Keuangan daerah di Indonesia mernpunyai karakteristik yang hampir sama, yaitu sangat
minimnya porsi penerimaan daerah sendiri atau PAD yang dapat digunakan untuk
kepentingan umum dan daerah. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, sumber keuangan
daerah berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah,
dan penerimaan lain-lain yang sah. PAD yang terdiri dari; pajak daerah, retribusi daerah,
bagian laba BUMD, dan penerimaan daerah lain-lain, sangat tidak mencukupi dalam
rnembiayai pembangunan daerah. Hal ini terlihat dari rendahnya proporsi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah bila dibandingkan dengan besarnya
transfer dari pemerintah pusat (Elmi, 2002:50). Ditinjau dari sisi Fiskal daerah, Kabupaten
Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki Pendapatan yang
cukup besar. Pada tahun 2006, pendapatan Kabupaten Sidoarjo tercatat Rp. 980.840,58
Juta sedangkan pada tahun 2010 telah mencapai Rp. 1.589.80 Juta. Pada sisi yang lain,
kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah juga mengalami peningkatan dari 18 persen
menjadi 20 persen pada tahun 2010.
Menurut Musgrave (1991) dalam mengukur kinerja keuangan daerah dapat
digunakan derajat desentralisasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah antara lain
mengukur perbandingan Pendapatan Asli Daerah dengan Total Penerimaan Daerah.
Derajat kemandirian fiskal di Kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan data APBD
Kabupaten Sidoarjo tahun 2006-2011 yang menyatakan bahwa kondisi Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Sidoarjo masih berada dalam kondisi instruktif, yang artinya
Kabupaten Sidoarjo masih sangat tingginya ketergantungan fiskal terhadap transfer dari
pusat. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Sidoarjo belum mampu membiayai seluruh
pengeluaran dengan dana mandiri.
Kewenangan yang luas dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, membawa
konsekuensi
yaitu
pemerintah
daerah
dituntut
lebih
mandiri
dalam
pengelolaan
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP)
Kampus B - Jl. Airlangga 4 Surabaya 60286 Telp. (031) 5033642; 5036584 Fax. (031) 5026288
Website: http://www.ie.feb.unair.ac.id E-mail: feb@unair.ac.id, info@feb.unair.ac.id
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP)
Kampus B - Jl. Airlangga 4 Surabaya 60286 Telp. (031) 5033642; 5036584 Fax. (031) 5026288
Website: http://www.ie.feb.unair.ac.id E-mail: feb@unair.ac.id, info@feb.unair.ac.id
Dana Alokasi Umum (DAU). Sementara itu, pinjaman daerah belum dipandang sebagai
sumber pembiayaan alternatif yang
pinjaman daerah sebagai sumber pembiayaan sangat terkait dengan kemampuan daerah
dalam membayar beban cicilan pokok dan bunga pinjman.
Konsep Public-Private Patnership (PPP) sebagai alternatif penyediaan infrastruktur. PublicPrivate Partnership dapat digambarkan pada sebuah spektrum dan kemungkinan hubungan
antara public dan private actors untuk bekerjasama dalam pembangunan. Keuntungan yang
dapat diperoleh pada hubungan ini adalah inovasi, kemudahan keuangan, kemampuan
teknologi, kemampuan pada pengaturan efisiensi, semangat enterpreneurship, yang
dikombinasikan dengan tanggung jawab sosial, kepedulian pada lingkungan, dan
pengetahuan budaya lokal. Namun demikian, dengan adanya proyek PPP tentu akan
berdampak terhadap APBN, di sisi pendapatan maupun belanja. Di sisi pendapatan, pihak
investor berupaya agar proyek kerjasamanyanya bisa memperoleh dukungan pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembiayaan pembangunan dengan menggunakan skema
PPP untuk Kabupaten Sidoarjo perlu pertimbangan yang matang dengan memperhitungkan
segala aspek, baik kondisi kesiapan daerah maupun politik. Hal tersebut diperlukan untuk
menjamin kepastian hukum bagi pihak swasta maupun pemerintah daerah.
Salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan adalah dengan mengoptimalkan
partisipasi masyarakat dunia usaha sebagai bagian dari pemangku kepentingan
(stakeholders) di daerah untuk terlibat lebih aktif dalam mencari solusi atas permasalahan
fiskal daerah. Peningkatan kerjasama antara pemerintah dan swasta diantaranya melalui
skema Public Private Partnership (PPP) atau selanjutnya disebut sebagai Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS) dan skema Corporate Social Responsibility (CSR) perlu
terus mendapat dukungan dari semua pihak terkait. Melihat karakteristik ekonomi
Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki basis industri
yang relatif kuat, yang ditunjukkan dengan keberadaan jumlah industri yang cukup banyak,
maka potensi dana CSR yang bisa dicapai cukup besar. Atas dasar hal tersebut diatas,
maka dalam studi ini akan lebih difokuskan untuk mengidentifikasi permasalahan terkait
pelaksanaan kerjasama pemerintah dan swasta, khususnya melalui CSR, termasuk di
dalamnya merumuskan alternatif skema kebijakan yang bisa diterima kedua belah pihak.
Berkembangnya
wacana
untuk
menjadikan
CSR
sebagai
sumber
alternatif
pembiayaan non-APBD. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu disusun suatu skema
yang dapat diterima oleh keduabelah pihak.
memperhatikan tiga (3) pilar utama.
3
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP)
Kampus B - Jl. Airlangga 4 Surabaya 60286 Telp. (031) 5033642; 5036584 Fax. (031) 5026288
Website: http://www.ie.feb.unair.ac.id E-mail: feb@unair.ac.id, info@feb.unair.ac.id
dua
(2)
alternatif
skema
CSR
yang
memungkinkan
untuk
diimplementasikan, yaitu: Model Partisipatif Pasif dan Model Partisipatif Aktif. Dikatakan
partisipatif karena pelaksanaan kedua model tersebut dicangkokkan pada mekanisme
perencanaan pembangunan daerah yang bersifat bottom-up.
a.
b.
melakukan proses aktif untuk melakukan proses negosiasi dan distribusi serta
alokasi dana CSR melalui sebuah forum yang dibentuk untuk tujuan tersebut.
Penguatan kelembagaan menjadi syarat penting bagi suksesnya skema
pelaksanaan CSR ini.
Berdasarkan hasil di atas maka dalam rangka mengoptimalkan alternatif sumber
pembiayaan pembangunan daerah diperlukan langkah-langkah berikut: (i) pemetaan
program CSR berdasarkan wilayah untuk mengetahui hambatan dan potensi daerah dalam
mengoptimalkan peran CSR dalam pembiayan pembangunan daerah (ii) melakukan
penguatan kelembagaan pemerintahan Desa melalui edukasi dan pendampingan dalam
menyusun RKAT (Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan) dengan memanfaatkan berbagai
alternatif sumber pembiayaan secara optimal. Hal ini sangat relevan diterapkan pada Model
Partisipasi Pasif, (iii) membentuk Forum Pelaksana CSR bagi kawasan atau daerah yang
sesuai untuk diterapkannya model Partdisipasi Aktif, (iv) melakukan optimalisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diantaranya melalui intensifikasi penerimaan pajak dan
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP)
Kampus B - Jl. Airlangga 4 Surabaya 60286 Telp. (031) 5033642; 5036584 Fax. (031) 5026288
Website: http://www.ie.feb.unair.ac.id E-mail: feb@unair.ac.id, info@feb.unair.ac.id
retribusi serta pemanfaatan aset daerah dengan skema Public Private Partnership (PPP)
untuk
meningkatkan
kemandirian
fiskal
daerah
pembangunan.
Tim Peneliti :
1.
2.
3.
4.
5.
Drs. Sriyono, MM
dalam
mendukung
pembiayaan