Perbuatan Pemerasan
Pasal 12 huruf e
Pasal 12 huruf g
Pasal 12 huruf f
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati
Lombok Barat, Zaini Arony. Tersangka kasus dugaan
pemerasan terkait permohonan izin pengembangan
kawasan wisata di Lombok Barat itu langsung ditahan usai
menjalani pemeriksaan perdananya sebagai tersangka.
Zaini keluar dari gedung lembaga antikorupsi itu sekitar
pukul 21.50 WIB. Dengan mengenakan seragam tahanan
KPK berwarna oranye, Zaini tak komentar sedikitpun
kepada para jurnalis terkait penahanannya. Ia diam seribu
bahasa dan bergegas memasuki mobil tahanan KPK yang
telah menunggunya di pelataran gedung.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa
Nugraha mengatakan, penahanan Zaini dilakukan terkait
kepentingan penyidikan. Ada alasan obyektif dan
subyektif dari penyidik yang menilai penahan perlu
dilakukan.
"Penahanan dilakukan untuk memudahkan proses
penyidikan," katanya di gedung KPK, Selasa (17/3).
Zaini ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur cabang
KPK. Bupati yang sedang menjabat di periode kedua
kepemimpinannya ini, ditahan untuk 20 hari pertama
terhitung sejak hari ini.
Pemeriksaan Zaini hari ini merupakan yang pertama
kalinya sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK
pada 12 Desember 2014 lalu. Zaini ditetapkan sebagai
tersangka dalam dugaan telah melakukan pemerasan
izin lokasi wisata terhadap PT Djaja Business Group
(DBG).
Politikus Partai Golkar itu memeras pengembang Djaja
Business Group yang hendak membangun proyek
lapangan golf dan ingin membikin tempat peristirahatan
The Meang Peninsula Resort.
Zainy yang menjabat bupati sejak 2009 itu diduga
sengaja memeras DBG dengan cara menahan penerbitan
surat persetujuan pembangunan proyek. Dia meminta
imbalan sebesar Rp 2 miliar bila ingin izin itu diteken.
Kabarnya dia tidak sendirian menjalankan kejahatannya
itu.
Zaini disangka melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
dalam sidang tipikor, di Denpasar, Rabu, ketua
majelis hakim Prim Hariadi mewajibkan terdakwa
membayar denda Rp 200 juta, dengan subsider 2
bulan kurungan penjara.