Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ANTROPOLOGI KESEHATAN

PENDEKATAN ANTROPOLOGI

NAMA KELOMPOK :

1. ALDA AULIA 6. JAMIATUL ADAWIYAH


2. BAGUS HARYADI 7. NADIA FERLITA H.R
3. CHUSNUL CHATIMAH 8. NURUL AZZAHRAH
4. FITRI KAHIRUNNISA 9. ROTUA HOTMAULI
5. GEBY AURELIA

PRODI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmt dan karunia_nya kami mampu menyelesaikan makalah Pendekatan
Antropologi untuk memenuhi mata kuliah Antropologi Kesehatan. Makalah ini
dibuat agar dapat menambah pengetahuan pembaca tentang pendekatan
antropologi .

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca baik
mempertahankan ataau menambah wawasan dan pengetahuan tentang Pendekatan
Antropologi. Jika terdapat kata maupun penulisan yang salah, kami mohon maaf.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar makalah
selanjutnya dapat kami kerjakan lebih baik lagi.

Samarinda, 14 Februari 2020

Kelompok 2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSA MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN HISTORIS PENDEKATAN ANTROPOLOGI


Antropologi dimulai sejak abad 19 dan Pemahaman didalamnya terus
mengalami perubahan, yang diawali dengan penelitian asal-usul manusia
dimana mencakup pencarian fosil yang masih ada dan pengkajian terhadap
binatang yang paling dekat dengan manusia yaitu primata serta penelitian
masyarakat manusia yang paling tua yang mampu bertahan paling lama yang
semuanya dilakukan dengan ide kunci tentang evolusi, oleh karenanya
antropolog-antropolog awal adalah evolusionis, mereka yang rata-rata orang
eropa berpikir bahwa seluruh masyarakat manusia tertata dalam keteraturan
dan mereka adalah yang tertinggi, dan peradaban asia yang kurang
berkembang berada dalam posisi tengah sedang masyarakat lain yang lebih
bawah peradabanya dianggap sebagai masyarakat primitif. Seluruh
masyarakat dianggap berada dalam proses evolusi dan selama proses evolusi
berlangsung mereka menjadi lebih komplek dan tidak sederhana serta
primitive lagi.

Pandangan tentang sejarah dan masyarakat semacam ini memperoleh


dukungan dari karya Darwin tentang evolusi biologis, akan tetapi pandangan
tersebut tidak tergantung pada karya Darwin karena lebih dulu muncul dan
bahkan dibawah control kristiani dan anti Darwin, sesungguhnya pandangan
evolusi menjadi justifikasi nyata bagi kerja misionaris dan seluruh bentuk
kolonialisme. Adanya keterkaitan antara pandangan evolusionis dan era
colonial berarti bahwa teori evolusi sosial tidak dapat diterima dikalangan
intelektual-intelektual saat ini meskipun dalam dalam perbincangan sehari-
hari dan dalam budaya popular teori ini tetap hidup, tapi semua hal yang
berkenaan dengan teori evolusi biologis, teori ini ditolak oleh fundamentalis
populis di USA.
Perdebatan sengit terjadi diantara ntropolog –antropolog awal dalam hal
1. Bentuk masyarakat yang paling awal apakah mereka diberi ciri dengan
perkawinan kelompok atau dengan matriarkal ( perempuan memegang
kekuasaan diatas laki-laki), 2. Agama prasejarah, apakah bentuk agama yang
paling kuno itu magic, penyembahan terhadap kekuatan alam, atau animism
atau totemisme. Dari dua karya yang berbeda The golden bought karya sir
Jams Frazer yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1980 banyak
mempengaruhi penulis – penulis dan para pamikir jauh melampaui bata-batas
sempit antropologi, karya ini memuat contoh-contoh magic dan ritual dari
teks klasik seluruh dunia. Karya ini melihat seluruh agama sebgai bentuk sihir
(magic) fertilitas, dan menyimpulkan bahwa kristus juga suatu bentuk raja-
Tuhan yang meninggal untuk menjamin fertilitas umat-Nya. Frazer juga
mengemukakan skema evolusi sederhana berupa rasionalisme sejarah
manusia melewati tiga fase dari magic, agama dan ilmu.

The Element Forms of religious life karya Emil Durkheim yang


dipublikasikan di prancis pada tahun 1912, mempresentasikan kemajuan yang
sangat besar melampaui the golden Bough, pertama Durkheim menyadari
bahwa pengambilan contoh dari seluruh dunia dengan kurang memperhatikan
konteks aslinya dan menimbunya terlalu tinggi adalah metode antropologis
yang keliru, menumpuk contoh-contoh tentang apa yang diduga sebagai
fenomena yang sama hanya dilakukan selama semua orang sepakat bahwa
apa yang ditumpuk itu sama. Dan bertentangan dengan frazer, Durkheim
menyatakan bahwa “ experiment yang dilakukan dengan baik dapat
membuktikan adanya aturan tunggal. Kekayaan analisis Durkheim
menjadikan bukunya sebagai karya etnografik yang subur dan abadi, teorinya
memberi inspirasi antropolog-antropolog setelahnya baik fungsionalis
structural maupun strukturalis yang sama sekali menolak evolusionisme,
dengan memfokuskan pada studi kasus tunggal dan berupaya menggali
kebenaran darinya.
Di sini juga disebutkan dua pendiri besar pemikiran sosial lainya
meskipun mereka memiliki pengaruh yang relative sedikit yaitu Karl Marx
(1818-1883) dan Max Weber (1864-1920) . evolusionis sosial abad 19
menjadi inti pandangan-pandangan Marx dan formulasi Marx selanjutnya
dipengaruhi oleh karya antropologis pendiri studi kekeluargaan, Lewis hendri
Morgan (1818-1881), evolusionisme Marx tidak banyak dibaca oleh
fungsionalisme srtuktural inggris, meski sebetulnya terdapat beberapa
kesamaan antara pandangan Marxis bahwa agama berfungsi melegitimasi dan
mengabadikan posisi golongan penguasa, dan pandangan fungsionalisme
structural bahwa agama berfungsi melegitimasi dan mengabadikan struktur
sosial yang ada . kemudian pada tahun 1960-1970, Marx dan teman kerjanya
Engel mulai di kaji dan mempengaruhi beberapa antropolog. Max Weber di
sisi lain adalah evolusionis besar yang pertama, namun ia jarang di telaah
oleh antropolog – antropolo awal karena sedikit sekali berbicara tentang
masyarakat skala kecil pratulisan, namun penekanan Weber atas pentingnya
memahami pandangan dan motivasi actor – actor sosial dari dalam ( from
within), menyebabkanya diklaim sebagai nenek moyang intelektual oleh
Geertz, dimana pendekatan interpretatifnya sangat berpengaruh.

Pemberontakan terhadap evolusionisme secara independen terjadi di


USA dan Inggris yang di ilhami oleh berkembangnya metode – metode
penelitian lapangan . studi mendalam terhadap masyarakat-masyarakat
tertentu memberi dorongan bahwa menjelaskan sesuatu melalui desain
historis besar (grand historical design) hamper bukan cara untuk memahami
masyarakat yang terus berkembang. Di USA, Franz Boas (1858-1942) yang
berkebangsaan jerman adalah orang yang memperkenalkan studi-studi
lapangan secara detil, dia menegaskan bahwa masyarakat harus dikaji dan
dipahami melalui term-term mereka sendiri , dia mengecilkan arti spekulasi
evolusionis yang besar. Di inggris, Bronislaw Malinowski (1884-1942)
adalah orang yang membuka jalan bagi penelitian lapangan modern. Setelah
melakukan penelitian pustaka sedapat mungkin tentang Aborigin, dia
berangkat ke Australia pada tahun 1913, ketika perang dunia I meletus pada
tahun 1914, sebagai warga Negara kerajaan Austro Hongaria, dia berada
dalam posisi sulit karena sebagai orang asing. Pemerintah Australia
mengizinkanya melakukan penelitian lapangan selama dalam wilayah
kekuasaan Australia, karena itu selama dua tahun penuh dia melakukan
penelitian di pulau Trobiand, arah timur laut Papua New Guinea, dan seluruh
materi yang dia kumpulkan disana menjadi dasar monografi yang dibuat
tahun 1920 dan 1930 atas nama dirinya.

Melanowski menegaskan bahwa ia adalah seorang fungsionalis, apa yang


ia pahami dengan fungsionalis adalah gagasan bahwa masyarakat dilihan
sebagai suatu totalitas fungsional, seluruh adat kebiasaan dan praktik harus
dipahami dalam totalitas konteksnyadan dijelaskan dengan melihat fungsinya
bagi anggota masyarakat tersebut. Menurutnya sama sekali tidak tepat
menggunakan gagasan survival evolusinis untuk menjelaskan segala seuatu,
sesuatu yang dikerjakan oleh penduduk atau warga harus dijelaskan dengan
melihat peranya saat itu, bahkan ada kebiasaan yang tampak sebagai sisa dari
periode sebelumnya mesti memiliki satu fungsi dan satu fungsi itu adalah
penjelasan yang sesungguhnya atas adat kebiasaan tersebut. Hal yang paling
penting dari teori ini adalah metode inovatif Malinowski, hidup bersama
masyarkat yang sedang diteliti , mengambil bagian dalam aktivitas sehari-hari
, belajar bersama dengan mereka dengan bahasa mereka tanpa bantuan
penerjemah dan merekam segala seuatu, yang selanjutnya metode ini disebut
dengan metode observasi partisipan, metode dan teori beriringan seperti
tangan dan sarungnya, hidup dalam satu tempat dalam jangka waktu yang
lama sangat baik untuk melihat segala sesuatu sebagai hal yang sangat berkait
dengan hal lainya (holism)teori ini melegitimasi apa yang menjadi dasar
antropologi sosial dan antropologi budaya yang khas. Pengikut-pengikut
Melinowski yang secara mendalam menjalankan holism dan observasi
partisipan dan menolak sejarah spekulatif, meyakini bahwa diri mereka
terpisah dari evolusionis abad 19 melalui revolusi Melinowski, meskipun
demikian revolusi Malinowski bukan hal yang radikal dan tiba-tiba, seperti
digambarkanya sendiri dan oleh muridnya dalam retrospeksinya, hal ini
didukung oleh kenyataan bahwa pendahuluan apresiatif dalam monograf
besar karya Malinowski Argonouts of the Western Pasific (1922) ditulis oleh
pakar evolusionis, Sir James Frazer.

Malinowski diakui sebagai peneliti lapangan yang brilian, corpus yang


dia kumpulkan begitu kaya sehingga terus menerus ditafsirkan ulang oleh
antropolog generasi setelahnya yang tidak pernah berkunjung ke pulau
Trobiand. Teori fungsionalismenya tentang kebutuhan manusia tidak berjalan
dengan baik, atau dengan kata lain lain teori Malinowski tentang kebutuhan
adalah keliru atau tautologi yang tidak jelas ( karena susunan yang ada dibuat
sesuai kebutuhan manusia menurut definisi).

Paradigma antropologis sosial yang lebih kuat dibangun oleh tokoh yang
semasa dengan Malinowski , Radcliffe Brown (1881-1955), dia bukan
peneliti lapangan melainkan seorang teoretisi karenanya tidak setara dengan
Malinowski sebagai seorang etnografer, tetapi mereka sama-sama
menekankan holism dan perlunya penelitian lapangan secara mendalam
dengan menolak spekulasi historis karena alas an-alasan yang identic.
Fungsionalisme Malinowski memfokuskan pada kebutuhan biologis individu,
dan Brown memfokuskan pada kebutuhan masyarakat, Brown melihat
masyarakat beserta struktur sosialnya sebagai organisme dan dapat disamakan
dengan anatomi tubuh yang rumit.

Tugas antropologi social adalah untuk menggambarkan dan menganalisis


struktur-struktur social yaitu aturan dan beragam aktivitas masyarakat dan
membandingkanya dalam suatu metode keilmuan, berbagai subsistem dalam
masyarakat dianalisis dengan melihat kontribusi yang diberikan terhadap
berjalanya fungsi keutuhan social secara baik. Mesti diakui, kadang bagian-
bagian tertentu dari masyarakat tidak berfungsi dengan baik, namun ini dilihat
karena adanya perubahanya yang berasal dari luar . diasumsikan bahwa
kondisi alamiyah dari seluruh masyarakat adalah stabilitas yang berfungsi
dengan lancar. Brown mensistemasi pandangan seluruh generasi antropolog
sosial inggris, teorinya kemudian dikenal dengan fungsionalisme struktural.

Dalam pandangan fungsionalisme struktural, agama dilihat sebgai


perekat masyarakat, agama dianalisis guna menunjukkan bagaimana agama
memberi kontribusi dalam mempertahankan struktur sosial suatu kelompok.
Suatu karya fungsionalisme struktural klasik adalah karya John Middleton
Lugbara Relegion. Jika persoalanya adalah magic maka ia dipahami dalam
konteks ilmu gaib, disini teorinya bahwa meningkatnya tuduhan ilmu gaib
merupakan suatu bentuk ukuran ketegangan sosial, maka ketika masyrakat
mengalami perubahan yang cepat, magic yang menekankan hubungan sosial
kemudian membawa masyarakat menuduh pihak lain melakukan ilmu gaib.

Analisis bahwa agama merupakan perekat sosial memainkan bagian


utama dalam pandangan organik fungsionalisme struktural , cara-cara
alternatif untuk mengkaji fenomena keagamaan terpampang luas dalam
karya-karya yang menolak hegemoni fungsionalisme struktural , salah satu
kesulitan terbesar misalnya cargo cult dimasukkan dalam kerangka kerja
fungsionalisme struktural konvensional, diantaranya gerakan messianik yang
muncul di pasifik. Pada saat yang sama, antropolog menjadi lebih tertarik
mengkaji budaya masyarakat demi kepentingan budaya itu sendiridan bukan
semata-mata memberi kontribusi dalam mewujudkan stabilitas sosial, sebuah
kerangka kerja yang berpengaruh disini adalah strukturalisme, dimana figur
yang berpengaruh selanjutnay adalah Claude Levi-Strauss, seorang
antropolog prancis. Sistem pemikiran dianalisis dari sudut pandang oposisi
biner, yang mengungkapkan inti logikanya, beberapa oposisi dasar dianggap
bersifat universal, ditemukan dalam mite, simbol dan prilaku-prilaku budaya
diseluruh dunia , misalnya oposisi antara laki-laki perempuan, matang
mentah, dan alamiyah kultural. Metode ini terinspirasi oleh metode linguistik
struktural dan ini tampak sebagai cara alternatif untuk mengembangkan
metode ilmiyah dalam studi budaya. Ditegaskan bahwa seorang analis
hendaknya mengungkapkan struktur pemikiran anggota masyarakat yang
dikaji, dimana mereka tidak begitu menyadarinya sama sekali.

Berbeda dengan hal diatas, kebanyakan antropolog memberikan


penekanan yang lebih besar untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
masyarakat itu sendiri , dalam disiplin lain ini dapat disebut perspektif
fenomenologi atau heurmenetik. Dalam antropologi di USA, semua itu
dikaitkan dengan pandangan yang disebut interpretivist dimana juru bicara
terkemukanya adalah Clifford Geertz dalam karyanya The interpretation of
Culture (1972), dimana dia melepaskan diri dari bentuk fungsionalisme
struktural.

Pandangan Geertz dalam antropologi budaya amerika cepat menjadi


dominan menggantikan berbagai pendekatan positivistik (yaitu endekatan
yang berambisi mencapai generalisasi universal dan berusaha menyamai atau
melebihi ilmu-ilmu kealaman). Perubahan ini sering di gambarkan sebagai
pergerakan dari pendekatan “etik” kepada pendekatan “emik” yakni melihat
kebudayaat dari luar dan dari sudut pandang prinsip-prinsip universal kepada
melihat kebudayaan dari dalam dan orang amerikayakni analisis
komponensial yang berupaya melakukan analisis ilmiyah tentang bagaimana
anggota masyarakat memandang sesuatu. Para pendukung teori ini ingin
membentuk lingkaran produksi pembahasan yang objektif tentang pandangan
subjektif terhadap dunia. Dalam konteks inggris, perubahan serupa secara
konvensional digambarkan sebagai perubaha dari struktur kepada makna.

Runtuhnya fungsionalisme struktural dengan serta merta menjadi titik


tolak perubahan dari memandang antropologi sebagai bentuk sains ke arah
konseptualisasi antropologi sebagai sesuatu yang lebih sebagai seni atau
disiplin humanistik. Sementara itu metode fungsionalisme struktural dimana
metode di pertentangkan dengan kerangka kerja teoritik, studi lapangan
intensif yang menggunakan pendekatan holistik dalam konteks tertentu telah
mapan dan menjadi proses menetapkan antropologi sosial sebagai sebuah
disiplin. Kecenderungan tersebut lebih memfokuskan pada individu daripada
fakta sosial sebagaimana disebut oleh Durkheim. Ini berarti anggota
masyarakat dilihat sebagai aktor-aktor otonomi dan tidak ditentukan oleh latar
belakang sosialnya. Kerangka kerja ini juga ditemukan dalam disiplin yang
memiliki asal yang sama seperti sosiologi yang dikenal dengan interaksionis.
Disini titik tekanya adalah menunjukkan bagaimana keteraturan sosial
muncul dari beragam perbuatan individu daripada sebagai fakta kehidupan
yang menentukan perbuatan-perbuatan individu. Perhatian yang besar
terhadap individu ini juga membawa pada tumbuhnya studi-studi biografis
dan sejarah kehidupan.

Kecenderungan lainya adalah antropologi feminis, mayoritas antropolog


dimasa lalu adalah laki-laki, bahkan antropolog perempuan pun sering
menggunakan persona laki-laki, berkomunikasi denganinforman laki-lakidan
mendeskripsikan masyarakat dari sudut pandang laki-laki, beberapa etnografi
yang hebat dihasilkan dengan mengoreksi bias-bias ini. Tema utama
antropologi feminis memfokuskan pada cara –cara yang digunakan
perempuan untuk mengatasi dan melawan posisi inferior yang bagaimanapun
juga hampir selalu menimpa mereka diberbagai masyarakat dan perlawanan
menjadi tema utama antropologi modern, dalam hal ini antropologi keluar
dari fungsionalisme struktural.

Saat ini kebanyakan antropolog pasrah pada kenyataan bahwa subjek


kajian mereka tidak akan pernah mencapai kesatuan dan uniformitas teoritis,
terdapat beragam pendekatan dan kemungkinan dimana mereka diharapkan
menyadarinya. Beberapa antropolog mengorientasikan kajian agamanya pada
psikologi kognitif , sebagian lain pada feminisme, sebagian lainya pada
sejarah sosiologis. Tidak ada lagi ortodoksi teoritis yang harus di bicarakan ,
sekalipun tetap harus dikatakan bahwa terdapatbeberapa kesepakatan tentang
nilai abadi penelitian lapangan yang baik dan beberapa tanda etnografi yang
baik.

B. KARAKTERISTIK DASAR PENDEKATAN ANTROPOLOGI


Salah satu konsep kunci terprnting dalam antropologi moderen adalah
holisme, yakni pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam
konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan
yang lain dalam masyarkat yang sedang diteliti. Dalam menulis tentang
masyarakat lain atau bahkan masyarakat kita sendiri, kita tidak boleh
menyatakan bahwa ia lebih teratur dibanding realitas sosial pada umumnya.
Ini berarti sebagian besar antropolog saat ini mengakui bahwa holisme
mempertahankan validitasnya sebagai keputusan metodologis. Dengan kata
lain, sekalipun dunia sosial kenyataannya tidak diorganisasikan kedalam
satuan organik yang saling terkait secara teratur adalah tetap merupakan
praktik antropologis yang baik untuk mencari interkoeksinya.
Tidak perlu heran bahawa pemikiran atau ide kunci fungsionalisme
struktural adalah ide tentang struktur dan fungsi. Apa yang dimaksud dengan
struktur dan fungsi dapat dijelaskan dengan cukup baik melalui sebuah
contoh dalam lugbara religion karya Middleton (lihat kotak dua). Karya ini
membahas struktur masyarakat lugbara, yang mengalami keterpisahan
hubungan keluarga patrilineal, dilengkapi dengan hubungan perempuan yang
terus menerus dengan klan yang melahirkannya, dan hubungan laki-laki
dengan keluarga dari pihak ibu. Middleton menunjukkan secara terperinci
bagaimana praktik-praktik peribadatan para nenek moyang lugbara memiliki
fungsi untuk melegitimasi posisis otoritas dalam struktur dan sacara
bersamaan juga mengekspresikan perlawanan terhadap otoritas orang yang
lebih tua yang sedang mengalami kemunduran .
Konflik antar generasi yang diekspresikan dan yang diegitimasi melalui
ritual, merupakan perkembangan dari pandangan Brown yang lebih statis,
akan tetapi Middleton tetap dalam paradigma fungsionalis struktural, seperti
dia tunjukkan ketika dia menjelaskan perbedaan antara perubahan kualitatif
yang mendadak dalam struktur suatu organisme sosial. Oleh karena itu
Middleton mmembuka peluang kritisme yang secara karakteristik ditujukan
pada fungsionalis struktural, bahwa dia mengabaikan atau merehkan
signifikansi pemerintah kolonial, migrasi kaum pekerja, dan kristenisasi
dalam upaya menghasilkan gambaran ideal tentang agama tradisional yang
dianggap stabil dan tidak berubah. Kritik tersebut mungkin memiiki beberapa
kekuatan, Middleton menyadari sepenuhnya hal ini, seperti yang ia jelaskan
dalam pembahasan yang sangat bermanfaat tentang bagaimana dia melakukan
penelitian.

C. PENDEKATAN ANTROPOLOGIS
Pembelajaran kebudayaan merupakan hal yang utama dalam
Antropologi. Bidang kajian utama Antropologi adalah kebudayaan dan
dipelajari melalui pendekatan. Berikut tiga jenis pendekatan utama yang biasa
dipergunakan oleh para ilmuwan Antropologi :
1. Pendekatan holistik
Jika kita amati, sifat kebudayaan dipandang secara utuh (holistic).
Pendekatan ini digunakan oleh para pakar Antropologi apabila mereka
sedang mempelajari kebudayaan suatu masyarakat. Kebudayaan
dipandang sebagai suatu keutuhan, setiap unsur di dalamnya mungkin
dipahami dalam keadaan terpisah dari keutuhan tersebut. Para pakar
Antropologi mengumpulkan semua aspek, termasuk sejarah, geografi,
ekonomi, teknologi, dan bahasa. Untuk memperoleh generalisasi
(simpulan) tentang suatu kompleks kebudayaan seperti perkawinan
dalam suatu masyarakat, para pakar Antropologi merasa bahwa mereka
harus memahami dengan baik semua lembaga (institusi) lain dalam
masyarakat yang bersangkutan.

2. Pendekatan komparatif
Kegiatan pada kebudayaan masyarakat pra-aksara. Pendekatan
komparatif juga merupakan pendekatan yang unik dalam Antropologi
untuk mempelajari kebudayaan masyarakat yang belum mengenal baca-
tulis (pra-aksara). Para ilmuwan Antropologi paling sering mempelajari
masyarakat pra-aksara karena dua alasan utama. Pertama, mereka yakin
bahwa setiap generalisasi dan teori harus diuji pada populasi-populasi di
sebanyak mungkin daerah kebudayaan sebelum dapat diverifikasi.
Kedua, mereka lebih mudah mempelajari keseluruhan kebudayaan
masyarakat-masyarakat kecil yang relatif homogen dari pada masyarakat-
masyarakat modern yang kompleks. Masyarakat-masyarakat pra-aksara
yang hidup di daerah-daerah terpencil merupakan laboratorium bagi para
ilmuwan Antropologi.
3. Pendekatan Historis
Hal yang paling penting yaitu asal-usul unsur kebudayaan.
Pendekatan dan unsur-unsur historis mempunyai arti yang sangat penting
dalam Antropologi, lebih penting dari pada ilmu lain dalam kelompok
ilmu tingkah laku manusia. Para ilmuwan Antropologi tertarik pertama-
tama pada asal-usul historis dari unsur-unsur kebudayaan, dan setelah itu
tertarik pada unsur-unsur kebudayaan yang unik dan khusus.

Ada lima metode yang berhasil dihimpun dari kedua tokoh antropologi
Indonesia tersebut. Masing-masing memiliki hubungan, cara dan
penerapannya yang khas. Berikut disajikan kelima metode itu.
• Pendekatan holistik. Holistik berarti menyeluruh. Yang diartikan dari
pendekatan ini adalah meneliti suatu masalah social budaya dalam rangka
kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Metode ini dikembangkan
dalam fasenya untuk masyarakat pedesaan (rural) kecil yang dapat
dicakup seluruhnya. dalam suatu penelitian lapangan dan waktu yang
cukup lama. Begitu juga oleh Sairin (2010), pendekatan ini menekankan
pada pemahaman dari keseluruhan jaringan dari fenomena sosial
masyarakat yang diteliti (structural functional analysis).
• Pendekatan mikro. Sebagai konsekuensi dari penerapan pendekatan di
atas, maka antropolog mempelajari segi-segi rinci/detil dari suatu gejala
hingga terkumpul semua data yang sangat mendalam dan konkret
mengenai suatu masalah sosial budaya tertentu. Data konkrit ini dapat
digunakan sebagai pedoman untuk menganalisa masalah-masalah serupa
pada kasus-kasus lain sehingga didapat pengertia umum yang sangat
mendalam terhadap masalah bersangkutan. R. Firth, seorang antropolog
Inggris mengatakan bahwa pendekatan terhadap masalah sosial-budaya
ini merupakan sifat yang khas dari ilmu antropologi dan malah menyebut
ilmu antropologi sebagai "sosiologi mikro (micro sociology)".
• Pendekatan semiotik. Pendekatan ini lebih menekankan kepada
pemahaman kebudayaan berdasarkan pada interpretasi yang dilakukan
peneliti dari pandangan dasar subyek penelitian atau native's point of
view. Menurut Sairin (2010) metode semiotik semakin banyak digunakan
akhir-akhir ini. Terutama dengan munculnya tokoh antropologi seperti
Goodenough dan Clifford Geertz. Dalam mertode semiotik ini analisa
yang bersifat thick description sangat ditekankan. Meskipun pendekatan
atau metode yang digunakan antropolog berbeda-beda, tetapi mereka
umumnya tetap melakukan penelitian dengan metode disebut kualitatif
dengan observasi partisipasi (participant observation)
• Pendekatan komparatif. Metode ini menjadi kebiasaan antropologi sejak
permulaan sejarahnya. Hal tersebut dikarenakan antropologi selalu
menghadapi gejala aneka warna bentuk masyarakat dan kebudayaan yang
besar. Berbagai metode komparatif (perbandingan) sudah dikembangkan,
salah satu diantaranya adalah metode perbandingan "lintang kebudayaan"
atau "cross-cultural method". Cara kerja metode ini adalah dipergunakan
satu atau beberapa gejala sosial budaya yang serupa dalam suatu sampel
(contoh) yang cukup besar dari kebudayaan-kebudayaan sukubangsa
yang tersebar luas.
• Metode behavioristik. Metode ini hampir mirip dengan metode
komparatif. Menurut Sairin (2010), metode yang lebih mengarah kepada
penelitian yang bersifat komparasi dari behavior (tingkah laku) berbagai
segmen (lapisan) masyarakat dengan menggunakan kombinasi psiko-
analisa, learning theory, dan antropologi budaya.

Dengan metode-metode yang khas tadi, ilmu antropologi dapat


digunakan untuk melakukan penelitian terhadap beberapa masalah tertentu
yang biasanya bersifat menghambat proses proses pertumbuhan pembanguan
ekonomi yang cepat. Antropolog diminta untuk menambah pengertian para
perencana pembanguan dengan memberikan data mendalam mengenai
masalah-masalah tadi melalui jalur penelitian atau jalur konsultasi dalam
rapat-rapat kerja lokakarya atau seminar-seminar pembangunan.

Adapun masalah pembangunan yang khas untuk ilmu antropologi adalah

1. Masalah penduduk
2. Masalah struktur masyarakat desa
3. Masalah migrasi, transmigrasi, dan urbanisasi
4. Masalah interasi nasional
5. Masalah pendidikan dan modernisas
BAB III PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai