Anda di halaman 1dari 32

Bab I

Pendahuluan
A. Latar belakang
Pintu gerbang demokrasi Indonesia telah di buka sejak kejatuhan orde baru
pada dua belas tahun yang lalu, dan kini negeri ini disebut-sebut sebagai negara
paling demokratis ketiga didunia setelah Amerika Serikat dan India. Proses
demokrasi yang panjang tersebut. Tentu menuntut sejumlah perubahan tatanan
politik di negeri ini, baik tatanan politik di negeri ini baik tatanan ditingkat
pemerintahan pusat maupun ditingkat daerah.
Sesuai dengan Undang-undang nomor 32 tahun tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 tahun 2004) Definisi otonomi daerah adalah
“hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur mengurus sendiri
urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perturan
perundang-undangan”.
Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarkat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarkat dalam sistem negara kesatuan
republik indonesia.

Page | 1
Bab II
Pembahasan

1. Pengertian Otonomi Daerah


Menurut bahasa otonomi berasal dari kata autonomos atau autonomi
yang berarti “keputusan sendiri” (self ruling).
Sedangkan menurut istilah otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Menurut UU nomor 32 tahun 2004 juga mendefinisikan daerah
otonom sebagai berikut :
“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kestuaan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspiraasi masyarakat dalam sistem negara kesatuan
republik indonesia”.

Dan dalam kamus besar bahasa Indonesia (1993 : 631) disebutkan


bahwa otonomi berarti pemerintahan sendiri otonomi daerah, hak,
wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur, mengurus rumah
tangganya sendiri, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Bagaimana suatu konsep tersebut dirumuskan dalam menentukan suatu
kebijakan dan apakah rumusan kebijakan tersebut benar-benar
mencerminkan suatu semangat untuk memberi pengakuan kepada daeah dan
dalam hal ini kita perlu menengok (flash back), kembali 2 (dua) kebijakan
yang telah ada, yakni kebijakan lama undang-undang no. 5 tahun 1974 yang
telah dicabut dan kebijakan baru undang-undang no.22 tahun 1999.

Page | 2
 Untuk Undang-undang no.5 tahun 1974 dan Didalam undang-undang
no.5 tahun 1974

Dinyatakan bahwa : “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan


kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, sedangkan
dalam undang-undang no.22 tahun 1999 menyebutkan bahwa “Otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom yang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Dari rumusan tersebut terdapat suatu perbedaan dan apakah dari suatu
perbedaan tersebut akan membawa konsekuensi (akibat) yang berbeda pula
dalam suatu pelaksana. Jika kita menyebut Hak. Maka hal tersebut
bermakna, “Sesuatu yang oleh sebab itu seseorang atau pihak (pemegang
hak) memiliki keabsahan untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak
dipenuhi atau diingkari”.

 Hak menurut Juliantara, 1999 : 86-67

Adalah seseorang (pihak tertentu) yang memegang hak atas sesuatu


tersebut sebagaimana di kehendaki atau sebagaimana keabsahan yang
dimiliki. Di seberang, pemegang hak selalu ada pihak yang memegang
kewajiban. Apabila daerah dikatakan memiliki hak, maka siapa yang
memiliki kewajiban untuk memfasilitasi perwujudan hak tersebut, dan apa
sanksi dari pihak yang memegang kewajiban apabila tidak menjalankan atau
melanggarnya.

Rumusan tersebut (dalam undang-undang no.5 tahun 1974), pada satu


sisi menguntungkan dan mengembirakan, namun disisi lain menyimpan
suatu ketidak jelasan, sekaligus ketidak pastian sebuah hak disandingkan
dengan konsep kewajiban. Hal yang tidak jelas adalah siapa pihak yang
akan menjalankan kewajiban untuk melindungi daerah agar haknya bisa

Page | 3
diwujudkan atau direalisaikan dan bagaimana jika pemerintah pusat yang
ternyata menjadi pihak yang mengghambat proses realisasi hak daerah
untuk mengurus rumah tangganya sendiri akibat campur tangan yang kuat
dari pusat.

Segi yang paling nampak dalam kebijakan, sebetulnya bukan hak,


melainkan kewajiban. Dan disinilah kita mendapati rumusan yang sangat
Menjebak, yakni bahwa suatu daerah diberikan hak untuk mengatur
(mengurus) rumah tangganya sendiri, tidak lain sebagai kewajibannya
dalam melancarkan program pembangunan nasional. Dan implikasinya
sudah sangat jelas bahwa suatu daerah merupakan kepanjangan tangan dari
pemerintah puat, yang secara subtansial tidak memiliki ”hak” untuk
bertindak diluar apa yang sudah dirumuskan oleh pemerintah pusat, meski
hal tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan setempat. Dengan demikian,
maka konsep otonomi hanya merupakan sebuah kamuflase (topeng) dari
watak sebuah sentralisme-otoriter.

 Pada sebuah kebijakan baru (undang-undang no.22 1999)

Kebijakan baru ini mengatakan, bahwa “otonomi adalah kewenangan


untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat”, sangat
jelas ada perbedaan. Pada yang lama lebih menekankan suatu penyerahan
urusan, sedang yang baru lebih pada pemberian wewenang. Artinya, ada
sebuah pengakuan atas hak daerah untuk mengatur rumah tangganya
sendiri. Bagi kepentingan realisasi otonomi yang berpihak dan berpijak pada
rakyat, yang menjadi masalah selanjutnya adalah sejauh mana (sebatas apa)
kualitas wewenang yang diberikan, dan faktor apa yang bisa mempengaruhi
kualitas dari sebuah wewenang tersebut? Disinilah letak strategis posisi
rakyat. Oleh sebab itu klausul dalam undang-undang no.22 tahun 1999 yang
menyebutkan, bahwa “

Page | 4
Penyelengaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih
menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat”, harus
menjadi landasan agar konsep otonomi tidak hanya sekedar menjadi slogan,
melainkan nyata dan bisa menjadi jalan bagi pemberdayaan rakyat.

Berikut, undang-undang otonomi daerah ini juga “mengintrodusi”


kedekatan dengan rakyat, karena titik berat otonomi sekarang diletakkan
pada kabupaten dan kotamadya, bukan lagi pada propinsi seperti yang
berlaku selama ini. Dengan demikian, diharapkan pelayanan dan
perlindungan yang diberikan kepada rakyat dapat dilakukan secara cepat
dan tepat, yang harus diantisipasi adanya kenyataan bahwa tidak semua
kabupaten dan kotamadya memiliki potensi ekonomi dan sosial yang sama
dan memiliki basis yang kuat, sebab dengan adanya perbedaan potensi ini,
akan sangat berpengaruh pada kinerja masing-masing daerah otonom dalam
memeberikan pelayanan dan perlindungan.

Selanjutnya terkait dengan sistem otonomi yang luas dan nyata. Kalau
UU no.5 tahun 1974, menganut sistem otonomi yang nyata, dinamis dan
bertanggung jawab, sedangkan ; undang-undang yang baru ini menganut
sistem otonomi yang luas dan nyata. Dengan sistem baru ini, pemerintah
daerah berwenang untuk melakukan apa saja yang menyangkut
penyelenggaraan pemerintah, kecuali 5 (lima) kebijakan kunci yaitu :

1. Politik luar negeri

2. Pertahanan dan keamanan negara

3. Negara

4. Moneter

5. Sistem peradilan dan agama

Page | 5
Tetapi daerah juga harus memahami potensi yang secara riil mereka miliki,
sehingga otonomi luas ini tidak diperlakukan begitu saja dengan misalnya,
membentuk semua dinas dan fungsi pelayanan yang belum tentu secara nyata
didukung oleh kondisi sosial, ekonomi dan keuangan serta partisipasi
warga/masyarakat yang ada. Keterlibatan warga dalam pembuatan keputusan
mengenai penggunaan sumber daya publik dan pemecahan masalah publik untuk
pembangunan daerahnya.

Dari berbagai pengalaman pembangunan daerah menujukan bahwa tanpa


partisipasi warga, maka :

1. Pemerintaham daerah kekurangan petunjuk mengenai kebutuhan daan


keinginan warga

2. Investasi yang ditanamkan di daerah tidak mengungkapkan prioritas


kebutuhan warga kota

3. Sumber – sumber daya publik yang langka tidak digunakan secara


optimal

4. Sumber- sumber daya masyarakat yang potensial untuk memperbaiki


kualitas hidup masyarakat daerah, tidak tertangkap

5. Standard – standard dalam merancang pelayanan dan prasarana yang


tidak tepat

6. Fasilitas- fasilitas yang ada, digunakan di bawah kemampuan dan di


tempatkan pada tempat- tempat yang salah, dan dalam berbagai kasus
yang menunjukkan bahwa dengan dibukanya kesempatan
berpartisipasi maka warga menjadi lebih memiliki perhatian terhadap
permasalahan yang di hadapi di lingkungannya dan memiliki
kepercayaan diri bahwa mereka dapat berkontribusi untuk ikut
mengatasi segera permasalahan yang terjadi.

Page | 6
2. Hakikat Otonomi Daerah
Istilah otonomi daerah dan desentralisasi pada dasarnya memoersoalkan
pembagian kewenangan kepada organ-organ penyelenggara negara, sedangkan
otonomi menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut.
Desentralisasi sebagaimana didefinisikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
adalah :

“ desentralisasi terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari


pemerintahan pusat yang berada di ibu kota negara baik melalui cara
dekonsentrliasi, misalnya pendelegasian, kepada pejabat di
bawhannya maupun melalui pendelegasian kepada pemerintahan atau
perwakilan di daerah”.

a. Untuk terciptanya efisiensi dan epektivitas penyelenggaraan


pemerintahaan
Pemerintah berfungsi mengelola berbagai dimensi kehidupan seperti
bidang sosial, kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik,
integrasi sosial, pertahanan, keamanan dalam negeri, dan lain-lainnya.
b. Sebagai sarana pendidikan politik
pemerintahan daerah merupakan kancah pelatihan dan pengembangan
demokrasi dalam sebuah negara.
c. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karier politik lajutan
Pemerintah daerah merupakan langkah persiapan untuk meniti karier
lanjutan, terutama karir dibidang politik dan pemerintahan ditingkat
nasioanal.
d. Stabilitas pilitik
Menurut Sharpe, stabilitas politik nasional mestinya berawal dari stabilitas
politik pada tingkat lokal.
e. Kesetaraan politik

Page | 7
Melalui desentralisasi, pemerintahan akan tercipta kesetaraan politik
antara daerah dan pusat
f. Akuntabilitas publik
Dessentralisasi otonomi daerah pada dasarnya adalah tranfer prinsip-
prinsip demokrasi dalam pengelolaan pemerintahan maupun budaya
politik.

3. Sejarah Otonomi Daerah Di Indonesia


Dalam sejarah perkembangannya kebijakan otonomi daerah di indonesia
mengikuti pola seperti pada bandul jam yaitu beredar antara sangat sentralistik
dan sangat desentralistik. Peraturan perundang-undangan yang pertama kali yang
mengatur tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU
No. 1 Tahun 1945. Ditetapkannyaa undang-undang ini merupakan hasil dari
berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa kerajaan-kerajaan
serta pada masa pemerintahan kolonial. Undang-undang ini menekankan aspek
cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan badan perwakilan
rakyat daerah.
Otonomi daerah di indonesia dilaksakan dalam rangka desentrasi di bidang
pemerintahan. Desentrasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan.
Pertama, tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara
pada tataran infrastruktur dan suprastruktur politik. Kedua, tujuan desentrasi,
yakni efektivitas dan efisiensi proses-proses adminisrtrasi pemerintahan sehingga
pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat, tepat, transfaran serta murah.
Ketiga, tujun sosial ekonomi, yakni meningkatkan taraf kesejahteran masyarakat.
Sejarah perkembangan pelaksanaan otonomi daerah di indonesia sejak awal
kemerdekaan sampai dengan era reformasi sekarang ini dengan cara melihat
pelaksanaan undang-undang otonomi daera tersebut, yaitu dengan melihat sistem
otonomi daerah dan perkembangan sistem yang digunakan pada masing-masing
undang-undang otonomi daerah yang pernah digunakan sepanjang sejarah
Republik Indinesia.

Page | 8
yang pertama adalah undang-undang no.1 tahun 1945

yang kedua adalah undang-undang no.22 tahun 1948

yang ketiga adalah undang-undang no.1 tahun 1957

yang keempat adalah undang-undang no.18 tahun 1965

yang kelima adalah undang-undang no.5 tahun 1974

yang keenam adalah undang-undang no.22 tahun 1999

yang ketujuh adalah undang-undang no.25 tahun 1999

Dari undang-undang yang berlaku pada saat terjadinya proses sebuah


otonomi daerah pada saat itu. Dan mengatur untuk berlangsungnya dari sebuah
otonomi daerah itu sendiri.

4. Dasar Hukum Otonomi Daerah


Otonomi daerh berpijak pada dasar perundng undangan yang kuat, yakni:
a. Undang-Undang Dasar
Sebagaimana telah disebut di atas UUD 1945, merupakan landasan
yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
UUD pasal 18 ayat 2 menyebutkan, ”pemerintahan provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”Selanjutnya, pada ayat 5
tertulis, ”pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undng-undng ditentukn sebagai
urusan pemerinthan pusat”. Dan ayat 6 pasal yang sama menyatakn,
”pemerintahan daerah berhak menetepkan perturaan daerah dan
peraturan- peraturan lain untuk melaksanakn otonomi dan tugas
pembantuan”.

Page | 9
b. Ketetapan MPR RI
Tap MPR-RI XV/MPR/1998 tentng penyelenggaraan Otonomi
daerah : pengaaturan, pembagian dan pemanfaataan sumber daya
nasional yang berkaintan, serta perimbangan kekuangan pusat dan daerah
dalam rangka Negara republik indonesia.

c. Undang-undang No. 22/1999 tentang pemerintah daerah


Pada prinsinnya mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah
yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Hal-hal yang
mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan
masyarakat, menumbuhkan prakasa dan kreativitas, meningkatkan peran
masyarakat, mengembangkan peran dan dan fungsi DPRD. Pada 15
oktober 2004, presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

d. UUD 1945 Bab VI tentang pemerintah daerah, terutama pasal 18. Dalam
dua ayat pertama, mengenai pemerintahan daerah tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1) Negara kesatuan republik indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itudi bagi atas kabupaten, dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dalam undang-undang.
2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurus asas otonomi
dan tugas pembantuan.
e. UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
f. UU No. 33 thun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah.

Page | 10
5. Prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah

a. dalam UU No.22 tahun 1999

Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman


dalam penyelengaraan pemerintah daerah sebagaimana terdapat dalam
UU. No 22 tahun 1999 adalah ( menurut Nur Rif’ah Masykur P. 2001.
h. 21):

1) Penyelengaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan


memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta
potensi dan keanekaragaman daerah.
2) Pelaksanaan otonomi daerah di dasarkan pada otonomi luas nyata
dan bertanggung jawab
3) Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh di letakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedang pada daerah propinsi
merupakan otonomi yang terbatas
4) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah.
5) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
kemandirian daerah otonom dan karenanya dalam daerah
kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian
pula di kawasan-kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan
berkebun, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan,kawasan
perkotaan baru, kawasan pariwisata dan semacamnya berlaku
ketentuan peraturan daerah otonom.
6) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi legislatif daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.

Page | 11
7) Pelaksanaan asas dekonsentrasi di letakkan pada daerah propinsi
dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk
melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang di limpahkan
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
8) Pelaksanaan asas tugas pembantuan di mungkinkan tidak hanya
dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan
daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada
yang menegaskan.

Dan prinsip selanjutnya, dalam undang-undang otonomi yang baru ini,


menganut apa yang disebut “ no mandate without funding”, artinya tidak ada
tugas pemerintah pusat di daerah yang tidak disertai dengan biayanya. Komitmen
ini semakin mempertegas perubahan paradima pemerintahan, karena selama ini
berakar pandangan ini dikalangan birokrasi, militer dan akademisi bahwa otonomi
harus terkait dengan kapasitas keuangan pemerintah daerah.

Seperti yang digambarkan Wayong (1956) bahwa dalam rangka


penyelenggaraan otonomi maka daerah harus mempunyai kapasitas oto-money.
Sebuah pandangan yang tidak punya menyesatkan tetapi juga tidak

realistis, komitmen perubahan ini kemudian dipertegas dalam pasal 78 ayat


2 undang-undang no.25 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah yang menyebut “bahwa” penyerahan kewenangan atau
penugasan pemerintah pusat kepada Bupati/Walikota di ikuti dengan pembiayaan.

Perlu dicatat. Undang-undang ini membuktikan bahwa cara lama telah


ditinggalkan. Pengertian “dinamis” dalam UU no.5 tahun 1974 yang senantiasa
dikaitkan dengan dinamika kapasitas financial daerah, sudah diubah, karena dalam
undang-undang tersebut, di anut sebuah prinsip. Semakin besar kemampuan
keuangan daerah semakin banyak diberi kepercayaan menyelenggarakan

Page | 12
pemerintahan. Hal ini maka dikenal dengan “adigum” fuction follows money.
Dalam undang-undang otonomi ini, adigum yang berlaku adalah sebaliknya.
“fuction follows money”, artinya : daerah diberi kewenangan sekuat-kuatnya dan
dengan kewenangan itu daerah akan menggunakan untuk menggali sumber daya,
sebesar-besarnya sepanjang bersifat legal dan dapat diterima masyarakat.

6. Pembagian Kekuasaan Dalam Kerangka Otonomi Daerah


Otonomi sebagai pelaksanaan desentralisasi penerapan dari sebuah konsep.
Pembagian konsep yakni membagi kekuasaan secara vertikal, sedangkan
kekuasaan negara dibagi menjadi 2 (dua) : kekuasaan pusat (diselenggarakan oleh
pemerintah pusat) dan kekuasaan Daerah ( diselenggarakan oleh pemerintah
daerah). Dalam model yang lama, kekuasaan terpusat ditangan pemerintah pusat
yang artinya segala pengambilan keputusan dilakukan dipusat dan dipertanggung
jawabkan pada pemerintah pusat. Pada model baru, skema tersebut diubah,
dengan munculnya konsep daerah otonom. Tentu saja konsep otonomi tidak dapat
diartikan sebagai kebebasan absolut dari suatu daerah, melainkan tetap berdiri
diatas skema negara kesatuan dan eksistensi daerah yang lain.
Sebagai sebuah skema pembagian kekuasaan, sudah tentu konsep otonomi
daerah tidak akan pernah final, sebab batas-batas suatu kewenangan pusat dan hak
daerah, akan terus bergerak secara dinamis, dan kita dapat menyimpulkan bahwa
dalam proses ini sangat potensial terjadinya konflik kepentingan, antara pusat dan
daerah. Pada satu sisi pusat berusaha meningkatkan (kembali) otoritasnya dengan
membawa issue integrasi nasional, sebaliknya daerah akan terus meingkatkan
kewenangan dengan issue kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, aroma konflik
masih sangat terlihat. Oleh karena itulah dalam makna ini, otonomi daerah
seharusnya tidak menjadi wahana untuk mempercepat demokratisasi. Dan oleh
sebab itu dari sudut pembagian kekuasaan yang perlu dikembangkan adalah
bagaimana agar kekuasaan yang ada tetap diabadikan untuk kepentingan
meningkatkan pelayanan kepada rakyat.

Page | 13
 Pergeseran Kebijakan
Apabila kita mengeluarkan undang-undang yang baru maka posisi
yang lama atau sebelumnya pasti akan mengalami suatu pergeseran
yang terjadi pada saat ini. Kebijakan otonomi daerah yang tertuang
dalam UU no. 22 tahun 1999 pada dasarnya bukan hal yang baru. UU
no.5 tahun 1974 tentang pemerintahan di daerah, juga memuat konsep
otonomi. Oleh sebab itu, sangat perlu diketahui perbedaan-perbedaan
utama dari kebijakan tersebut pergeseran apa yang terjadi dari
kebijakan otonomi.
Perubahan paradigma, segi utama yang harus diperjelas bahwa
kebijakan otonomi daerah produk reformasi, berangkat dari paradigma
yang berbeda dengan paradigma rezim otoriter orde baru. Pada
kebijakan lama memformat otonomi daerah berawal dan berpusat pada
pemerintah pusat, maka kebijakan baru sebaliknya berawal dan
berpusat pada pemerintah daerah. Dan hal ini tercermin dari muatan
yang lebih menekankan kepada sebuah desentralisasi ketimbang
dekonsentrasi. Pada yang lama lebih ditekankan dekonsentrasi
ketimbang desentralisasi.
 Kebijakan lama menuliskan
Jadi pada hakikatnya otonomi daerah itu lebih merupakan
kewajiban dari pada hak yaitu kewajiban daerah untuk ikut
melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana untuk mencapai
kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab.
 Kebijakan baru menuliskan
Bahwa pemberian kewenangan otonomi kepada daerah baik
kabupaten maupun daerah kota, didasarkan kepada asas desentralisasi
saja, dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Kewenangan otonomi luas adalah kekuasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik

Page | 14
luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama serta kewenangan bidang lainnya
yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Disamping itu
keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat
dalam penyelenggaraannya.
 Kebijakan lama menegaskan arah dari OTONOMI
Bahwa dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang
tersebar diseluruh pelosok negara dan dalam membina kesetabilan
politik serta kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara
pemerintah pusat dan daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan
diarahkan, pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan dan
pembangunan daerah, dilaksanakan bersama-sama dengan
dekonsentrasi. Pada kebijakan lama sangat jelas memuat tendensi,
efisiensi dan kontrol. Otonomi menjadi bagian dari proyek mengejar
pertumbuhan dan bukan untuk meningkatkan prakarsa masyarakat.
 Maka kebijakan baru menuliskan
Bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu
untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keaneka ragaman daerah. Susunan pemerintahan daerah. Pilihan konsep
dan arah yang akan dicapai dengan penyelenggaraan otonomi, tentu saja
mempengaruhi bentuk bangunan dan susunan kekuasaan yang dicabut.
 Kebijakan lama menuliskan
Dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pemerintah
daerah, menurut hirarki Apabila kita mengeluarkan undang-undang
yang baru maka posisi yang lama atau sebelumnya pasti akan
mengalami suatu pergeseran yang terjadi pada saat ini. Kebijakan
otonomi daerah yang tertuang dalam UU no. 22 tahun 1999 pada
dasarnya bukan hal yang baru. UU no.5 tahun 1974 tentang
pemerintahan di daerah, juga memuat konsep otonomi. Oleh sebab itu,

Page | 15
sangat perlu diketahui perbedaan-perbedaan utama dari kebijakan
tersebut pergeseran apa yang terjadi dari kebijakan otonomi.
Perubahan paradigma, segi utama yang harus diperjelas bahwa
kebijakan otonomi daerah produk reformasi, berangkat dari paradigma
yang berbeda dengan paradigma rezim otoriter orde baru. Pada
kebijakan lama memformat otonomi daerah berawal dan berpusat pada
pemerintah pusat, maka kebijakan baru sebaliknya berawal dan
berpusat pada pemerintah daerah. Dan hal ini tercermin dari muatan
yang lebih menekankan kepada sebuah desentralisasi ketimbang
dekonsentrasi. Pada yang lama lebih ditekankan dekonsentrasi
ketimbang desentralisasi.
Jadi pada hakikatnya otonomi daerah itu lebih merupakan kewajiban dari
pada hak yaitu kewajiban daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan
sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Bahwa pemberian kewenangan otonomi kepada daerah baik kabupaten
maupun daerah kota, didasarkan kepada asas desentralisasi saja, dalam wujud
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas
adalah kekuasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan, kecuali
kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya
yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Disamping itu
keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraannya.
 Kebijakan lama menegaskan arah dari OTONOMI
Bahwa dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang
tersebar diseluruh pelosok negara dan dalam membina kesetabilan politik
serta kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara pemerintah pusat
dan daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan diarahkan, pada pelaksanaan
otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang dapat menjamin
perkembangan dan pembangunan daerah, dilaksanakan bersama-sama dengan

Page | 16
dekonsentrasi. Pada kebijakan lama sangat jelas memuat tendensi, efisiensi
dan kontrol. Otonomi menjadi bagian dari proyek mengejar pertumbuhan dan
bukan untuk meningkatkan prakarsa masyarakat.
Bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk
lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka ragaman
daerah. Susunan pemerintahan daerah. Pilihan konsep dan arah yang akan
dicapai dengan penyelenggaraan otonomi, tentu saja mempengaruhi bentuk
bangunan dan susunan kekuasaan yang dicabut.
bertanggung jawab kepada presiden melalui Menteri dalam Negeri (pasal
22 ayat 2), selanjutnya dikatakan pula bahwa dalam menjalankan tugasnya
kepala wilayah :
1. Bertanggung jawab kepada kepala wilayah kabupaten atau kota madya
atau kota administratif yang bersangkutan
2. Kota administratif bertanggung jawab kepada kepala wilayah kabupaten
yang bersangkutan
3. Kabupaten atau kotamadya bertanggung jawab kepada wilayah propinsi
yang bersangkutan
4. Propinsi atau ibu kota negara bertanggung jawab kepada presiden dan
melalui menteri dalam negeri dan kebijakan baru berubah menjadi daerah
otonom, masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan
berarti satu sama lain ( pasal 2 )
Hubungan antara kelembagaan. Bagaimana pusat-pusat kekuasaan saling
berinteraksi kebijakan lama yang tegar menggambarkan model hirarki, dimana
presiden menjadi puncak kekuasaan. Hubungan antara pemerintah daerah lebih
merupakan relasi yang formalistik dan tidak terdapat suatu hubungan politik yang
memungkinkan parlemen daerah memberikan kontrol berdasarkan aspirasi publik,
konsep ini diubah dengan kebijakan baru, yang lebih menempatkan parlemen
daerah sebagai kekuatan utama di daerah untuk memberikan kontrol terhadap
kerja politik kepala daerah, dan menurut pengalaman selama ini sudah
memperlihatkan kiprah parlemen yang dalam banyak segi justru menimbulkan

Page | 17
kekhawatiran bagi integritas politik artinya hubungan kelembagaan cenderung
tidak sehat atau tidak mengarah pada realisasi komitmen meningkatkan
demokrasi.
Dari beberapa penjelasan uraian-uraian yang ada maka dapat di simpulkan
bahwa antara undang-undang yang lama masih sangat berpengaruh terhadap
kebijakan undang-undang baru. Tidak semua daerah itu dapat menikmati suatu
otonomi. Dengan hasil yang maksimal atau menguntungkan bagi daerahnya,
karena apa pemerintah pusat masih ikut campur atau mengambil andil kebijakan-
kebijakan pada suatu daerah.
Dan dalam kebijakan atau isi yang tertuang didalam undang-undang terbaru
itu selalu dapat diterapkan dengan baik. Buktinya sebelum kita menetapkan
sesuatu yang baru pasti kita akan melihat kebelakang (flash back),
dari kejadian sebelumnya, apabila dalam masa transisi bahwa suatu
ketrampilan yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah adalah ketrampilan untuk
 perbedaan pandangan
 Mendorong adanya perubahan
 Negoisasi dan mediasi
 Inovasi
 Mencari solusi daritantangan yang dihadapi secara kolektif
Karena tujuan utama dari penyelenggaraan otonomi daaerah adalah untuk
meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian
daerah. Pada dasarnya terkandung 3 (tiga) misi utama dalam pelaksanaan otonomi
daerah dan desentralisasi fiskal yaitu :
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik serta
kesejahteraan masyarakat
2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah
3. memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik)
untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Salah satu usaha atau cara untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang baik adalah dengan menumbuhkan berbagai institusi yang dapat
menerima dan menindak lanjuti keluhan masyarakat serta memediasi hak

Page | 18
kepentingan masyarakat terhadap pemerintah daerah. Dan salah satu akibat
adanya Otonomi Daerah adalah bertambahnya sektor perekonomian yang ada di
daerah.

Pembagian kekuasan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip


negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme.
Selain itu, otonomi daerah yang diserahkan itu bersifat luas, nyata, dan
bertanggung jawab. Diseebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada
pemeintah pusat (seperti pada negara federal); disebut nyata karena kewenangan
yang diselenggarakan itu menyangkut yang diperlukan, tumbuh dan hidup, dan
berkembang didaerah; disebut bertanggung jawab karena kewenangan yang
diserahkan itu harus diselenggarakan demi tercapainya tujuan otonomi daerah,
yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
pengenbangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta
pemeliharaan yang serasi antara pusat dan daerah dan antardaerah.
Secara garis besar UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah
dengan jelas telah mengatur masalah pembagian kewenangan ini. Undang-undang
menyuratkan bahwa kewenangan pemerintah ditingkat lokal akan bertambah dan
mencakup kewenangan pada seluruh bidang pemerintahan.
Sementara itu kewenangan yang terdapat pada pemerintah pusat terbatas
hanya pada kewenangan dibidang:
a. Politik luar negeri
b. Pertahanan dan keamanan negara
c. Perdilan
d. Moneter dan fiskal
e. Agama

Selain sebagai daerah otonom, provinsi juga merupakan daerah administrtif,


maka kewenangan yang ditangani provinsi/gubernur akan mencakup kewenangan
dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi. Kewenangan yang diserahkan
kepada daerah otonom provinsi dalam rangka desentralisasi mencakup:

Page | 19
a. Kewenangan yang bersifat lintas-kabupaten dan kota, seperti
kewenangan dalam bidang kewenangan umum, perhubungan,
kehutanan dan perkebunan;
b. Kewenangan pemerintahan linnya, yaitu perencanaan dan pengendalian
pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang alokasi sumber
daya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah provinsi,
pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup,
promosi dagang dan budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular,
dan perencanaan tata ruang provinsi;
c. Kewenangan kelautan yang meliputi ekslorasi, eksploitasi, konservasi
dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administritif,
pengaturan tata ruang, penegakan hukum, dan bantuan penegakan
keamanan dan kedaulatan hegara; dan
d. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten
dan daerah kota diserahkan kepada provinsi dengan pernyataan dari
daerah otonom kabupaten atau kota tersebut.

7. Visi dan Misi Otonomi Daerah


a. Visi
terdepan dalam memantapkan efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan yang disentralistik dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mengingat otonomi adalah buah dari kebijakan desentrlisasi dan
demokrasi, karenanya visi otonomi daerah di bidang politik harus
dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya
kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis.
Visi otonomi daerah dibidang ekonomi mengandung makna bahwa
otonomi daerah disutu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan
kebijakan ekonomi nasional di daerah, di pihak lain mendorong
terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan

Page | 20
lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi
ekonomi di daerahnya.
Sedangkan visi otonomi daerah di bidang sosial dan budaya
mengandung pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada
pengelolaan, penciptaan dan memelihara integrasi.

b. Misi
1. Memfasilitasi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan penataan
urusan pemerintahan daerah;
2. Memfasilitasi penyusunan kebijakan dan standarisasi penataan daera
dan otonomi khusus;
3. Memfasilitasi penyusunan kebujakan dan standarisasi DPOD dan
hubungan antar lembaga;
4. Memfasilitasi penyusunan kebijakan dan standarisasi pengembangan
kapasitas dan kinerja daerah;
5. Memfasilitasi penyusunan kebijakan dan standarisasi pejabat daerah;
6. Mendorong terciptanya koordinasi, konsolidasi, dan keterpaduan
program antar direktorat dengan dukungan pelayanan umum,
administrasi, teknis dan operasional secara cerat, tepat dan aktual
dalam rangka implementasi otonomi daerah.

8. Wewenang otonomi daerah


Sesuai dengan dasar hukum yang melandasi otonomi daerah,
pemerintahan daerah boleh menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintahan pusat.Dalam undang-undang tersebut juga di atur tentang hak
dan kewajiban pemerintahan daerah yaitu:

Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi daerah mempunyai hak :

Page | 21
1) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
2) Memilih pimpinan daerah.
3) Mengelola aparatur derah.
4) Mengelola kekayaan daerah.
5) Memungut pajak daerah dan retrebusi daerah.
6) Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya yang berada di daerah.
7) Mendaapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
8) Mendapatkan hak lainnya yang di atur dalam peraturan perundang-
undangan.

Pasal 22
Dalam menyelenggarakan otonomi daerah mempunyai kewaajiban:
1) Melindungi masyarakat ,menjaga persatuan,kesatuan dan kerukunan
nasional,serta keutuhan negara kesatuan republik indonesia.
2) Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
3) Mengembangkan kehidupan demokrasi.
4) Mewujudkan keadilan dan pemerataan.
5) Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan.
6) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.
7) Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang laayak.
8) Mengembangkan sistem jaminan nasional.
9) Menyusun perencanaaan dan tata ruang daerah.
10) Mengembangkn sumber daya produktif di daerah.
11) Melestarikan lingkungan hidup.
12) Mengelola administrasi kependudukan.
13) Melestarikan nilai sosial budaya.
14) Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya.
15) Kewajiban lain yang di atur dalam peraturan perundang-undangan.

Page | 22
9. Dampak positif dan negatif otonomi daerah.

a. Dampak positif
Dampak positif otonomi dearah adalah bahwa dengan otonomi daerah
maka pemerintahan daerah akan mendapatkan kesempatan untuk
menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat.
Berkuraangnya wewenang dan kendaali pemerintahan pusaat
mendapatkn respon tinggi dari pemerintahan daeraah dalam menghadapi
masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh
lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal
mendorong pembangunan derah serta membangun program promosi
kebudayaan dan juga pariwisata.
Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan
pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut di krenakan emerintaah
cenderung lebih menegeti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-
potensi yang ada di daerahnya dari pada pemerintah pusat. Contoh:
Di Maluku dan papua program beras miskin yang di canangkann
pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian
penduduk disaana tidak bisa mengkonsumsi beras, mereka biasa
mengkonsumsi sagu,maka pemerintah disana hanya mempergunakan dana
beras miskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yang
biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu dengan sistem otonomi daerah
pemerintahan akan lebih cepat mengambil kebijakan –kebijakan yang di
anggap perlu saat itu, tanpa harus melewati prosedur ditingkat pusat.

b. dampak negatif
dampak negatif adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum
dipemerintahan daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaan
negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.selain itu terkadang

Page | 23
ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi negara
yang dapat menimbulkan pertentangaan antar daearah satu dengan daerh
lainnya,atau bahkan daerah dengan negara. Contoh :
pelaksanaan undang-undang anti pornografi di tingkat daerah.Hal
tersebut dikarenakan dengan system otonomi daeraah maka pemerintah
pusat akan lebih susah mengawaasi jalannya pemerintahan di daerah, selain
itu karena memang dengan sistem otonomi daerah membuat peranan
pemerintah pusat tidak begitu berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persiangan antar daerah yang
terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya; jika suatu daerah sedaang
mengadakan promosi pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal
yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah,selain itu otonomi
derah membuaat kesenjangn ekonomi yang terlampau jaauh antar daearh.
Daerah yang kaya semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan
daearah yang pendpatannya kurang kan tetap begitu-begitu saja tanpa ada
pembangunan. Hal ini sudah sangat menghawatirkan karena ini sudah
melanggarkan pancasila kelima, yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia”.

10. Tantangan Otonomi Daerah


Di era otonomi daerah dan desentralisasi sekarang ini, sebagian besar
kewenangan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan
yang besar ini disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Dalam penjelasan
UU No.22/1999 ini dinyatakan bahwa tanggung jawab yang dimaksud adalah
berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan.
Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi berbagai
persoalan seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan
penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini
berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, melekat pula
tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan

Page | 24
pengentasan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah
daerah dituntut untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro
masyarakat miskin.
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan dari konsep desentralisasi
pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat lebih meningkatkan
daya guna dan hasil guna dalam menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan
pembangunan, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih
optimal sesuai dengan karakteristik yang ada di wilayahnya. Otonomi daerah
merupakan suatu upaya, kesempatan, dan dukungan bagi daerah untuk
dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri. Dalam UU No 22 tahun 1999
dijelaskan bahwa pelaksanaan otonomi daerah diwujudkan dalam pemberian
wewenang yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah
secara proporsional melalui pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya
nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta
dilandasi prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan,
serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat
mendukung bahwa dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu
menciptakan demokrasi atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses
lebih lanjut dari aspek ini adalah dilibatkannya semua potensi kemasyarakatan
dalam proses pemerintahan di daerah.
Pelibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor yang tidak
diinginkan, yaitu:
1. Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat
terhadap kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi
karena sejak proses inisiasi, adopsi, hingga pengambilan keputusan,
masyarakat dilibatkan secara intensif.
2. Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah
(dengan artian pertanggungjawaban kepada publik) dalam
mengimplementasikan kebijakan daerahnya. Ini disebabkan karena

Page | 25
masyarakat merasa sebagai salah satu bagian dalam menentukan
keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan serta
merta menyalahkan pemerintah daerah bila suatu saat ada beberapa
hal yang dipandang salah.
3. Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam
implementasi kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya
menciptakan tata pemerintahan daerah yang baik.
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah
ini sangat boleh jadi menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan
bentuk /format pelaksanaan otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan
pula dengan tanggung jawab dan kewajiban daerah yang dinyatakan dalam
penjelasan UU No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan
pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi
daerah, maka pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan
berbagai kebijakan dan regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun
dengan belum adanya bentuk yang jelas dalam operasionalisasi otonomi tersebut,
maka sering terdapat bias dalam hasil yang di dapat. Pelimpahan kewenangan
dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi
ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber
ekonomi/keuangan dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang
kaya akan sumber ekonomi. Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya
bermuara pada pelayanan publik yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum
terpikirkan.
Kemandirian daerah sering diukur dari kemampuan daerah dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). PAD juga menjadi cerminan
keikutsertaan daerah dalam membina penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di daerah. Keleluasaan
memunculkan inisiatif dan kreativitas pemerintah daerah dalam mencari dan
mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD sekarang ini cenderung dilihat

Page | 26
sebagai sumber prestasi bagi pemerintah daerah bersangkutan dalam pelaksanaan
otonomi. Disamping itu, hal ini dapat menimbulkan pula ego kedaerahan yang
hanya berjuang demi peningkatan PAD sehingga melupakan kepentingan lain
yang lebih penting yaitu pembangunan daerah yang membawa kesejahteraan bagi
masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah
seperti ini cenderung mengabaikan tujuan otonomi yang sebenarnya.
Otonomi menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta hidup,
tumbuh, dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab
adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh
daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan pelayanan
dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah serta antar daerah.
Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah,
terdapat sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari
pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang
dihadapi oleh daerah adalah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran
terhadap pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau
seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan
dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan
instrumen baru yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak,
baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan
akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung, pada semua
segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang rentan
terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok
usaha kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian
lebih besar, karena hal tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan
otonomi daerah itu sendiri.

Page | 27
11. SUMBER PENERIMAAN DAERAH
Berkaitan dengan perbedaan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan UU
no.2 tahun 1999 dan UU no.25 tahun 1999, dengan UU no.5 tahun 1974.
Perbedaan pengelolaan keuangan daerah terdiri dari masalah pembiayaan dan
anggaran daerah atau dikenal dengan financing reform dan budgeting reform,
financing reform adalah berhubungan dengan perubahan sumber-sumber
penerimaan keuangan daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
Pembiayaan keuangan daerah berdasarkan UU no.5 tahun 1974, didukung
oleh pendapatan asli daerah (PAD) yang merupakan sebagian kecil dari total
APBD, sumbangan dan juga bantuan pemerintah pusat yang merupakan sebagian
besar dari total APBD.
Undang-undang No.22 tahun 1999 mengatur tentang pembiayaan,
penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan DPRD dalam rangka pelaksanaan
asas desentralisasi yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Hal itu disebutkan dalam pasal 78 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan tugas pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai dari dan
atas beban Anggaran Pendapataan dan Belanja Daerah (APBD)
2. Penyelenggaraan tugas pemerintah pusat di daerah dibiayai dari dan
atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD).
APBD memuat pendapatan dan pengeluaran pemerintah daerah, adapun sumber-
sumber pendapatan daerah menurut pasal 79 undang-undang tersebut terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2. Dana perimbangan
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
PAD adalah penerimaan dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dana perimbangan sendiri diatur dalam
UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

Page | 28
dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil
dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah,
sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara
penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan
keuangannya.

Page | 29
BAB III
PENUTUPAN

1. Kesimpulan

Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat


mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara
optimal.Dimana untuk mewujudkan keadaan tersebut,berlaku proposisi bahwa
pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk
mengidentifikasikan,merumuskan,dan memecahkannya, kecuali untuk persoalan-
persoalan yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam
perspektif keutuhan negara- bangsa. Dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2000
telah pula ditetapkan Ketetapan MPR No.IV/MPR/2000 tentang Kebijakan
dalam Penyelenggaran Otonomi Daerah yang antara lain merekomendasikan
bahwa prinsip otonomi daerah itu harus dilaksanakan dengan menekankan
pentingnya kemandirian dan keprakarsaan dari daerah-daerah otonom untuk
menyelenggarakan otonomi daerah tanpa harus terlebih dulu menunggu petunjuk
dan pengaturan dari pemerintahan pusat. Bahkan,kebijakan nasional otonomi
daerah ini telah dikukuhkan pula dalam materi perubahan Pasal 18UUD 1945.

Adapun dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya


kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai
pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat,
serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan
daerah yang masih berkembang.Bisa dilihat bahwa masih banyak permasalahan
yang mengiringi berjalannya otonomi daerah di Indonesia. Permasalahan-
permasalahan itu tentu harus dicari penyelesaiannya agar tujuan awal dari
otonomi daerah dapat tercapai.

Page | 30
2. Saran

Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara
lain:
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan
pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan
dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat
dengan masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah
juga perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat
memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat
pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah.
Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif
dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah
sebaiknya membuang jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun
kepentingan kelompoknya dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat.
Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak bertindak egois dan melaksanakan fungsi
serta kewajibannya dengan baik.

Page | 31
DAFTAR PUSTAKA

Srijanti. Rahman A, Purwanto, Pendidikan kewarganegaraan untuk Mahasiswa,


Graha Ilmu, Jakarta. 2009
Kaelani MS, pendidikan kewarganegaraan bagi mahasiswa, Para Digma,
Jogjakarta. 2002
Salahudin Anas, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Gunung Djati Press,
Bandung. 2010
ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HaK Asasi
Manusia, Masyarakat Madani. UIN dan Prenada Media, Jakarta.
2003
Komalasari Kokom, dkk, Kewarganegaraan Indonesia, Jurusan Pendidikan
Kewarganegaraan, FPIPS UPI, Bandung. 2009

Page | 32

Anda mungkin juga menyukai