Anda di halaman 1dari 11

1.

Dalam proses pembuatan suatu naskah akademik terdapat tiga tahap yang harus

dilakukan. Tahap tersebut antara lain: Input, Proses, dan Output.

a. Input

Tahap input diawali oleh pendahuluan yang memuat latar belakang, sasaran

yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta

metode penelitian. Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan

perlunya penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan

Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah tertentu.

Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan

ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut. Tujuan

disesuaikan dengan ruang lingkup identifikasi masalah, sementara kegunaan

penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi

penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan

Peraturan Daerah. Untuk metode penyusunan Naskah Akademik yang

berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain.

Pada tahap input, pendahuluan tersebut kemudian dilanjutkan pada kajian

teoritis dan praktik empiris. Bagian ini menguraikan mengenai materi yang

bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi

sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam suatu

Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota. Uruian tersebut dituangkan dalam beberapa sub seperti:

Kajian teoretis, Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan


norma (Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan

berbagai aspek bidang kehidupan terkait dengan PeraturanPerundang-

undangan yang akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian), Kajian

terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan yang

dihadapi masyarakat, dan kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru

yang akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap

aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan

negara.

Bagian terakhir dari tahap input adalah Paradigma Baru negara lain/

Kebutuhan Masyarakat. Pada poin ini Kajian terhadap praktik

penyelenggaraan, kondisi yang ada, permasalahan yang dihadapi masyarakat

merupakan gambaran fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan

kebutuhan yang terjadi di masyarakat. Fakta empiris dapat diperoleh antara

lain dari data primer. melalui pengumpulan data lapangan. Kajian ini menjadi

penting terkait dengan landasan sosiologis pembentukan UU. Selain itu dalam

subbab ini, dapat diuraikan perbandingan dengan praktik empiris di negara

lain yang didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku di negara tersebut untuk menjadi sumber referensi yang dapat

diadopsi sesuai dengan aspek sosial dan budaya masyarakat.

b. Proses/Analisis

Tahap analisis dimulai dengan adanya evaluasi kebijakan/penyelenggaraan

suatu bidang tertentu. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru dapat
dilakukan dengan menggunakan instrumen Regulatory Impact Assessment

untuk menganalisis dampak dari suatu regulasi dan membantu pembuat

kebijakan untuk menentukan alternatif mana yang paling baik dengan

memperkirakan biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh

(Cost and Benefits Analysis) jika suatu regulasi dilaksanakan. Pada bagian ini

dipetakan aspek positif dan aspek negatif yang mungkin timbul. Kajian dan

pemetaan juga dapat dilakukan lebih jauh dengan memperhitungkan aspek

beban keuangan Negara terkait dengan pengaturan yang akan dibuat dalam

UU. Kajian ini dapat berupa simulasi dari aspek keuangan negara jika

peraturan diimplementasikan. Sebagai contoh jika suatu UU mengamanatkan

pembentukan suatu lembaga atau badan baru yang dibiayai APBN/APBD

maka kajian ini memaparkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk

membentuk lembaga tersebut agar lembaga tersebut bekerja dengan baik.

Sebaliknya kajian ini juga menggambarkan apa yang akan didapatkan oleh

negara dengan biaya yang dikeluarkan tersebut.

Selanjutnya dilakukan Evaluasi dan Analisis UUD NRI Tahun 1945 dan UU

Terkait. Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait

merupakan bagian yang akan menentukan argumentasi yuridis pembentukan

suatu UU. Evaluasi dan analisis peraturan perundangundangan terkait

memberikan kontribusi terhadap aspek pengharmonisasian, pemantapan, dan

pembulatan konsepsi UU yang baru dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) dan UU lainnya.
Evaluasi dan analisis ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hukum atau

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi atau materi

yang akan diatur. Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait

juga bertujuan untuk menghindari agar peraturan perundang-undangan tidak

saling bertentangan dan tumpang tindih sehingga peraturan perundang-

undangan dapat memberikan kepastian hukum. Evaluasi dan analisis

peraturan perundang-undangan dilakukan dengan menguraikan peraturan

perundang-undangan yang ada saat ini terkait dengan substansi NA. Uraian

dimulai dengan ketentuan dalam batang tubuh UUD NRI Tahun 1945 dan UU

lainnya yang diurutkan berdasarkan tahun pengundangan terbaru. Jika

rancangan UU tersebut merupakan UU perubahan atau UU penggantian maka

UU yang diubah atau diganti tetap dievaluasi dan dianalisis karena UU yang

diubah tetap berlaku dan menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan.

Jika perubahan UU tersebut dalam rangka mengakomodasi Putusan

Mahkamah Konstitusi maka intisari Putusan Mahkamah Konstitusi

dimasukkan ke dalam evaluasi dan analisis UU yang akan diubah atau diganti.

Evaluasi dan analisis dilakukan dengan mencari isu penting dan menjelaskan

keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan 17 yang ada. Setiap

evaluasi dan analisis harus ada kesimpulan (closing statement) mengenai

keterkaitannya tersebut. Hasil dari evaluasi dan analisis peraturan perundang-

undangan terkait akan berkontribusi bagi perumusan landasan filosofis dan

yuridis pembentukan rancangan UU dalam Bab IV NA.


c. Output

Tahap terakhir dari proses penyusunan suatu naskah akademik adalah Urgensi

serta Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis RUU. Urgensi berkaitan

dengan alasan mengapa dibuat suatu naskah akademik. Alasan tersebut

terbagi dalam tiga bagian yaitu Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis.

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa UU yang dibentuk mempertimbangkan pandangan

hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta

falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan

UUD NRI Tahun 1945. Gagasan landasan filosofis adalah perpaduan dari

substansi Bab II dan Bab III terutama landasan filosofis terkait dengan

ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945. Landasan filosofis akan menjadi

dasar dalam menyusun salah satu konsiderans menimbang (unsur filosofis)

dalam UU yang dibentuk.

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa UU yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya

menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan

masyarakat dan negara. Landasan sosiologis bersumber dari substansi yang

telah diuraikan dalam Bab II.

Landasan sosiologis akan menjadi dasar dalam menyusun salah satu

konsiderans menimbang (unsur sosiologis) dalam UU yang dibentuk.


Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan

bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau

mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah

ada, yang akan diubah, atauyang akan dicabut guna menjamin kepastian

hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan

hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga

perlu dibentuk peraturan perundang-undangan yang baru. Beberapa persoalan

hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak

harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari undang-

undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak

memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Landasan

yuridis bersumber dari substansi analisa dan evaluasi hukum pada Bab III.

Landasan yuridis akan menjadi dasar dalam menyusun salah satu konsiderans

menimbang (unsur yuridis) dalam UU yang dibentuk.

Bagian terakhir dari tahap output sekaligus bagian akhir dari suatu kerangka

pikir penyusunan naskah akademik adalah Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan

Ruang Lingkup Materi Muatan RUU. Jangkauan dan Arah Pengaturan

diuraikan dalam sasaran yang akan diwujudkan (Tujuan yang hendak dicapai),

arah (Politik hukum pengaturan), dan jangkauan pengaturan (Strategi

pengaturan untuk mencapai sasaran/tujuan) yang akan menjadi norma dalam

tujuan dan ruang lingkup dari UU yang dibentuk. Sejalan dengan arah

pengaturan Uraian mengenai ruang lingkup materi muatan pada dasarnya


mencakup ketentuan umum, materi yang akan diatur, ketentuan sanksi, dan

ketentuan peralihan. Ketentuan umum menguraikan pengertian dari istilah

yang digunakan dalam UU yang dibentuk, sedangkan materi muatan yang

diatur diuraikan secara sistematis sesuai dengan rancangan sistematika

rancangan UU. Uraian substansi dituangkan secara jelas dan lengkap dalam

bentuk narasi sehingga dapat mempermudah dalam perumusan norma sesuai

dengan teknik perancangan UU. Uraian juga diperkuat dengan alasan dan

argumentasi dari setiap materi muatan yang akan diatur dalam rancangan

undang-undang.

2. Pokok-pokok suatu naskah akademik dalam penyusunan peraturan daerah adalah:

Pertama, Permasalahan apa yang dihadapi dalamkehidupan berbangsa, bernegara,

dan bermasyarakat serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. Kedua,

Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah

sebagai dasar pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan

negara dalam penyelesaian masalah tersebut. ketiga, Apa yang menjadi

pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan

Undang-Undang atauRancanganPeraturan Daerah. Keempat, Apa sasaran yang

akan diwujudkan,ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan.


3. Asas formil dan materil dalam pembentukan peraturan perundang-undangan

a. Asas Formil

1) Asas kejelasan tujuan, adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak

dicapai.

2) Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, adalah bahwa

setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga

negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang

berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau

batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang

tidak berwenang.

3) Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, adalah bahwa

dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar

memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki

Peraturan Perundang-undangan.

4) Asas dapat dilaksanakan, adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan

Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,

sosiologis, maupun yuridis.

5) Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, adalah bahwa setiap Peraturan

Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan


bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

6) Asas kejelasan rumusan, adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-

undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan

Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa

hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan

berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

7) Asas keterbukaan, adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan,

pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan

terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai

kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

b. Asas Materil

1) Asas pengayoman, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk

menciptakan ketentraman masyarakat.

2) Asas kemanusiaan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan

hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan

penduduk Indonesia secara proporsional.


3) Asas kebangsaan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa

Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

4) Asas kekeluargaan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai

mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

5) Asas kenusantaraan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh

wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan

yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

6) Asas bhinneka tunggal ika, adalah bahwa Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama,

suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

7) Asas keadilan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-

undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap

warga negara.

8) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, adalah bahwa

setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat


hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,

agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

9) Asas ketertiban dan kepastian hukum, adalah bahwa setiap Materi Muatan

Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam

masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

10) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, adalah bahwa setiap

Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,

masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Anda mungkin juga menyukai