Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA DALAM

MENJAGA KEDAULATAN KEPULAUAN NATUNA


David Maharya Ardyantara, ST

UNIVERSITAS SEMARANG
2019

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia didominasi oleh luasnya lautan, sehingga
disebut sebagai negara maritim, maksudnya adalah negara kepulauan yang sebagian besar
wilayahnya terdiri dari laut. Dengan demikian, secara administratif kita memiliki keunikan
dalam hal batas-batas wilayah negara. Hal ini berbeda dengan negara-negara yang terletak di
daratan yang hanya memiliki satu jenis batas negara yaitu batas teritorial yang langsung
berbatasan dengan negara lain di sekitarnya. Sebagai negara kepulauan, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) berada pada 60 LU-110 LS DAN 950 BT-1410 BT diapit oleh
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta Benua Asia dan Benua Australia. Letaknya
yang strategis secara geografis menjadikan Indonesia mau tidak mau mendapatkan pengaruh
dari luar, baik kebudayaan maupun peradaban dunia. Akan tetapi, hal itu juga yang
menyebabkan Indonesia rentan mendapatkan ancaman dari luar dan seringkali terkendala
masalah koordinasi. Terlebih permasalahan terkait perlindungan hukum terhadap kedaulatan
wilayah laut di perbatasan NKRI.1
Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 adalah titik awal kebijakan maritime bagi
negara Indonesia hingga secara yuridis memiliki wilayah laut sangat luas 5,9 juta km² yang
merupakan duapertiga dari keseluruhan wilayah Indonesia. Tanggal 13 Desember 1957,
kemudian menjadi tonggak sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal dengan
Wawasan Nusantara. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat sekitar 17.499 lebih dan
dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua
di dunia setelah Kanada. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, beberapa ahli berpendapat bahwa Deklarasi
Djuanda sejatinya merupakan salah satu dari tiga pilar utama pembangunan kesatuan dan
persatuan negara dan bangsa Indonesia, yaitu: pertama, kesatuan kejiwaan yang dinyatakan
dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; kedua, kesatuan kenegaraan dalam NKRI yang
diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945; dan ketiga, kesatuan
kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang dideklarasikan oleh Perdana Menteri Djuanda 13
Desember 1957.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on The Law of The
Sea atau Unclos) yang ditandatangani di Montego Bay, Jamaica, tanggal 10 Desember 1982
1
KKP, Laut, Jakarta:, 2018
merupakan bentuk resmi pengakuan internasional atas konsepsi Wawasan Nusantara yang
diperjuangkan Indonesia melalui Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957. Ini berarti
Wawasan Nusantara atau konsepsi negara kepulauan menjadi salah satu prinsip yang diterima
dan diakui dalam hukum laut internasional yang baru. Indonesia kemudian meratifikasi
Unclos 1982 dengan Undang-undang nomor 17 tahun 1985 tanggal 13 Desember 1985.
Unclos 1982 tersebut secara resmi mulai berlaku sejak tanggal 16 November 1994.
Menurut hasil identifikasi pulau-pulau yang telah dilakukan, terdapat 17.508 pulau di
seluruh Indonesia dan yang terinventarisasi yakni 7353 pulau bernama dan 10.155 pulau yang
belum bernama diseluruh kesatuan Republik Indonesia.4 Dari 7353 pulau yang bernama,
terdapat 67 pulau yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga, 11 pulau diantaranya
perlu mendapat perhatian khusus, karena terletak di perbatasan pulau terluar. Kesebelas pulau
terluar tersebut adalah Pulau Sekatung dan Pulau Natuna di Propinsi Kepulauan Riau, Pulau
Marore dan Pulau Miangas di Propinsi Sulawesi Utara, Pulau Fani dan Pulau Fanildo serta
Pulau Behala di Propinsi Papua, Pulau Rondo di Nangroh Aceh Darrusalam (NAD), Pulau
Behala di Propinsi Sumatera Utara, Pulau Nipa di Propinsi Riau dan Pulau Batek di Propinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT).
Mencermati kondisi nyata yang ada di lapangan, dalam rangka untuk
menginventarisasi dan guna menyatakan serta menjaga eksistensi kedaulatan Republik
Indonesia atas pulau-pulau tersebut, perlu ditempuh langkah-langkah konkrit untuk pemberian
nama atas pulau-pulau yang belum bernama tersebut, dengan mengacu pada resolusi “United
Nations Comperence in the Standadization of Geographical Name” No.4 tahun 1967.
Selanjutnya pemerintah Indonesia dapat menempuh dengan cara membangun pos-pos
pengamanan, infrastruktur, tanda batas, komunikasi dan fasilitas umum lainnya yang
dibutuhkan masyarakat atau penduduk setempat.
Pemerintahan Joko Widodo periode 2014-2019 gencar melaksanakan pembangunan
dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim dengan visi menjadi Poros
Maritim Dunia. Momentum bangkitnya kekuatan Asia ditangkap oleh Indonesia untuk
mewujudkn kembali kejayan Indonesia di sebagai Negara bahari. Tekad tersebut
diimplementasikan dalam program pembangunan kelautan yang berlandaskan Nawacita dan
lima Pilar Pembangunan Kelautan Indonesia. 2
Namun pada kenyataannya, Indonesia Sebagai salah satu kawasan negara kepulauan
dengan tingkat heterogenitas yang tinggi di kawasan Asia Pasifik seringkali dianggap sebagai
kawasan yang sangat rentan terhadap konflik dengan dasar keseimbangan kawasan yang
tergolong rapuh. Kawasan Laut Cina Selatan sebagai salah satu wilayah perairan terluas di
dunia memiliki peran yang strategis baik dari segi ekonomi, politik dan keamanan sehingga
menjadikan kawasan ini memiliki potensi kerja sama yang besar yang dapat dimanfaatkan
oleh negara-negara di sekitar kawasan ini, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kawasan ini
juga mengandung potensi konflik yang cukup besar. Berdasarkan data Badan Informasi
Energi Amerika Serikat, kawasan Laut Cina Selatan menyimpan cadangan minyak bumi
sebesar 11 miliar barel serta gas alam hingga 190 triliun kubik, 2 hal tersebut memicu banyak
negara yang saling melakukan klaim kepemilikan atas kawasan ini. Selain itu dengan letak
2
Ade Supandi, Fondasi Negara Mritim, Yayasan Pustaka Nasution, Jakarta:, 2018
geografisnya yang strategis, kawasan Laut Cina Selatan memiliki peran penting sebagai jalur
lalu lintas pelayaran, perdagangan maupun distribusi berbagai jenis komoditas dari seluruh
dunia. Dengan berbagai perannya yang strategis, kawasan Laut Cina Selatan telah lama
menjadi obyek perdebatan sengketa regional.

BAB II

PERMASALAHAN

Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) adalah presiden yang memberikan


perhatian khusus terhadap dunia maritim. Hal ini dapat diamati dari pidato pelantikannya pada
20 Oktober 2014 yang secara spesifik menyinggung visinya untuk memperkuat Indonesia
dalam bidang maritim. Visi tersebut tercermin melalui kutipan pidato Jokowi yang berbunyi
“kita telah lama memunggungi samudra, laut, selat, dan teluk. Maka, mulai hari ini, kita
kembalikan kejayaan nenek moyang sebagai pelaut pemberani. Menghadapi badai dan
gelombang di atas kapal bernama Republik Indonesia.” Dengan visi tersebut, Jokowi segera
mendorong penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan kelautan Indonesia. Salah
satu masalah klasik maritim Indonesia adalah permasalahan penegakan kedaulatan.

Indonesia baru-baru ini mengubah nama Laut China Selatan yang berada di sebelah
utara Kepulauan Natuna Provinsi Kepulauan Riau, dengan sebutan Laut Natuna Utara.
Perubahan nama perairan di utara Natuna sudah melalui serangkaian perencanaan dan proses
sejak 2016 lalu. Nama perairan yang diubah itu hanyalah yang masuk dalam wilayah Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Perubahan nama menjadi Laut Natuna Utara sekaligus
memperbaharui peta wilayah Indonesia yang belum diperbaharui sejak 2005. Perubahan dan
penyempurnaan itu dilakukan pemerintah yang didasarkan pada perkembangan hukum
internasional yang berlaku dan adanya penetapan batas wilayah dengan negara tetangga.
Namun pada kenyataannya, antara Indonesia dengan Negara-negara tetangga yang
berbatasan langsung, ataupun seperti halnya Republik Rakyat Cina (RRC), mempunyai
perbedaan pandangan tentang batas-batas perairan sehingga timbul konflik terutama di
Pulau Natuna di Laut Cina Selatan. Permasalahan yang timbul adalah :

Bagaimana Kebijakan Kelautan Indonesia dapat mengantisipasi konflik


Kedaulatan yang terjadi di Kawasan Kepulauan Natuna?
BAB III
PEMBAHASAN
I. Urgensi Kawasan Kepulauan Natuna

Kawasan Kepulauan Natuna terletak di Laut Cina Selatan terdiri dari beberapa
pulau kecil yang tersebar luas. Dua gugusan pulau yang sempat diperebutkan adalah
Kepulauan Spratly dan Paracel. Pada tahun 1968 ditemukan cadangan minyak bumi
yang melambungkan nilai Laut China Selatan. 3 Sehingga kawasan tersebut sampai saat
ini merupakan kawasan yang bernilai ekonomis, politik dan strategis dilihat dari posisi
geografisnya yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sebagai Jalur
Pelayaran Perdagangan atau Sea Lane of Trade (SLOT) dan Jalur Komunikasi
Internasional atau Sea Lane of Communication (SLOC).

Kepulauan Natuna otomatis juga menjadi jalur pelayaran yag disebut sebagai
superhighway. Karena merukana jalur pelayaran tersibuk di dunia. Jumlah supertanker
yang berlayarmelewati bagian barat daya Laut China Selatan bahkan lebih dari tiga kali
lalulintas yang melewati Terusan Suez dan lebih lima kali lipatnya dari Terusan
Panama.4
Di bidang perikanan, Laut China Selatan merupakan salah satu wilayah
perikanan yang terkaya di dunia dan mengandung berbagai jenis ikan serta sumber-
sumber kekayaan mineral yang potensial. Cadangan minyak Laut China Selatan
diperkirakan sebesar 7,5 Barel dan saat ini produksi minyak bumi mencapai 1,3 Juta
Barel/hari. Wilayah Laut China Selatan memiliki peran dan arti geopolitik yang sangat
besar karena menjadi titik temu Negara China dengan Negara tetangga-tetangganya,
terutama yang berada dalam wilayah ASEAN dan meliputi masalah teritorial, pertahanan
serta keamanan. 5
Negara-negara yang bersengketa melakukan pembangunan-pembangunan
imfrastruktur di kawasan gugusan kepulauan Paracel dan Sprately sepeti pelabuhan,
bandara kecil dan bahkan system pertahanan rudal. Strategi pembangunan tersebut
membuktikan bukti penguasaan secara fisik terhadap wilayah yang disengketakan dan
merupakan faktor penting untuk memenangkan kasus sengketa tersebut secara hukum
di Mahkamah Internasional. 6

Chna adalah negara yang paling berpengaruh dalam konflik di Laut Cina Selatan. Cina
mengklaim wilayah Laut Cina Selatan tersebut berdasarkan kepemilikan bangsa Cina atas
3
RC. Sharma, India’s Ocean Policy. Khama Publishers,New Delhi, India, 2004
4
Daoed Joesoef, Jalesveva Jayamahe, Maritime Review PPAL, Jakarta, 2013
5
Dahuri, Rokhmin Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000

6
Baiq LSW Wardhani, Kajian Asia Pasifik, Intrans Publishing, Malang, 2015
kawasan laut dan dua gugusan kepulauan Paracel dan Spratly sejak 2000 tahun yang lalu,
kemudian Pemerintah China mengklaim telah mengeluarkan peta yang merinci kedaulatan
Cina atas Laut Cina Selatan pada tahun 1947, yang dikenal dengan istilah “Nine Dashed
Line”. Kawasan klaimnya yang luas melingkupi seluruh wilayah Laut China Selatan menjadi
pemicu ketegangan negara yang ada disekitarnya. Seiring dengan berjalannya waktu, China
semakin agresif di LCS dengan melakukan eksplorasi sumber daya alam. Melalui tiga
perusahaan minyak negara Cina melakukan eksplorasi besar-besaran. Ketiga perusahaan
tersebut adalah China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) , China Petroleum &
Chemical Corporation (Sinopec) dan China National Petroleum Corporation (CNPC) (U.S.
Energy Information Administration, 2013). Menariknya, perhatian serius AS terkait
ketegangan di LCS yang melibatkan Cina menjadikan eskalasi konflik semakin meningkat.
Walaupun dikatakan bahwa sikap Cina semakin moderat terutama pasca pernyataan
Sekretaris Negara AS Hillary Clinton pada ASEAN Regional Forum (ARF) Juli 2010. Namun,
realitasnya ketegangan semakin meningkat terutama antara China dan negara ASEAN. Selain
itu, tentu saja berpengaruh kepada arah kebijakan luar negeri AS di ASEAN terkait LCS yang
mempunyai potensi perdagangan mencapai 5,3 trilyun USD.7

Sengketa di Laut Cina Selatan dewasa ini meningkat konstelasinya dengan melibatkan
Amerika Serikat didalamnya. Fokus geostrategic AS ke Asia menjadikan aktivitas di Laut China
Selatan selalu dipantau oelhnya. Ada perbedaan kepentingan antara AS dan China, dmana AS
mengutamakan kebebasan pelayaran. Sedangkan Cina mempunyai kepentingan atas
sumberdaya alam di Laut China Selatan. Sehingga Cina juga bersengketa dengan negara-
negara ASEAN seperti Brunei, Filipina Malaysia dan Vietnm memperebutkan Sprately;
kemudian dengan Indonesia di Natuna. Urgensi Laut Cina Selatan inilah yang memicu klaim
kedaulatan dan klaim pengelolaan atas kekayaan laut yang terkandung didalamnya.

II. Tinjauan Kawasan Kepulauan Natuna


Perairan Natuna merupakan wilayah perairan yang merupakan bagian dari Kabupaten
Natuna yang secara administratif masuk ke dalam Provinsi Kepulauan Riau. Artinya perairan
Natuna merupakan wilayah perairan dan yurisdiksi dari Indonesia. Secara tegas dan jelas
berdasarkan Undang-Undang nasional, wilayah natuna merupakan bagian integral dari
Indonesia. Ketentuan hukum mengenai laut natuna telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia. Di dalam bagian Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia telah
dicatat titik koordinat yang menunjukkan letak geografis dari laut natuna.

Kabupaten Natuna adalah salah satu kabupaten di Indonesia yang berbatasan langsung
dengan negara tetangga. Dengan posisi yang demikian Kabupaten Natuna berhadapan
langsung dengan Laut China Selatan dan berbatasan langsung dengan Singapura, Malaysia,
Vietnam, dan Kamboja. Kabupaten Natuna tak hanya strategis letaknya, berada pada jalur

7
Maksum, A. (2017). Regionalisme dan Kompleksitas Laut China Selatan. Jurnal Sospol, Vol 2 No. 2
(Januari-Juni 2017)
pelayaran internasional ke Hongkong, Jepang, Korea, Taiwan, Cina, namun juga kaya dengan
minyak dan gas bumi. Tercatat cadangan minyak yang terkandung di wilayah itu mencapai
1.400.386.470 barel. Sedang gas bumi yang tersimpan mencapai 112.356.680.000 barel.
Selain letaknya yang strategis karena memiliki serangkaian potensi sumber daya alam laut dan
pesisir, yang tercermin pada keberadaan ekosistem laut dan pesisir seperti hutanmangrove,
terumbu karang, pulau - pulau kecil dan berjenis-jenis biota endemik dan biota laut lainnya
yang membutuhkan pengembangan yang tepat sehingga dapat dimanfaatkan untuk menopang
kesinambungan pembangunan serta keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir
Pulau Natuna merupakan pulau terdepan yang menjadi titik dasar untuk menentukan
batas-batas perairan kepulauan Indonesia. Selain itu Indonesia menarik Zona Ekonomi
Eksklusif dan Landas Kontinen dari Pulau Natuna sebagai titik dasarnya. Di perairan
kepulauan Natuna ini Indonesia memiliki kedaulatan penuh karena itu termasuk dalam laut
teritorial. Sementara untuk Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen, di wilayah tersebut
Indonesia memiliki hak berdaulat.

Kabupaten Natuna memiliki luas wilayah 264.198,37 km2 dengan luas daratan
2.001,30 km2 dan lautan 262.197,07 km2, yang terbagi dalam 12 Kecamatan. Ranai sebagai
Ibukota Kabupaten Natuna. Di kabupaten ini terdapat 154 pulau, dengan 27 pulau (17,53
persen) yang berpenghuni dan sebagian besar pulau (127 buah) tidak berpenghuni. Dua pulau
terbesar diantaranya adalah Pulau Bunguran dan Pulau Serasan. Pulau-pulau yang ada dapat
dikelompokkan dalam 2 gugusan:
1. Gugusan Pulau Natuna, terdiri dari pulau-pulau di Bunguran, Sedanau, Midai, Pulau Laut,
dan Pulau Tiga.
2. Gugusan Pulau Serasan, terdiri dari pulau-pulau di Serasan, Subi Besar dan Subi Kecil.

III. Sengkarut Kedaulatan NKRI di Perairan Kepulauan Natuna

Karena Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah itu Klaim pertama kali di
Laut China Selatan terjadi pada tahun 1947 yang dilakukan oleh Tiongkok yang secara
sepihak mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan dengan menerbitkan peta
yang memberi tanda sembilan garis putus-putus di seputar wilayah perairan itu. Hingga
sekarang masih terjadi pertikaian atau saling klaim antara negara yang mengaku memiliki
dasar kepemilikan berdasarkan batas wilayah laut atau perairan, seperti Republik Rakyat
Tiongkok (RRT), Vietnam, Filiphina, Malaysia, Indonesia, Taiwan, dan Brunei
Darussalam8.
Sengketa Pulau Natuna dengan China dewasa ini menyeret Indonesia ikut dalam
pusaran sengketa Laut China Selatan untuk menjaga kedaulatan NKRI. menjadi sumber
konflik antara kedaulatan Indonesia.). Isu tersebut menguak setelah Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo mengkritik peta dari Republik Rakyat China (RRC) yang telah
memasukkan daerah kaya Gas Alam itu ke dalam wilayahnya. Natuna terdiri dari tujuh pulau
dengan Ibu Kota di Ranai. Pada tahun 1957, kepulauan Natuna awalnya masuk dalam wilayah
Kerajaan Petani dan Kerajaan Johor di Malaysia. Namun pada abad ke 19, kepulauan Natuna
akhirnya masuk ke dalam penguasaan Kesultanan Riau dan menjadi wilayah dari Kesultanan

8
Fazli, A. d. Strategi Indonesia Menjaga Keamanan Wilayah Perbatasan Terkait Konflik Laut Cina Selatan pada Tahun
2009-2014. Journal of International Society, Vol. 3, No. 1, 2016
Riau, dimana kepulauan Natuna berada di jalur strategis dari pelayaran internasional. Setelah
Indonesia merdeka, Delegasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada Republik Indonesia
yang berpusat di Pulau Jawa. Pada 18 Mei 1956, pemerintah Indonesia resmi mendaftarkan
kepulauan Natuna sebagai wilayah kedaulatan ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Banyak kontroversi yang dilakukan oleh negara tetangga yang berbatasan langsung
dengan wilayah kedaulatan Indonesia, yakni Malaysia yang menyatakan bahwa kepulauan
Natuna secara sah seharusnya milik dari negeri Jiran Malaysia. Namun untuk menghindari
konflik lebih panjang setelah era konfrontasi pada tahun 1962-1966, maka Malaysia tidak
menggugat status dari Kepulauan Natuna. Lepas dari berbagai klaim atas kepulauan Natuna,
pemerintah Indonesia sudah membangun pelbagai infrastruktur di kepulauan seluas 3.420
Km² tersebut. Etnis Melayu menjadi penduduk mayoritas di Kepulauan Natuna dan mencapai
sekitar 85% kemudian suku Jawa sekitar 6,34% dan etnis Tionghoa sekitar 2,52%.
Setelah konfrontasi Indonesia – Malaysia, disusul sentiment anti Tionghoa di
kawasan Natuna, jumlah warga keturunan Cina di Natuna turun dari kisaran 5000-6000 orang,
menjadi tinggal 1000 orang. Muncul selentingan, warga keturunan Tionghoa yang masih
bertahan sempat menghubungi Presiden Cina Deng Xiaoping pada decade 80-an untuk
mendukung kemerdekaan wilayah Natuna yang saat itu dihuni mayoritas keturunan Tionghoa,
atau paling tidak memasukkan kepulauan itu ke wilayah adminsitrasi pemerintah Cina.

Indonesia sebagai salah satu negara yang wilayah perairannya berada di kawasan
Laut Cina Selatan tidak memiliki klaim apapun atas Laut Cina Selatan tersebut. Sejak
munculnya konflik kepemilikan atas Laut Cina Selatan, Indonesia selalu bertindak sebagai
penengah bagi negara-negara yang berkonflik atas kawasan tersebut. Namun saat ini Indonesia
mulai ikut terseret dalam pusaran konflik di Laut Cina Selatan ketika Cina mulai memasukkan
wilayah Natuna ke dalam peta Nine Dash Line. Sejak saat itulah situasi memanas di Perairan
Natuna. Pemerintah9.

Indonesia baru-baru ini mengubah nama Laut China Selatan yang berada di
sebelah utara Kepulauan Natuna Provinsi Kepulauan Riau, dengan sebutan Laut Natuna
Utara. Perubahan nama perairan di utara Natuna sudah melalui serangkaian perencanaan
dan proses sejak 2016 lalu. Nama perairan yang diubah itu hanyalah yang masuk dalam
wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia10. Perubahan nama menjadi Laut Natuna
Utara sekaligus memperbaharui peta wilayah Indonesia yang belum diperbaharui sejak
2005. Perubahan dan penyempurnaan itu dilakukan pemerintah yang didasarkan pada
perkembangan hukum internasional yang berlaku dan adanya penetapan batas wilayah
dengan negara tetangga. Pemerintah Indonesia dan Singapura belum lama telah
menyepakati dan menandatangani batas-batas yang pasti antara kedua negara. Ada juga
penyederhanaan perbatasan di Selat Malaka yang dilakukan untuk memberi ruang pada
hukum internasional terkait kejahatan di wilayah jalur perdagangan padat itu .

9
Butje Tampi. Konflik Kepulauan Natuna antara Indonesia dengan China, suatu Kajian Yuridis. Jurnal Hukum Unsrat, Vol.
23/No. 10/Juli-Desember/2017
10
Sekhar, Vibanshu & Liow, Joseph Chiyong. 2017. Indonesia as a Maritime Power: Jokowi’s Vision, Strategies, and
Obstacles Ahead. Maritime Review PPAL.
Bersamaan dengan hal tersebut terjadi serentetan insiden yang mengakibatkan
pecahnya konflik maritim antara Indonesia dengan Cina di perairan tersebut. Insiden pertama
terjadi pada bulan Maret 2016. Saat itu, kapal pasukan penjaga pantai (coast guard) Cina
menabrak kapal nelayannya yang tertangkap dan akan ditahan aparat Indonesia di dekat
Natuna atas dugaan mencuri ikan. Insiden kedua terjadi pada bulan Mei 2016, di mana Cina
memprotes keras tindakan Angkatan Laut Indonesia yang menyita kapal Cina di sebuah
perairan di dekat Kepulauan Natuna. Kapal Cina disita karena diduga menangkap ikan di
wilayah Indonesia secara ilegal. Selanjutnya, insiden ketiga terjadi pada bulan Juni 2018,
Kapal perang Indonesia mendekati 12 kapal asing yang diduga mencuri ikan di Natuna.
Kapal-kapal asing itu melarikan diri, namun ada satu kapal berbendera Cina yang berhasil
ditangkap. Dari beberapa insiden tersebut Indonesia sudah mengirimkan nota protes.
Tindakan Pemerintah Indonesia dengan melakukan pengiriman nota protes ini sudah tepat
sebab ketika nelayan-nelayan Cina masuk ke dalam wilayah Indonesia harus dilakukan
tindakan tegas karena Indonesia diberikan kewenangan untuk melakukan hal tersebut
berdasarkan UNCLOS 1982. Dalam hal ini yang menjadi dasar dilayangkannya nota protes
oleh Indonesia adalah ketika tindakan penegakan hukum yang dilakukan Indonesia, mendapat
gangguan dari Tiongkok yaitu dengan menabrak kapal nelayannya sendiri dalam rangka
menghilangkan barang bukti
Pemerintah Indonesia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah
memprotes hal tersebut, lewat Komisi Landas Kontinen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
dimana Garis putus-putus yang diklaim China sebagai Pembaharuan atas peta 1947 itu
membuat pemerintah Indonesia terancam kedaulatannya atas negara –negara yang
berkonflik akibat Laut China Selatan. Usut punya usut, klaim yang membuat repot enam
negara ini dipicu oleh Kebijakan pemerintah Partai Kuomintang (saat ini berkuasa di
Taiwan). Mazhad politik Kuomintang menafsirkan wilayah China mencapai 90% Laut
China Selatan. Setelah Presiden Joko Widodo berkuasa, ia hendak menegaskan sikap
yang lebih tegas dan keras dari pemerintahan sebelumnya. Menurut Presiden Jokowi,
Sembilan titik garis yang selama ini diklaim oleh Tiongkok dan menandakan perbatasan
maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional apapun.

IV. Pelaksanaan Kebijakan Kelautan dalam menjaga Kedaulatan NKRI di


Natuna
Pemerintah telah menancapkan sejarah modern kelautan dengan mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Kelautan menjadi Undang-Undang pada 20 September 2014.
Kehadiran UU Kelautan merupakan yang pertama setelah 69 tahun merdeka, sekaligus
menandai dimulainya kebangkitan Indonesia sebagai bangsa bahari yang dalam
pemerinthan Presiden Joko Widodo bercita-cita menjadi negara maritime. UU Kelautan
diharapkan dapat menegaskan identitas Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang
berciri Nusantara dan Maritim.11

11
Marsetio. 2014. Sea Power Indonesia, Jakarta: Universitas Pertahanan
UU Kelautan menjadi payung hukum untuk mengatur pemanfaatan laut secara
komprehensif dan terintegrasi. Serta mempertegas keterpaduan kebijakan dan
peraturan yang ada, sehingga pembangunan berkelanjutab dapat dilaksanakan secara
nyata. Salah satu substansi penting dalam UU Kelautan adalah penegasan Indonesia
sebagai negara kepulauan (Pasal 3 ayat 1)
Pemerintah melalui UU Kelautan berencana mengoptimalkan potensi pulau-pulau
kecil dengan tiga fokus utama yakni pulau dengan nilai ekonomi, pulau kecil terluar
serta pulau dengan pengelolaan kearifan lokal. Penegakan kedaulatan dan hukum di
perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 12
Dengan demikian, perlindungan, pemanfaat dan pelestarian lingkungan perairan
serta pencemaran baik dari aspek hukum administrasi, hukum perdata maupun hukum
pidana dilakukan berdasarkan undang-undang tersebut di atas. Pemberantasan
kejahatan internasional di laut lepas dilakukan melalui kerjasama dengan negara lain.
Aspek hukum administrasi meliputi pemanfaatan ruang laut (Pasal 47), dan pencemaran
laut (Pasal 52), Tindak Pidana Berkaitan Wilayah Laut yang Berada dibawah Kedaulatan
Indonesia ntara lain tindak pidana ijin pemanfaatan ruang laut(Pasal 49).
Pada 20 Februari 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Dalam rangka
mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, perlu mengelola potensi
sumber daya kelautan yang melimpah secara optimal dan berkelanjutan sehingga memberikan
manfaat bagi kemakmuran rakyat. “Kebijakan Kelautan Indonesia adalah pedoman umum
kebijakan kelautan dan langkah pelaksanaannya melalui program dan kegiatan
kementerian/lembaga di bidang kelautan yang disusun dalam rangka percepatan implementasi
Poros Maritim Dunia,” bunyi Pasal 1 ayat (1) Perpres tersebut.
Menurut Perpres ini, Kebijakan Kelautan Indonesia terdiri atas: a. Dokumen Nasional
Kebijakan Kelautan Indonesia; dan b. Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia. Dokumen
Nasional Kebijakan Kelautan Indonesia sebagaimana dimaksud tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini
Ditegaskan dalam Perpres ini, bahwa Kebijakan Kelautan Indonesia berfungsi sebagai:
a. pedoman bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan,
pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi pembangunan sektor kelautan untuk mewujudkan
Poros Maritim Dunia; dan b. acuan bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam ikut serta
melaksanakan pembangunan sektor kelautan untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia.
Pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi Kebijakan Kelautan Indonesia sebagaimana
dimaksud dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Sedangkan
pelaksanaan Kebijakan Kelautan Indonesia pada masing-masing kementerian/lembaga diatur

12
Darmawan, Menyibak Gelombang Menuju Negara Maritim, Kajian Strategis Mewujudkan Poros Maritim Dunia, Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2018
lebih lanjut oleh menteri/pimpinan lembaga, sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-
masing.
Perpres ini menegaskan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman setelah
berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan menyampaikan laporan pelaksanaan Kebijakan Kelautan Indonesia yang
terintegrasi kepada Presiden paling sedikit satu tahun sekali atau sewaktu-waktu jika
diperlukan. Kebijakan Kelautan Indonesia, menurut Perpres ini, dapat ditinjau kembali secara
berkala sesuai dengan perkembangan dan kepentingan nasional serta perkembangan dinamika
internasional. Peninjauan kembali Kebijakan Kelautan Indonesia dilakukan oleh
kementerian/Iembaga dan dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
bersama dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional. Selanjutnya, hasil peninjauan kembali dapat dijadikan dasar
penyesuaian Kebijakan Kelautan Indonesia.
Dokumen Kebijakan Kelautan Indonesia tersebut berisi visi Kelautan Indonesia adalah
mewujudkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia, yaitu menjadi sebuah negara maritim
yang maju, berdaulat, mandiri, kuat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi
keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.
Adapun misi dari Kebijakan Kelautan Indonesia adalah:
a. terkelolanya sumber daya kelautan secara optimal dan berkelanjutan
b. terbangunnya kualitas sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan yang
andal
c. terbangunnya pertahanan dan keamanan kelautan yang tangguh
d. terlaksananya penegakan kedaulatan, hukum, dan keselamatan di laut
e. terlaksananya tata kelola kelautan yang baik
f. terwujudnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang merata
g. terwujudnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan industri kelautan yang berdaya saing
h. terbangunnya infrastruktur kelautan yang andal
i. terselesaikannya aturan tentang tata ruang laut
j. terlaksananya pelindungan lingkungan laut
k. terlaksananya diplomasi maritim
I. terbentuknya wawasan identitas, dan budaya bahari.
Menurut dokumen tersebut, kebijakan Kelautan Indonesia disusun berdasarkan enam
prinsip dasar, yaitu (1) Wawasan Nusantara; (2) pembangunan berkelanjutan; (3) ekonomi
biru; (4) pengelolaan terintegrasi dan transparan; (5) partisipasi; dan (6) kesetaraan dan
pemerataan.
Kebijakan Kelautan Indonesia itu terdiri atas tujuh pilar, yaitu: 1. Pengelolaan sumber
daya kelautan dan pengembangan sumber daya manusia; 2. Pertahanan, Keamanan,
Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut; 3. Tata kelola dan kelembagaan laut; 4.
Ekonomi dan infrastruktur kelautan dan peningkatan kesejahteraan; 5. Pengelolaan ruang laut
dan perlindungan lingkungan laut; 6. Budaya Bahari; dan 7. Diplomasi Maritim.
Menurut dokumen ini, pelaksanaan Kebijakan Kelautan Indonesia dilakukan oleh
kementerian dan lembaga sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Sedangkan pelaksanaan dan
pemantauan Kebijakan Kelautan Indonesia dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman.
“Laporan pelaksanaan program dan kegiatan Kebijakan Kelautan Indonesia secara berkala
kepada Presiden disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman setelah
berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan,” bunyi Bab VI poin (3) dokumen tersebut.
Dalam dokumen ini juga disebutkan, Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia merupakan
penjabaran dari tujuh pilar Dokumen Nasional Kebijakan Kelautan Indonesia yang didetailkan
dalam beberapa program prioritas. “Rencana aksi dimaksud disusun untuk menyinergikan
program dan kegiatan kementerian/Iembaga dalam melaksanakan pembangunan kelautan,
yang dirinci dalam strategi, kegiatan, sasaran, target/output, jangka waktu, penanggung jawab,
instansi terkait, dan sumber pendanaan,” bunyi Bab VI poin (5) dokumen tersebut.
Indonesia telah memiliki banyak hukum yang mengatur masalah pengelolaan sumberdaya laut
dan pesisir, tetapi pada kenyataannya masih terlihat tingginya derajat ketidakpatuhan untuk
mengikuti peraturan-peraturan tersebut. Ini tercermin dengan meluasnya praktek penangkapan
biota terlarang di hampir semua wilayah pesisir di Indonesia, bahkan juga terjadi pada kawasan
yang sangat terpencil (remote area) sekalipun.
Kegiatan penegakan hukum di Perairan Indonesia, menghadapi kendala-kendala yang sangat
mendasar. Kendala-kendala tersebut terjadi hampir disemua aspek dari kegiatan penegakan
hukum, dimulai dari kegiatan pemantauan sampai kepada kegiatan penuntutan dan penahanan
para tersangka pelaku kegiatan terlarang. Secara umum dapat dikatakan bahwa problem-
problem disebabkan oleh adanya beberapa faktor antara lain 13.
(1) keterbatasan anggaran
(2) keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang terlatih
(3) keterbatasan sarana dan prasarana
(4) lemahnya mekanisme koordinasi antar lembaga dan komunikasi diantara lembaga-lembaga
penegak hukum
(5) luasnya kawasan perairan yang harus dikontrol oleh tim penegakan hukum.
Maritim sebagai bidang multisektor memerlukan sebuah kebijakan holistik yang
menaungi kebijakan kelautan. Hal ini disebabkan adanya keterkaitan yang erat antara
kedaulatan dalam sektor kelautan dan maritim. Dalam menyusun dan mengimplementasikan
keharmonisan kedaulatan kelautan dibutuhkan kebijakan maritim yang kokoh dan jelas serta
kepemimpinan bervisi maritim yang tajam dan akurat.Sehingga kedaulatan sebagai maritim
benar-benar bulat dan utuh yang berjalan selaras dalam koridor good maritime governance.

13
Dirhamsyah. 2007. Penegakan Hukum Laut di Indonesia. Oseana, Volume XXXII, Nomor 1
BAB IV
PENUTUP
I. KESIMPULAN

1. Saat ini jumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur langsung atau memiliki
keterkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan cukup banyak.
Substansi yang diaturnya pun beragam, yaitu tentang kewilayahan, sumberdaya
kelautan, lingkungan, konservasi dan tata ruang laut. Akan tetapi, banyaknya
peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh eksekutif dan legislatif
tidak serta merta mengakibatkan tegaknya kedaulatan NKRI di Kepulauan Natuna
2. Indonesia sebagai kepulauan dan memiliki batas yang panjang dan terbuka dari mana-
mana, menyimpan potensi kerawanan karena sulitnya pengawasan terhadap wilayah
perbatasan dan pulau-pulau terluar terutama yang berbatasan langsung dengan Negara
tetangga. Masalah status wilayah dan ketidakjelasan batas-batas Negara sering menjadi
sumber persengketaan di antara Negara-negara yang berbatasan atau berdekatan.
3. Terdapat tumpang tindih pengaturan dan masih perlu adanya harmonisasi peraturan
perundang-undangan berkenaan dengan penegakan kedaulatan di Kepulauan Natuna.
Sehingga dapat mengantisipasi secara efektif terhadap konflik kedaulatan yang terjadi.
4. Ketersediaan sarana dan prasarana yang khusus dan tepat, serta didukung peran serta
masyarakat dan pihak berwenang terkait yang mampu menguasai baik medan yang
sangat luas dan penuh tantangan maupun penguasaan atau pemahaman secara
menyeluruh atas peraturan perundang-undangan tentang kelautan.

II. SARAN

1. Sangat diperlukan suatu kebijakan maritim nasional (national maritime policy)


agar mampu mengembangkan pola integrasi wilayah dan pemanfaatannya secara
berkelanjutan, dan mengimplementasikan prinsip-prinsip pengelolaan kelautan
(ocean management),sehingga tercipta good maritime governance bagi NKRI.
2. Perlu ada ketegasan dan kejelasan dalam pembagian kewenangan pengelolaan
sumberdaya kelautan antara Pusat dan daerah secara proporsional dengan benar-
benar memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah itu sendiri
sehingga timbul kepedulian masyarakat Kepulauan Natuna terhadap Kedaulatan
wilayah NKRI
3. Perlu ada ketegasan dan kejelasan dalam kewenangan dalam pengelolaan ulau-
pulau terluar antara Pusat dan daerah secara proporsional dengan benar-benar
memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah itu sendiri;

4. Perlu melakukan harmonisasi terhadap seluruh kebijakan kelautan yang berlaku


sehingga tujuannya selaras dengan visi Poros maritime dunia sekaligus dapat
mewujudkan good maritime governance

DAFTAR PUSTAKA

Literatur Buku

Abdullah, Razali: Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa, Rajawali
Pres, Jakarta, 1983.

Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung, 1983.


A.K., Syahmin, Beberapa Perkembangan dan Masalah Hukum Laut Internsional, Binacipta,
Jakarta, 1985.

Baiq LSW Wardhani, Kajian Asia Pasifik, Intrans Publishing, Malang, 2015

Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996

Butje Tampi. Konflik Kepulauan Natuna antara Indonesia dengan China, suatu Kajian
Yuridis. Jurnal Hukum Unsrat, Vol. 23/No. 10/Juli-Desember/2017

Busro, Nilai dan Berbagai Aspeknya dalam Hukum, Bharata, Jakarta, 1989.

Dahuri, Rokhmin Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2000

Daoed Joesoef, Jalesveva Jayamahe, Maritime Review PPAL, Jakarta, 2013

Darmawan, Menyibak Gelombang Menuju Negara Maritim, Kajian Strategis Mewujudkan


Poros Maritim Dunia, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2018

Goesniadhie, Kusnu, Harmonisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-Undangan, JP Books,


Surabaya, 2006.

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta, 1990.

Hartono, Sunaryati, Politik Hukum Menuju Satu SIstem Hukum Nasional, Alumni, Bandung,
1991.

Husin, Sukanda, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Ismatullah, Deddy, Politik Hukum, Kajian TataNegara, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
2018.
Jaya, Nyoman Serikat Putera, Politik Hukum, Badan Penyediaan Bahan Kuliah Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang, 2004.
Kantaatmadja, Bunga Rampai Hukum Lingkungan Laut Internasional, Alumni, Bandung,
1982.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Laut Masa Depan Bangsa, Penerbit
Buku Kompas, Jakarta, 2018.

Kusumaatmadja, Mochtar. Bunga Rampai Hukum Laut, Binacipta, Jakarta, 1985.


L. Tanya, Bernard, Politik Hukum (Agenda Kepentingan Bersama), Yogyakarta, Genta
Publishing, 2009.

Marsetio. 2014. Sea Power Indonesia, Jakarta: Universitas Pertahanan

Matutu, Mustamin DG. dkk, Mandat, Delegasi, Attribusi dan Implementasinya di Indonesia,
UII Press, Yogyakarta, 1999

Nontji, Anugerah, Laut Nusantara, Edisi Ke-3, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2002
Parthiana, Wayan, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1990.
RC. Sharma, India’s Ocean Policy. Khama Publishers,New Delhi, India, 2004
Rahardjo, Satjipto , Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
Rawls, John A Theory of Justice, terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan,
(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006
R.R. Churcil and A.V. Lowe, The Law of The Sea, Manchester University Press, Manchester,
1999.
Said Ali, As’ad, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Bangsa, LP3ES, Jakarta, 2009.
Sekhar, Vibanshu & Liow, Joseph Chiyong. 2017. Indonesia as a Maritime Power: Jokowi’s
Vision, Strategies, and Obstacles Ahead. Maritime Review PPAL

Sopandi, Ade, Fondasi Negara Maritim, Yayasan Pustaka Nasution, Jakarta, 2018.

Konvensi Internasional dan Peraturan Perundang-Undangan Nasional

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Internasional Tahun 1982

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan


CURRICULUM VITAE

1. Nama : David Maharya Ardyantara

2. Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 5 Juni 1974

4. Alamat : Jl. Pahlawan 32 A Temanggung - Jawa Tengah

5. Status : Menikah

6. Telepon : 0888 0621 2998 / 081 226 560 290

7. E-mail : davidardyantara@gmail.com

8. Pendidikan Formal : - SD ST Antonius Semarang Tahun 1980


- SMP PL Domenico Savio Semarang Tahun 1986
- SMA Negeri 3 Semarang Tahun 1989
- S-1 Ilmu Kelautan UNDIP Tahun 1992
- S-2 Magister Manajemen Sumberdaya Pantai UNDIP,
Tahun 2013-2015 (Tidak Tamat)
- S-2 Magister Hukum Universtas Semarang Tahun 2018-
sekarang
Pendidikan Non Formal :- Sertifikasi Internasional Pelatih Vokasi dari IHK Trier
Jerman 2016

- Lemhannas RI Taplai/KBS Course 2017

9. Pengalaman Pekerjaan :- Politeknik Santo Paulus Surakarta tahun 2013 s.d 2016
sebagai Kepala Bidang Kerjasama dan Pengembangan
- Sekolah Vokasi Lamandau Kalimantan Tengah tahun
2013 sebagai Staf bidang Kerjasama dan Sumber Daya
Manusia

- Perintis D1 Vokasi Berkelanjutan prodi Perikanan di


Kabupaten Temanggung 2012

- Project Minapolitan Kabupaten Temanggung 2010-2013

- PT Bank Danamon- Danamon Simpan Pinjam Semarang


tahun 2008 s,d 2010 sebagai Senior Account Officer

- PT Karya Zirang Utama Daihatsu Semarang tahun 2001


s.d 2008 sebagai Sales Supervisor

- Auto 2000 Jakarta tahun 1999 s.d 2001 sebagai Project


Officer

- PT Nostalgia Antique Boja tahun 1997 s.d. 1999 sebagai


Sales Manager

10. Pengalaman Organisasi :


- Sekretaris Ikatan Keluarga Alumni LEMHANNAS RI
Komisariat Jawa Tengah

- Dewan Pengarah Forum Perantara Jawa Tengah

- Ketua International Scientific Diving Association chapter


Jawa Tengah

- TVET ASEAN Region 2015=2018 sebagai Anggota

- SEAMOLEC Indonesia 2014-2019 sebagai Anggota

- Korps Menwa Mahadipa Jawa Tengah

11. Pengalaman Pendampingan


- Pendampingn wanita pesisir Mangkang Kulon Kota
Semarang 2011
- Pendampingan Minapolitan Kabupaten Temanngung
2012
- Pendampingan Pendirian Politeknik Lamandau 2013
- Pendampingan konservasi Rajungan di Betahwalang
Kabupaten Demak 2014

12. Pengalaman Internasional :


:
-Delegasi Indonesia dalam International Mobilitation on
Ensuring Greater Impact for Technology Vocational and
MoU Signing Between ASEAN and P.R of China di
Jakarta 16-17 April 2015

- Delegasi Indonesia dalam TVET International


Conference on Sustainable Development and
Conservation di Brunei Darussalam 1-2 Juni 2016
13. Karya Tulis Ilmiah :
- Harmonisasi UU Kelautan untuk Menjaga Kedaulatan dalam Pengelolaan
Sumberdaya Laut di Indonesia Menghadapi Kebijakan PBB tentang Area
Beyond National Jurisdiction dibawakan dalam Seminar Nasional Politik dan
Hubungan Internasional Universitas Wahid Hasyim 2019
-

Anda mungkin juga menyukai