4.DESENTRALISASI ASIMETRIS
Pengertian/ Konsep Desentralisasi Asimetris
Desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralisation) adalah pemberlakuan/transfer
kewenangan khusus yang hanya diberikan pada daerah-daerah tertentu dalam suatu negara,
yang dianggap sebagai alternatif untuk menyelesaikan permasalahan hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam konteks Indonesia dalam rangka menjaga
eksistensi daerah dalam NKRI. Desentralisasi asimetris mencakup desentralisasi politik,
ekonomi, fiskal, dan administrasi, namun tidak harus seragam untuk semua wilayah negara,
dengan mempertimbangkan kekhususan masing-masing daerah.
Dasar-dasar Pelaksanaan Desentralisasi Asimetris Indonesia Kontemporer:
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM
(JPP-UGM 2010) menunjukkan setidaknya terdapat lima alasan mengapa desentralisaisi
asimetris harus dilakukan di Indonesia. Kelima hal itu adalah:
1. Alasan konflik dan tuntutan separatisme. Provinsi Papua, Aceh, dan Papua Barat
memiliki otonomi khusus karena adanya konflik perebutan sumber daya alam.
2. Alasan ibukota negara. Perlakuan khusus kepada Provinsi DKI, dikarenakan DKI
memiliki infrasturtur terbaik.
3. Alasan sejarah dan budaya. Perlakuan istimewa kepada DIY karena sejarahnya
pada masa revolusi dan perebutan kemerdekaan.
4. Alasan perbatasan. Perlalukuan khusus terhadap daerah teritorial negara yang
berkatan dengan negara tetangga, contohnya kepada Provinsi Kalimantan Utara.
5. Pusat pengembangan ekonomi. Daerah yang memiliki potensi ekonomis diberi
perhatian khusus, contohnya kepada daerah Batam untuk menyaingi Singapura.
Contoh pelaksanaan desentralisasi asimetris di Indonesia
1. Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota
Pemberian status khusus kepada Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI
Jakarta) lebih ditekankan pada aspek historisnya. Tidak dapat dipungkiri Jakarta
merupakan tempat dimana peristiwa-peristiwa penting terjadi. Penetapan ini
berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1961 tentang Pemerintahan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya oleh Presiden Soekarno, ada beberapa dasar
pemberian: Selain hal-hal tersebut di atas, berdasarkan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, kekhususan DKI Jakarta
meliputi hal-hal seperti Otonomi tunggal di tingkat Provinsi, pasangan calon
gubernur yang memiliki suara lebih dari 50% akan ditetapkan debagai pasangan
calon terpilih, Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut
kepentingan Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan lain-lain.
2. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 merupakan dasar hukum dari
status keistimewaan Provinsi DIY. Selanjutnya, hal-hal sentral dalam penerapan
desentralisasi asimetris dalam Undang-Undang Keistimewaan DIY ini berkutat
pada 5 (lima) permasalahan pokok yakni: 1. Tata cara pengisian jabatan,
kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, 2. Kelembagaan
Pemerintah Daerah DIY, 3. Kebudayaan, 4. Pertanahan, dan 5. Tata ruang.
3. Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat
Kebijakan Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) ditetapkan berdasarkan
pengakuan pemerintah terhadap dua hal pentinga yaitu, pemerintah mengaku
terdapat permasalahan di Papua yang belum terselesaikan, dan mengakui telah
terjadi kesalahan kebijakan yang diambil dan dijalankan untuk menyelesaikan
berbagai persoalan di Papua selama ini. Otsus di Papua dibuat untuk meredam
konflik yang terjadi di sana, hal ini merupakan produk dan kebijakan pemerintah
pusat.
4. Provinsi Aceh
Konsep asimetris tertera dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, pemberlakuan otsus Aceh pada dasarnya bukanlah sekedar
hak, melainkan merupakan kewajiban konstitusional untuk dimanfaatkan sebesar-
besarnya bagi kemaslahatan masyarakat Aceh.