (6) dan ayat (7) UU 12/2011 yang berbunyi:
 Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus dicabut dan
harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5), DPR
atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengatur
segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang.
Dari ketentuan di atas, dapat kita ketahui bahwa secara hukum, DPR atau
presidenlah yang mengajukan Rancangan Undang-Undang ("RUU") tentang
pencabutan Perppu.
 RUU yang diajukan itu juga mengatur segala akibat hukum dari pencabutan
Perppu.
2. Jelaskan yang dimaksud dengan pengharmonisasian dan pemantapan Rancangan
Undang-Undang ?
 pengharmonisasian merupakan salah satu dari rangkaian proses pembentukan
peraturan perundang-undangan. Proses pengharmonisasian dimaksudkan agar
tidak terjadi atau mengurangi tumpang tindih peraturan perundang-undangan.
Sebetulnya proses pengharmonisasian bisa dilakukan di tingkat mana pun,
sejak dari tahap perencanaan hingga pada tahap pembahasan, baik di tingkat
pembahasan internal/antardepartemen maupun di tingkat koordinasi
pengharmonisasian yang diselenggarakan di Departemen Hukum dan HAM.
Apabila proses pengharmonisasian sudah dilakukan sejak awal, diharapkan
ketika proses koordinasi pengharmonisasian di Departemen Hukum dan HAM
akan lebih mudah dan tidak memakan waktu lama. Untuk RUU, proses
pengharmonisasian bisa dilakukan sejak dari penyusunan Naskah Akademis,
tidak harus menunggu di ujung proses pengharmonisasian. Dengan Naskah
Akademis, fakta yang dianggap bermasalah dipecahkan secara bersama oleh
Pemerintah dan DPR-RI, tanpa mementingkan golongan atau kepentingan
individu. Jika Naskah Akademis selalu mendasarkan pada urgensi dan tujuan
penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup, atau
objek yang akan diatur, inventarisasi (informasi) peraturan perundang-
undangan yang terkait, serta jangkauan dan arah pengaturan yang memang
dikehendaki oleh masyarakat, maka proses bottom up yang selama ini
diinginkan oleh masyarakat, akan terwujud. Jika suatu RUU dihasilkan
melalui proses bottom up, diharapkan undang-undang yang dihasilkan akan
berlaku sesuai dengan kehendak rakyat dan berlakunya langgeng. Sedangkan
untuk rancangan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat di bawah UU,
pengharmonisasian dilakukan sejak persiapan sampai dengan pembahasan.
 Proses pengharmonisasian dilakukan terhadap rancangan peraturan
perundang-undangan, bukan terhadap peraturan perundang-undangan yang
sudah jadi. Untuk peraturan perundang-undangan yang sudah jadi proses yang
dilakukan adalah pengujian yang dilakukan oleh lembaga yudisial (judicial
review). Hasil pengujian dapat berupa suatu pasal atau ayat dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat atau secara keseluruhan peraturan
perundang-undangan tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Selain pengujian oleh lembaga yudisial, terhadap peraturan
perundang-undangan yang sudah jadi juga dapat dilakukan pengkajian (non-
judicial review). Hasil pengkajan tersebut dapat dijadikan pertimbangan oleh
pemrakarsa untuk menentukan sikap atas peraturan perundang-undangan yang
dikaji tersebut.

3. Jelaskan ketentuan-ketentuan yang ada dalam batang tubuh sebuah peraturan


perundangundangan ?

 Pada umumnya materi dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam:


 Ketentuan Umum.
 Materi Pokok yang Diatur.
c.Ketentuan Peralihan (jika diperlukan).
d.Ketentuan Penutup.
 8.Ketentuan Umum
a.Ketentuan umum diletakkan dalam bab ke satu atau dalam pasal satu.
b.Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.
c.Ketentuan umum berisi:
*Batasan pengertian atau definisi
Singkatan atau akronim yang digunakan dalam Peraturan
Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya.
d.Jika ketentuan umum berisi batasan pengertian, definisi, singkatan, atau
akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut
dengan angka Arab.
e.Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau
istilah yang terdapat di dalam pasal-pasal selanjutnya.
f.Jika kata atau istilah hanya digunakan satu kali namun kata atau istilah itu
diperlukan pengertiannya, maka kata atau istilah itu diberi definisi pada pasal
awal yang bersangkutan.
 9. Materi Pokok yang Diatur:
a. Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab Ketentuan
Umum atau Pasal (-Pasal) ketentuan umum jika tidak ada pengelompokan
dalam bab.
b. Pembagian lebih lanjut kelompok materi ini didasarkan pada luasnya
materi pokok yang bersangkutan.
c. Materi yang diatur dalam Peraturan Kepala BPKP merupakan materi
limpahan dari peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.
 10. Ketentuan Sanksi Administratif (jika diperlukan)
a. Apabila dalam Peraturan Kepala BPKP terdapat sanksi administratif
dirumuskan menjadi satu pasal dengan norma yang memberikan sanksi
administratif apabila terjadi pelanggaran atas norma tersebut.
b. Jika norma yang memberikan sanksi administratif terdapat lebih dari satu
pasal, sanksi administratif dirumuskan dalam pasal terakhir dari pasal tersebut.
c. Sanksi administratif dapat berupa antara lain pencabutan izin, pembubaran,
pengawasan, pemberhentian sementara, atau denda administratif.
 11. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
a. ketentuan peralihan memuat penyesuaian keadaan yang sudah ada pada
saat Peraturan baru itu mulai berlaku agar Peraturan tersebut dapat berjalan
lancar dan tidak menimbulkan ketidakpastian.
b. Ketentuan peralihan ditempatkan di antara pasal yang mengatur sanksi
administratif dan pasal penutup.
c. Pada saat suatu Peraturan dinyatakan berlaku, pada Peraturan tersebut
perlu diatur hubungan hukum dan akibat hukum yang terjadi baik sebelum,
pada saat, maupun sesudah Peraturan yang baru tersebut mulai berlaku atau
segala tindakan hukum yang sedang berlangsung atau belum selesai pada saat
Peraturan yang baru dinyatakan berlaku, untuk menyatakan bahwa tindakan
hukum tersebut tunduk pada ketentuan Peraturan yang baru.
d. Hindari rumusan dalam ketentuan peralihan ini yang isinya memuat
perubahan dian-diam atas ketentuan Peraturan yang lain.
e. Perubahan ketentuan suatu Peraturan hendaknya dimuat dalam pengertian
pada ketentuan umum atau dilakukan dengan membentuk Peraturan
perubahan.

Anda mungkin juga menyukai