Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia di mana ia


belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam interaksi dengan kelompoknya.
Keluarga memberikan dasar pembentukan kepribadian, tingkah laku, watak, moral dan
pendidikan anak (Roem, 2015). Keluarga merupakan tempat terjadinya proses sosialisasi
yang akan menjadi pedoman bagi anak untuk bermasyarakat dengan baik dan benar. Apabila
proses sosialisasi itu berlangsung dengan baik, maka seorang anak akan tumbuh dengan
perilaku yang baik pula di masyarakat. Sistem kekerabatan merupakan suatu cara
pengklasifikasian seseorang berdasarkan cara masyarakat diorganisasikan menjadi
kelompokkelompok dan bagaimana kelompok tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya
(Ibrahim, 2016; Keesing, 1981).

Dengan adanya sistem kekerabatan menjadi arti penting dalam banyak masyarakat
baik masyarakat sederhana maupun masyarakat yang sudah maju. Hubungan dengan kerabat
tersebut menjadi poros dari berbagai interaksi, kewajiban-kewajiban, loyalitas dan senitmen-
sentimen. Berdasarkan hukum adat di Indonesia setidaknya ada tiga sistem kekerabatan yang
dikenal luas masyarakat yaitu patrilineal, matrilineal dan bilateral. Patrilineal merupakan
sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak laki-laki atau ayah, misalnya suku
Batak.

Matrilineal merupakan sistem garis keturunan yang menempatkan ibu sebagai


penentu garis keturunan, misalnya suku Minangkabau. Sedangkan sistem kekerabatan
bilateral menjelaskan bahwa tidak ada dominasi antara pihak laki-laki dan perempuan,
misalnya suku Jawa (Mulia, 2016; Zainuddin, 2013). Sehubungan dengan hal itu, secara
umum sistem kekerabatan di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak
(Patrilineal). Namun berbeda dengan sistem kekerabatan etnik di Indonesia secara umum,
pada masyarakat etnik Minangkabau sistem kekerabatan berdasarkan garis keturunan ibu
(Matrilineal) (Silalahi, 2001; Ibrahim, 2016).

Hal ini berarti pengasuhan dan harta warisan diturunkan melalui garis keturunan ibu.
Setiap individu akan melihat dirinya sebagai keturunan ibu tanpa melihat keturunan ayahnya

1
(Simajuntak, 2000). Dalam sistem kekerabatan matrilineal di Minangkabau, satu rumah
gadang dihuni oleh satu keluarga yang setali darah menurut garis keturunan ibu. Sehingga
dalam kebudayaan Minangkabau, keluarga tidak hanya terdiri atas ayah, ibu, dan anak,
melainkan meluas dalam satu keluarga besar yang dirunutkan berdasarkan garis matrilineal
(Koentajaningrat, 1993; Mulia, 2016).

Masyarakat Minangkabau disebut sebagai masyarakat komunal karena menganut


budaya kolektif (Navis, 2015). Masyarakat kolektif adalah masyarakat yang menganut nilai-
nilai yang mendukung kelompok (Santrock, 2014). Adat Minangkabau yang kolektif dan
menganut sistem kekerabatan matrilineal berpengaruh pada pembagian peran pengasuhan di
Minangkabau. Lebih jauh, Rhee dkk (2015) menjelaskan dimensi spesifik yang menentukan
pengasuhan orang tua secara umum. Dimensi tersebut mencakup emotional dimensions dan
behavioral dimensions. Emotional dimensions, dicirikan melalui iklim emosional antara anak
dengan orang tua termasuk kehangatan dan kasih sayang.

Selain itu Minangkabau juga mengenal mamak secara khusus yang mengepalai suku
yang biasa disebut dengan ninik mamak. Tiap-tiap masyarakat dikelompokkan ke dalam suku
mereka masing-masing dan tiap suku itu dipimpin oleh seorang niniak mamak atau yang kita
kenal dengan datuk/pengulu. Namun, yang dimaksudkan di sini adalah mamak dalam
lingkungan keluarga (mamak tungganai) yang 5 memegang peranan penting membimbing
kemanakannya (Dt. Rajo penghulu, dalam Anjela, 2014). Pada masyarakat Minangkabau
seorang ibu memiliki peran penting dalam pengasuhan. Ibu juga memegang peran sentral
dalam pendidikan; pengamanan; kekayaan; dan kesejahteraan keluarga (Roem, 2015).
Namun pada masyarakat etnik Minangkabau ibu juga menyerahkan pengasuhan anak kepada
mamak (Natin, 2008). Oleh karena itu dalam struktur keluarga Minang jalur organisasinya
adalah “mamak dan kemanakan”, sedangkan jalur biologisnya “Ibu dan anak”. Hal ini
menyebabkan terjadinya perbedaan peran pengasuhan antara ayah pada umumnya dengan
peran ayah di Minangkabau (Kato, 2005).

Secara umum ayah berperan dalam hal otoritas karena ayah merupakan sosok
pemimpin dalam sebuah keluarga. Verkuyl (dalam Hermaini, 2014) menyatakan bahwa ayah
bertanggung jawab atas tiga tugas utama. Pertama, ayah harus mengajar anaknya tentang
Tuhan dan mendidik anaknya dalam ajaran agama. Kedua, seorang ayah haruslah mengambil
peran sebagai pimpinan dalam keluarganya. Ketiga, ayah haruslah bertanggung jawab atas
disiplin. Dengan demikian ia menjadi seorang figur otoritas. Sementara pada adat

2
Minangkabau, peran ayah secara normatif diserahkan kepada mamak (Afrida, 2010; Arifin
dkk, 2012).

Dalam sistem kekerabatan Minangkabau ayah adalah sebagai seorang sumando,


kekuasannya lemah tidak seperti dalam nuclear family. Tanggung jawab ayah mencari
nafkah, mengolah tanah pusaka istrinya (Natin, 2008). Sedangkan urusan anak, si ibu
tersebut dipercayakan kepada sang paman atau mamak. Sehingga dengan kata lain peran ayah
di dalam pengasuhan diambil oleh mamak (Navis, 2015). Keberadaaan suami di rumah istri
di ibaratkan sebagai seorang tamu, hanya sebagai pemberi benih semata namun ia tidak
memiliki kewajiban apapun sebagai suami umumnya, demikian perbedaan pengasuhan adat
Minangkabau dengan adat lainnya (Shah, 2006; Afrida, 2010). Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nazaruddin (1982) di Nagari Pariangan, yang menyatakan
bahwa pengasuhan dan pendidikan anak di Minangkabau adalah tanggung jawab seluruh
elemen keluarga dan lingkungan di sekitar anak. Terkait dengan peran mamak tersebut, adat
Minangkabau memberikan kedudukan dan sekaligus kewajiban yang lebih berat kepada
mamak dari pada kewajiban ibu. Adat mewajibkan mamak harus berperan dalam mendidik,
membimbing kemanakannya dalam hal pewarisan, mengawasi pendidikan, serta tempat
bertanya apapun termasuk pendidikan oleh kemenakan (Navis, 2015).

Mamak juga secara khusus berperan terhadap masalah ekonomi, pendidikan,


keagamaan, adat, upacara perkawinan dan dalam kehidupan tradisional Minangkabau (Navis,
2015) Dalam hal pendidikan mamak bertanggung jawab atas pendidikan anak
kemenakannya. Mamak mengajarkan tentang cara bergaul yang baik, tentang agama,
mengenai pendidikan keterampilan atau kerumahtanggaan dan pendidikan formal
kemanakannya (Anjela, 2014). Sedangkan dalam hal ekonomi mamak harus ikut serta
memperhatikan dan membantu anak 7 kemenakan demi kelanjutan hidupnya sehari-hari di
tengah-tengah masyarakat. Niniak mamak selalu mengontrol dan menerima informasi yang
baik atau yang buruk terhadap kehidupan kemanakannya, dengan cara itu mamak bisa
mengetahui keadaan kemanakannya (Zainuddin, 2013). Mamak juga ikut berperan dalam hal
keagamaan, di mana niniak mamak bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan agama
anak kemanakannya.

Di bidang adat, peran mamak adalah memberikan pengarahan dan petunjuk-petunjuk


yang baik kepada kemanakan apabila ada diantara anak kemanakannya melanggar adat
ditinjau dari dari aspek; ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. hal ini lah yang membuat

3
diri niniak mamak begitu tinggi dan berwibawa dimata anak kemanakannya (Nazaruddin,
1982).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem kekerabatan matrilineal tersebut?

2. Adat dan suku- suku apa saja yang menganut sistem kekerabatan matrilineal?

3. Bagaimana Perkawinan Sistem Kekerabatan Matrilineal?

4. Bagaimana Harta Waris Dan Sistem Pewaris Sistem Kekerabatan Matrilineal?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan pengertian dan silsilah sistem kekerabatan matrilineal

2. Mengetahui adat mana saja yang menggunakan sistem kekerabatan matrilineal

3. Mengetahui suku mana saja yang menggunakan sistem kekerabatan matrilineal

4. Mengetahui Perkawinan, Hatra Waris Dan Sistem Waris Sistem Kekerabatan Matrilineal?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Kekerabatan Matrilineal

Matrilineal adalah orang orang yang berhubungan darah yang hanya berhubungan
darah yang hanya melulu menurut keturunan yang laki-laki di pandang hanya sepanjang
mengenai dirinya saja, oleh karena setelah kawin ia akan melanjutkan keturunan dari
istrinya. Matrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu mater yang berarti ibu, dan
linea yang berarti garis. Jadi, matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik
dari pihak ibu.

Masyarakat Indonesia memiliki banyak keragaman dan perbedaan. Sebagai


contohnya keragaman agama, ras, etnis, pekerjaan, budaya, maupun jenis kelamin. Tidak
dapat dimungkiri keragaman ini menjadi potensi pokok munculnya konflik di Indonesia.
Di Indonesia banyak suku yang menganut sistem garis keturunan ibu, antara lain sebagai
berikut:

1. Suku Minangkabau
Suku Minangkabau atau yang sering disebut Minang merupakan
entitas kultural dan geografis yang ditandai dengan penggunaan bahasa, adat
yang menganut sistem kekerabatan matrilineal, dan identitas agama Islam.
Sistem ini sudah berlaku dari dahulu, bahkan menurut legenda pada
pertengahan Abad 12, Raja Maharajo Dirajo yang mendirikan Kerajaan Koto
Batu, wafat dan meninggalkan tiga bayi laki-serta tiga istri. Istri pertama, Puti
Indo Jalito, kemudian mengambil alih kepemimpinan dan tanggung jawab
keluarga, yang menjadi cikal bakal dari masyarakat matrilineal. Pada suku
tersebut sistem matrilineal yang mereka anut adalah "ayah adalah tamu" dalam
sebuah keluarga.
Dalam sistem Minang yang bertugas memberikan pengajaran kepada
anak bukanlah ayah, melainkan paman atau yang dikenal dalam suku Minang
dengan sebutan "mamak". Secara geografis, Minangkabau meliputi daratan
Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat
Jambi, pantai barat Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan Negeri Sembilan di
Malaysia. Dimana pada suku minangkabau Perempuan Selalu Memimpin,
Inilah Sistem Matrilineal terbesar dunia yang berlaku di Padang. Salah satu
sistem matrilineal adalah pernikahan di mana lelaki diboyong ke rumah
perempua. Matrilineal di sini mengacu kepada satu sistem di mana adat telah
menetapkan silsilah keturunan mengambil garis keturunan Ibu. Itu artinya,
perempuan menjadi pemimpin berkebalikan dengan fakta yang menyebut
bahwa pimpinan berada di pundak lelaki.

5
Wanita adalah penguasa bukan hanya dari segi kepemimpinan, hal
unik lain dari struktur matrilineal ini adalah semua hak adalah milik
perempuan. semua harta dari leluhur maupun orang-orang terdahulu seperti
rumah, sawah, dan harta lainnya diwariskan kepada anak perempuan. Lalu apa
status seorang suami di dalam rumah? Tak lain, mereka adalah tamu di rumah
istrinya, tak lebih. Sistem perkawinan yang unik pada masyarakat
minangkabau. Adat pernikahan Jika pada kebiasaan di sebagian wilayah di
Indonesia, perempuanlah yang diboyong ke rumah suami, maka Minangkabau
menerapkan yang sebaliknya. Perihal melamar, wanita yang harus datang dan
meminta sang pria kepada orangtuanya.
Mas kawin ditentukan oleh keluarga pengantin perempuan,
berdasarkan pendidikan dan profesi calon suami. Pada hari H pernikahan,
keluarga wanita akan memakai pakaian terbaiknya, membawa hadiah, uang
tunai, dan makanan di atas kepalanya untuk diberikan kepada sang calon
suami. Selanjutnya, pengantin pria dijemput dari rumahnya dan dibawa ke
rumah pengantin perempuan. Pria Minang ‘tak punya suara’ untuk urusan
keluarga para pria minang Mungkin di dalam masyarakat ini, tak ada yang
namanya kesetaraan di mana lelaki dan perempuan berada di derajat yang
sama. Semua wewenang, entah itu sosial dan ekonomi kepada perempuan.
Mereka menjadi pemimpin untuk semua anak-anaknya, menjadi orang yang
berperan penting saat ada upacara adat, serta menyelesaikan perselisihan.
Sementara, para pria akan mencari nafkah untuk menghidupi keluarga mereka,
ketika berada di rumah, pria ‘tak punya suara’ untuk urusan keluarga. Jadi
itulah sejarah serta penjelasan lengkap tentang sistem matrilineal yang berlaku
di masyarakat Minagkabau. Karena sudah mengakar selama berabad-abad
lamanya, budaya matrilineal ini tetap langgeng hingga sekarang. Tetapi, ajaran
agama yang dominan di daerah ini tetaplah Islam.

2. Suku Enggano.
Suku Enggano menetapkan perempuan sebagai pewaris suku dan
sebagai garis keturunan matrilineal. Nama marga suku diwariskan berdasarkan
marga ibu. Suku Enggano menciptakan garis keturunan matrilineal mungkin
karena seringnya terjadi peperangan antar suku dan kegiatan dari para lelaki
suku ini.
Suku Enggano, adalah penghuni asli pulau Enggano dan empat pulau
di sekitarnya yang merupakan salah satu wilayah terluar Indonesia, di sebelah
barat pulau Sumatera. Lebih tepatnya berada di provinsi Bengkulu.
sebagaimana suku Mentawai dan suku Nias, mereka adalah pembawa budaya
Proto Malayan atau Melayu Tua.

3. Suku Petalangan.

Masyarakat Petalangan dibagi atas beberapa suku yang diturunkan dari


ibu, seperti Sengerih, Lubuk, Pelabi, Medang, Piliang, Melayu,

6
Penyambungan dan Pitopang. Berdasarkan kekerabatan matrilineal yang
mereka anut, dilarang melakukan perkimpoian dengan suku yang sama.

Suku Petalangan hidup di Kabupaten Pelalawan, provinsi Riau. Desa-


desa pemukiman orang Petalangan terletak sekitar 60-95 kilometer dari kota
Pekanbaru. Kebanyakan orang Petalangan mencari nafkah dari hutan karet dan
sebagai nelayan.

4. Suku Aneuk Jamee.


Suku ini merupakan perantau Minangkabau yang bermigrasi ke Aceh
dan telah berakulturasi dengan Suku Aceh. Secara etimologi, nama "Aneuk
Jamee" berasal dari Bahasa Aceh yang secara harfiah berarti anak tamu.
Dalam percakapan sehari-hari, kelompok masyarakat ini menggunakan Bahasa
Jamee.
Suku Aneuk Jamee adalah sebuah suku Indonesia yang tersebar di
sepanjang pesisir barat Aceh mulai dari Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat
Daya dan Simeulue.

5. Suku Sakai.
Berdasarkan sistem kekerabatan matrilineal yang dianut suku Sakai,
anak perempuan penerus keturunan ibunya, sedangkan anak laki-laki hanya
seolah-olah pemberi bibit keturunan kepada isteri. Dalam budaya Sakai hak
perempuan Sakai besar, semua barang milik baik yang bergerak maupun tidak
bergerak adalah milik wanita.
Suku Sakai merupakan salah satu suku terasing di Indonesia yang
hidup di pedalaman Riau. Banyak versi tentang asal-usul suku Sakai. Ada
yang berpendapat suku sakai berasal dari percampuran antara ras Wedoid
dengan Proto Melayu.

Berikut adalah bagan kekerabatan matrilineal

laki-laki

perempuan

=
= = =
= = =

7
Adapun ciri-ciri dari sistem Matrilineal yaitu sebagai berikut;

1. Keturunan dihitung menurut garis ibu.


2. Suku terbentuk menurut garis ibu
3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya atau eksogami karena di
Minangkabau dilarang kawin sesuku.
4. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi dan tinggal dirumah istrinya.
5. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari
saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.

B. Perkawinan dalam Garis Keturunan Matrilineal

1. Umumnya yang memilih calon suami di Minangkabau adalah pihak keluarga


calon istri, sedangkan di Tapanuli yang memilih calon istri adalab pihak keluarga
calon suami. Biasanya yang dipilih adalah dari keluarga yang dekat, kalau di
Minangkabau diutamakan calon suami dari pihak Mamak (saudara Iaki-laki dari
ibu = anak mamak)
2. Endogamie territorial : Disamping mengutamakan kerabat tertentu, maka seorang
wanita di Minangkabau dan seorang pria di Taoanuli harus mengutamakan
pengambilan calon suami atau calon istri dari dalam lingkungan persekutuan
hukum sendiri ;
3. Exogam suku atan marga : Kalau di Minangkabau. pengambilan calon suami
harus tidak satu suku dan suami yang bersangkutan tidak dilepaskan dari
kerabatnya.

Di Minangkabau dalam pelaksanaan perkawinan. seakan terdapat pertentangan


antara sistim hukum adatnya dengan hukum agama Islam apabila ditinjau hal-hal
betikut :
1. Dalam hukum adat Minangkabau ditentukan bahwa hu‘bungan antara anak
dengan ayahnya.tidak ada sebab anak-anak meneruskan garis keturunan
ibunya dan yang berkuasa untuk menentukan jodoh dan tata cara perkawinan
adalah "Mamak" nya. sehingga kekuasaan yang berperan dalam lingkungan
suatu keluarga/kerabat di Minangkabau adalah kedudukan sang "Mamak".
sedangkan fungsi ayah kurang penting, kecuali hanya menikahkan anak
wanitanya.
Dalam hukum Islam fungsi ayah mempunyai peranan penting baik dalam
memilih jodoh maupun dalam bertindak melakukan kekuasaan orang tua dan
menikahkan anak wanitanya.

8
2. Di minangkabau menggunakan baik lembaga mas kawin sebagai kewajiban
calon suami untuk di berikan kepada calon istri, di samping lembaga “ barang
panjapuik” yang di wajibkan adat kepada pihak istri untuk memberikannya
kepada pihak suami
Dalam huku islam hanya mengenal kewajiban tentang pemberian “mas kawin”
dari calon suami kepada calon istri, sebagai salah satu rukun nikah. Seolah-
olah kontradiksi/ bertentangan dalam dengan aturan adat tentang “barang
panjapuik” yang di wajibkan adat kepada pihak istri untuk memberikannya
kepada pihak suami. Dengan demikian di minangkabau terdapat pencampuran
antara hukum islam dengan hukum adat, sebagai ciri perkawinan yang unik 1

C. Sistem Pewarisan dalam Garis Keturunan Matrilineal

1. Sistem keturunan
Sistem matrilineal, yaitu sistem keturunan yang di tarik dari garis ibu, dimana
kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam
pewarisan
2. sistem kolektip: 1alah dimana , harta peninggalan diteruskan/diadakan pemilikannya
dari pewaris kepada waris sebagai suatu kesatuan yang tidak terbagi-bagi baik
penguasaan atau pemilikannya, melainkan setiap waris berhak untuk mengusahakan
menggunakan atau mendapatkan hasil dari harta peninggalan itu, dengan ketentuan
bahwa cara pemakaian dari harta peninggalan itu oleh masing-masing waris di atur
bersama atas dasar musywarah dan mufakat oleh semua waris yang berhak di bawah
bimbingan dari kepala kerabat.
Contoh: ssitem kolektip berlaku atas tanak pusaka yang d urus bersama di bawah
pimpinan/ pengurusan dari mamak kepala waris dan para anggota famili hanya
mempunyai hak pakai saja

D. Harta Warisan dalam Garis Keturunan Matrilineal

Anak-anak wanita adalah waris utama dalam sistem kekerabatan yang matrilinial.
yang umumnya berlaku bentuk perkawinan semenda. dan menurut bentuk semcnda
mumi, maka suam. setelah perkawinan mengikuti kedudukan isteri. ataupun semenda
tidak mumi. yang suami tidak masuk kedalam kerabat isteri seperti di Minangkabau.
Sumatera Selatan (daerah Semendo) dan Lampung (dacrah Peminggir).
Di Minangkabau, seorang ibu akan mewariskan kepada anak wanitanya. sedangkan
ayah akan mewariskan kepada saudaranya yang wanita atau kemanakan, yaitu anak dari
saudari wanitanya. Di Semendo (Sumsel) dam Lampung (pemingir), ayah dan ibu akan
mewariskan kepada anak-anaknya yang perempuan.
Jika tidak ada anak wanita dan hanya ada anak pria. maka dapat ditempuh
penyimpangan dcngan cara salah scorang anak lelaki dikawinkan dengan wanita dalam
bentuk perkawinan ambil anak (semendo ngangkit), atau di Minangkabau perbatasan
Mandailing. anak lelaki tersebut dikawinkan dalam bentuk perkawinan jujur dengan
wanita Mandailing. Dengan demikian anak yang lahir (wanita) akan meneruskan sebagai

1
T. Abduurchman Husny, Hukum Adat I. (Medan, BP. HUSNY, tt ), hl. 79

9
péwaris utama dari ncneknya me lalui ayahnva, Dan prinsip keturunan wanita menjadi
para waris tetap terpelihara.
Pendirian MARI dalam bentuk waris anak wanita ini juga telah di terobos yaitu
seperti dalam putusannya tanggal 12-2-1969 N0. 39 K/ Sip / 1968 yang menyatakan “
dalam perkembanan hukum adat minangkabau sekarang harta kekayaan di bedakan dalam
dua jenis, ialah harta pusaka dan harta pencaharian. Harta pusaka tetap menjadi milik
kaum / jurai masing-masing pihak, sedangkan harta pencaharian d turunkan kepada anak
baik laki- laki dan perempuan sebagai ahli waris.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Matrilineal adalah orang orang yang berhubungan darah yang hanya berhubungan
darah yang hanya melulu menurut keturunan yang laki-laki di pandang hanya
sepanjang mengenai dirinya saja, oleh karena setelah kawin ia akan melanjutkan
keturunan dari istrinya. Matrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu
mater yang berarti ibu, dan linea yang berarti garis. Jadi, matrilineal berarti
mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu.

2. Adapun ciri-ciri dari sistem Matrilineal yaitu sebagai berikut;


a. Keturunan dihitung menurut garis ibu.
b. Suku terbentuk menurut garis ibu
c. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya atau eksogami
karena di Minangkabau dilarang kawin sesuku.
d. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi dan tinggal
dirumah istrinya.
e. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan
dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.

3. Perkawinan dalam garis keturunan matrilineal: Umumnya yang memilih calon


suami di Minangkabau adalah pihak keluarga calon istri, sedangkan di Tapanuli
yang memilih calon istri adalab pihak keluarga calon suami. Biasanya yang dipilih
adalah dari keluarga yang dekat, kalau di Minangkabau diutamakan calon suami
dari pihak Mamak (saudara Iaki-laki dari ibu = anak mamak)

4. Sistem Pewarisan garis keturunan matrilineal, yaitu sistem keturunan yang di tarik
dari garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari
kedudukan pria di dalam pewarisan
5. Harta Warisan dalam garis keturunan matrilineal, yaitu Anak-anak wanita adalah
waris utama dalam sistem kekerabatan yang matrilinial. yang umumnya berlaku
bentuk perkawinan semenda. dan menurut bentuk semcnda mumi, maka suam.
setelah perkawinan mengikuti kedudukan isteri. ataupun semenda tidak mumi.
yang suami tidak masuk kedalam kerabat isteri seperti di Minangkabau. Sumatera
Selatan (daerah Semendo) dan Lampung (dacrah Peminggir).
Di Minangkabau, seorang ibu akan mewariskan kepada anak wanitanya.
sedangkan ayah akan mewariskan kepada saudaranya yang wanita atau
kemanakan, yaitu anak dari saudari wanitanya. Di Semendo (Sumsel) dam
Lampung (pemingir), ayah dan ibu akan mewariskan kepada anak-anaknya yang
perempuan.

11

Anda mungkin juga menyukai