Anda di halaman 1dari 18

KONSEP PERTANGGUNG JAWABAN DALAM

PEMERINTAHAN/LEMBAGA NEGARA

KELOMPOK 5

 IDA IRENNE.E.S.RUMBOIRUSI
MEGALIA.M. WANGGAI
GIAN PRAMANA PUTRA
JULIA PUTRI RAHAYU
CITRA RAMADHANI
EKA RAHMADIYANTI
NOVELA MORIB
NICOLAS SIHOMBING
ANISYAH
KORAISIN MARABESSY
AGUSTHA FLORA .JR. INDEY

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyusun tugas hukum tata negara ini dengan baik
serta tepat waktu. Seperti yang sudah kita tahu “ konsep pertanggung jawaban dalam
Lembaga negara ” sangat penting untuk pengetahuan mahasiswa/i.

Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan tentang “konsep pertanggung jawaban
dalam Lembaga negara ” . Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa membantu
menaikkan pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen Novana
Veronica .J.Kareth,S.H.,M.H karena telah mempercayakan kelompok kami untuk membahas
materi ini. Kepada teman teman yang sudah membantu turut dan dalam penyelesaian
makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.

2
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Sebagaimana diatur dalam pembukaan UUD 1945, alinea ke-4 bahwa tujuan negara Indonesia
adalah melindungi segenap bangsa Indonesia memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban umum. Tujuan negara ini harus sesuai dengan
tujuan hukum dimana hukum mengisi kehidupan yang jujur dan dan didalam seluruh lapisan
masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan negara tentunya harus pelaksanaannya dilakukan oleh negara
dan pemerintah atau Lembaga negara.

Menurut UUD 1945 yang diamandemen secara tersirat ada dua bentuk Lembaga negara meliputi
Lembaga tinggi negara dan independent. Hal ini dapat disimpulkan dari pasal satu UUD 1945 bahwa
kedaulatan rakyat dan dilaksanakan menrut UUD ini dengan demikian sebutan Lembaga tertinggi
negara MPR tidak belaku lagi. Dalam pembentukan Lembaga negara ada yang didasarkan secara
langsung meurut UU tetap ada juga yang berdasarkan Kepres.

Hal ini dikarenakan pada asas kepentingan yang mendesak. Misalnya pembentkan Lembaga
Ombusman dimana untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian sistem
pertanggung jawaban Lembaga negara yang terbentuk sesuai dengan dasar hukum pembentukannya.
Bila dibentuk berdasarkan UU maka pertanggung jawabannya ditujukan ke DPR sedangkan bila
berdasarkan Kepres maka pertanggung jawbannya ditujukan ke Presiden. Sistem pertanggungjawaban
ini tentunya sangat diperlukan oleh Lembaga negara karena menurut Clader dan Plano adalah untuk
menciptakan adanya Checks and Balance.

Sistem pertanggung jawaban pemerintah negara sebagai Lembaga negara kepada pihak yang
memberi kewenanagan sering mempengaruhi pelayanan public dalam rangka penciptaan good
governance. Sehingga aadanya permasalahan dikonsumen yaitu masyarakat sebagai pihak yang
dilayani oleh Lembaga negara. Dengan demikian sering terjadi konflik baik secara hukum maupun
politis.

3
1. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan beragamnya sistem pertanggung jawaban ini maka dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut yaitu :

 Apa arti pertanggungjawaban hukum dan politik ?


 Bagaimana cara mewujudkan pertanggungjawaban hukum dan politik oleh Lembaga
negara dalam rangka Good Governance ?

2.Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah tertera,maka makalah ini dibuat agar :

 Semua kalangan dapat menciptakan sistem Checks and Balance dalam melaksanakan Good
Governance

 Semua kalangan,termasuk mahasiswa mengetahui lebih dalam mengenai konsep


pertanggungjawaban dalam Lembaga negara

 Mengetahui berjalannya sistem pemerintahan good governance dan pertanggungjawaban


hukum dan politik didalamnya

4
BAB II

PEMBAHASAAN

1.PENGERTIAN TANGGUNGJAWAB
Tanggung jawab menurut kamus Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya. Bertanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah kewajiban
menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab
adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran atau kewajiban.
Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa setiap
manusia dibebani dengan tanggung jawab, apabila dikaji tanggung jawab itu adalah kewajiban yang
harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat.
Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab, manusia merasa bertanggung jawab karena ia
menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan
pengadilan atau pengorbanan.
Selanjutnya mengenai tanggung jawab hukum Ridwan halim mendefinisikan tanggung jawab
hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak
dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban
untuk melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan
yang telah ada.
berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam
penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak/melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut
ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang dilakukan secara tidak
memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan
pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan.
Dalam kamus hukum terdapat dua istilah yang masuk dalam istilah pertanggung jawaban,yaitu
liability (the state of being liable) dan responsibility (the state of fact being responsible).
Liability didefinisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban,yang bermakna paling
komprehensif meliputi hampir setiap karakter tanggung jawab dan resikonya.Sementara responsibility
merupakan hal yang dapat dipertanggung jawabkan atas suatu kewajiban ,termasuk keputusan,
keterampilan,kecakapan,dan kemampuan.
Pertanggung jawaban menurut Undang-Undang merupakan kewajiban mengganti kerugian yang
timbul karena perbuatan melanggar hukum.

 Aspek teoritik pertanggungjawaban hukum pemerintah


ajaran tentang pemisahan (lembaga) kekuasaan negara
Ajaran ini menghendaki agar setiap lembaga negara berdiri sendiri dengan kekuasaannya dan
peranannya sendiri-sendiri sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan konstitusi. Dalam hal ini,
masing-masing lembaga kekuasaan negara harus saling menghormati dan tidak boleh saling
5
mempengaruhi atau intervensi.
Namun dalam konsep negara hukum, setiap subjek hukumnya harus sesuai dengan peraturan hukum
yang berlaku dalam segala tindakannya atau perbuatannya.
Sehingga, ketika lembaga yudisial menyelesaikan masalah pelanggaran hukum yang dibuat oleh
pemerintah (lembaga eksekutif), maka tidak dapat disebut sedang melakukan intervensi pada kegiatan
pemerintahan.
Pergeseran konsep dari kedaulatan negara menjadi kedaulatan hukum
Dalam doktrin kedaulatan negara mengandaikan bahwa negara itu lebih dari hukum, dan semua
kegiatan negara tidak dapat dicapai oleh hukum.
Implikasi lain, hukum merupakan buatan negara atau apabila merujuk pada John Austin, yang
menyebutkan:
“law is a command of the lawgiver,” sehingga tidak logis apabila buatan negara itu menghakimi
pembuatnya.
Dari segi hukum, negara atau pemerintah sebagai subyek hukum, merupakan badan hukum yang
memiliki kedudukan istimewa dibandingkan dengan badan hukum lainnya.
Namun negara tidak dibebaskan dari tanggung jawab dalam segala tindakannya.
Secara umum, diakui bahwa tidak ada subjek hukum dalam bentuk apapun yang dapat menghindari
akibat dari perbuatan hukumnya.
Telah jelas bahwa setiap penggunaan kewenangan itu di dalamnya terkandung pertanggungjawaban,
namun demikian harus pula dikemukakan tentang cara-cara memperoleh dan menjalankan
kewenangan.
Di samping penentuan kewajiban tanggung jawab itu didasarkan pada cara-cara memperoleh
kewenangan, juga harus ada kejelasan tentang siapa yang dimaksud oleh pejabat dan kapan atau pada
saat bagaimana seseorang itu disebut dan dikategorikan sebagai pejabat.
Yang dimaksud dengan pejabat adalah seorang yang bertindak sebagai wakil dari jabatan, yang
melakukan perbuatan untuk dan atas nama jabatan.
Sehingga, tampak bahwa tindakan hukum yang dijalankan oleh pejabat dalam rangka menjalankan
kewenangan jabatan atau melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama jabatan, maka tindakannya
itu dikategorikan sebagai tindakan hukum jabatan.mengenai pertanggungjawaban pejabat ada dua teori
yang dikemukakan oleh Kranenburg dan Vegting, yaitu;
“Fautes personalles”, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga itu
dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian.Fautes de
services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga itu dibebankan pada
instansi dari pejabat yang bersangkutan.”

Secara teoritis, presiden atau Pemerintah memiliki dua kedudukan yaitu sebagai salah satu organ
negara dan sebagai administrasi negara. Sebagai organ negara pemerintah bertindak untuk dan atas
nama negara. Sedangkan sebagai administrasi negara, pemerintah dapat bertindak baik di lapangan
pengaturan (regelen) maupun dalam lapangan pelayanan (bestuuren). Administrasi (Negara) adalah
badan atau jabatan dalam lapangan kekuasaan eksekutif yang mempunyai kekuasaan mandiri
6
berdasarkan hukum untuk melakukan tindakan tindakan pemerintahan baik di lapangan pengaturan,
maupun penyelenggaraan administrasi Negara. Kembali pada pernyataan bahwa setiap orang selalu
dapat melakukan kesalahan, maka diperlukan suatu pengawasan baik internal maupun eksternal. Salah
satu instrumen pengawasan itu adalah melalui dan oleh hukum, dan karena secara konstitusional
pemerintah adalah pemegang otoritas membentuk dan melaksanakan hukum, maka patut diwaspadai
segala sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemerintah.
Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa UUD NRI Tahun 1945 menganut 2 (dua) pola pembagian
kekuasaan negara dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu pembagian kekuasaan negara secara
horizontal dan vertikal.
a. Pembagian kekuasaan negara secara horizontal adalah pembagian kekuasaan negara kepada
organ negara yang disebut lembaga Negara, misalnya Presiden, DPR, MA, MK, BPK dan
sebagainya.
b. Sedangkan pembagian kekuasaan negara secara vertikal adalah pembagian kekuasaan negara
antara Pemerintah Pusat ( Pemerintah) dengan Pemerintah Daerah.Dengan adanya penyerahan
urusan pemerintahan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang menjadi
kewenangannya atau otonominya menyebabkan kekuasaan dan beban Pemerintah Daerah
cukup luas, karena itu perlu diimbangi dengan penyelenggaraan pemerintahan yang
bertanggung jawab (accountable) untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan
(detournement de pouvoir) oleh Pemerintah Daerah. Mewujudkan pemerintahan yang
bertanggung jawab, tentu tidak mudah. Karena itu, Lord Acton dalam Miriam Budiardjo, telah
memperingatkan bahwa penggunaan kekuasaan atau wewenang sangat potensial untuk
disalahgunakan, sebagaimana diungkapkannya “Power trends to corrupt, but absolute power
corrupts absolutely”. Semakin besar kekuasaan, akan semakin besar pula kecenderungan
untuk disalahgunakan.
Wewenang menurut Bagir Manan dalam Ridwan H.R. , dalam bahasa hukum tidak sama dengan
kekuasaan (macht) . Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam
hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten).
Istilah pertanggungjawaban, secara etimologi berasal dari kata tanggung jawab. W.J.S. Purwadarminta
mengartikan kata tanggung jawab sebagai suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau ada
sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Tanggung jawab dikaitkan
dengan sesuatu keharusan yang dibarengi dengan sanksi, bila terdapat sesuatu yang tidak beres dalam
keadaan wajib menanggung segala sesuatu tersebut. Dalam bahasa Inggris pertanggungjawaban
disebut accountability yang berasal dari kata account. Dawn Oliver dan Gavin Drewry, mengartikan
accountability sebagai keadaan untuk dipertanggungjawabkan, dan accountable diartikan sebagai
bertanggung jawab.
Dalam negara hukum, wewenang pemerintahan itu berasal dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara
teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui tiga cara,
yakni atribusi, delegasi dan mandat. H.D. van Wijk dalam Ridwan H.R. mendefinisikan atribusi,
delegasi dan mandat sebagai berikut:
a. Attributie atau atribut adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang
kepada organ pemerintahan;
b. Delegatie atau delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan
kepada organ pemerintahan lainnya;

7
c. Mandaat atau mandat adalah terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya
dijalankan oleh organ lain atas namanya.Dalam suatu negara hukum setiap tindakan jabatan yang
dilakukan oleh suatu perwakilan (vertegenwoordiger) yaitu pejabat (ambtsdrager) harus berdasarkan
pada asas legalitas, artinya setiap tindakan jabatan harus berdasarkan pada wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan. Dan penggunaan wewenang untuk melakukan tindakan hukum
harus dapat dipertanggung jawabkan demikian pula,Sri Soemantri, mengemukakan bahwa setiap
pemberian kewenangan kepada pejabat pemerintah tersirat didalamnya tentang pertanggungjawaban
dari pejabat yang bersangkutan. Dalam konsep hukum publik dikenal prinsip “geen bevoegdheid
(macht) zonder veraantwoordelijkheid” (tidak ada kewenangan kekuasaan tanpa pertanggungjawaban).
Menurut Jimly Asshiddiqie, konsep Pertanggungjawaban ada dua yakni pertanggungjawaban personal
atau pribadi dan pertanggungjawaban institusional atau jabatan. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa
jikalau seorang pejabat didalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai dengan norma atau
peraturan hukum yang berlaku, maka tindakannya tersebut dipertanggungjawabkan secara jabatan atau
pertanggungjawaban institusional, tetapi sebaliknya jikalau seorang pejabat melaksanakan tugas dan
kewenangannya melanggar norma atau aturan hukum yang berlaku maka pelaksanaan tindakannya
tersebut dipertanggungjawabkan secara pribadi atau pertanggungjawaban personal.
Dalam kamus istilah hukum Fockema Andreae Algra mengemukakan bahwa tanggung jawab
merupakan terjemahan dari Verantwoording yang artinya membuat perhitungan dan pertanggung
jawaban tidak hanya mempertanggungjawabkan bahwa semua pendapatan yang diperkirakan telah
masuk dan pengeluaran apa saja yang telah dibayarkan dan untuk apa pengeluaran itu digunakan
(kebenaran formal dari perhitungan) tetapi juga harus mempertahankan kebijakan yang dilakukan dan
kebenaran materiil dari semua pengeluaran.Dalam hubungan dengan pertanggungjawaban keuangan
Negara atau Daerah, Robert D. Lee menyatakan : “An a democracy, budgeting is adevice for limiting
the powers of government. Two issue in the evolution of modern publik budgeting as an instrument of
ccountability to whom and for what purposes”.

Dalam hal ini ada keterkaitan antara anggaran Negara atau daerah dengan pertanggungjawaban, karena
anggaran adalah alat (as an instrument) dari pertanggungjawaban (accountability). Ketentuan
mengenai pertanggungjawaban keuangan daerah dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 17
Tahun 2003, hanya mengatur bahwa gubernur/bupati/walikota menyampaikan rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh BPK yang meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas dan catatan atas
laporan keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah, berkaitan dengan
pengaturan dalam Pasal 27 ayat (1) huruf I UU No. 32 Tahun 2004.
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa makna pertanggungjawaban Pemerintah Daerah
adalah bahwa meskipun Pemerintah Daerah mempunyai kebebasan yang bertumpu pada otonomi
dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang dibebankan kepadanya yakni kebebasan dan
kemandirian (vrijheid en zelfstandigheid), namun Pemerintah Daerah tidak dapat membebaskan diri
dari hasil atau akibat perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk melaksanakannya secara layak apa
yang diwajibkan kepadanya.

 Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah


Otonomi menurut Koesoemahatmadja berarti pemerintahan sendiri (zelfregering) yang oleh van
Vollenhoven dibagi atas
a. zelfwetgeving (membuat Undang Undang sendiri)

8
b. zelfuitvoering (melaksanakan sendiri)
c. zelfrechtspraak (mengadili sendiri)
d. zelfpolitie (menindaki sendiri)
Namun demikian, keotonomian daerah tersebut tetap berada pada batas yang tidak melampaui
wewenang Pemerintah yang menyerahkan urusan kepada Pemerintah Daerah.
Dari pemahaman tentang otonomi daerah tersebut, maka pada hakikatnya otonomi daerah
adalah wewenang Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga sendirinya.
Wewenang tersebut bersumber dari undang-undang (otonomi) dan urusan-urusan pemerintah pusat
yang diserahkan kepada daerah (tugas pembantuan). Istilah sendiri dalam wewenang mengatur dan
mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu daerah.Sebagai konsekuensi dari negara
hukum dan negara demokrasi, maka Pemerintah Daerah di Indonesia harus memberikan
pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan urusan atau fungsi pemerintahan baik kepada Pemerintah
maupun kepada DPRD dan rakyat secara langsung.
Pertanggungjawaban politik dalam realitasnya berkaitan dengan sistem politik atau lebih memusatkan
pada tekanan demokrasi (democratic pressure). Jika Pertanggungjawaban politik ini diaplikasikan
kedalam penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004, maka pelaksanaan
urusan pemerintahan dalam bentuk tugas dan wewenang serta kewajiban Pemerintah Daerah
sebagaimana diatur dalam Pasal 25, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 110 ayat (2), menimbulkan
konsekuensi untuk mempertanggungjawabkannya, sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (1) huruf i dan huruf
k dan ayat (2) dalam bentuk, Pemerintah Daerah :
1). wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan Daerah
2). Wajib menyampaikan rencana strategis (renstra) penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan
Rapat Paripurna DPRD
3). Wajib memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah
4). Wajib memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD
5). menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Dalam Pasal 27 ayat (3) ditegaskan bahwa laporan tersebut pada Pasal 27 ayat (2), disampaikan
kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Pemerintah lebih bersifat politis, karena laporan
tersebut digunakan oleh Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah
daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sedangkan laporan keterangan pertanggungjawaban
kepada DPRD digunakan memberikan nilai atas isi pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.

Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah harus
diartikan sebagai pertanggungjawaban yang bersifat interen dalam rangka evaluasi dan pembinaan
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan laporan keterangan pertanggungjawaban
kepada DPRD dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban yang bersifat eksteren, walaupun sifatnya
hanya berupa laporan keterangan,namun hal ini dapat berimplikasi hukum terutama dalam pengajuan

9
rancangan peraturan daerah (raperda) tentang APBD dan pemberhentian Kepala daerah dan wakilnya
dalam masa jabatannya, yang kemungkinannya DPRD akan menolak atau tidak menyetujuinya.Selain
itu, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban menyusun rencana strategis penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang disampaikan dihadapan rapat paripurna DPRD. Secara politis isi
perencanaan ini yang harus dipertanggungjawabkan pelaksanaannya dalam bentuk laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD. Namun demikian pelaksanaan rencana strategis tersebut tidak
dapat dipisahkan dengan pelaksanaan peraturan perundangundangan, karena pelaksanaan rencana
strategis membutuhkan dana dari rakyat yang penggunaannya harus mendapatkan persetujuan DPRD.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pertanggungjawaban di bidang politik dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) macam yakni: pertanggungjawaban wajib dan pertanggungjawaban sukarela.

Pertanggungjawaban wajib dapat dibedakan lagi menjadi 2 (dua) macam yakni :


a. pertanggungjawaban biasa yang wajib dilakukan satu kali dalam setahun sebagaimana diatur
dalam Pasal 27 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004
b. pertanggungjawaban luar biasa yang diwajibkan oleh DPRD dalam bentuk meminta laporan
keterangan pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
dalam masa jabatan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a
UU No. 32 Tahun 2004
Sedangkan pertanggungjawaban sukarela timbul atas dasar tanggung jawab moral pemerintah daerah
kepada rakyat dengan menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
masyarakatnya.
Pertanggungjawaban di bidang politik mencakup pula pertanggungjawaban terhadap kebijaksanaan
penggunaan keuangan daerah, karena yang dipertanggungjawabkan adalah pemanfaatan keuangan
daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah tidak boleh berbuat salah, karena rencana pemanfaatan
keuangan daerah terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPRD. Persetujuan terhadap Ranperda
APBD merupakan tindakan pembenar terhadap rencana pemerintah daerah yang tercantum dalam
Perda APBD. Perencanaan ini diuji kebenarannya oleh DPRD melalui usulan Ranperda tentang
APBD.
Politik pemanfaatan keuangan daerah dalam praktek tidak pernah lepas dari pengawasan DPRD dan
Badan Pemeriksa Keuangan.Adapun mekanisme pertanggungjawaban politik Pemerintah Daerah
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
Mekanisme pertanggungjawaban akhir tahun anggaran diatur dalam Pasal 6, 7, 8, dan 9 PP No. 108
Tahun 2000 tersebut yang substansinya menegaskan bahwa pertanggungjawaban akhir tahun anggaran
dibacakan oleh Kepala Daerah di depan sidang paripurna DPRD dan setelah itu dokumen
pertanggungjawaban diserahkan kepada DPRD untuk dilakukan penilaian. Pertanggungjawaban
Kepala Daerah dapat ditolak apabila terdapat perbedaan yang nyata antara rencana dengan realisasi
APBD yang merupakan penyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan tolak ukur renstra.

Apabila pertanggungjawaban kepala daerah ditolak oleh DPRD, maka DPRD dapat mengusulkan
pemberhentian kepada Presiden melalui Menteri dalam Negeri bagi Gubernur dan kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur bagi Bupati/Walikota.Sedangkan mekanisme pertanggungjawaban
10
akhir masa jabatan diatur dalam Pasal 18, 19, dan 20 PP No. 108 Tahun 2000 yang substansinya pada
Umumnya sama dengan mekanisme pertanggungjawaban akhir tahun anggaran yang berbeda adalah
kalau pertanggungjawaban ini ditolak oleh DPRD, maka Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
yang bersangkutan tidak dapat dicalonkan kembali untuk masa jabatan berikutnya.Selain kedua
mekanisme di atas, ada lagi mekanisme pertanggungjawaban Kepala daerah karena Hal Tertentu
sebagaimana diatur dalam Pasal 21, 22, 23, 24, dan 25 PP. No. 108 Tahun 2000.

Substansi pertanggungjawaban karena hal tertentu ini merupakan keterangan sebagai wujud
pertanggungjawaban Kepala Daerah yang berkaitan dengan dugaan atas perbuatan pidana Kepala
Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah yang oleh DPRD dinilai dapat menimbulkan krisis kepercayaan
publik yang luas yang dilakukan karena panggilan DPRD atau karena inisiatif sendiri. Apabila DPRD
menolak pertanggungjawaban ini, maka DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada pihak yang
berwenang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Jika DPRD sudah menyerahkan pertanggungjawaban ini untuk diproses oleh pihak yang berwenang
maka pertanggungjawaban politik ini berubah menjadi pertanggungjawaban hukum oleh Kepala
Daerah. Selanjutnya, pertanggungjawaban hukum mengandung arti bahwa Pemerintah Daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan yang merugikan kepentingan rakyat atau pihak lain harus
mempertanggungjawabkan dan menerima tuntutan hukum atas tindakannya tersebut.
Pertanggungjawaban hukum dapat dilakukan melalui pendaya gunaan 3 (tiga) sarana hukum yakni
sarana hukum administrasi, hukum pidana dan hukum perdata.

Berdasarkan instrument hukum tersebut, maka dikenal adanya tanggung jawab administrasi, tanggung
jawab pidana, dan tanggung jawab perdata.Dalam kaitan dengan tanggung jawab hukum, menurut
Hadjon bahwa tindakan pejabat harus dicermati, apakah tindakan tersebut termasuk tanggung jawab
jabatan atau tanggung jawab pribadi. Tanggung jawab jabatan berkenaan dengan legalitas (keabsahan)
tindak pemerintahan yang berkaitan dengan penggunaan wewenang, prosedur dan substansi.
Sedangkan tanggung jawab pribadi berkaitan dengan pendekatan fungsional atau prilaku yang
berkenaan tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir)
dalam bentuk maladministrasi.

Maladministrasi adalah berarti pelayanan yang jelek. Dikaitkan dengan norma hukum administrasi,
maladministrasi masuk kategori norma prilaku aparat dalam pelayanan publik. Dalam UU No. 28
Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang Bersih, Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme digunakan
istilah “perbuatan tercela”.

Berdasarkan uraian di atas, maka pada dasarnya setiap pejabat pemerintah dalam melakukan tindak
pemerintahan dibebani tanggung jawab yang dikualifikasi sebagai tanggung jawab jabatan dan
tanggung jawab pribadi. Perbedaan antara tanggung jawab jabatan dengan tanggung jawab pribadi atas
tindak pemerintahan membawa konsekuensi yang berkaitan dengan tanggung jawab pidana, tanggung
jawab perdata dan tanggung jawab administrasi atau tata usaha negara.

Tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab pribadi pejabat Pemerintah Daerah yang dalam kaitan
dengan tindak pemerintahan telah melakukan maladministrasi. Tanggung jawab perdata menjadi
11
tanggung jawab jabatan berkaitan dengan perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige
overheidsdaad).
Sedangkan tanggung jawab perdata menjadi tanggung jawab pribadi apabila terdapat unsur
maladministrasi. Sementara itu, tanggung jawab administrasi atau TUN pada dasarnya adalah
tanggung jawab jabatan.
Mengenai pertanggungjawaban hukum Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan,
dapat dilakukan setiap saat, tanpa menunggu berakhirnya masa jabatan Pemerintah Daerah.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa pada dasarnya tanggung jawab yang melekat pada
Pemerintah Daerah dalam melakukan tindak pemerintahan adalah tanggung jawab yang terbatas,
artinya tergantung pada apakah tindak pemerintahan yang dilakukannya adalah atas dasar jabatannya
sehingga menimbulkan adanya tanggung jawab jabatan atau tindakan yang dilakukannya secara faktual
telah menggunakan wewenangnya dengan tujuan lain sebagaimana ditentukan dalam aturan dasarnya
dalam bentuk tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan wewenang, maka pertanggungjawaban
yang timbul adalah tanggung jawab pribadi.

Mengenai tanggung jawab di bidang ekonomi menurut Nisjar, pertanggungjawaban ekonomi


(keuangan) mengandung arti bahwa aparat pemerintah wajib mempertanggungjawabkan setiap rupiah
uang rakyat dalam anggaran belanjanya yang bersumber dari penerimaan pajak dan retribusi.
Pertanggungjawaban ekonomi mensyaratkan agar pemerintah memberikan laporan mengenai
penguasaan atas dana-dana publik dan penggunaannya sesuai dengan peruntukkannya. Selain itu,
pemerintah harus dapat pula mempertanggungjawabkan kepada rakyat berkenaan dengan penggalian
atau pemungutan sumber dana publik dan tujuan penggunaannya Pertanggungjawaban ekonomi ini
dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersama sama dengan pertanggung jawaban politik.

12
2. PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DAN POLITIK OLEH LEMBAGA NEGARA
DALAM RANGKA GOOD GOVERNANCE
Untuk mewujudkan Good Governance dalam pemerintahan tentunya dituntut adanya lembaga negara
yang bertanggung jawab, baik secara hukum maupun secara politik. Pertanggungjawaban tersebut
haruslah sesuai dengan prinsip, asas, pengertian dan tujuan dari good governance. Untuk itulah perlu
dibahas pengertian Good governance dan bagaimana cara mewujudkanya dalam pertanggungjawaban
politik dan hukum oleh lembaga negara tersebut.
1. Pengertian Good Governance
Good Governance adalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan
penyedian public goods dan service yang melibatkan pemerintah dan masyarakat serta
swasta. Dalam mewujudkan Good Governance memerlukan kordinasi yang baik, integritas,
profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi.

Untuk itu perlu sistem pertanggungjawaban yang baik, tepat, jelas dan nyata sehingga
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna,
berhasil guna, bersih serta bertanggung jawab serta bebas KKN. Menurut UNDP Good
Governance is The exercise of political, economic, and administrative authority to manage
a nation’s affair at all levels. Dengan demikian berdasarkan konsep Good governance maka
governance memiliki tiga kaki yaitu :
a. Economic Governance meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi terhadap
equity, poverty, dan quality of live.(Keadilan,kemiskinan dan kualitas hidup)
b. Political Governance adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan. c.
Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Berdasarkan arti
good governance maka ada dua orientasi yang dituju yaitu :
1. Orientasi Ideal , negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.
2. Pemerintah berfungsi secara ideal yaitu secara efektif dan efisisen dalam melakukan
upaya mencapai tujuan nasional. Selanjutnya menurut UNDP ada beberapa karakteristik
Good Governance yaitu meliputi :
a. Participation.
b. Rule of Law
c. Transparancy
d. Responsiveness
f. Consensus Orientation
g. Effectiveness and efficiency
h. Accoutability
i. Stragic Vision.

13
Atas dasar uraian diatas maka wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara
yang solid dan bertanggung jawab serta efisien da efektif, dengan menjaga senergisitas yang
konstruktif antara pemerintah swasta dan masyarakat. Sistem akuntabilitas atau pertanggungjawaban
secara yuridis diatur oleh Tap MPR, Undang-undang dan Peraturan serta Instruksi Presiden sebagai
landasan akuntabilitas instansi pemerintah atau lembaga negara. Beberapa Aturan yuridis berkaitan
dengan sistem pertanggungjawaban lembaga negara antara lain yaitu :
a. Tap MPR No. XI Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang bebas KKN.
b. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan pemerintah yang bebas KKN.
c. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).
Berdasarkan Arsitektur organisasi maka suatu lembaga negara akan menjadi sukses atau tidak dalam
melaksanakan sistem pertanggungjawaban untuk menuju Good Governance bila memenuhi unsur
sebagai berikut:
1. Sistem penetapan wewenang, tugas pokok dan fungsi dan tanggung jawab.
2. Sistem balas jasa yang sepadan.
3. Sistem evaluasi indikator atau pengukuran kinerja untuk individu dan unit organisasi.
Secara politis maka setiap kineja atau tugas dan pelayanan publik yang dilakukan oleh lembaga negara
akan dipertanggungjawabkan pada lembaga Perwakilan Rakyat seperti DPR.

Hal ini berkaitan dengan masalah pendanaan seperti APBN atau APBD. Dengan demikian
Pertanggungjawaban akan sesuai dengan karaktertis dari Good Governance yaitu adanya rule of law
dan akuntabilitas sehingga adanya tranparansi serta strategy dan mengakomodomir partisipasi
masyarakat untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan
Pertanggungjawaban Yuridis dan Politik lembaga negara dalam melaksanakan Pemerintah berdasarkan
Konsep Good Governance.
a . Pelaksanaan Pertanggungjawaban Yuridis sesuai dengan Konsep Good Governance.
Pertanggungjawaban berdasarkan karakter Good Governance yaitu sesuai dengan karakter Rule of law
dimana dilaksanakan dengan kaki administrative Governance. Dalam prinsip administrative maka
harus memenuhi prinsip-prinsip negara hukum administrasi yaitu :
1. Pendekatan Kedaulatan Hukum
2. Pendekatan Pemisahan Kekuasaan
3. Pendekatan Hukum Tertulis dan tidak tertulis
4. Pendekatan Negara Hukum Kesejahteraan.

1. Pendekatan Kedaulatan Hukum


Menurut Iohn Austin, hukum adalah perintah dari penguasa, berarti yang memegang kekuasaan
tertinggi adalah pemerintah atau lembaga negara, karena itu tidak logis penguasa sendiri yang
menghakimi perbuatannya.
Negara atau pemerintah sebagai subjek hukum memiliki kedudukan istimewa dibandingkan subjek
hukum lainnya.

14
Tetapi secara universal diakui bahwa setiap subjek hukum apapun bentuknya tidak dapat melepaskan
diri dari konsekuensi tindakan hukumnya. Hal ini sesuai dengan asas kepastian dan kesebandingan
hukum bahwa setiap subjek hukum memiliki kewajiban yang sama dalam hal pertanggungjawaban
hukum tanpa terkecuali apa itu badan hukum maupun lembaga negara.
2. Pendekatan Pemisahan Kekuasaan
Pendekatan ini menghendaki agar masing-masing lembaga negara itu berdiri sendiri dengan peranan
dan kekuasaannya sesuai dengan apa yang telah ditentukan konstitusi. Dimana lembaga negara tidak
boleh intervensi ini sesuai ajaran Trias Politika murni. Tetapi untuk di Indonesia karena menganut asas
pembagian kekuasaan maka pertanggung jawaban ada yang ditanggung oleh kedua atau lebih lembaga
negara yang berhubungan, seperti dalam Pasal 5 UUD 19 45 mengenai pembuatan dan pelaksanaan
UU dan lainnya. Maka pertanggungjawaban hukumnya harus sesuai dengan sistem yang dianut yaitu
berdasarkan pemisahan atau berdasarkan pembagian kekuasaan.
3. Pendekatan Hukum Tertulis dan Tidak tertulis
Untuk menjaga kewibawaan negara dan pemerintah yang mengemban fungsi hukum publik maka
Hukum tertulislah yang memiliki dasar yang kuat dalam pertanggungjawaban lembaga negara. Tetapi
hukum tidak tertulis tidak dikesampingkan karena nilai-nilai etik banyak yang tidak dirumuskan dalam
undang-undang tetapi menjadi norma bagi negara dan masyarakat dalam menjalankan hukum.
Didalam Pertanggungjawaban Hukum Lembaga negara tentunya memakai prinsip legaliatas hukum
tertulis disamping hukum tidak tertulis sebagai asas moral atau etik sebagai perwujudan hukum yag
adil dalam masyarakat. Karena menurut Sudargo Gautama bahwa patut tidak patut menurut pemerintah
tidak sama menurut perseorangan dalam masyarakat

1. Negara Hukum Kesejahteraan


Dalam negara kesejateraan lembaga negara akan menjalankan fungsi pelayanan umum, untuk itulah
maka pemerintah memiliki kedudukan yang istemewa dibandingkan rakyat, sehingga
pertanggungjawaban pemerintah tidak sama dengan pertanggung jawaban perorangan. Tetapi dalam
hal pertanggungjawaban kenegaraan dan pemerintah pertanggungjawaban tersebut melekat pada
jabatan yang secara yuridis dilekatakan pada kewenangan.
A.D Belinfante menyatakan tidak seorangpun dapat melaksanakan kewenangannya tanpa memikul
kewajiban tanggung jawab atau tanpa ada pelaksanaan pengawasan.Menurut Suwoto bahwa
pertanggungjawaban ada yang bersifat internal dan ekternal. Yang bersifat internal hanya beruapa
laporan pelaksanaan kekuasaan sedangkan yang bersifat eksternal yaitu pertanggungjawaban pada
pihak ketiga yang dalam pelaksanaan kekuasaan yang menimbulkan kerugian.
Berdasarkan keempat pendekatan tersebut diatas maka Pertanggungjawaban yuridis harus
dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan asas-asas kenegaraan dan prinsip hukum sehingga
pertanggungjawaban yuridis oleh lembaga negara dapat tercipta dengan asas kepastian hukum,
kesebandingan hukum serta keadilan dan sesuai dengan prinsip good governance.

b. Pelaksanaan Pertanggungjawaban Politik sesuai dengan Prinsip Good Governance.


Menurut J.B.J.M. ten Berge bahwa pertanggungjawaban politik merupakan salah satu prinsip
demokrasi yaitu organ-organ pemerintah dalam menjalankan fungsinya sedikit banyak tergantung
secara politik yaitu kepada lembaga perwakilan.Menurut Carino, Plano, Yango, Jabra bahwa
akuntabilitas politik sama dengan akuntabilitas manajerial, fokusnya adalah :
15
1. Adanya efisiensi dan ekonomis penggunaan dana publik, properti, tenaga kerja dan sumber lainya.
2. Pejabat publik harus bertanggung jawab bukan sekedar mematuhi.
3. Menghindari pemborosan dan pengeluaran yang tidak perlu untuk mendorong penggunaan sumber
daya secara tepat.
Pertanggungjawaban politik menurut Good Governance harus sesuai dengan karakter Accountability
dimana sesuai dengan kaki political governace dimana lembaga negara melaksanakan proses
keputusan untuk formulasi kebijakan.
Berdasarkan pendapat para ahli maka pertanggungjawaban politik adalah Suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan dengan prinsip profesionalisme dan kompetensi teknis dimana dilaksanakan oleh
lembaga negara dengan prinsip kebebasan dengan bertanggung jawab sehingga tercapai hasil yang
layak, efektif dan efisien untuk kepentingan umum.
Pertanggungjawaban politik harus sesuai dengan tujuan ilmu politik yaitu Usaha untuk menentukan
peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat
ke arah kehidupan bersama yang harmonis. Menurut Peter H Merki bahwa politik dalam bentuk yang
paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan.

16
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan serta pembahasan mengenai “Konsep Pertanggungjawaban dalam


Pemerintahan/Lembaga Negara” Maka dapatlah disimpulkan bahwa pertanggungjawaban
pemerintah/Lembaga negara yaitu ;
1. Pertanggungjawaban yuridis harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan asas-asas kenegaraan dan
prinsip hukum sehingga pertanggungjawaban yuridis oleh lembaga negara dapat tercipta dengan asas
kepastian hukum, kesebandingan hukum serta keadilan dan sesuai dengan prinsip good governance.
2. Pertanggungjawaban politik adalah Suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dengan prinsip
profesionalisme dan kompetensi teknis dimana dilaksanakan oleh lembaga negara dengan prinsip
kebebasan yang dilakukan dengan bertanggung jawab sehingga tercapai hasil yang layak, efektif dan
efisien untuk kepentingan umum. Pertanggungjawaban politik harus sesuai dengan tujuan ilmu politik
yaitu Usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar
warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis dan mencapai suatu
tatanan sosial yang baik dan berkeadilan
3. Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan terdiri atas tiga
bentuk yakni
(1) pertanggungjawaban politik baik yang bersifat wajib maupun yang bersifat sukarela,
(2) pertanggungjawaban hukum yang terdiri dari pertanggungjawaban pribadi dan
pertanggungjawaban jabatan, baik dalam bidang hukum pidana, hukum perdata dan hukum
administrasi negara,
(3) pertanggungjawaban ekonomi. Dari tiga bentuk pertanggungjawaban tersebut dibingkai dalam dua
model pertanggungjawaban yakni
(1) model pertanggungjawaban vertikal dan horizontal dan
(2) model pertanggungjawaban objektif dan subjektif.
4. Tiga bentuk dan dua model pertanggungjawaban inilah yang dimaknai sebagai hakikat
pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan

17
DAFTAR PUSTAKA

 Arifin P. Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara, Jakarta,


Gramedia, 1986.

 A.D. Belinfante, Beginselen Van Nederlandse Staatsrecht, Samsom Uitgeverij, Alpen aan den
rijn, 1983.

 Clader and Plano dalam buku Good Governance oleh Joko Widodo, Insan cendekia,
Surabaya, 2004.

 Hendry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Fifth Edition, (USA : St Paul Minn, West
Publishing Co., 1979).

 M. Makhfudz, Hukum Administarasi Negara, Graha Ilmu, Jakarta, 2013.

 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2013.

 Peter H Merki, Continuity and Change, New York Harper and Row, 1967.

 Ridwan HR, Hukum Adminitrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014.

 R. Setiawan , Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta , Bandung, 1986.

 Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan tanggung Jawab Presiden RI, Disertasi, (Surabaya,
UNAIR, 1990) .

 Sedarmayanti, Good Governance, Mandar Maju, BaNDUNG , 2012.

 Soerdjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Grafindo Persada, 1994.

 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta , 1976./

18

Anda mungkin juga menyukai