Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PANCASILA

Undang-Undang yang Telah Melalui Uji Konstitusional di Mahkamah


Konstitusi

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 7

- Arlon Julio Malaka (D071221001)


- Syahni Azzahra Dwi Salzabila (D071221027)
- Istifada (D071221041)
- Radiatul Adwiah (D071221055)
- Dinda Hisra H. (D071221069)
- Muhammad Nur (D071221071)
- Muhammad Rifky Anshari Usman (D071221081)

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Undang-Undang
yang Telah Melalui Uji Konstitusional di Mahkamah Konstitusi. Dalam
penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Olehnya itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Gowa, 03 Mei 2023


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia sebagai negara demokrasi


yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 terus berupaya untuk meningkatkan
kualitas pembentukan aturan perundang-undangan yang berlandaskan nilai-nilai
pancasila. Maka dari itu diadakan pengujian undang-undang.

Menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam website resminya pengujian


undang-undang bertujuan untuk menjaga berfungsinya proses demokrasi dalam
hubungan saling memengaruhi antar lembaga legislative, eksekutif, dan yudikatif
dengan kata lain pengujian undang-undang yang dimiliki oleh Mahkamah
Konstitusi berfungsi untuk menjaga mekanisme checks and balances. Tujuan
berikutnya yaitu pengujian undang-undang berfungsi untuk melindungi hak-hak
atau kehidupan pribadi warga negara dari pelanggaran oleh cabang-cabang
kekuasaan negara.

Dalam hal ini sangat penting untuk menganalisis nilai-nilai pancasila dalam
pembentukan aturan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu, melalui
identifikasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses tersebut, diharapkan
dapat memberikan pemahaman yang lebih komperehensif tentang tantangan yang
akan dihadapi dalam mewujudkan hukum yang berlandaskan dan sesuai dengan
nilai-nilai pancasila. Dalam rangka itu, penelitian ini akan menganalisis Undang-
undang yang telah melalui uji konstitusional di mahkamah konstitusi dari segi
ekonomi, politik, sosial budaya, dan hankam.
B. Rumusan Masalah
• Apa saja undang-undang yang telah melalui uji konstitusional di Mahkamah
Konstitusi
• Apa putusan MK terhadap pengujian UU tersebut?
• Apa yang terjadi jika suatu UU yang isinya bertentangan dengan UUD tidak
dilakukkan uji konstitusionalitas?
C. Tujuan
• Mengetahui apa saja undang-undang yang telah melalui uji konstitusinal di
Mahkamah Konstitusi
• Mengetahui putusan MK terhadap pengujian UU yang telah melalui uji
konstitusional
• Mengetahui dampak dari suatu UU yang isinya bertentangan dengan UUD
jika tidak dilakukan uji konstitusionalitas
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Pancasila

Dilansir dari buku Pendidikan Pancasila (2019) karya Ujang Pemana,


Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan syila yang artinya
sendi, dasar, atau peraturan tingkah laku yang baik. Pengertian pancasila
menurut Muhammad yamin Pancasila adalah lima dasar yang berisi
pedoman atau aturan mengenai tingkah laku yang penting dan baik.

Menurut Ir. Soekarno pancasila adalah isi dalam jiwa bangsa Indonesia
yang secara turun-temurun telah terpendam bisu oleh kebudayaan Barat.
Dengan demikian, Pancasila bukan hanya falsafah negara, melainkan
falsafah bangsa Indonesia.

Pancasila memiliki relevansi yang sangat penting dengan pemberian


putusan MK. Pancasila dalam arti ini tampaknya dipahami lebih sebagai
nilai karena hakikatnya untuk menguji norma-norma hukum dari suatu
undang-undang.

2. Undang-Undang
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang- undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Dilansir dari detiknews, menurut Tami Rusli dalam buku Pengantar Ilmu
Hukum, Undang Undang adalah peraturan negara yang memiliki kekuatan
hukum yang mengikat. Undang undang diadakan dan dipelihara oleh
negara. Adapun menurut Buys, undang undang memiliki dua arti:
• Undang undang dalam arti formal yaitu keputusan pemerintah yang
merupakan undang undang karena cara pembuatannya (dibuat
pemerintah bersama dengan DPR).
• Undang undang dalam arti materil yaitu setiap putusan pemerintah
yang menurut isinya mengikat setiap penduduk atau orang.
3. Mahkamah Konstitusi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Mahkamah
Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang melaksanakan kekuasaan kehakiman khususnya yang
berkaitan dengan konstitusi. Dasar hukum pengujian Undang-Undang
sebagai berikut :
• Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
• Pasal 10 ayat (1) huruf a UU 24/2003 juncto UU 8/2011 (UU
MK)
• Pasal 29 ayat (1) huruf a UU 48/2009 (UU Kekuasaan
Kehakiman)
Pasal 24C menjadi landasan konstitusional MK dalam menjalankan
kewenangannya sebagai cabang kekuasaan kehakiman tersebut. Undang-
undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), Pasal
10 ayat (1), menentukan ranah putusan MK berupa:
a. Pengujian Undang-Undang terhadao UUD 1945;
b. Pemutusan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945;
c. Pembubaran partai politik;
d. Perselisihan hasil pemilihan umum.

Secara ideal, pembentukan MK bertujuan untuk memperkokoh


perlindungan demokrasi konstitusional. Negara dalam hal ini, pemerintah
Indonesia, harus menjamin terpenuhinya hak-hak konstitusional warga
negaranya yang secara historis telah digencet oleh kebijakan pemerintah
dituangkan dalam rumusan hukum positif tertulis yang merupakan hasil
kompromi politik perwakian rakyat, dan yang kemudian berlaku pada
public.

B. Undang Undang yang Telah Melalui Uji Konstitusional di Mahkamah


Konstitusi dan Keputudan MK terhadap UU Tersebut.
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang ini mengatur mengenai hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha. Undang-undang ini telah diuji konstitusional oleh MK pada tahun
2007. Dalam uji konstitusional tersebut, MK meninjau beberapa pasal dalam
undang-undang tersebut yang dianggap kontroversial dan bertentangan dengan
UUD 1945. Salah satu pasal yang menjadi perhatian MK adalah Pasal 167 yang
mengatur tentang hubungan kerja waktu tertentu.
Hasil uji konstitusional menunjukkan bahwa MK memutuskan untuk
mempertahankan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dengan beberapa perubahan pada beberapa pasal yang
dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Salah satu perubahan penting yang dilakukan oleh MK adalah penghapusan
ketentuan Pasal 167 yang memperbolehkan pengusaha mempekerjakan pekerja
dengan hubungan kerja waktu tertentu selama 3 tahun berturut-turut. MK
menyatakan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan hak konstitusional
pekerja untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan perlindungan yang cukup
dalam hubungan kerja.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-undang ini mengatur mengenai tata cara pengangkatan, pembinaan,
dan pemberhentian aparatur sipil negara. Undang-undang ini telah diuji
konstitusional oleh MK pada tahun 2016. Dalam uji konstitusional tersebut, MK
meninjau beberapa pasal dalam undang-undang tersebut yang dianggap
kontroversial dan bertentangan dengan UUD 1945. Salah satu pasal yang
menjadi perhatian MK adalah Pasal 32 yang mengatur tentang pemberhentian
aparatur sipil negara.
Hasil uji konstitusional menunjukkan bahwa MK memutuskan untuk
mempertahankan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara dengan beberapa perubahan pada beberapa pasal yang dianggap
bertentangan dengan UUD 1945.
Salah satu perubahan penting yang dilakukan oleh MK adalah perubahan
pada ketentuan Pasal 32 yang semula mengatur tentang pemberhentian aparatur
sipil negara karena melanggar disiplin, keterlambatan, atau absensi tidak sah.
MK memutuskan bahwa ketentuan tersebut melanggar hak konstitusional
aparatur sipil negara untuk mendapatkan perlindungan yang cukup dalam
hubungan kerja dan memutuskan untuk menghapus ketentuan tersebut.
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS)
Undang-undang ini mengatur mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial seperti asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan, dan jaminan sosial.
Undang-undang ini telah diuji konstitusional oleh MK pada tahun 2013. Dalam
uji konstitusional tersebut, MK meninjau beberapa pasal dalam undang-undang
tersebut yang dianggap kontroversial dan bertentangan dengan UUD 1945.
Salah satu pasal yang menjadi perhatian MK adalah Pasal 34 yang mengatur
tentang pembiayaan BPJS.
Hasil uji konstitusional menunjukkan bahwa MK memutuskan untuk
mempertahankan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dengan
beberapa perubahan pada beberapa pasal yang dianggap bertentangan dengan
UUD 1945.
Salah satu perubahan penting yang dilakukan oleh MK adalah penghilangan
batasan kewajiban pembiayaan dari pemerintah dan pihak swasta. MK
menyatakan bahwa batasan tersebut melanggar hak konstitusional masyarakat
untuk memperoleh jaminan sosial dan mengurangi kualitas pelayanan BPJS.
Oleh karena itu, MK memutuskan bahwa kewajiban pembiayaan harus dipenuhi
oleh pemerintah dan pihak swasta secara proporsional dan adil.
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perlindungan Tenaga Kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perlindungan Tenaga Kerja
adalah undang-undang yang mengatur hak dan perlindungan bagi pekerja di
Indonesia. Undang-undang ini telah diuji konstitusional di Mahkamah
Konstitusi (MK) pada tahun 2019.Dalam uji konstitusional tersebut, MK
meninjau beberapa pasal dalam undang-undang tersebut yang menjadi dasar
pengaduan dari sekelompok masyarakat terkait adanya ketentuan yang
dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Hasil uji konstitusional menunjukkan bahwa MK memutuskan untuk
mempertahankan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perlindungan
Tenaga Kerja dengan beberapa perubahan pada beberapa pasal yang dianggap
bertentangan dengan UUD 1945.
Salah satu perubahan penting yang dilakukan oleh MK adalah penghilangan
batasan masa kerja yang semula diatur maksimal 3 jam per hari dan 18 jam per
minggu untuk pekerja paruh waktu. MK memutuskan bahwa batasan masa kerja
tersebut melanggar hak konstitusional pekerja dan mengurangi kepastian
hukum.
C. Dampak UU yang tidak sesuai dengan UUD 1945 jika tidak di uji
konstitusionalkan
Menurut Kemenkumham Ada 6 (enam) faktor yang menyebabkan disharmoni
sebagai berikut:

a. Pembentukan dilakukan oleh lembaga yang berbeda dan sering dalam kurun
waktu yang berbeda;
b. Pejabat yang berwenang untuk membentuk peraturan perundang-undangan
berganti-ganti baik karena dibatasi oleh masa jabatan, alih tugas atau
penggantian;
c. Pendekatan sektoral dalam pembentukan peraturan perundang-udangan
lebih kuat dibanding pendekatan sistem;
d. Lemahnya koordinasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan yang melibatkan berbagai instansi dan disiplin hukum;
e. Akses masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan masih terbatas;
f. Belum mantapnya cara dan metode yang pasti, baku dan standar yang
mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-
undangan.

Disharmoni peraturan perundang-undangan mengakibatkan :

a. Terjadinya perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya;


b. Timbulnya ketidakpastian hukum;
c. Peraturan perundang-undangan tidak terlaksana secara efektif dan efisien;
d. Disfungsi hukum, artinya hukum tidak dapat berfungsi memberikan
pedoman berperilaku kepada masyarakat, pengendalian sosial, penyelesaian
sengketa dan sebagai sarana perubahan sosial secara tertib dan teratur.

Jika sebuah undang-undang tidak sesuai dengan UUD 1945 dan tidak diuji
konstitusional, maka dampaknya dapat beragam tergantung pada besarnya
perbedaan antara undang-undang tersebut dengan konstitusi. Beberapa dampak
yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

• Pelanggaran Hak Asasi Manusia: Undang-undang yang tidak sesuai dengan


UUD 1945 dapat mengandung ketentuan yang melanggar hak asasi manusia
seperti hak atas kemerdekaan, hak atas keadilan, dan hak atas perlindungan
hukum. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi
manusia yang membahayakan warga negara.
• Ketidakpastian Hukum: Ketidaksesuaian antara undang-undang dengan
UUD 1945 dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Hal
ini karena undang-undang yang tidak sesuai dengan konstitusi dapat
dianggap tidak sah dan tidak berlaku, sehingga dapat menimbulkan
ketidakpastian dalam menerapkan undang-undang tersebut.
• Keraguan Terhadap Lembaga Hukum: Jika undang-undang yang tidak
sesuai dengan UUD 1945 tidak diuji konstitusional, maka hal ini dapat
menimbulkan keraguan terhadap lembaga hukum.
• Tidak Ada Sanksi Terhadap Pelanggaran Konstitusi: Jika undang-undang
yang tidak sesuai dengan UUD 1945 tidak diuji konstitusional, maka tidak
ada sanksi atau konsekuensi hukum yang diterapkan terhadap pelanggaran
konstitusi tersebut. Hal ini dapat membahayakan keberlangsungan
demokrasi dan supremasi konstitusi.

Oleh karena itu, penting bagi lembaga-lembaga hukum untuk melakukan uji
konstitusional terhadap setiap undang-undang yang disahkan untuk memastikan
bahwa undang-undang tersebut sesuai dengan UUD 1945 dan melindungi hak-hak
konstitusional masyarakat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Mahkamah Konstitusi (MK) berperan penting dalam menjaga
supremasi konstitusi dan hak asasi manusia di Indonesia. Jika undang-undang
dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945, MK dapat melakukan uji
konstitusional untuk meninjau keabsahan undang-undang tersebut. Jika tidak
diuji konstitusional, maka dapat terjadi dampak negatif seperti pelanggaran hak
asasi manusia, ketidakpastian hukum, dan tidak ada sanksi terhadap
pelanggaran konstitusi. Disharmonisasi peraturan perundang-undangan dapat
diatasi dengan revisi atau amandemen, koordinasi antara lembaga pemerintah,
penerapan asas lex superior, dan pembentukan lembaga/komisi khusus. Dalam
mengatasi disharmonisasi peraturan perundang-undangan, diperlukan
kerjasama antara lembaga pemerintah dan masyarakat serta kesadaran akan
pentingnya harmonisasi peraturan perundang-undangan untuk menciptakan
kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum suatu negara.

Ref :

Arizona, Yance, Endra Wijaya, Tanius Sebastian. 2014. Pancasila Dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi. Jakarta : Epistema Institute.

Anda mungkin juga menyukai