Anda di halaman 1dari 12

Tugas Pembiayaan Pembangunan Wilayah dan Kota

Resume Jurnal Terkait Pembiayaan Pembangunan Daerah

Disusun Oleh:
Cici Rahmayanti (D101171319)

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
2020
Jurnal I
Judul: Kajian Pemanfaatan Dana Corporate Social Responsibility sebagai
Alternatif Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah
Penulis:Senen Machmud
Tahun: 2015
Volume: Vol. 9
No/Isu: No. 1/Penyediaan infrastruktur yang selama ini terhambat
pembangunannya akibat dari keterbatasan penyediaan biaya.

Propinsi Jawa Barat merupakan propinsi yang sangat dinamis, dengan


jumlah penduduk yang sangat besar mencapai lebih dari 44 juta jiwa pada tahun
2012. Kecenderungan semacam ini tentunya menuntut penyediaan dana
pembangunan yang sangat besar dalam rangka menstimulasi pertumbuhan
ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Jawa Barat. Untuk itu
diperlukan investasi yang sangat besar di berbagai bidang seperti investasi di
bidang infrastuktur pengadaan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan
kewajiban lainnya yaitu menyelenggarakan pelayanan dasar baik pelayanan
bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial maupun pelayanan dasar
lainnya. Sehingga, pemerintah berupaya mengoptimalkan kegiatan berbagai
pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan dengan meggunakan
sumber-sumber pendanaan yang tidak termasuk ke dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (non-APBD) dan Anggaran Pendapatan Negara (non-APBN)
terutama berasal dari kalangan dunia usaha dan perbankan, serta memanfaatkan
penanam modal dari luar negeri (PMA) dan juga terdapat dana yang bersumber
dari masyarakat disamping sebagai salah satu alternatif pembiayaan pembangunan
daerah yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap sumber pembiayaan
konvensional. Untuk itu, dalam upaya pemanfaatan sumber pendanaan tersebut,
pemerintah perlu berupaya untuk memperkuat sisi regulasi dan kelembagaan
lembaga keuangan, termasuk di dalamnya lembaga perbankan dan non-perbankan
melalui suatu skema yang disebut Skema CSR.
Skema CSR merupakan kegiatan pihak swasta sebagai salah satu bentuk
tanggungjawab sosial kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Ada
beberapa tahap CSR diantaranya:
a. Pemanfaatan Dana Corporate Social Responsibilty
Pembiayaan pembangunan memerlukan adanya upaya untuk
mengidentifikasi kemampuan pendanaan yang melibatkan pemerintah
maupun pihak swasta sehingga dapat memberikan gambaran yang tepat
bagi perencanaan pembangunan jangka panjang menengah, maupun
jangka pendek. Dan sumber pembiayaan tersebut secara umum dapat
dibagi menjadi sumber pembiayaan pemerintah dan swasta yang terbagi
jelas.
Pembiayaan pembangunan tersebut lebih kepada pemenuhan kebutuhan
infrastruktur sebagai penunjang berjalannya roda ekonomi sehingga hal
tersebut menjadi salah satu sasaran utama.
Bappenas (2004) melalui kajian Pengembangan Lembaga Keuangan dan
Investasi infrastruktur mengarahkan adanya alternative pembiayaan
infrastruktur melalui pembentukan lembaga yang dapat memberikan
fasilitas dan jaminan pelaksanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Lembaga tersebut adalah Infrastructure Financing Facilities (IFF). Dan
Pihak-pihak yang terkait dalam Infrastructure Financing Facilities (IFF),
adalah; pertama adalah pemerintah. Kedua adalah lembaga pendanaan
(funders) yaitu sebagai penyedia dana lama pembangunan proyek
infrastruktur, dimana dana yang diberikan diusahakan memiliki bunga
rendah dan jangka waktu pengembalian cukup panjang yang akan
dipinjamkan kepada kreditur dan juga pemerintah. Serta yang ketiga
adalah pengelola proyek yang berperan sebagai organisasi dalam hal,
meneruskan pinjaman yang diberikan lembaga pendanaan kepada
pemerintah terhadap proyek pembangunan infrastruktur yang
dilaksanakan, mengakumulasikan keuntungan selama masa pengoperasian
sesuai dengan perjanjian, menerbitkan sekuritas atau keamanan selama
proyek berlangsung kepada investor, menyediakan garansi atau jaminan
baik dari pemerintah maupun dari lembaga pendanaan yang akan diberikan
kepada kreditur, dan juga menyediakan pendanaan untuk kepentingan
studi kelayakan (feasible study) dalam perencanaan atau persiapan proyek
pembangunan infrastruktur. Namun, pemerintah harus melakukan
beberapa upaya untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan IFF yaitu
antara lain dengan meningkatkan lingkungan investasi sehingga menjadi
lebih kondusif, stabilisasi lingkungan politik, meningkatkan kondisi
ekonomi makro, memperkuat kebijakan lembaga keuangan, dan
memperkuat konsep pembangunan infrastruktur yang akan dikembangkan.
Untuk pihak swasta sendiri, CSR merupakan kegiatan yang menyangkut
nilai-nilai etika, memenuhi kaidah-kadidah dan keputusan hukum untuk
menghargai manusia, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya. Konsep
CSR ini telah dimulai pada tahun 1970an yang merupakan kumpulan
norma-norma dan kebijakan yang berhubungan dengan penghargaan
masyarakat dan lingkungan. Sehingga CSR yang inklusif dengan proses
atau operasional yang dilakukan atau diadopsi oleh perusahaan merupakan
kewajiban perusahaan yang sudah ditetapkan oleh hukum karena
pertimbangan norma-norma dan etika kemanusiaan maupun lingkungan.
Jikalau CSR tidak inclusive di dalam proses atau operasional dalam
menghasilkan produk tertentu dimunculkan karena adanya rasa tanggung
jawab perusahaan dalam mengembangkan sosial ekonomi masyarakat
sekitarnya atau pun masyarakat secara luas dengan cara mengesampingkan
sebagian keuntungan perusahaan dan melakukan kegiatan sosial.
b. Implementasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR)
Analisis pelaksanaan skema Coorporate Social Responsibility (CSR),
sama seperti halnya dengan analisis pelaksanaan KPS, yang difokuskan
kepada beberapa hal, diantaranya:
a) Aspek regulasi dan kebijakan yang menjadi acuan atau referensi
baik dari sisi internal perusahaan maupun dari sisi pemerintah dan
pihak eksternal lainnya;
b) Aspek kelembagaan yang lebih menekankan kepada pihak-pihak
yang terlibat selama ini dalam pelaksanaan CSR;
c) Aspek implementasi CSR yang menggali pelaksanaan CSR untuk
setiap badan usaha dengan karakteristik dan motivasi yang berbeda
antar badan usaha dalam melakukan CSR;
d) Aspek sumber dan pola pendanaan merupakan fokus berikutnya
yang dilakukan dalam analisis skema Coorporate Social
Responsibility. Selain menyoroti sumber pendanaan dalam
pelaksanaan CSR juga mekanisme dan pola pendanaan yang
dilakukan perusahaan dalam pelaksanaan CSR.
c. Analisis Regulasi dan Kebijakan Dalam Pelaksanaan CSR
Kebijakan yang dikeluarkan perusahaan terkait dengan pelaksanaan CSR
dalam implementasinya dijadikan sebagai acuan, sehingga pelaksanaan
CSR sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Secara umum
kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan CSR untuk setiap
perusahaan baik BUMN maupun Swasta berbeda. Regulasi dan kebijakan
pemerintah mengenai CSR diantaranya Undang-undang No. 40 tahun
2007 mengenai ketentuan umum perseroan terbatas dan Peraturan Menteri
Negara BUMN No.PER-5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan
Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Pada UU. No. 40 tahun 2007 menekankan tanggung jawab sosial dan
lingkungan badan usaha yang terkait dengan pengolahan sumber daya
alam. Lebih detail lagi, UU No. 40 tahun 2007 Bab I pasal 1 mengenai
ketentuan umum perseroan terbatas menyebutkan bahwa “tanggung jawab
sosial dan lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Jurnal II
Judul: Peran CSR dalam Mendukung Pembiayaan Pembangunan Masyarakat di
Daerah
Penulis: Syamsul Bahri
Tahun: 2016
Volume/ISSN: 1829 - 7463
No/Isu: Pembiayaan pembangunan semakin lama semakin menjadi kebutuhan
yang mendesak dan sekali lagi, kemampuan keuangan pemerintah daerah
cenderung masih terbatas dan seringkali masih bergantung pada dana dari
pemerintah pusat.

Pembiayaan pembangunan semakin lama semakin menjadi kebutuhan


yang mendesak dan sekali lagi, kemampuan keuangan pemerintah daerah
cenderung masih terbatas dan seringkali masih bergantung pada dana dari
pemerintah pusat. Sehingga CSR bisa jadi merupakan salah satu solusi yang
menguntungkan dan tidak terlalu berisiko sebagai suatu alternatif sumber
pembiayaan dibandingkan alternatif sumber pembiayaan lain. CSR sendiri adalah
konsep keterlibatan perusahaan dalam menjaga dan/atau meningkatkan kualitas
masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. Salah satu pendukung CSR ini
adalah GCG. Dikarenakan Perusahaan dalam eksistensinya ditengah-tengah
masyarakat, memerlukan citra yang baik dan positif. Sehingga dinamika
lingkungan bisnis dan liberalisasi menuntut perubahan pola usaha yang
berorientasi lebih holistik, berbasis nilai-nilai Good Corporate Governance (tata
kelola perusahaan yang baik, disingkat GCG). Inilah merupakan konsep awal
CSR.
CSR kegiatan berbasis lokasi yang dimaksud adalah, kegiatan serta
implikasi dari kegiatan bersangkutan diprioritaskan untuk masyarakat atau
lingkungan di sekitar lokasi perusahaan. Adapun di dalam CSR termasuk pula
Program Pengembangan Masyarakat (Community Development/CD) dan program
Pengembangan Hubungan/Relasi dengan publik (Relation Development/RD).
CSR dan Pembangunan Daerah dapat menjadi solusi pembiayaan pembangunan
menimbang pembiayaan pembangunan semakin lama semakin menjadi kebutuhan
yang mendesak dan sekali lagi, kemampuan keuangan pemerintah daerah
cenderung masih terbatas dan seringkali masih bergantung pada dana dari
pemerintah pusat. Sehingga CSR ini bisa jadi merupakan salah satu solusi yang
menguntungkan dan tidak terlalu berisiko sebagai suatu alternatif sumber
pembiayaan dibandingkan alternatif sumber pembiayaan lain.
Untuk optimalisasi peran CSR untuk pembiayaan pembangunan secara tepat,
terpadu, dan berkelanjutan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a) Mengoordinasikan perusahaan-perusahaan
b) Memetakan perusahaan-perusahaan pemberi CSR dan mengklusterkannya
berdasarkan dampak yang dihasilkan dari usaha kerjanya
c) Merencanakan arahan pembiayaan pembangunan dengan menggunakan
dana CSR berdasarkan pemetaan dan pengklusteran yang telah dilakukan

Namun pengimplementasi CSR menghadapi beberapa tantangan dan peluang


diantaranya:
a) Dari sisi pembiayaan, kegiatan-kegiatan CSR adalah kegiatan-kegiatan
yang memerlukan anggaran tinggi.
b) Tingginya dana CSR yang bisa disediakan oleh perusahaan-perusahaan
swasta tentunya membuka wacana “pengambil-alihan” pengelolaan.
Pemerintah Daerah selalu mengalami defisit (kekurangan) dana dalam
pelayanan publik, sehingga keberadaan dana CSR cukup menarik untuk
disikapi.
c) Disamping tantangan, CSR ini bisa jadi merupakan salah satu solusi yang
menguntungkan dan tidak terlalu berisiko sebagai suatu alternatif sumber
pembiayaan dibandingkan alternatif sumber pembiayaan lain. Selain itu,
hal ini juga akan meningkatkan peran serta sektor swasta dalam
pembangunan, khususnya pembangunan wilayah.

Untuk model pola penerapan CSR di Indonesia sendiri ada empat, yaitu :
a) Keterlibatan langsung, Perusahaan menjalankan program TSP secara
langsung dengan menyelengarakan sendiri kegiatan sosial atau
menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.
b) Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, Perusahaan mendirikan
yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupaka
adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di
negara maju.
c) Bermitra dengan pihak lain, Perusahaan menyelenggarakan TSP melalui
kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasi pemerintah (ornop),
Instansi Pemerintah, Universitas atau media masa, baik dalam mengelola
dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
d) Mendukung atau bergabung dalam suatu Konsorsium, perusahaan turut
mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang
didirikan untuk tujuan sosial tertentu.
Jurnal III

Judul: Mempromosikan Skema KPBU dengan Mekanisme Availability Payment


sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan Srana – Prasarana (Infrastruktur)
Publik di Daerah
Penulis: Arief Darmawan
Tahun: 2018
Volume: Vol. 4
No/Isu: No. 1/Banyak pemerintah daerah yang sangat membutuhkan skema
pembiayaan KPBU yang sesuai dengan kapasitas keuangannya, belum
mencantumkan alternatif tersebut dalam rencana pembangunannya.

Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, Pemerintah terus


mengambil langkah-langkah perbaikan, salah satunya adalah dalam bidang
regulasi. Langkah penting yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
diterbitkannya Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sehingga, peran
infrastruktur dalam pembangunan dapat dilihat dari sumbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi dan kontribusinya terhadap peningkatan kualitas hidup.
Untuk mencapai sasaran kelayakan keuangan, kompetisi, transparansi, dan
partisipasi swasta dalam suatu skema KPBU diperlukan perubahan yang
mendasar, diantaranya dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) restrukturisasi penyedia infrastruktur dan pemecahan sistem (unbundling
system);
(2) pengembangan hubungan komersial dan memperkenalkan kompetisi;
(3) pendekatan baru dalam penetapan tarif berdasarkan mekanisme pasar dan
subsidi;
(4) rasionalisasi dan ekspansi partisipasi swasta;
(5) memperjelas peran pemerintah; dan
(6) memperkuat fungsi pengaturan; pengembangan kerangka hukum baru.
Ini semua demi peningkatan kompetisi diperlukan untuk menjamin efisiensi.
Kompetisi dapat menurunkan biaya serendah mungkin melalui efisiensi sehingga
memungkinkan pembagian keuntungan efisiensi antara produsen dan konsumen,
mendorong adanya pembagian resiko, dan mengurangi beban pemerintah untuk
merencanakan dan mengatur. Jadi mekanisme kenaikan tarif akan diberlakukan
sehingga merupakan insentif untuk lebih efisien, dan juga untuk mencegah subsidi
yang makin besar di masa datang, serta untuk mendukung struktur penyedia
infrastruktur yang baru.
Definisi umum availability payment (AP) adalah pembayaran langsung
dari Pemerintah kepada BUP KPBU untuk mendesain, membangun, mendanai,
mengoperasikan dan memelihara aset infrastruktur/layanan dalam kontrak
kerjasama jangka panjang dan tidak terikat pada pendapatan layanan. Biaya untuk
penyediaan layanan, bukan merupakan penggantian biaya yang dikeluarkan oleh
BUP KPBU.
Konsep pembayaran AP dibagi menjadi pembayaran maksimum dan
anuitas. Pembayaran maksimum merupakan pembayaran kewajiban maksimum
untuk penyediaan layanan penuh sesuai dengan Perjanjian KPBU dan
memperhitungkan pengurangan pembayaran untuk ketidaktersediaan layanan dan
tingkat kinerja. Sedangkan pembayaran anuitas dilakukan setelah fasilitas
infrastruktur tersedia dan beroperasi, beban fiskal flat dan dilakukan secara
anuitas berdasar ketersediaan layanan.
Indikator kinerja pembangunan infrastruktur melalui mekanisme AP
meliputi hal-hal berikut (Direktorat Bina Investasi Infrastruktur, 2017) :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan struktur dan pembayaran AP
berbeda-beda tergantung pada tipe proyek.
2. Penetapan indikator kinerja skema AP menentukan besarnya pembayaran
berkala.
3. Indikator Ketersediaan: tersedianya layanan publik oleh Badan Usaha
Pelaksana KPBUselama berlangsungnya masa pengoperasian fasilitas
infrastruktur berdasarkan perjanjian Kerjasama KPBU berupa:fasilitas
teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk
melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan
struktur agar kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan
dengan baik.
4. Indikator Kinerja Layanan: tingkat kualitas atau standar penyediaan
layanan yang disediakan oleh Badan Usaha Pelaksana sesuai dengan
standar pelayanan yang disepakati dalam perjanjian kerjasama KPBU.

Jenis-jenis infrastruktur yang dapat dibangun dengan mekanisme AP


yang dapat dikerjasamakan berdasarkan Perpres Nomor 38 Tahun 2015, yaitu
sebagai berikut:
a. infrastruktur transportasi;
b. infrastruktur jalan;
c. infrastruktur sumber daya air dan irigasi;
d. infrastruktur air minum;
e. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat;
f. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat;
g. infrastruktur sistem pengelolaan persampahan;
h. infrastruktur telekomunikasi dan informatika;
i. infrastruktur ketenagalistrikan;
j. infrastruktur minyak dan gas bumi dan energy terbarukan;
k. infrastruktur konservasi energi;
l. infrastruktur fasilitas perkotaan;
m. infrastruktur fasilitas pendidikan;
n. infrastruktur fasilitas sarana dan prasarana olahraga, serta kesenian;
o. infrastruktur kawasan;
p. infrastruktur pariwisata;
q. infrastruktur kesehatan;
r. infrastruktur lembaga pemasyarakatan; dan
s. infrastruktur perumahan rakyat.

Anda mungkin juga menyukai