Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku bangsa Minangkabau merupakan suku bangsa yang cukup unik di


Indonesia dengan masyarakatnya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal.
Umar Junus sebagaimana dikutip Hajizar mengemukakan: Pendukung kebudayaan
Minangkabau dianggap sebagai suatu masyarakat dengan sistem kekeluargaan yang
ganjil diantara suku-suku bangsa yang lebih dahulu maju di Indonesia, yaitu menurut
sistem kekeluargaan yang Matrilineal. Inilah yang biasanya dianggap sebagai salah
satu unsur yang memberi identitas kepada kebudayaan Minangkabau; terutama
dipopulerkan oleh roman-roman Balai Pustaka pada periode pertama dari abad ke-20
(Junus dalam Hajizar, 1988:46).

Kekerabatan di minangkabau tumbuh karena rasa kekeluargaan dan rasa malu.


Seseorang akan dihargai sukunya / keluarganya apabila ia berhasil menyatu dengan
kaumnya dan tidak membuat malu kaumnya.

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana sistem kekerabatan di Minangkabau?


2) Bagaimana hubungan sosial dalam Minangkabau?
3) Apa saja layanan BK dalam sistem kekerabatan dan hubungan sosial di
Minangkabau?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar mengetahui bagaimana sistem
kekerabatan dan hubungan sosial dalam budaya Minangkabau.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Kekerabatan Minangkabau

Masyarakat minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal


yaitu sistem kekerabatan keturunan ibu (garis ibu). Sistem kekerabatan
matrilineal, yaitu suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu
masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis keturuna
ibu. Segala sesuatu diatur menurut garis keturunan ibu. Sistem ini hanya
diajarkan secara turun temurun kemudian di sepakati dan di patuhi, tidak ada
buku rujukan atau kitab undang-undangnya.

Munir (2015: 14-15) Sistem kekerabatan pada masyarakat adat


Minangkabau adalah matrinileal. Pada sistem kekerabatan matrilineal ini garis
keturunan adalah dari ibu. Para ahli antropologi sependapat bahwa garis-garis
keturunan matrilineal merupakan yang tertua dari bentuk garis keturunan
lainnya. Menurut teori evolusi, garis keturunan ibu dianggap yang tertua dan
kemudian garis keturunan ayah. Alasan yang digunakan oleh penganut teori
evolusi ini menitikberatkan terhadap evolusi kehidupan manusia.Pada masa
lalu pergaulan antara laki-laki dan wanita masih bebas, belum mengenal
norma perkawinan.

Untuk memudahkan silsilah seorang anak dengan berdasarkan kelahiran


dan yang beranak itu adalah wanita. Dengan demikian, keturunan berdasarkan
perempuan adalah mendapat tempat pertama. Dalam kenyataan sampai saat
ini masyarakat Minangkabau erat kaitannya dengan garis keturunan ibu.
Seandainya garis keturunan mengalami perubahan maka akan terjadi suatu
perubahan dari sendi-sendi adat Minangkabau sendiri.

2
Dalam kekerabatan Matrilineal terdapat tiga unsur yang paling dominan,
yaitu (Amir, 2011:9):

Garis keturunan menurut garis ibu.

Perkawinan harus dengan kelompok lain, diluar kelompok sendiri


yang sekarang dikenal istilah eksogami matrilineal. Ibu memegang peran
sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan, dan kesejahteraan keluarga.

Dalam sistem matrilineal, satu rumah gadang dihuni oleh satu keluarga.
Rumah ini berfungsi untuk kegiatan adat dan tempat tinggal. Keluarga
mendiami rumah gadang adalah orang-orang yang seketurunan yang
dinamakan separuik (dari satu perut) atau setali dasar menurut ibu. Menurut
sistem matrilineal, perempuan memiliki hak penuh di rumah gadang dan
kaum laki-laki hanya menumpang. Anak perempuan yang berkeluarga atau
kawin tinggal pada kamar-kamar di rumah gadang bersama suami mereka,
sedangkan anak perempuan dewasa tidur bersama perempuan lainnya di ruang
tengah. Anak laki-laki yang sudah berumur 7 tahun belajar mengaji dan
menginap di surau. (Amir, MS, 1999:26).

Walaupun perempuan mempunyai hak penuh di rumah gadang, namun


wewenang untuk memimpin dan membina serta memelihara ketentraman
hidup berumah tangga dipegang oleh mamak rumah, yaitu salah seorang laki-
laki dari garis keturunan ibu saparuik yang dipilih untuk memimpin seluruh
keturunan saparuik tersebut. Mamak rumah itu disebut tangganai dengan
gelar Datuak.

Dalam sistem matrelinial, yang berperan adalah mamak, yaitu saudara ibu
yang laki-laki. Ayah merupakan urang sumando atau orang yang datang,
Sumando dalam masyarakat Minangkabau ada beberapa kategori yaitu (1)
Sumando Ninik Mamak (yang dapat memberikan ketentraman pada isterinya

3
dan kaumnya sendiri), (2) Sumando Kacang Miang (yang membuat istrinya
gelisah karena dia memunculkan persoalan yang seharusnya tidak muncul),
(3) Sumando Lapik buruk (hanya memikirkan anak istrnya saja tanpa peduli
persoalan lain). Perkawinan di Minangkabau tidaklah menciptakan keluarga
inti yang baru. Suami dan istri tetap menjadi anggota dari garis keturunannya
masing-masing (Navis, 1984:20).

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau sangat terikat pada


keluarga luas, terutama dari pihak ibu. Keluarga pihak ayah disebut bako yang
perannya sangat kecil dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu di
Minangkabau tidak tampak apa yang disebut keluarga batih yang
menunjukkan ayah berperan, mamak lah yang lebih berperan. Ayah akan
berperan pula sebagai mamak terhadap kemenakannya di rumah keluarga
ibunya dan saudara perempuannya (Suwando, 1978: 19-20).

Adapun karakteristrik dari sitem matrilineal adalah:

1. Keturunan menurut garis ibu


2. Suku terbentuk menurut garis ibu
3. Tiap orang harus menikah dengan orang yang di luar suku atau tidak
sesuku
4. Yang berkuasa dan menjalankan kekuasaan adalah laki-laki, perempuan
diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan harta pusaka
5. Perkawinan bersifat matrilokal (suami mengunjungi rumah istrinya)
6. Hak-hak dan pusaka di wariskan oleh mamak ke kemenakannya dari
saudara laki-laki ibuk kepada anak dari saudara perempuan.

4
B. Hubungan Sosial Dalam Minangkabau
Kekerabatan di minangkabau tumbuh karena rasa kekeluargaan dan
rasa malu. Seseorang akan dihargai sukunya / keluarganya apabila ia berhasil
menyatu dengan kaumnya dan tidak membuat malu kaumnya.
Nilai-nilai ideal dalam kehidupan yang mesti dihidupkan terus dalam menata
kehidupan bernagari antara lain:
1. Rasa memiliki bersama
2. Kesadaran terhadap hak milik
3. Kesadaran terhadap suatu ikatan
4. Kesadaran untuk pengabdian.

Stratifikasi sosial masyarakat minangkabau pada daerah tertentu masih


mengenal 3 tingkatan yaitu:

1. Golongan Bangsawan
Memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dan sering
mendapat kemudahan dalam segala urusan. memperolah uang jemputan
yang tinggi jika menikah, boleh tidak memberi belanja kepada isterinya
dan anaknya, memperoleh gelar kebangsawanan juga. Ia boleh kawin
dengan/dari kelas mana saja.
Sebaliknya seorang wanita bangsawan dilarang kawin dengan seorang
laki-laki biasa, apalagi kelas terendah. Yang termasuk golongan
bangsawan ialah orang-orang yang mula-mula datang dan mendirikan
desa-desa di daerah Minangkabau. Karena itu mereka disebut sebagai
urang asa (orang asal).
2. Golongan Orang Biasa
Orang-orang yang datang kemudian dan tidak terikat dangan orang
asal tetapi mereka bisa memiliki tanah dan rumah sendiri dengan cara
membeli.

5
3. Golongan Terendah
Orang-orang yang datang kemudian dan numpang pada keluarga-
keluarga yang lebih dulu datang dengan jalan menghambakan diri. Oleh
karena itu golongan ini menduduki kelas yang terbawah.

Menurut konsepsi orang Minangkabau, perbedaan lapisan sosial ini


dinyatakan dengan sitilah-istilah sebagai berikut :

1. Kamanakan tali pariuk, yaitu keturunan langsung dari keluarga urang asa.
2. Kamanakan tali budi, yaitu para pendatang tetapi kedudukan ekonomi dan
sosialnya sudah baik, sehingga dianggap sederajad dengan urang asa.
3. Kamanakan tali ameh, yaitu para pendatang baru yang mencari hubungan
keluarga dengan urang asa, tetapi telah dapat hidup mandiri.
4. Kamanakan bawah lutuik yaitu orang yang menghamba pada orang asa.

C. Layanan BK
1. Konselor dapat menggunakan layanan informasi agar dapat memahami
bagaimana hubungan sosial dan sistem kekerabatan yang ada di
minangkabau.
2. Konselor harus bisa memahami bagaimana hubungan sosial yang ada di
minangkabau dan membantu klien agar dapat bergabung dalam hubungan
tersebut.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem kekerabatan yang ada di Minangkabau adalah matrilineal yang
mengikuti garis keturunan ibu. Adapun kekerabatan di minangkabau tumbuh
karena rasa kekeluargaan dan rasa malu. Seseorang akan dihargai sukunya /
keluarganya apabila ia berhasil menyatu dengan kaumnya dan tidak membuat
malu kaumnya.
Peranan dalam layanan bimbingan dan konseling adalah agar konselor
memamahi klien sesuai dengan latar budaya kliennya.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini , masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak.

Anda mungkin juga menyukai