Anda di halaman 1dari 31

WALIKOTA SURABAYA

PROVINSI JAWA TIMUR

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA


NOMOR 3 TAHUN 2023

TENTANG
PENGENDALIAN PEMANFAATAN JALAN LINGKUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA,
Menimban : a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana
g perhubungan merupakan unsur penting dalam
pengembangan perekonomian serta kegiatan pelayanan
masyarakat;

b. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pengendalian


pemanfaatan Jalan Lingkungan sesuai dengan karakter
wilayah Daerah diperlukan kebijakan penyelenggaraan
jalan secara umum yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan sesuai
dengan kebijakan nasional terhadap Jalan Lingkungan
sehingga mampu mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat di Daerah;

c. bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan


untuk melakukan Pengendalian Pemanfaatan Jalan
Lingkungan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan sehingga perlu
dibentuk Peraturan Daerah yang menjadi dasar dan
pedoman agar tercipta kepastian hukum;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Pengendalian
Pemanfaatan Jalan Lingkungan;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang


Pembentukan Daerah Kota Besar dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Timur/Jawa Tengah/Jawa Barat dan
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965
Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2730);

3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6760);

4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu


Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun
2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5025);

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5234) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022
Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6801);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5679);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang


Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4655);

8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor


11/PRT/M/2010 tentang Tata Cara Dan Persyaratan
Laik Fungsi Jalan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 518);

9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor


20/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan Dan
Penggunaan Bagian-Bagian Jalan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 713);
10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
19/PRT/M/2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan
Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 900);

11. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Kesatuan


Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang
Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain
Untuk Kegiatan Lalu Lintas (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 280);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURABAYA
dan
WALIKOTA SURABAYA

MEMUTUSKAN:
Menetapka : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGENDALIAN
n PEMANFAATAN JALAN LINGKUNGAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Surabaya.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Surabaya
3. Walikota adalah Walikota Surabaya.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Surabaya.
5. Dinas adalah perangkat Daerah yang melaksanakan
urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
6. Orang adalah orang perorangan, kelompok orang atau
badan hukum.
7. Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis,
dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau
keuntungan.
8. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan pelengkapnya yang diperuntukkan bagi
lalu lintas, baik yang berada pada permukaan tanah,
diatas permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan
jalan kabel.
9. Lalu Lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan,
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan,
Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
10. Jalan Lingkungan adalah jalan yang menghubungkan
antarpersil dalam kawasan perkotaan.
11. Fungsi Jalan adalah pengelompokan jalan umum
berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan
angkutan jalan dimana jalan dibedakan atas arteri,
kolektor, lokal dan Jalan Lingkungan.
12. Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pembangunan dan
pengawasan jalan.
13. Pemanfaatan Jalan adalah pendayagunaan bagian-
bagian jalan selain peruntukannya.
14. Pengaturan Jalan adalah kegiatan perumusan
kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan
umum dan penyusunan peraturan
perundangundangan jalan.
15. Pembinaan Jalan adalah kegiatan penyusunan
pedoman dan standar teknis, pelayanan,
pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian
dan pengembangan jalan
16. Pembangunan Jalan adalah kegiatan pemrograman dan
penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan
konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan
jalan.
17. Pengawasan Jalan adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan dan
pembangunan jalan.
18. Dinas Perhubungan Jalan adalah pihak yang
melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan dan
pengawasan jalan sesuai kewenangannya.
19. Bangunan dan jaringan utilitas adalah bangunan dan
jaringan pendukung utilitas yang terletak di atas
dan/atau di bawah permukaan tanah.
20. Bangun Bangunan adalah setiap susunan yang
bertumpu pada tanah atau batu landasan dimana
susunan tersebut akan membentuk suatu ruangan
atau bagian-bagian untuk tujuan tertentu.
21. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik
Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan.
22. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Pengendalian pemanfaatan Jalan Lingkungan
dilaksanakan dengan berdasarkan asas:
a. keselamatan;
b. keamanan;
c. kemanfaatan;
d. persatuan dan kesatuan;
e. efisiensi dan berkeadilan;
f. keserasian, keselarasan dan keseimbangan;
g. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
h. kebersamaan dan kemitraan;
i. berkelanjutan; dan
j. transparansi dan akuntabilitas.

Pasal 3
Pengendalian pemanfaatan Jalan Lingkungan bertujuan
untuk:
a. mewujudkan ketertiban, keamanan, kelancaran, serta
kepastian hukum;
b. mewujudkan keserasian jalan lingkungan;
c. menjadi pedoman dalam penyusunan perencanaan
umum dan pembiayaan jaringan jalan lingkungan;
d. mengoptimalkan segenap sumber daya yang dimiliki
oleh Pemerintah Daerah dalam pembinaan jalan;
e. mewujudkan peran masyarakat dalam pengendalian
pemanfaatan jalan lingkungan; dan
f. mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima
serta berpihak pada kepentingan masyarakat.
BAB III
KLASIFIKASI JALAN LINGKUNGAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
Jalan Lingkungan dapat diklasifikasikan menurut :
a. sistem; dan
b. fungsi.

Bagian Kedua
Jalan Lingkungan Menurut Sistem

Pasal 5
(1) Jalan Lingkungan menurut sistem sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas:
a. Jalan Lingkungan primer; dan
b. Jalan Lingkungan sekunder.
(2) Jalan lingkungan primer sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a merupakan jalan yang menghubungkan
aktivitas kawasan pedesaan dengan lingkungan
sekitarnya.
(3) Jalan Lingkungan sekunder sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b merupakan jalan yang
menghubungkan kegiatan kawasan pedesaan dengan
perkotaan.

Bagian Ketiga
Jalan Lingkungan Menurut Fungsi

Pasal 6
Jalan Lingkungan menurut fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf b terdiri atas:
a. Jalan Lingkungan Primer yang menghubungkan antar
pusat kegiatan di dalam Kawasan perdesaan dan jalan di
dalam lingkungan Kawasan perdesaan.
b. Jalan Lingkungan Sekunder yang menghubungkan
Kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, Kawasan
sekunder kedua dengan perumahan, Kawasan sekunder
ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

Pasal 7
(1) Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan
kecepatan rencana paling rendah 15 (lima belas)
kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling
sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.
(2) Persyaratan teknis jalan lingkungan primer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor beroda tiga atau lebih.
(3) Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus
mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga
koma lima) meter.

Pasal 8
(1) Jalan Lingkungan sekunder didesain berdasarkan
kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer
per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5
(enam koma lima) meter.
(2) Persyaratan teknis Jalan Lingkungan sekunder
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan
bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih.
(3) Jalan Lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan
bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih
harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5
(tiga koma lima) meter.

BAB IV
PERSYARATAN TEKNIS JALAN LINGKUNGAN

Pasal 9
(1) Persyaratan teknis Jalan Lingkungan meliputi kecepatan
rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk,
persimpangan sebidang, bangunan pelengkap,
perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan
fungsinya, dan tidak terputus.
(2) Persyaratan teknis Jalan Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan
keamanan, keselamatan, dan lingkungan.

BAB V
PENGENDALIAN PEMANFAATAN JALAN LINGKUNGAN

Bagian Kesatu
Izin

Pasal 10
(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan melakukan
pemanfaatan Jalan Lingkungan selain peruntukkannya
wajib memperoleh izin dari Dinas Perhubungan.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
secara tertulis kepada Dinas Perhubungan.
(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diajukan oleh perseorangan, kelompok
masyarakat, organisasi, badan usaha, badan hukum,
instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
(4) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis.

Pasal 11
(1) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (4) mencakup:
a. surat permohonan;
b. surat pernyataan bertanggung jawab atas kewajiban
memelihara dan menjaga bangunan dan jaringan
utilitas/iklan/media informasi/bangunan gedung
untuk keselamatan umum dan menanggung segala
resiko atas segala akibat yang mungkin ditimbulkan
dari kerusakan yang terjadi atas sarana atau prasana
yang dibangun/dipasang pada bagian-bagian Jalan
Lingkungan yang dimohon.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (4) mencakup:
a. lokasi;
b. rencana teknis; dan
c. jadwal waktu pelaksanaan.

Pasal 12
(1) Pemberi izin melakukan evaluasi dan peninjauan
lapangan setelah menerima permohonan yang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11.
(2) Evaluasi dan peninjauan lapangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama dengan
perangkat daerah yang terkait.
(3) Berdasarkan hasil evaluasi dan peninjauan lapangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pejabat
menerbitkan persetujuan prinsip dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) hari kerjaa sejak diterimanya
permohonan yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Berdasarkan persetujuan prinsip sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) pemohon harus melengkapi
persyaratan sebagai berikut:
a. rencana teknis rinci;
b. metode pelaksanaan;
c. izin usaha, dalam hal pemohon adalah badan usaha;
d. perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah;
dan
e. jaminan pelaksanaan dan jaminan pemeliharaan
berupa jaminan bank serta polis asuransi kerugian
pihak ketiga.
(5) Jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan dan polis
asuransi kerugian pihak ketiga sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf e diterima dan disimpan oleh
pemberi izin.
(6) Dalam Jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja
sejak dilengkapinya seluruh persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) oleh pemohon, pejabat
menerbitkan izin untuk Jalan Lingkungan.
(7) Izin ini akan digunakan sebagai rekomendasi teknis
dalam rangka pemanfaatan barang milik daerah sesuai
ketentuan peraturan perundang undangan.
(8) Ketentuan lebih lanjut dan tara cara persyaratan dan
penerbitan izin diatur dalam Peraturan Walikota.

Pasal 13
Dalam pelaksanaan izin, pemegang izin dilarang
melakukan kegiatan yang mengganggu:
a. keamanan dan keselamatan penggunaan jalan;
b. pandangan bebas pengemudi dan konsentrasi
pengemudi;
c. fungsi dan konstruksi jalan serta bangunan
pelengkapnya; dan
d. fungsi rambu-rambu dan sarana pengatur lalu lintas
lainnya.

Bagian Kedua
Jenis Pemanfaatan Jalan Lingkungan

Pasal 14
(1) Izin pemanfaatan jalan lingkungan untuk bangunan
dan jaringan utilitas harus memenuhi ketentuan yang
meliputi:
a. yang berasa di atas atau di bawah tanah
ditempatkan di sisi terluar jalan lingkungan dengan
jarak paling sedikit 1 (satu meter dari tepi sisi terluar
jalan lingkungan;
b. bangunan dan jaringan utilitas dapat dipasang pada
struktur jembatan tanpa membahayakan konstruksi
jembatan, mengurangi ruang bebas, dan
keselamatan pengguna jalan;
c. dalam hal bangunan dan jaringan utilitas dipasang
di luar konstruksi jembatan, bangunan dan jaringan
utilitas tersebut ditempatkan paling rendah 1 (satu)
meter dari tepi paling luar sruktur jembatan tanpa
mengurangi ruang bebas;
d. bangunan dan jaringan utilitas di bawah tanah
harus diletakkan pada kedalaman paling sedikit 1,5
(satu koma lima) meter dari permukaan jalan
terendah pada daerah galian atau dari tanah dasar
pada daerah timbunan;
e. bangunan dan jaringan utilitas di atas tanah harus
diletakkan pada ketinggian paling rendah 5 (lima)
meter dari permukaan jalan tertinggi; dan
f. permukaan tanah pada lintasan bangunan dan
jaringan utilitas yang ditempatkan di bawah tarah
harus diberi tanda yang bersifat permanen.
(2) Pemegang izin pemanfaatan Jalan Lingkungan untuk
bangunan dan jaringan utilitas wajib melakukan:
1. melaksanakan pengaturan lalu lintas selama
pelaksanaan konstruksi bangunan dan jaringan
utilitas agar gangguan terhadap kelancaran lalu
lintas sekecil mungkin;
2. menjaga, memelihara bangunan dan jaringan utilitas
dan bertanggung jawab terhadap segala kerusakan
Jalan Lingkungan yang disebabkan oleh bangunan
dan jaringan utilitas selama jangka waktu perizinan;
dan
3. melakukan pembongkaran bangunan dan jaringan
utilitas jika jangka waktu izin telah berakhir.
(3) Jangka waktu perizinan bangunan dan jaringan utilitas
ditetapkan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat
diperpanjang.

Pasal 15
(1) Izin pemanfaatan Jalan Lingkungan untuk iklan dan
media informasi harus memenuhi ketentuan yang
meliputi:
a. bentuk iklan dan media informasi tidak boleh sama
atau menyerupai rambu-rambu lalu lintas;
b. terbuat dari bahan yang bersifat tahan lama atau
tahan karat; memenuhi persyaratan umum bahan
bangunan Indonesia;
c. rangka utama harus berupa konstruksi baja atau
beton yang memenuhi persyaratan peraturan
konstruksi Indonesia;
d. penggunaan lampu harus memiliki intensitas cahaya
dan/atau pantulan cahaya lampu tidak menyilaukan
pengguna jalan; dan
e. konstruksi bangunan iklan dan media informasi
harus dirancang tidak membahayakan pengguna
jalan dan tidak membahayakan konstruksi dan
bangunan pelengkap jalan.
(2) Penempatan iklan dan media informasi dapat
diletakkan pada:
a. diletakkan di sisi terluar Jalan Lingkungan dengan
jarak paling rendah 1 (satu) meter dari tepi paling
luar dengan ketinggian paling rendah 5 (lima) meter
dari permukaan Jalan Lingkungan tertinggi; dan
b. struktur jembatan tanpa membahayakan konstruksi
jembatan keselamatan penggunaan jalan.
(3) Setiap pemegang ini wajib memenuhi ketentuan yang
meliputi:
a. melaksanakan pengaturan lalu lintas selama
pelaksanaan konstruksi iklan dan media informasi
agar gangguan terhadap kelancaran lalu Iintas
sekecil mungkin;
b. menjaga, memelihara iklan dan media informasi, dan
bertanggung jawab terhadap segala kerusakan jalan
yang disebabkan oleh iklan dan media informasi
selama jangka waktu perizinan; dan
c. melakukan pembongkaran dan konstruksi jalan
dikembalikan seperti semula jika jangka waktu izin
telah berakhir.
(4) Jangka waktu perizinan bangunan dan jaringan utilitas
ditetapkan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang.

Pasal 16
(1) Izin pemanfaatan Jalan Lingkungan untuk bangun
bangunan harus memenuhi ketentuan yang meliputi:
a. bentuk bangun-bangunan tidak boleh sama atau
menyerupai rambu-rambu lalu lintas;
b. bahan bangun-bangunan harus menggunakan
bahan yang kuat, tahan lama, dan anti karat;
c. bangun-bangunan yang menggunakan lampu
intensitas cahaya dan pantulan cahaya lampu tidak
menyilaukan pengguna jalan;
d. konstruksi bangun-bangunan tidak boleh
membahayakan pengguna jalan dan konstruksi
jalan;
e. kontruksi bangun-bangunan yang berupa portal
dan/atau jenis kontruksi lainnya yang melintang di
atas jalan harus mempunyai faktor keamaan 1,5
(satu koma lima) lebih tinggi dari faktor keamanan
standar.
(2) Penempatan bangun-bangunan dapat diletakkan pada
sisi terluar Jalan Lingkungan dengan jarak paling
rendah 2 (dua) meter dari tepi paling luar Jalan
Lingkungan.
(3) Setiap pemegang ini wajib memenuhi ketentuan yang
meliputi:
a. melaksanakan pengaturan lalu lintas selama
pelaksanaan bangun-bangunan agar gangguan
terhadap kelancaran lalu lintas sekecil mungkin;
b. menjaga. memelihara bangun-bangunan dan
bertanggung jawab terhadap segala kerusakan jalan
yang disebabkan oleh bangun-bangunan selama
jangka waktu perizinan; dan
c. melakukan pembongkaran dan konstruksi jalan
dikembalikan seperti semula jika jangka waktu izin
telah berakhir.
(4) Jangka waktu perizinan bangun-bangunan ditetapkan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang.

Bagian Ketiga
Dispensasi

Pasal 17
(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan melakukan
pemanfaatan Jalan Lingkungan yang memerlukan
perlakuan khusus terhadap konstruksi Jalan
Lingkungan wajib memperoleh dispensasi dari Dinas
Perhubungan jalan.
(2) Permohonan dispensasi pemanfaatan Jalan Lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara
tertulis oleh pemohon kepada Dinas Perhubungan jalan.
(3) Permohonan dispensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diajukan oleh perseorangan, kelompok
masyarakat, organis, badan usaha, badan hukum,
instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
(4) Permohonan dispensasi pada ayat (2) harus dilengkapi
dengan persyaratan administrasi dan persyaratan
teknis.

Pasal 18
(1) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (4) meliputi:
a. surat permohonan yang berisi data/identitas; dan
b. surat pernyataan kesanggupan untuk melakukan
konstruksi perbaikan, pelebaran jalur lalu lintas,
peningkatan kekuatan struktur jalan, dan
pengaturan lalu lintas untuk keperluan pemanfaatan
Jalan Lingkungan yang memerlukan perlakuan
khusus.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (4) meliputi:
a. rute;
b. jenis muatan yang diangkut;
c. jumlah angkutan;
d. berat dan dimensi angkutan;
e. rencana teknis; dan
f. jadwal waktu pelaksanaan.

Pasal 19
(1) Pemberi dispensasi melakukan evaluasi dan peninjauan
lapangan setelah permohonan memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4)
(2) Evaluasi dan peninjauan lapangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama dengan
perangkat daerah yang terkait.
(3) Berdasarkan hasil evaluasi dan peninjauan lapangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pejabat
menerbitkan persetujuan prinsip dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya
permohonan yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) Berdasarkan persetujuan prinsip sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) pemohon harus melengkapi
persyaratan sebagai berikut:
a. rencana teknis rinci;
b. metode pelaksanaan;
c. izin usaha, dalam hal pemohon adalah badan usaha;
dan
d. jaminan konstruksi dan jaminan kerugian pihak
ketiga berupa jaminan bank atau jaminan
perusahaan asuransi yang nilainya ditentukan oleh
Dinas Perhubungan jalan.
(5) Setelah diterima dan disetujuinya seluruh persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan surat
perintah pelaksanaan kontruksi peningkatan
kemampuan Jalan Lingkungan.
(6) Setelah dilakukan perkuatan Jalan Lingkungan,
diadakan pemeriksaan yang dituangkan dalam berita
acara hasil pemeriksaan pelaksanaan konstruksi
peningkatan kemampuan Jalan Lingkungan.
(7) Penerbitan dispensasi oleh Dinas Perhubungan jalan
dilakukan setelah diterbitkannya berita acara
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), yang dituangkan
dalam pemberian dispensasi.
(8) Penerbitan dispensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5
(lima) hari kerja sejak diterimanya berita acara hasil
pemeriksaan pelaksanaan konstruksi peningkatan
kemampuan Jalan Lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (7).
(9) Ketentuan lebih lanjut dan tata cara pemberian
dispensasi diatur Peraturan Walikota.

Pasal 20
(1) Penerima dispensasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) wajib melakukan ketentuan yang
meliputi:
a. pembatasan dan ketentuan yang melekat pada
dispensasi; dan
b. melakukan perbaikan dan pengembalian seperti
semula terhadap konstruksi perbaikan, pelebaran
jalur lalu lintas, peningkatan kekuatan struktur
jalan setelah dispensasi berakhir.
(2) Dalam hal penerima dispensasi tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
penyelenggara jalan dapat melakukan pengembalian
konstruksi Jalan Lingkungan dengan biaya menjadi
tanggung jawab penerima dispensasi.

BAB VI
HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Pasal 21
Hak pemegang izin dan/atau dispensasi meliputi:
a. melakukan pemanfaatan Jalan Lingkungan sesuai
dengan izin atau dispensasi; dan/atau
b. mengambil manfaat dari pemanfaatan Jalan Lingkungan
yang dilakukan.

Pasal 22
Kewajiban pemegang izin dan/atau dispensasi meliputi:
a. mematuhi ketentuan pemanfaatan Jalan Lingkungan
yang terdapat dalam Peraturan Daerah ini;
b. mengembalikan konstruksi jalan seperti semula dalam
hal tidak dilakukan perpanjangan izin;
c. melakukan kegiatan pemanfaatan Jalan Lingkungan
dengan tanpa mengganggu konstruksi jalan; dan/atau
d. menjaga, merawat dan memelihara bangunan dan
jaringan utilitas, iklan dan media informasi, bangun
bangunan selama jangka waktu izin atau dispensasi.

Pasal 23
(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang
mengakibatkan terganggunya fungsi di dalam Jalan
Lingkungan
(2) Setiap orang dilarang melakukan pemanfaatan dan
penggunaan bagian jalan tanpa izin atau dispensasi
dari Dinas Perhubungan.

BAB VII
PENGAWASAN

Pasal 24
(1) Walikota berwenang melakukan pengawasan terhadap
pemanfaatan Jalan Lingkungan.
(2) Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap pemanfaatan
Jalan Lingkungan, Walikota dapat melimpahkan kepada
perangkat daerah yang menjalankan urusan
perhubungan yang berkoordinasi dengan perangkat
daerah yang menjalankan urusan pekerjaan umum.
(3) Hasil pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus diperiksa oleh tim pemeriksa teknis
yang dibentuk oleh Dinas Perhubungan jalan.
(4) Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 25
(1) Walikota berwenang menerapkan sanksi administrasi
kepada orang atau badan usaha yang melanggar
ketentuan Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 15
ayat (3), Pasal 16 ayat (3), Pasal 18 ayat (1) dan/atau
Pasal 21 ayat (1).
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administrasi;
c. paksaan pemerintahan; dan/atau
d. pencabutan izin
(3) Ketentuan lebih lanjut dan tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

BAB VIII
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 26
(1) Penyidikan atas pelanggaran sebagaimana dalam
Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih
lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
pribadi atau badan sehubungan dengan tindak
pidana yang diatur dalam Peraturan Daerah ini;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan
bahan bukti barang, pembukuan, pencatatan, dan
dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksaan tugas penyidik tindak pidana yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang
dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak
pidana yang diatur dalam Peraturan Daerah ini;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut
Umum melalui Penyidik Polisi Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 27
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan
jalan tanpa memperoleh izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat
(3), Pasal 16 ayat (3), Pasal 18 ayat (1) dan/atau Pasal
21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelanggaran.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif
yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran
dilakukan lebih dari satu kali.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 28
Izin Pemanfaatan Jalan Lingkungan yang telah diterbitkan
sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap
berlaku, dengan ketentuan setelah masa berlaku Izin
tersebut berakhir harus melakukan perpanjangan sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Surabaya.

Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 1 Oktober 2023
WALIKOTA SURABAYA,

ttd

________________

Diundangkan di Surabaya
pada tanggal 1 Oktober 2023
SEKRETARIS DAERAH KOTA SURABAYA,

ttd

________________
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA
NOMOR__TAHUN 2023
TENTANG
PENGENDALIAN PEMANFAATAN JALAN LINGKUNGAN

I. UMUM
Jalan Lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting di
dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial budaya, lingkungan,
politik, serta pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomi,
jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator
dalam proses produksi, pasar, dan konsumen akhir. Dari aspek
sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat
yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun
toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Dari aspek lingkungan,
keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan. Dari aspek politik, keberadaan jalan
menghubungkan dan mengikat antardaerah, sedangkan dari
aspek pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan memberikan
akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem pertahanan
dan keamanan.
Untuk mencapai hal itu, maka diperlukan adanya Peraturan
Daerah yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah
dalam menjalankan kewenangannya di bidang pengendalian dan
pemanfaatan Jalan Lingkungan.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas keselamatan” adalah
pengendalian pemanfaatan Jalan Lingkungan untuk
menjamin keselamatan pengguna Jalan Lingkungan dalam
berlalu lintas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas keamanan” adalah
memberikan landasan agar pengendalian pemanfaatan
Jalan Lingkungan memperhatikan masalah keamanan
Jalan Lingkungan sesuai dengan persyaratan teknis yang
berkaitan dengan kondisi jalan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah h
berkenaan dengan semua kegiatan pengendalian
pemanfaatan Jalan Lingkungan yang dapat memberikan
nilai tambah yang sebesar-besarnya bagi kepentingan
nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas persatuan dan kesatuan”
adalah bahwa jalan merupakan prasarana yang
mempersatukan dan menghubungkan seluruh wilayah
Indonesia.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” adalah
pengendalian pemanfaatan jalan dapat dinikmati bagi
seluruh rakyat dengan memberikan perlakuan yang sama
terhadap setiap orang secara proporsional dengan
memperhatikan cara yang tepat, hemat energi, hemat
waktu, hemat tenaga, dan rasio dari manfaat dan biaya
setinggi-tingginya.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan” adalah memberikan landasan agar
pengendalian pemanfaatan Jalan Lingkungan dilakukan
dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan
pola ruang, keterpaduan antar sektor, keseimbangan
pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta
memperhatikan dampak penting terhadap lingkungan.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keberdayagunaan dan
keberhasilgunaan” adalah berkenaan dengan pengendalian
pemanfaatan Jalan Lingkungan yang harus dilaksanakan
berlandaskan pemanfaatan sumberdaya dan ruang yang
optimal untuk pencapaian hasil sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan dan kemitraan”
adalah memberikan landasan agar pengendalian
pemanfaatan Jalan Lingkungan yang dilakukan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan
peran serta pemangku kepentingan dengan prinsip saling
memerlukan, memercayai, memperkuat, dan
menguntungkan yang dilakukan, baik langsung maupun
tidak langsung.
Huruf i
Yang dimaksud dengan asas “berkelanjutan” adalah
pengendalian pemanfaatan Jalan Lingkungan dilaksanakan
secara konsisten dan berkesinambungan dengan cara-cara
pemanfaatan sumber daya yang menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat untuk masa kini dan masa
depan.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas transparansi dan
akuntabilitas” adalah pengendalian pemanfaatan Jalan
Lingkungan yang setiap proses dan tahapannya bisa
diketahui masyarakat dan pelaksanaannya bisa
dipertanggungjawabkan.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

BERITA DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3

Anda mungkin juga menyukai