Anda di halaman 1dari 4

Kajian Hukum Terhadap Peraturan Walikota Ambon No.

16 Tahun 2020
tentang Pembatasan Kegiatan Orang, Aktivitas Usaha dan Moda Transportasi
Dalam Penanganan Covid-19 di Kota Ambon berdasarkan Asas Kesesuaian
Jenis, Hierarki dan Materi Muatan Pasal 5 huruf (d) Undang-Undnag No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Asas kesesuaian jenis, hierarki dan materi muatan merupakan salah satu
asas pembentuk peraturan perundang-undangan yang secara eksplisitif ditegaskan
dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan. Asas ini mengandung arti bahwa materi muatan dari suatu peraturan
perundang-undangan yang dibentuk harus sesuai atau sejalan dengan jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan dan tidak boleh melenceng atau tidak sejalan.
Dalam konteks adanya Peraturan Walikota Ambon No. 16 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Kegiatan Orang, Aktivitas Usaha dan Moda Transportasi Dalam
Penanganan Covid-19 di Kota Ambon (Perwali) bila dikaitkan dengan asas
pembentukan sebagaimana dimaksud di atas maka terdapat 2 garis besar
ketidaksesuaian, antara lain:
Pertama, dari segi “Legal Terms” atau “Terminologi Hukum” dan Materi
Muatan, Perwali yang dibuat tidak sinkron dan sesuai dengan Undang-Undang No. 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan No.
9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Desease 2019 (Covid-19). Terminologi hukum
yang dipakai dalam kedua aturan tersebut adalah Pembatasan Sosial Berskala
Besar/PSBB, hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 49 UU Kekerantinaan Kesehatan
dan Pasal 12 Peraturan MenKes, dimana lewat terminologi tersebut terkandung suatu
konteks yaitu kedaruratan atau urgentsitas sehingga konsekuensinya adalah segala
bentuk peraturan pelaksana di bawahnya juga harus dibuat dalam kerangka
terminologi yang sama, karena materi muatan yang didasarkan oleh terminologi
tersebut akan berbeda dengan materi muatan yang menggunakan terminologi diluar
dari PSBB. Dalam Perwali 16 Tahun 2020 digunakan terminologi yang berbeda yakni
Pembatasan Kegiatan Orang…..” dan bukan terminologi PSBB, hal ini jelas berbeda
dan mempengaruhi materi muatan yang juga terkandungan di dalamnya.
Kedua, dari segi jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, Perwali
No. 16 Tahun 2020 telah kehilangan kekuatan hukum karena tidak memiliki
kesesuaian dengan peraturan perundangan di atasnya dalam hal ini Peraturan
MenKes. Alasannya, Peraturan MenKes dengan menggunakan terminologi hukum
PSBB yang dikeluarkan dan berlaku efektif pada tanggal 9 Juni 2020 tersebut
sebenarnya telah membangun suatu pranata hukum baru sehingga dengan otomatis
telah menggeser kedudukan Perwali yang sama sekali tidak mengandung terminologi
yang sama. Dengan adanya penggeseran tersebut maka secara hierarkis Perwali No.
16 Tahun 2020 secara normatif telah kehilangan legalitas hukumnya, karena tidak
sejalan dengan amanat UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan khususnya Pasal 5 yang mengatur mengenai asas pembentukan
terlebih dalam kaitan dengan asas kesesuaian yang harus dijunjung.
Dengan demikian kesimpulannya adalah Perwali No. 16 Tahun 2020 tidak
sesuai dengan asas kesesuaian jenis, hierarki, dan materi muatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 karena Perwali tersebut tidak
mengikuti serta menyesuaikan dengan kebijakan dan arahan pemerintah pusat dalam
hal keseragaman penerapan kebijakan hukum yang dilakukan dalam suatu
penggunaan makna yaitu PSBB.
Kajian Hukum Terhadap Peraturan Walikota Ambon No. 16 Tahun 2020
tentang Pembatasan Kegiatan Orang, Aktivitas Usaha dan Moda Transportasi
Dalam Penanganan Covid-19 di Kota Ambon terkait Pembagian Pengoperasian
Angkutan Umum Secara Bergilir (shift) berdasarkan Asas Keadilan Pasal 5
huruf (d) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan

Asas Keadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (d) UU No. 12


Tahun 2011 memiliki pengertian bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-
Undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara. Makna proporsional dalam hal ini adalah keseimbangan keadilan yang di
dapat oleh setiap warga negara harus sama dan tidak hanya menguntungkan salah
satu kelompok atau pihak. Dalam kaitannya dengan Perwali No. 16 Tahun 2020
pengimplementasian asas keadilan khususnya dalam pengaturan pembagian
pengoperasian angkutan umum secara bergilir atau yang sering disebut aturan ganjil
genap masih belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pembagian pengoperasian angkutan umum secara bergilir atau ganjil genap
didasarkan pada Pasal 59 ayat (3) huruf c Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dimana kedua pasal tersebut secara tegas
mengatakan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar termasuk meliputi pembatasan
kegiatan di tempat umum atau fasilitas umum. Rumusan pasal inilah yang kemudian
menjadi dasar penerapan ganjil genap oleh Pemerintah Kota Ambon yang dituangkan
dalam Pasal 32 Perwali No. 16 Tahun 2020.
Dalam Pasal 32 Perwali No. 16 Tahun 2020 disebutkan beberapa poin
dalam pembagian pengoperasian angkutan umum yaitu sistem ganjil genap
diterapkan untuk angkutan umum, pembatasan jumlah penumpang dengan maksimal
50 persen pengangkutan berdasarkan kapasitas kendaraan, dan pembatasan jam
operasional untuk angkutan penumpang dari pukul 05.30 sampai 21.00 WIT. Bila
dikaitkan dengan asas keadilan yang menjadi dasar pembentukan suatu peraturan
perundang-undang, Perwali No. 16 Tahun 2020 belum memuat suatu proporsionalitas
keadilan bagi setiap warga negara khususnya bagi para pengemudi angkutan umum.
Dalam Pasal 4 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020
disitu disebutkan bahwa terhadap pembatasan sosial berskala besar yang meliputi
pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum harus mempertimbangkan
beberapa hal salah satunya produktivitas kerja dan kebutuhan dasar penduduk. Bila
diteliti, Pasal 32 Perwali No. 16 Tahun 2020 belum mempertimbangkan ketentuan
Pasal 4 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020, alasan penerapan
ganjil genap hanya diterapkan bagi angkutan umum tidak bagi angkutan pribadi.
Seharusnya penerapan ganjil genap juga diterapkan bagi angkutan pribadi dengan
spesifikasi seperti angkutan pribadi yang digunakan untuk angkutan dengan sistem
daring atau online seperti Gojek dan Grab juga harus dikenakan penerapan ganjil
genap tersebut.
Fakta yang terjadi bahwa angkutan umum tidak hanya berbasis
konvensional tetapi juga modern sehingga pengaturan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 Perwali 16 Tahun 2020 tentu merugikan salah satu pihak yakni para
pengemudi angkutan konvensional. Bila dibandingkan, pendapatan dari angkutan
konvensional lebih kecil dari pada angkutan modern dengan sistem daring karena
dalam sekali pemakaian jasa jumlah pendapatan dihasilkan lebih besar. Hal inilah
yang menunjukan bahwa Perwali 16 Tahun 2020 belum mengimplementasikan asas
keadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 karena
proporsonalitas yang ditekankan dalam rumusan norma tersebut belum dilaksanakan
dengan baik, dalam perspektif legalitas hukum produk peraturan perundang-undangan
yakni Perwali No. 16 Tahun 2020 dapat dikatakan catat hukum sehingga
menimbulkan konsekuensi batal demi hukum.

Anda mungkin juga menyukai