Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam
struktur sosial. M.Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk mengambarkan struktur sosial dari suatu
mayarakat yang bersangkutan. Di dalam masyarakat umum kita mengenal
kekerabatan seperti : 1. Keluarga inti 2. Keluarga luas 3. Keluarga bilateral 4.
Keluarga unilateral Dalam sutau mayarakat khususnya mayarakat pedesaan,
sistem kekerabatan merupakan ciri utama dalam masyarakat desa dimana
kekerabatan atau kekeluargaan masih sangat terasa atau terlihat. Hubungan
kekerabatan sangat erat bagi masyarakat di negara-negara yang sedang
berkembang seperti halnya Indonesia. Hubungan kekerabatan ini merupakan
ikatan atas dasar hubungan darah (keturunan) yang dapat ditelusuri berdasarkan
garis keturunan ayah, ibu atau garis keturunan keduanya. Hubungan kekerabatan
menjadi lebih berarti apabila dihubungkan dengan berbagai segi kehidupan yang
akan membawa aspek budaya, agama, politik, keanggotaan suatu klan dan lain
sebagainya. Sehingga hubungan antar anggota dan kedudukan di dalam organisasi
sosial dapat dilihat berdasarkan ikatan kekerabatan yang dimilikinya.
Pada tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat dan
kebudayaannya, manusia mula-mula hidup mirip sekawanan hewan berkelompok,
pria dan wanita hidup bebas tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti
masyarakat karena itu juga belum ada. Lama- lama manusia sadar akan hubungan
antara seorang ibu dan anak- anaknya, yang menjadi satu kelompok keluarga inti
karena anak- anak hanya mengenal ibunya, tetapi tidak mengenal ayahnya. Dalam
kelompok seperti ini ibulah yang menjadi kepala keluarga. Perkawinan antara ibu
dan anak yang berjenis pria di hindri, sehingga timbullah adat eksogami.
Kelompok keluarga yang mulai meluas karena garis keturunan diperhitungkn
melalui garis ibu, dengan ini telah mencapai tingkat dalam proses perkembangan
kebudayaan manusia.
Dari penelitian para ahli terungkap bahwa masyarakat dengan sisitem
kekerabatan berdasarkan matrilineal tidak hanya ada pada masyarakat-
masyarakat dengan tingkat perkembangan kebudayaan yang sangat rendah, tetapi
juga ada apada banyak kebudayaan yang berasal dari berbagai tingkat
perkembangan.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana difinisi sistem kekerabatan?
- Bagaimanakah sistem kekerabatan masyarakat di Indonesia?
- Bagaimana pengaruh sistem kekerabatan yang dianut terhadap
kehidupan masyarakatnya?

1.3 Tujuan
- Mengetahui pengertian dan fungsi kekerabatan
- Mengetahui sistem kekerabatan masyarakat yang ada di Indonesia
- Mengetahui pengaruh sistem kekerabatan yang dianut terhadap
kehidupan masyarakat masyarakatnya
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Kekerabatan


Pengertian Sistem Kekerabatan dan Ruang Lingkupnya Kekerabatan
merupakan unit sosial dimana anggota-anggotanya mempunyai hubungan
keturunan (hubungan darah). Seseorang dianggap sebagai kerabat oleh orang lain
karena dianggap masih satu keturunan atau mempunyai hubungan darah dengan
ego. Ego adalah seseorang yang menjadi pusat perhatian dalam suatu rangkaian
hubungan, baik dengan seseorang ataupun dengan sejumlah orang lain. Sistem
kekerabatan adalah serangkaian atura yang mengatur penggolongan orang-orang
sekerabat. Mencakup berbagai tingkat hak dan kewajiban diantara kerabat.
Contohnya : kakek, ayah, ibu, anak, cucu, keponakan dan seterusnya. Sedangkan
bentuk kekerabatan lain yang terjalin akibat adanya hubungan perkawinan antara
lain ; mertua, menantu, ipar, tiri dan lain-lain (Koentjaraningrat,1992).
Perkawinan Sebelum terbentuknya keluarga, tentu saja didahulukan dengan
adanya perkawinan diantara calon pasangan hidup. Pembentukan keluarga melalui
perkawinan disebut keluarga konyugal. Sedangkan perkawinan adalah suatu pola
sosial yang telah disetujui dimana 2 orang insan (laki-laki, perempuan) bertekad
membentuk keluarga. Untuk mendapatkan pasangan hidup melalui perkawinan
dapat dilakukan di dalam kelompok yang sama, maupun dari luar kelompoknya.
Bagi mereka yang wajib untuk mendapatkan pasangan hidup di dalam
kelompoknya, baik berdasarkan wilayah maupun keturunan disebut endogami.
Perkawinan ini bertujuan untuk mempertahankan kekekalan katurunan atau darah
(keluarga yang disusun atas dasar pertalian darah disebut konsanguinal), selain itu
tujuannya adalah untuk menghindarkan kekayaan yang dimiliki sekelompok
kekerabatan jatuh ke tangan kerabat dari kelompok lain. Sedangkan yang
mendapatkan pasangan hidup di luar wilayah atau keturunan luar disebut
exogami, terjadi karena semakin luasnya pergaulan diantara keturunan, sehingga
diantara mereka saling mengenal seperti yang terjadi pada masyarakat sekarang.
Perkawinan untuk membentuk status baru yaitu rumah tangga, yang terjadi di
masyarakat idealnya secara monogami yaitu pasangan hidup antara seorang suami
dengan seorang istri. Tetapi di mayarakat tidak menutup kemungkinan terjadi
poligami yaitu seorang memiliki pasangan lebih dari satu.
Satu keluarga dapat terjalin karena ; (Gunawan Kamil, 2000)
1. Suatu kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama.
Perkawinan yang terjadi adalah dalam satu keturunan saja
(endogami).
2. Suatu kelompok kekerabatan disatukan oleh darah atau
perkawinan. Perkawinan yang terjadi adalah antara dua kelompok
yang berbeda atau pasangan hidup diperoleh dari kelompok lain
(eksogami).
3. Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak. Suatu keluarga
adakalanya tidak dapat mempunyai keturunan sehingga pasangan
hidup dapat mengadopsi anak orang lain sebagai anggota
pelengkap keluarga.
4. Pasangan tanpa menikah yang mempunyai anak. Di negara-negara
liberal hal ini dianggap lumrah, apabila pasangan hidup diluar
nikah mempunyai anak dan mereka dapat hidup rukun tanpa
adanya ikatan perkawinan. Tetapi di Indonesia perbuatan demikian
dianggap menyeleweng dari kehidupan sosial karena dapat
merusak kehidupan masyarakat yang juga melanggar norma-norma
masyarakat dan agama.
5. Satu orang dapat hidup dengan beberapa orang anak. Hal ini dapat
terjadi karena salah satu pasangan hidup baik ayah ataupun ibu
berpisah karena perceraian atau salah satunya meninggal sehingga
salah seorang diantara mereka harus memelihara anaknya.
Pengelompokan sosial terkecil yang didasarkan hubungan darah adalah
keluarga inti (nuclear family) atau keluarga batih terdiri dari orang tua (ayah dan
ibu) dan anaknya yang belum menikah (anak kandung atau anak angkat) baik
yang tinggal serumah atau yang tinggal berlainan tempat karena berbagai faktor.
Mereka bersama-sama memelihara keutuhan rumah tangga sebagau satu kesatuan
sosial. Keluarga inti merupakan dasar (elemen) dalam pembentukan kelompok
sosial dalam struktur sosial masyarakat. Sedangkan fungsi sosial keluarga inti
adalah memberikan pendidikan terhadap anak-anak mereka sebagai usaha
melanjutkan dan mengembangkan nilai-nilai hidup material dan spiritual sebagai
upaya melanjutkan dan mengembangkan warisan budaya bangsa.
Pada dasarnya fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
1. Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual dan sah
secara hukum.
2. Wadah tempat berlangsungnya proses sosialisasi, yakni tempat
berlangsungnya anggota masyarakat baru mendapatkan pendidikan untuk
mengenal, memahami, menaati kaidah serta nilai yang berlaku.
3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan ekonomis. 4.
Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggotanya mendapatkan
perlindungan bagi ketentraman dan perkembangan jiwanya.

2.2 Macam Sistem Kekerabatan Menurut Beberapa ahli


Sejak pertengahan abad ke-19 telah menganalisis mengenai sistem
kekerabatan yang ada di dunia ini. Bila dilihat dari cara seseorang mengurai
silsilah keturunannya, ada dua macam sistem kekerabatan yaitu unilateral dan
bilateral. Kekerabatan Unilateral Kekerabatan unilateral ini juga disebut unilineal
yang mengusut silsilah keturunannya melalui garis kebapakan saja (patrilineal)
atau garis keibuan saja (matrilineal). Garis kekerabatan semacam ini disebut klan.
Kekerabatan Patrilineal Kekerabatan patrilineal mengusut atau menelusuri
silsilah keturunan melalui garis keturunan pria saja. Kekerabatan prilineal ini
dapat terjadi atas klan kecil dan klan besar patrilineal. Klan kecil patrilineal adalah
suatu kelompok kekerabatan yang terdiri atas segabungan keluarga luas yang
merasa dirinya berasal dari seorang nenek moyang yang terikat melalui garis-garis
keturunan laki-laki saja. Sedangkan klan besar patrilineal meruapakan suatu
kelompok kekerabatan yang terdiri atas semua keturunan dari seorang nenek
moyang yang diperhitungkan melalui garis keturunan pria
(Koentjaraningrat,1992;124-126). Beberapa ciri patrilineal adalah sebagai berikut:
• Harta warisan jatuh ketangan laki-laki saja.
• Pola menetap sesudah perkawinan patrilokal atau virilokal.
• Terbentuknya klan melalui garis laki-laki, seperti marga pada orang
Batak, Ambon, Minahasa.
• Dalam perkawinan, ada kewajiban dari pihak laki-laki menyerahkan
sejumlah bingkisan perkawinan.
• Ada sifat patriakal atau kekuasaan ditangan laki-laki.

Kekerabatan Matrilineal Kekerabatan marilineal adalah sistem kekerabatan


yang menyusuri silsilah keturunannya melalui garis wanita. Kerabat matrilineal
ini pun dapat terdiri atas klan kecil matrilineal dan klan besasr matrilineal. Para
anggota kerabat keluarganya percaya bahwa mereka berasal dari keturunan nenek
moyang perempuan yang sama. Beberapa ciri matrilineal:
• Harta warisan jatuh ke tangan anak perempuan saja.
• Pola menetap sesudah perkawinan matrilokal atau uxorilokal.
• Terbentuknya klan melalui garis perempuan.
• Kekuasaan di tangan saudara laki-laki ibu .
Kekerabatan Bilineal Kekerabatan semacam ini menelusuri keturunannya
untuk kepentingan tertentu secara patrilineal maupun kepentingan tertentu secara
matrilineal. Suku bangsa Umbundu misalnya, suatu suku bangsa peternakan yang
tinggal di daerah padang rumput di dataran tinggi Benguella di Angola, Afrika
Barat, yang hidup dari peternakan lembu secara besar-besaran dan
dikombinasikan dengan pertanian. Hubungan kekerabatan pada masyarakat ini
diperhitungkan secara bilineal dan tiap individu mengurus ternaknya bersama
kerabat ayahnya yang disebut oluse, serta bergotongroyong dalam pertanian
bersama kerabat ibunya yang disebut oluina. Hukum adat waris orang umbundu
menentukan bahwa ternak diwariskan secara patrilineal, sedangkan tanah secara
matrilineal (Koentjaraningrat,1992:136)
Kekerabatan Bilateral Dalam sistem kekerabatan bilateral sebenarnya sudah
tidak dikenal lagi garis keturunan seperti pada kerabat unileal. Seorang ego akan
menelusuri silsilah keturunannya secara parental, baik melalui pihak ayahnya
maupun pihak ibunya. Prinsip kekerabatan bilateral ditemukan pada masyarakat
Jawa dan sunda. Prinsip kekerabatan ini juga ditemukan pada masyarakat Dayak
Iban di Kalimantan, karena hubungan kekerabatan diperhitungkan melalui pihak
laki-laki maupun perempuan.

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat di Indonesia


Suku Bangsa Batak Orang Batak menghitung hubungan keturunan
berdasarkan prinsip keturunan patrilineal. Di dalam sistem kekerabatan
masyarakat adat Batak dikenal apa yang dinamakan Marga. Marga merupakan
penanda yakni suatu nama yang diwariskan oleh nenek moyang suatu kelurga
kepada keturunan atau ahli warisnya. Marga dapat berarti klan besar dan dapat
pula klan kecil. Banyak sekali dikenal marga-marga diantaranya Sitompul,
Sinaga, Harahap, Tobing, Pohan dan lain-lain. Yang menarik Marga Pohan
merupakan satu-satunya marga yang disandang suatu kelurga yang telah
kehilangan status marganya. Artinya, oleh karena suatu hal seseorang yang
notabenenya adalah orang batak namun mereka sudah tidak tahu lagi nama marga
yang seharusnya disandang. Tidak menutup kemungkinan suatu kelak apabila
suatu kelurga Pohan telah menemukan keluarga aslinya ataupun marganya,
dengan begitu keluarga tersebut dapat menyandang marganya yang sebenarnya.
Pada suku batak ada suatu hubungan anatara kelompok-kelompok kekerabatan
yang mantap. Kelompok kerabat tempat istrinya berasal. Pada orang Batak Toba
disebut hula-hula atau kalimbubu untuk orang Karo (kelompok pemberi gadis).
Sedangkan kelompok penerima gadis disebut beru atau boru. Serta kelompok
yang bersaudara disebut sabutha. Suatu upacara adat tidaklah sempurna kalau
ketiga kelompok itu tidak hadir didalamnya (pesta perkawinan, kematian dan
sebagainya).
Suku Bangsa Minangkabau Masyarakat Minangkabau garis keturunannya
adalah matrilineal yaitu seseorang akan masuk keluarga ibunya bukan ayahnya.
Seorang perempuan memiliki kadudukan istimewa di dalam kaum yang
menguasai harta pusaka adalah ibu. Orang sesuku tidak boleh menikah sehingga
jodoh harus dipilih dari luar suku. Perkawinanan dalam masyarakat Minangkabau
tergolong unik karena tidak mengenal mas kawin, tetapi justru dikenal dengan
uang jemput, yaitu pemberian sejumlah uang atau barang dari pihak pengantin
perempuan kepada mempelai laki-laki. Perempuan secara alamiah adalah makhluk
yang lemah bila dibandingkan laki-laki, namun memiliki kelebihan yakni teliti,
hemat, pandai menggunakan harta untuk berbagai keperluannya. Oleh karena itu,
kekerabatan matrilineal memberikan kuasa penuh dalam penggunaan harta pusaka
kepada kaum perempuan. Dalam perkawinan, suami yang datang ke rumah istri
dan jika bercerai maka suamilah yang meningalkan rumah. Wanita tertua dijuluki
limpapoh atau amban puruak. Ia mendapat kehormatan sebagai penguasa seluruh
harta kaum. Pembagian harta diatur olehnya. Sedangkan laki-laki tertua dijuluki
tunggunai yang berkuasa untuk memelihara, mengolah, mengembangkan harta
milik kaum tetapi tidak untuk digunakannya.
Suku Bangsa Jawa Sistem kekerabatan menggunakan prinsip keturunan
bilateral atau parental, sedangkan istilah kekerabatannya diklasifikasikan menurut
angkatannya. Sebutan untuk semua kakak laki-laki dan perempuan serta suami
dan istrinya dari pihak ayah atau ibu disebut siwa atau uwa. Adapun adik ayah
atau adik ibu disebut paman dan yang perempuan disebut bibi. Pada masyarakat
suku bangsa Jawa dilarang adanya perkawinan antara sekandung. Namun ada
perkawinan yang diperbolehkan adalah perkawinan seorang duda dengan adik
atau akak mendiang istrinya yang disebut perkawinan nggenteni karang wulu atau
perkawinan sororat. Sistem keluarga inti pada suku bangsa Jawa juga terdapat
sistem keluarga luas atau extended family, yaitu dalam satu rumah tinggal dua
atau tiga keluarga inti yang dikepalai oleh satu kepala somah. Bentuk kekerabatan
yang lain nak-dulur atau sanak sadulur, kelompok kekerabatan ini terdiri atas
kerabat keturunan dari seorang nenek moyang sampai derajat ketiga. Kelompok
ini memiliki tradisi tolong-menolong yang sangat tinggi dalam peristiwa penting
dalam keluarga. Masyarakat Jawa juga mengenal alur waris yaitu semua kerabat
sampai tujuh turunan sejauh masih dikenal tempat tinggalnya. Tugas alur waris
adalah memelihara makam leluhur, biasanya satu alur waris tinggal di desa tempat
makam leluhur. Pada umunya suku bangsa Jawa tidak mempersoalkan tempat
menetap setelah pernikahan seseorang akan merasa bangga jika setelah
pernikahan mereka memiliki tempat tinggal baru. Namun pada kenyataannya
banyak yang terjadi setelah pernikahan, mempelai akan tinggal di sekeliling
kerabat istri.
Suku Bangsa Bali Perkawinan yang ada di Bali lebih bersifat endogami
klan. Menurut adat lama yang dipengaruhi sistem kasta (wangsa) perkawinan
dapat dilakukan diantara warga se-klan atau sederajat dalam kasta. Contohnya
anak dari wanita kasta yang tinggi harus dijaga jangan sampai menikah dengan
pria yang lebih rendah kastanya, karena perkawinan semacam ini akan membawa
malu keluarga dan akan menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak tersebut.
Dahulu jika terjadi perkawinan campuran yang demikian maka wanita itu akan
dinyatakan keluar dari dadia (klan) dan dihukum di buang (maselong) untuk
beberapa lama ke tempat yang jauh. Namun sejak 1951 hukuman tersebut tidak
dijalankan lagi. Dan perkawinan campuran kasta relatif banyak dilakukan.

2.4 Pengaruh Sistem Kekerabatan Yang dianut Terhadap Kehidupan


Masyarakat
Sistem kekerabatan mengatur dimensi sosial dan ekonomi. Dalam
penerapannya suatu saat dapat dimungkinkan bahwa paham sistem kekerabatan
dapat disalahgunakan secara ekstrim. Dampaknya dapat kepada pembatasan sosial
dan ekonomi yang akan selalu ada pihak diuntungkan dan dirugikan karena
keberadaan sistem kekerabatan tidak adil.
Suatu permisalan seperti dalam kutipan novel berkisah orang suku
Minangkabau dapat saja pihak perempuan mengatakan kepada suaminya
"Beraninya kau mendekatinya, berapa harga kepala kau!". Andai kata wanita
Minangkabau mengatakan demikian, maka dapat mengindikasikan bahwa wanita
Minangkabau berwatak keras seolah memiliki hak lebih tinggi dan menjadi sentral
keluarga serta menjadi dominasi dalam sistem keluarga daripada pihak pria.
Padahal sistemnya memiliki maksud yang bagus, yang pada dasarnya mengatur
pembagian tugas atas dasar psikologis wanita yang dianggap handal mengatur
ekonomi, sehingga diserahkanlah hak waris kepada pihak wanita. Namun didunia
yang makin materialistis ini tujuan utama dan maksud dari pembagian sistem
kekerabatan tersebut dapat disalah-artikan. Orang mulai paham bahwa uang tidak
sekedar membeli makanan, minuman, kendaraan, rumah, perabotan, perhiasan,
komunikasi, pelacur, pembunuh bayaran, hukum, hingga kebenaran. Tak dapat
menutup kemungkinan hal yang sama juga dapat terjadi pada sistem kekerabatan
patrilineal.
Sistem kekerabatan juga memungkinkan terbentuknya sistem hukum adat
yang khas. Seperti misalnya sistem kekerabatan Endogami Klan seperti di Bali
yang masyarakatnya hidup dalam keadaan berkasta-kasta. Sehingga terkesan
adanya jurang pemisah secara gen. Secara ekonomi mungkin tidak ada perbedaan,
tetapi secara gengsi antar klan memiliki tingkatannya sendiri. Adat lama
perkawinannya dapat dilakukan diantara warga se-klan atau sederajat dalam kasta.
Wanita kasta yang tinggi harus menikah dengan ketentuan kastanya sama atau
lebih tinggi. Jika dilanggar akan dinyatakan keluar dari dadia (klan) dan dihukum
di buang (maselong) untuk beberapa lama ke tempat yang jauh. Untungnya sejak
1951 hukuman tersebut tidak dijalankan lagi. Dan perkawinan campuran kasta
relatif banyak dilakukan.
BAB III
PENUTUP

1. Simpulan
Sistem Kekerabatan dan Ruang Lingkupnya Kekerabatan merupakan unit
sosial dimana anggota-anggotanya mempunyai hubungan keturunan (hubungan
darah). Seseorang dianggap sebagai kerabat oleh orang lain karena dianggap
masih satu keturunan atau mempunyai hubungan darah dengan ego.
Jenis sistem kekerabatan meliputi patrilineal, matrilineal, bilineal, bilateral.
Kesemuanya tersebut terdapat di Indonesia dan dapat mempengaruhi kehidupan
mulai dari aspek sosial, ekonomi, hingga hukum adat.

2. Saran
Penelitian mengenai pengaruh sistem kekerabatan memiliki hubungan yang
kompleks, semoga kedepannya akan terdapat lebih banyak lagi teori-teori
mengenai sebab akibat sistem kekerabatan dan pengaruhnya.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat (1998). Pengantar Antropologi II : Pokok-Pokok Etnografi.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Anonymous (Tanpa Tahun). Matrilineal. http://id.wikipedia.org/wiki/matrilineal.


Diakses 10 Maret 2015 Pukul 23.00 WIB.

Anonymous (Tanpa Tahun). Patrilineal. http://id.wikipedia.org/wiki/patrilineal.


Diakses 10 Maret 2015 Pukul 23.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai