Anda di halaman 1dari 14

EVALUASI TENGAH SEMESTER

HUKUM OTONOMI DAERAH

IMPLIKASI OTONOMI DAERAH TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

DISUSUN OLEH:

NURMA CHRISMAWANTIKA HERLAMBANG

1312100017

DOSEN PENGAMPU

Dr. Ahmad Sholikhin Ruslie, S.H., M.H

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

TAHUN 2023/2024
Daftar Isi

Daftar Isi.......................................................................................................................................................2

Abstrak.........................................................................................................................................................3

A. Pendahuluan.........................................................................................................................................3

B. Rumusan Masalah................................................................................................................................5

C. Metode Penelitian.................................................................................................................................5

D. Pembahasan..........................................................................................................................................5

1. Konsepsi Otonomi Daerah...............................................................................................................5

2. Hubungan Otonomi Daerah dengan Kesejahteraan.....................................................................7

3. Hambatan Otonomi Daerah dalam Mengantarkan Kesejahteraan dan Solusinya...................9

E. Kesimpulan.........................................................................................................................................13

Daftar Pustaka...........................................................................................................................................14

2
Abstrak
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, daerah otonom diberi hak, wewenang, dan
kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat. Hak, wewenang, dan tanggung jawab tersebut dikenal dengan istilah otonomi daerah.
Pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan masyarakat, dan peran serta masyarakat. Dalam rangka pemerataan pembangunan untuk
mendorong proses peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat menjadi perhatian utama. Upaya pemerintah pusat dan daerah untuk
merencanakan pembangunan dengan cara yang dapat mencapai hasil terbaik dengan tetap
mempertimbangkan kondisi lokal mencerminkan hal ini.

A. Pendahuluan
Kata-kata Latin autosa, yang berarti sendiri, dan nomosa, yang berarti mengatur, adalah akar
etimologis dari kata otonomi. Dengan demikian, otonomi dapat diartikan sebagai pengaturan sendiri,
pemerintahan sendiri, atau pengaturan sendiri. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam upaya melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, daerah otonom diberi hak, wewenang, dan kewajiban
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Hak,
wewenang, dan tanggung jawab tersebut dikenal dengan istilah otonomi daerah.

Setiap daerah otonom diharuskan untuk melaksanakan tugas dan prinsip-prinsip otonomi daerah
agar pelaksanaannya terfokus pada tujuan yang sebenarnya yaitu memajukan kesejahteraan masyarakat.
Otonomi daerah diimplementasikan dalam beberapa bagian dan komponen. Beberapa prinsip, termasuk
desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan, termasuk dalam pembagian kewenangan.
Daerah otonom telah diberi tanggung jawab ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
membina kerja sama antar daerah. Namun, bangsa kita masih banyak yang berpatokan dan berkonsentrasi
pada konsep sentralisasi yang terpaku pada pemerintah pusat. Hal ini dapat berdampak pada percepatan
pembangunan daerah di Indonesia dan berujung pada tidak efektif dan efisiennya pelaksanaan konsep
desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Kebijakan otonomi daerah memberikan otonomi yang sangat luas kepada daerah, khususnya kota
dan kabupaten. Otonomi daerah memiliki beberapa tujuan, antara lain untuk memulihkan martabat rakyat,
memberikan kesempatan pendidikan politik untuk meningkatkan standar demokrasi di daerah,
meningkatkan efektivitas pelayanan publik, mempercepat laju pembangunan di daerah, dan pada akhirnya
membangun tata kelola pemerintahan yang baik.
3
Sejak disahkannya UU No. 22 tahun 1999, yang kemudian digantikan oleh UU No. 32 tahun 2004
dan yang terbaru oleh UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah terjadi perubahan yang
signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Otonomi seluas-luasnya merupakan prinsip
utama dari undang-undang ini, yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengawasi dan
mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat.

Alokasi sumber pendapatan yang cukup untuk menopang pelaksanaan kewenangan dan tanggung
jawab yang diberikan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, harus diimbangi dengan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab. Tidak mungkin lagi
mempertahankan upaya-upaya yang mengandalkan dukungan dari Pemerintah Pusat atau tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi di era otonomi saat ini. Kemandirian daerah diperlukan untuk
melaksanakan otonomi di berbagai bidang, termasuk keuangan dan pelaksanaan pembangunan. Oleh
karena itu, untuk mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat, daerah harus berupaya
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).1

Sebagai negara demokratis, Indonesia harus melibatkan masyarakat atau perwakilan mereka di
parlemen dalam pembuatan kebijakan publik. Hal ini sangat penting untuk menyatukan tujuan
masyarakat, terutama di daerah-daerah yang menerapkan prinsip desentralisasi. Tentu saja, pembuatan
kebijakan yang adil dan merata diperlukan agar masyarakat dapat merasakan dampak positif dari
kebijakan tersebut. Kedua, sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam penyusunan kebijakan
pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus menyerap aspirasi masyarakat.
Lembaga ini memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan-persoalan daerah
agar penyaluran aspirasi tersebut dapat dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien dalam kaitannya
dengan kebijakan publik daerah.

Tentu saja, gagasan untuk menyelenggarakan otonomi daerah tidak hanya bergantung pada asas
desentralisasi, tetapi juga pelimpahan wewenang tambahan dengan menggunakan asas dekonsentrasi dan
tugas pembantuan, karena tidak semua tugas dan wewenang dilakukan dengan menggunakan asas
desentralisasi secara eksklusif. Sebagai wakil pemerintah provinsi kepada pemerintah pusat, gubernur
mengawasi pemerintah daerah dan memberikan arahan untuk pengelolaan urusan kota/kabupaten,
sehingga menyoroti penerapan asas dekonsentrasi di tingkat provinsi.

Sebagaimana diketahui, prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah akan selalu


mengedepankan dua hal dalam memberikan otonomi kepada daerah, yaitu: pertama, menjamin
keberhasilan dan kesinambungan pembangunan nasional; dan kedua, memperhatikan aspirasi masyarakat
setempat sehingga masyarakat memiliki pengaruh yang lebih besar dalam pembangunan daerah.

1
Lintang Prabowo and M Tenku Rafli, “Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Rakyat Indonesia,” Jurnal
Rechten: Riset Hukum Dan Hak Asasi Manusia 2, no. 2 (2020): 25.
4
Masyarakat setempat akan menjadi lebih mandiri dan tidak terlalu bergantung pada bantuan pemerintah.
Landasan dari paradigma pemberdayaan masyarakat adalah pemikiran bahwa jika suatu komunitas diberi
otonomi untuk mengelola sumber daya alamnya dan menggunakannya untuk pembangunan masyarakat,
maka pembangunan akan terjadi dengan sendirinya.

Setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai kesejahteraan, yang dimaksudkan
agar setiap orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. meningkatkan taraf hidup mereka, yang
tentunya membutuhkan bantuan dari lembaga-lembaga negara, khususnya di daerah. Mengingat sebagian
besar daerah di Indonesia mengalami pertumbuhan taraf hidup yang tidak merata dan bahkan tidak
terpengaruh oleh kebijakan pemerintah, maka sudah selayaknya, sebagai negara yang demokratis, kita
mendapatkan sistem yang adil dan merata.

Salah satu jenis usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sektor
pelayanan publik, dan daya saing daerah adalah otonomi daerah. Agar masyarakat dapat merasakan
langsung manfaat otonomi daerah melalui pelayanan publik yang berkualitas, maka otonomi daerah
diharapkan dapat mengoptimalkan setiap institusi pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan
publik yang unggul. Dengan segala keunggulan tersebut, daerah dapat bersaing dengan daerah lain.
Namun demikian, untuk mempertahankan keunikan atau keunggulannya, daerah juga harus
memperhatikan keanekaragaman bentuknya dan semboyan nasional, Bineka Tunggal Ika, yang berbunyi,
"Berbeda-beda tetapi Tetap Satu."

B. Rumusan Masalah
Dari pendahuluan tersebut, maka permasalahan yang dibahas di dalam tulisan ini adalah :
Bagaimana implikasi Otonomi Daerah terhadap kesejahteraan masyarakat?

C. Metode Penelitian
Metode penelitian hukum normatif, yang menghubungkan penelitian dengan kenyataan di
lapangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, merupakan metode penelitian yang
digunakan dalam penyusunan penelitian ini. Metode ini menggunakan sudut pandang hukum berdasarkan
peraturan-peraturan hukum yang berlaku untuk menjawab permasalahan.

D. Pembahasan
1. Konsepsi Otonomi Daerah
Kata Yunani "autonomie" (auto berarti sendiri, nomos berarti hukum) adalah asal kata "otonomi".
Oleh karena itu, secara harfiah, otonomi dapat dipahami sebagai pemberian kewenangan dan kapasitas
kepada daerah, instansi, dan perusahaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

5
Perkembangan sejarah di Indonesia menunjukkan bahwa otonomi mencakup pemerintahan
(bestuur) dan legislasi (regeling). Meskipun otonomi ini mencakup actual independence, self goverment,
dan self sufficiency, namun tetap dibatasi agar tidak melampaui kekuasaan pemerintah pusat yang
mendelegasikan wewenang kepada daerah.2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 mendefinisikan otonomi daerah


sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di sisi lain, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan yang diberikan
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri. Kewenangan ini didasarkan pada tujuan masyarakat dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.3

Dengan demikian, dapat diungkapkan bahwa otonomi daerah pada substansinya adalah:

1) Kebebasan untuk menjalankan rumah tangga sendiri untuk daerah yang berpemerintahan sendiri.
Hak ini berasal dari kekuasaan dan urusan mendasar dari pemerintah (pusat) yang dilimpahkan
kepada pemerintah daerah. Inti dari otonomi daerah terletak pada pengaturan dan pengelolaan
rumah tangganya, yang meliputi merumuskan kebijakan sendiri, melaksanakannya secara mandiri,
dan mempertanggungjawabkannya secara finansial dan akuntabel. sendiri, setelah itu hak tersebut
dikembalikan kepada pihak yang memberikannya dan menjadi milik pemerintah (pusat);
2) Daerah tidak dapat menggunakan hak dan kewenangan otonomnya di luar batas-batas wilayahnya
dalam kebebasan menjalankan hak untuk mengelola dan mengatur rumah tangganya sendiri;
3) Daerah tidak diperkenankan menghalangi kemampuan daerah lain dalam mengatur dan
mengawasi rumah tangga warganya sesuai dengan kewenangan dasar dan hal-hal yang
dipercayakan kepada mereka;

Kewenangan tersebut didesentralisasi ke daerah dengan diadopsinya UU No. 22 tahun 1999, UU


No. 32 tahun 2004, dan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini menyiratkan bahwa
pemerintah daerah dan masyarakat bebas mengatur rumah tangga mereka sendiri. Pemerintah pusat
bahkan tidak lagi berpura-pura menjadi tuan atau pelindung mereka. Dalam konteks desentralisasi ini,
peran pemerintah pusat adalah mengawasi, memantau, memonitor, dan menilai pelaksanaan otonomi
daerah.4

2
Https://repository.uin-suska.ac.id/, “Konsep Otonomi,” 2023, 12–44.
3
Suparto, “(19) Prosiding Semnas Umrah (Otda 2017) ,” 2017, 1–25, https://repository.uir.ac.id/841/1/%2819%29
PROSIDING SEMNAS UMRAH %28OTDA 2017%29 .pdf.
4
Oleh R Siti Zuhro, “Demokrasi, Otonomi Daerah Dan Pemerintahan Indonesia,” Interaktif Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial 10, no. 1
(2018): 1–28.
6
Pemberian otonomi kepada daerah memiliki dua tujuan, yaitu untuk memajukan kebijakan politik
nasional di era reformasi saat ini dan menciptakan mekanisme demokrasi di tingkat daerah dengan
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Selain untuk mempererat hubungan antar daerah dan menciptakan rasa persatuan dan kesatuan
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, otonomi daerah dapat dipandang sebagai sarana untuk
mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, dan berwibawa dalam rangka
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan otonomi daerah.

Pemerintah pusat harus menunjukkan komitmen yang kuat dan mempertahankan kepemimpinan
yang konsisten untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Kepemimpinan yang
demokratis dari pemerintah daerah, parlemen lokal yang dapat menengahi perselisihan antara masyarakat
dan pemerintah, organisasi masyarakat yang dapat menggalang dukungan untuk kebijakan yang
menguntungkan masyarakat secara keseluruhan, kebijakan ekonomi yang mendorong pertumbuhan
lapangan kerja dan kemudahan berusaha, dan berbagai pendekatan sosial budaya yang secara konsisten
membina kerukunan dan solidaritas di antara warga negara sangat diharapkan.

Gagasan-gagasan di atas menyoroti betapa pentingnya menerapkan otonomi daerah. Lebih jauh
lagi, untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan tujuan dan interpretasi yang diberikan oleh
undang-undang pemerintah daerah, pemerintah federal dan pemerintah daerah harus berkolaborasi. Salah
satu aspek yang harus diperhatikan dan dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan
otonomi daerah adalah efektivitas pelaksanaan otonomi daerah, beserta peluang dan keterbatasannya.

2. Hubungan Otonomi Daerah dengan Kesejahteraan


Dalam negara kesejahteraan, negara memainkan peran penting dalam memastikan kesejahteraan
warganya. Karena negara terlibat dalam mengelola ekonomi, termasuk memastikan bahwa layanan
kesejahteraan dasar tersedia pada tingkat tertentu, maka tidak mungkin untuk memisahkan peran negara
dari negara kesejahteraan. Untuk memenuhi kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara dan
memungkinkan mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan menjalankan peran sosial mereka,
kesejahteraan sosial merupakan prasyarat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat,
termasuk rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan, dan perlindungan masyarakat, perlindungan
sosial dilaksanakan melalui upaya terpadu, terarah, dan berjangka panjang oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan masyarakat melalui pelayanan sosial.5

Terkait peran pemerintah dalam mencapai kesejahteraan warga negara, penting untuk dicatat
bahwa pemerintah memiliki perangkat yang dapat digunakan, termasuk institusi, sumber daya, dan
kebijakan publik, yang semuanya berpotensi berdampak pada kesejahteraan warga negara. Dalam hal ini,
5
Mauliza Nur Fadhillah and Marliya, “Analisis Peran Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat,” Jurnal Ilmu
Komputer, Ekonomi Dan Manajemen (JIKEM) 2, no. 1 (2022): 2538–42.
7
kualitas hidup dan kesejahteraan warga negara dapat dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah dalam
memobilisasi sumber daya, melaksanakan kebijakan, dan membangun institusi-khususnya kebijakan
sosial yang berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.6

Jumlah pulau di kepulauan Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan negara lain. Karena
daerah-daerah di negara kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, potensi, dan sumber
daya manusia yang berbeda-beda, maka konsep otonomi daerah merupakan konsep yang paling tepat
dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan negara kesatuan. Persoalannya adalah bagaimana
meringankan sebagian tugas pemerintah pusat di negara kesatuan ini dengan tetap mendorong
pertumbuhan kesejahteraan masyarakat dan kerja sama pembangunan antar daerah. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 telah mengatur konsep dan format ideal yang baik untuk melaksanakan asas
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Dalam konteks pemerataan dan peningkatan pembangunan daerah, penerapan otonomi daerah
berdasarkan asas desentralisasi memberikan dampak positif yang memungkinkan masyarakat daerah
untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai kesejahteraan hidup. Tuntutan
masyarakat untuk mempercepat pemberian pelayanan publik oleh pemerintah kepada masyarakat
memunculkan konsep desentralisasi. Kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan kewajiban
pelayanan publik akan berdampak pada terwujudnya konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang
dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Dalam rangka pemerataan dan peningkatan
pembangunan daerah, penerapan otonomi daerah berdasarkan asas desentralisasi memberikan efek
positif, sehingga masyarakat daerah dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk mencapai
kesejahteraan hidup. Tuntutan masyarakat untuk mempercepat pemberian pelayanan publik oleh
pemerintah kepada masyarakat memunculkan konsep desentralisasi. Kemampuan pemerintah daerah
dalam menjalankan kewajiban pelayanan publik akan berdampak pada terwujudnya konsep negara
kesejahteraan (welfare state) yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.7

Tujuan otonomi daerah adalah untuk mencapai salah satu tujuan negara, yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan mendistribusikan pembangunan dan hasil-hasilnya secara merata.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, daerah dapat membuat kebijakan daerah yang
dapat meningkatkan partisipasi, memberdayakan masyarakat, dan memberikan pelayanan. Otonomi
daerah dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan

6
M A N Fajri, “Hubungan Otonomi Daerah Dan Kesejahteraan Orang Indonesia,” Jurnal Ilmiah Administrasi Publik 7, no. 2
(2021): 273–89, https://jiap.ub.ac.id/index.php/jiap/article/view/1120%0Ahttps://jiap.ub.ac.id/index.php/jiap/article/
download/1120/1524.
7
Roy MArthem Moonti, “Regional Autonomy in Realizing Good Governance Roy Marthen Moonti,” Substantive Justice,
International Jurnal Of Law 2, no. 1 (2019): 43–53.
8
dengan memberdayakan daerah yang bersangkutan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri.

Karena dinamika pembangunan dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat, tujuan otonomi
daerah belum sepenuhnya tercapai. Mekanisme birokrasi yang kuat diperlukan untuk menopang dinamika
ini dan memastikan bahwa hambatan-hambatan yang terkait dengan tata kelola pemerintahan dapat
diatasi sehingga berdampak pada kesejahteraan. Agar pemerintah daerah dapat mencapai tujuan otonomi
daerah, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemetaan terhadap hambatan-hambatan tersebut
sangatlah penting. Bertitik tolak dari amandemen UUD 1945, tanggung jawab negara terhadap
kesejahteraan sosial dipertajam dan diberikan penekanan yang lebih besar. Kewajiban untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial yang sebelumnya terpola secara sentralistik di Pemerintah Pusat, telah
didesentralisasikan ke Daerah melalui desentralisasi kewenangan kepada Pemerintah Daerah, sebagai
dampak dari peraturan perundang-undangan otonomi daerah yang merekonstruksi konstelasi kewajiban
negara yang diperankan oleh Pemerintah Pusat.8

Sepanjang daerah diberikan kewenangan untuk mengawasi dan mengendalikan semua hal yang
berkaitan dengan pemerintahan yang tidak termasuk dalam lingkup undang-undang ini, daerah diberikan
otonomi seluas-luasnya sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Kemampuan untuk membuat kebijakan
daerah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian pelayanan, partisipasi,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat menjadi milik daerah. Konsep otonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab juga diterapkan sesuai dengan hal ini. Otonomi daerah yang sesungguhnya adalah
gagasan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan tanggung jawab, wewenang, dan
kewajiban yang nyata dan memiliki kapasitas untuk berkembang, bertahan, dan berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik daerah. Oleh karena itu, tidak ada otonomi daerah yang sama persis,
baik dari segi isi maupun bentuknya.

3. Hambatan Otonomi Daerah dalam Mengantarkan Kesejahteraan dan Solusinya


Kurangnya pemahaman terhadap Konsep Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Menurut Pasal 18 UUD 1945, Indonesia adalah negara kesatuan yang terdesentralisasi, namun
pada kenyataannya, masih terdapat kekurangan pengetahuan tentang otonomi daerah dan desentralisasi,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih belum sepenuhnya menyadari potensi yang
dimiliki, belum ada pergeseran yang signifikan dalam pola pikir aparat pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, hal ini disebabkan oleh perubahan sistem yang terjadi tanpa diimbangi dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mendukung struktur politik yang baru.Pelayanan publik

8
Edgar Rangkasa, “Penyelenggaraan Otonomi Daerah Guna Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat,” Lex Librum: Jurnal
Ilmu Hukum 4, no. 1 (2017): 617–36.
9
yang ideal adalah pelayanan publik yang diharapkan, yaitu birokrasi yang mencurahkan segenap sumber
daya yang dimilikinya untuk melayani kebutuhan masyarakat sebagai pengguna jasa.

Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah

Untuk menjalankan berbagai kewenangan pemerintah daerah, sumber daya manusia aparatur
pemerintah harus berada dalam kondisi yang baik. Hal ini akan mendukung pelaksanaan otonomi daerah
yang baik. Namun sayangnya, tidak mudah untuk mewujudkan hal ini. Pentingnya peran manusia berasal
dari kenyataan bahwa manusia adalah komponen organisasi yang dinamis, yang bertindak sebagai
kekuatan di balik mesin pemerintahan. Oleh karena itu, pelaksanaan otonomi daerah secara inheren
dipengaruhi oleh rendahnya kualitas kapasitas dan mentalitas manusia. Ketidakmampuan untuk
mempekerjakan personil baru dari luar struktur pemerintah sebelumnya berkontribusi pada rendahnya
kualitas pejabat pemerintah daerah secara umum serta pegawai baru yang tidak sesuai dengan struktur
organisasi pemerintah sebelumnya.

Bergesernya Korupsi dari Pusat ke Daerah

Karena daerah diberikan kewenangan pengelolaan keuangan sendiri, korupsi yang tadinya ada di
pemerintah pusat berpindah ke daerah. Masih banyak pejabat daerah yang menghambur-hamburkan uang
rakyat dengan melakukan perjalanan ke luar negeri untuk studi banding. Kewenangan yang dimiliki
kepala daerah semakin besar dengan adanya otonomi daerah. Selain itu, hal ini menumbuhkan ikatan
pribadi antara pemimpin daerah dan pengusaha yang tertarik untuk melakukan investasi di daerah
tersebut. Oleh karena itu, penyuapan dan pemerasan akan terjadi.

Eksploitasi Pendapatan Daerah

Kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan keuangan, mulai dari proses pemungutan
pendapatan hingga distribusi penggunaan pendapatan daerah, merupakan salah satu hasil dari otonomi.
Dengan kewenangan yang besar ini, maka secara alamiah daerah akan berusaha untuk memperoleh
pendapatan daerah sebanyak mungkin, dan bukannya sesedikit mungkin. Anggota legislatif daerah,
pegawai pusat yang statusnya dialihkan menjadi pegawai daerah, dan semua pegawai daerah lainnya
harus dibayar penuh oleh daerah. Selain itu, daerah harus mengikuti proyek-proyek pembangunan yang
membutuhkan dana besar dan organisasi pelayanan publik. Untuk alasan-alasan yang disebutkan di atas,
pemerintah daerah biasanya mencari cara untuk memaksimalkan eksploitasi daerah mereka sekaligus
meningkatkan pendapatan daerah sebanyak mungkin. Contoh dari metode ini termasuk memungut pajak
dan retribusi.

10
Kurang Memadainya Aturan yang mengatur tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah
Ketetapan MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan,
Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia pada awalnya berisi peraturan
yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah.

Dengan berlakunya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 5/1974 yang bersifat
sentralistik digantikan dengan UU No. 25/1999 yang mengatur hubungan keuangan antara daerah dan
pusat. Tuntutan masyarakat yang kuat untuk mengatur diri sendiri sebagai akibat dari dampak merugikan
dari sentralisasi yang dirasakan terlalu lama selama Orde Baru mendorong lahirnya UU No. 22/1999
tentang Pemerintahan Daerah. Karena desakan kebutuhan tersebut, Pemerintah mengesahkan UU
Pemerintahan Daerah dengan persetujuan DPR-RI. Namun demikian, mengingat urgensi dari proses
tersebut, daerah harus menyadari bahwa isi dan substansinya masih memiliki banyak kelemahan dan
kekurangan.9

Kemungkinan Adanya Konflik Antar Daerah

Fenomena primordialisme daerah, atau gejala etnosentrisme, menjadi semakin terasa dengan
diberlakukannya otonomi daerah. Beberapa kebijakan daerah yang berkaitan dengan pemekaran daerah,
pemilihan kepala daerah, perekrutan birokrasi daerah, dan pembuatan kebijakan lainnya menunjukkan
gejala etnosentrisme ini. Selain itu, konflik juga dapat dipicu oleh kemungkinan disintegrasi. Pembagian
kekuasaan di antara daerah-daerah menyebabkan perpecahan dan munculnya kesenjangan atau
ketimpangan pembangunan di antara daerah-daerah tersebut. Pemekaran wilayah dan kesenjangan
pembangunan antara daerah yang kaya sumber daya alam dan daerah yang miskin sumber daya alam
terjadi akibat pelimpahan kewenangan kepada daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang
terbatas. Menentukan batas-batas wilayah juga bisa menjadi sulit jika terdapat sumber daya alam yang
potensial. Tuntutan pemekaran wilayah semakin kuat di seluruh dunia di era otonomi daerah. Negara
Kesatuan Republik Indonesia menjadi terpecah-pecah karena pemekaran. Satu kabupaten dibagi menjadi
dua atau tiga kabupaten, satu provinsi menjadi dua atau tiga provinsi, dan seterusnya. dibagi menjadi dua
atau tiga kabupaten, dan seterusnya; separatisme dan perpecahan lebih mungkin terjadi di NKRI yang
lebih besar. Perpecahan dan separatisme lebih mudah terjadi.

Berikut ini adalah beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah
yang berkaitan dengan otonomi daerah:10

9
Muhammad Makhfudz, “Kontroversi Pelaksanaan Otonomi Daerah,” ADIL: Jurnal Hukum 3, no. 2 (2019): 380,
https://doi.org/10.33476/ajl.v3i2.816.
10
Azzura Glassida, Ade Yuni Sihombing, and Puja Silvia, “Problematika Penerapannya Di Susun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hukum,” Multidispilin Ilmu 1, no. 03 (2022): 441–51.
11
a. Agar daerah memiliki kewenangan untuk menggunakan sumber daya seefisien mungkin,
pemerintah pusat harus sungguh-sungguh menetapkan otonomi daerah.
b. Pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah perlu mengembangkan strategi efisiensi di
segala bidang agar tidak terjadi kondisi yang tidak memuaskan, karena tujuan dan semangat
otonomi daerah adalah keinginan untuk menggali pendapatan asli daerahnya sendiri dan
kewenangan untuk meningkatkan PAD masing-masing daerah ke arah peningkatan
kesejahteraan masyarakat daerahnya.
c. Ekonomi kerakyatan harus dikembangkan secara metodis untuk memfasilitasi pelaksanaan
otonomi daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkoordinasikan upaya-upaya lembaga
penelitian dan PTN/PTS di daerah dengan industri kecil dan menengah serta industri
tradisional.
d. Mendorong pemerintah untuk memperkuat fondasi ekonomi yang sudah goyah dengan
mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah serta koperasi untuk meningkatkan
produktivitasnya dan terus mengentaskan kemiskinan struktural.
e. Memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara tepat untuk memastikan pemanfaatan
yang berkelanjutan dan optimal.
f. Mendorong desentralisasi pembangunan daerah dengan memberikan kewenangan dan otonomi
kepada lembaga-lembaga daerah-khususnya DPRD-untuk membuat peraturan-peraturan yang
mendukung pembangunan daerah. ketentuan-ketentuan yang dirumuskan oleh pemerintah
daerah dan DPRD mengenai perizinan, pengelolaan, pemanfaatan, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan pembangunan. Pemerintah daerah dan DPRD merumuskan isu-isu
pembangunan.

12
E. Kesimpulan
Penerapan standar pelayanan minimal oleh pemerintah daerah menjamin peningkatan kualitas
pelayanan masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah serta antardaerah dalam menjaga keutuhan dan kesatuan republik Indonesia,
semua itu dapat dicapai melalui pemanfaatan otonomi daerah sebagai alat untuk mempercepat
pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Hal ini terutama jika pembangunan di daerah
berkaitan dengan potensi daerah atau geografis.Setelah disahkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, diharapkan Daerah mampu menyejahterakan warganya dan meningkatkan daya
saing daerah dengan menitikberatkan pada nilai-nilai demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan serta potensi keanekaragaman yang dimiliki oleh setiap daerah dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Dampak negatif dari otonomi daerah antara lain terciptanya peluang bagi penduduk lokal untuk
melanggar hukum, munculnya perselisihan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, dan
melebarnya kesenjangan pendapatan antara daerah maju dan daerah berkembang. Jelaslah bahwa
pengelolaan otonomi daerah di Indonesia masih memiliki banyak masalah. Masalah-masalah tersebut
tentunya harus dicari solusi dan jalan keluarnya agar tujuan awal atau cita-cita mulia otonomi daerah
dapat tercapai dan terealisasi dengan baik.

13
Daftar Pustaka
Fadhillah, Mauliza Nur, and Marliya. “Analisis Peran Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat.” Jurnal Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen (JIKEM) 2, no. 1 (2022): 2538–42.

Fajri, M A N. “Hubungan Otonomi Daerah Dan Kesejahteraan Orang Indonesia.” Jurnal Ilmiah
Administrasi Publik 7, no. 2 (2021): 273–89.
https://jiap.ub.ac.id/index.php/jiap/article/view/1120%0Ahttps://jiap.ub.ac.id/index.php/jiap/article/
download/1120/1524.

Glassida, Azzura, Ade Yuni Sihombing, and Puja Silvia. “Problematika Penerapannya Di Susun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Hukum.” Multidispilin Ilmu 1, no. 03 (2022): 441–51.

Https://repository.uin-suska.ac.id/. “Konsep Otonomi,” 2023, 12–44.

Makhfudz, Muhammad. “Kontroversi Pelaksanaan Otonomi Daerah.” ADIL: Jurnal Hukum 3, no. 2
(2019): 380. https://doi.org/10.33476/ajl.v3i2.816.

Moonti, Roy MArthem. “Regional Autonomy in Realizing Good Governance Roy Marthen Moonti.”
Substantive Justice, International Jurnal Of Law 2, no. 1 (2019): 43–53.

Prabowo, Lintang, and M Tenku Rafli. “Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Rakyat
Indonesia.” Jurnal Rechten: Riset Hukum Dan Hak Asasi Manusia 2, no. 2 (2020): 25.

Rangkasa, Edgar. “Penyelenggaraan Otonomi Daerah Guna Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat.”


Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum 4, no. 1 (2017): 617–36.

Siti Zuhro, Oleh R. “Demokrasi, Otonomi Daerah Dan Pemerintahan Indonesia.” Interaktif Jurnal Ilmu-
Ilmu Sosial 10, no. 1 (2018): 1–28.

Suparto. “(19) Prosiding Semnas Umrah (Otda 2017) ,” 2017, 1–25.


https://repository.uir.ac.id/841/1/%2819%29 PROSIDING SEMNAS UMRAH %28OTDA
2017%29 .pdf.

14

Anda mungkin juga menyukai