Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakansebuah sistem, karena


di dalamnya terdapat beberapa peristiwa/tahapan yang terjalin dalam satu rangkaian
yang tidak terpisahkan antara satu dan lainnya. Tahapan tersebut yaitu tahap
perencanaan, tahap penyusunan, tahap pembahasan, tahap pengesahan, tahap
pengundangan, dan tahap penyebarluasan.Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa
seharusnya norma hukum yang hendak dituangkan dalam rancangan Peraturan
Perundang-undangan, benar-benar telah disusun berdasarkan pemikiran yang matang
dan perenungan yang memangmendalam, semata-mata untuk kepentingan umum
(public interest),bukan kepentingan pribadi atau golongan.1Sistem pemerintahan
Indonesiamengenal adanya jenis pembagian kewenangan baik antara kewenangan
Pemerintah Pusat maupun kewenangan Pemerintah Daerah. Dalam pembentukan
produk hukum baik pusat maupundaerah, undang-undang memberikan peranan dan
fungsi terhadap elemen pemerintahan baik yang dipusat maupun daerah.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) Pasal 1 ayat (3) secara tegas dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara
hukum. Ketentuan ini merupakan pernyataan betapa hukum akan sangat menentukan
dalam pelaksanaan kenegaraan. Selain itu ketentuan ini juga mengandung pengertian
segala sesuatu di negeri ini senantiasa meski berdasarkan hukum. Walaupun tidak serta
merta dapat dikatakan semua hal mesti diatur dengan hukum sebab pada kenyataannya
masih ada beberapa norma yang secara nyata hidup dan berkembang di masyarakat
berdampingan dengan hukum (norma kesopanan, kesusilaan, dll)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Asas-asas pembentukan undang-undang ?


2. Bagaimana materi tentang Muatan Perundang-undangan ?

C. TUJUAN
Ingin mengetahui tentang apa saja yang dimaksud dengan asas-asa
pembentukan undang-undan serta menambah wawasan tersebut .

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asas-asas Pembentukan Peraturan Undang-Undang


Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu pedoman atau
suatu rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Dalam
bidang hukum yang menyangkut pembentukan peraturan.
Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan
bertindak.1

Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berati dasar atau sesuatu yang


dijadikan tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Pandangan kata asas
adalah prinisip yang berarti kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, berpendapat
dan bertindak.

Dalam menyusun peraturan perundang-undangan banyak para ahli yang mengemukakan


pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, pada dasarnya beragam pendapat itu mengarah pada
substansi yang sama. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat ahli, kemudian penulis
akan mengklasifikasikannya ke dalam dua bagian kelompok asas utama (1) asas materil atau
prinsip-prinsip substantif; dan (2) asas formal atau prinsip-prinsip teknik pembentukan
peraturan perundang-undangan.

Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Soerjono Soekantanto, memperkenalkan enam asas
sebagai berikut:

a. Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif);

b. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi pula;

c. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan


perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogat lex generalis);

d. Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatal-kan peraturan


perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogate lex periori);

1 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu perundang-undangan (dasar-dasar dan pembentukannya), ( Yogyakarta:
Kanisius, 1998) . Hlm.197-198.

2
e. Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu gugat;

f. Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai


kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan
atau pelestarian (asas welvaarstaat).

Selanjutnya dalam Bab II tentang Asas Peraturan Perundang-undangan berisi Pasal 5,


6, dan 7 UU No. 12 Tahun 2011, ditentukan pula bahwa dalam membentuk Peraturan
Perundang-Undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik. Asas- asas yang dimaksud itu meliputi:
1.Kejelasan tujuan
Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. 2
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah
bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang.Peraturan perundang-undangan
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak
berwenang.
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam pembentukan
peraturan perundangan-undangan harus benar-benar memerhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis peraturan perundang-undangannya.
4. Dapat dilaksanakan
Asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Kejelasan rumusan

2 Jazim Hamidi dan Budiman N.P.D. Sinaga, Ilmu Perundang-undangan , ( bandung : PT.davidsi , 2005 ) hal. 40

3
Asas “kejelasan rumusan” yaitu bahwa setiap peraturan Perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, dan
pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga
tidak menimbulkan interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Keterbukaan
Asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan
dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama
untuk seluas-luasnya memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-
undangan.
Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 juga menentukan adanya asas-
asas yang harus terkandung dalam materi muatan setiap Peraturan Perundang-undangan. Asas-
asas yang dimaksud adalah asas:
1. Pengayoman
Asas “pengayoman” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat.
2. Kemanusiaan
Asas “kemanusiaan” yaitu bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara profesional.
3.Kebangsaan
Asas “kebangsaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan
tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
4. Kekeluargaan
Asas kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
harus mencerminakn musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan
keputusan.
5. Kenusantaraan
Asas “kenusantaraan”, yaitu bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan senantiasa memerhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan meteri muatan

4
peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila.3
6. Bhinneka tunggal ika
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
7. Keadilan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8. Kesaman kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Bahwa setiap materi muatan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan,
gender, atau, status sosial.
9. Ketertiban dan kepastian hukum
Bahwa setiap materi perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam
masyarat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan bangsa dan negara.

Sedangkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, yaitu:


1. Undang-Undang Dasar;
2. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peratura Presiden;
5. Peraturan Daerah.
Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011, kekuatan hukum Peraturan
Perundang-Undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3 Ibid

5
B. Fungsi Asas Perundang – undangan

Pembentukan undang-undang didasarkan pada perwujudan asas-asas hukum (umum).


Asas-asas hukum berfungsi untuk menafsirkan aturan-aturan hukum dan memberikan
pedoman bagi suatu perilaku, sekalipun tidak secara langsung sebagaimana terjadi dengan
norma-norma perilaku. Asas-asas hukum menjelaskan norma-norma hukum yang didalamnya
terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum.
Menurut Herlien Budiono, asas hukum bertujuan untuk memberikan arahan yang
layak/pantas (rechtmatig) dalam hal menggunakan atau menerapkan aturan-aturan hukum.
Disamping itu, asas-asas hukum berfungs sebagai pedoman atau arahan orientasi berdasarkan
mana hukum dapat dan boleh dijalankan.
Sedangkan menurut pandangan Yusril Ihza Mahendra, asas-asas hukum dan asas-asas
pembuatan peraturan perundang-undangan yang baik, merupakan condition sine quanon bagi
berhasilnya suatu peraturan perundang-undangan yang dapat diterima dan berlaku di
masyarakat, Karena telah mendapatkan dukungan landasan filosofis, yuridis dan sosiologis.
Dijadikannya asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagai
pedoman dalam pembentukan undang-undang, yang akan dapat memberikan jaminan dalam
perumusan norma hukum, yang selanjutnya akan diformulasikan dalam materi muatan undang-
undang, sehingga tujuan pembentukan undang-undang dan kualitas dari undang-undang yang
dibentuk dapat dicapai.

Menurut A. Hamid S. Attamimi, asas asas pembentukan peraturan perundang undangan


yang baik, berfungsi untuk memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan
ke dalam bentuk dan susunan yang sesuai, bagi penggunaan metode pembentukan yang tepat
dan bagi mengikuti proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan. serta bermanfaat
bagi penyiapan, penyusunan, dan pembentukan suatu peraturan perundang undangan.
Kemudian, dapat digunakan oleh hakim untukmelakukan pengujian(toetsen), agar peraturan
peraturan tersebut memenuhi asas asas dimaksud, serta sebagai dasar pengujian dalam
pembentukan aturan hukum yang berlaku.

6
C. MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG
( SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 )

Istilah muatan Undang-undang ini pertama kali diperkenalkan oleh A. Hamid


Attamimi, dalam Majalah hukum dan pembangunan No. 3 Tahun ke-IX, Mei 1979, sebagai
terjemahan dari ‘het eigenaardig onderwerp der wet’.4
A. Hamid Attamimi berpendapat bahwa materi muatan Undang-Undang Indonesia
merupakan hal yang penting untuk kita teliti dan kita cari, oleh karena pembentukan Undang-
Undang suatu Negara bergantung pada cita Negara dan teori bernegara yang dianutnya, pada
kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negaranya pada sistem pemerintahan negara yang
diselenggarakannya.
Apabila dilihat pada tata susunan (hierarki) dari peraturan perundang-undangan di
Indonesia, maka hal tersebut bukan hanya ditetapkan semata-mata, akan tetapi hal itu lebih
dikarenakan peraturan perundang-undangan di Indonesia selain dibentuk oleh lembaga yang
berbeda juga masing-masing mempunyai fungsi dan sekaligus materi muatan yang berbeda
sesuai dengan jenjangnya, sehingga tata susunan, fungsi dan materi muatan perundang-
undangan itu selalu membentuk hubungan fungsional anatara peraturan yang satu dengan yang
lainnya.
Sebagai mana telah diketahui bahwa dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak
ditetapkan hal-hal apa saja yang menjadi materi muatan dari undang-undang, akan tetapi di
dalamnya ada petunjuk-petunjuk yang dapat dipakai untuk mencari dan menemukannya. Untuk
menemukan materi muatan Undang-Undang, dapat digunakan tiga pedoman, yaitu:

1. Dari ketentuan batang tubuh UUD 1945


Apabila dilihat dalam batang tubuh UUD 45 maka dapat ditemukan 18 masalah yang harus
diatur, ditetapkan, atau dilaksanakna berdasarkan Undang-Undang. Dari kedelapan belas pasal
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
a. Kelompok hak-hak (asasi) Manusia: Pasal 12, Pasal 23 (2), Pasal 23 (3), Pasal 26 (1), Pasal 26
(2), Pasal 28, Pasal 30 (2), Pasal 31 (1).
b. Kelompok pembagian kekuasaan Negara: Pasal 2 (1), Pasal 19 (1), Pasal 24 (1), Pasal 24 (2),
dan Pasal 25.

4 A. Hamid S. Attamimi, Ilmu Perundang-Undangan, ( Bandung: PT.husada , 2006 ) hal. 78-89

7
c. Kelompok penetapan organisasi dan alat kelengkapan Negara: Pasal 16 (1), Pasal 18, Pasal 23
(1), Pasal 23 (4), dan Pasal 23 (5).
Dari pengelompokan ketentuan dalam batang tubuh UUD 1945 tersebut dapat ditarik
kesimpulan, bahwa pengaturan tentang hal-hal yang mengenai hak-hak mengenai asas
manusia, pembagian kekuasaan Negara, dan penetapan organisasi dan alat kelengkapan negara
(dalam hal ini lembaga tertinggi dan tinggi negara), ditetapkan dengan Undang-Undang.
2. Berdasarkan wawasan Negara berdasar atas hukum
Dalam penjelasan UUD 1945 ditentukan bahwa Negara Indonesia ialah Negara
yang berdasarkan atas hukum. Wawasan Negara yang berdasarkan atas hukum ini
mengandung beberapa konsekuensi di bidang perundang-undangan, oleh karena itu
menyangkut masalah pembagian kekuasaan Negara dan perlindungan hak-hak manusia.
Wawasan negara berdasar atas hukum ini dimulai dengan terbentuknya Polizeistaat
sampai pada perkembangan yang terakhir sebagai Rechtsstaat material atau sosial, dimana
perkembangan tersebut secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Polizeistaat
Polizeistaat ini terbentuk sebagai reaksi dari adanya kekuasaan negara yang absolut
(monarki absolut), yang menguasai seluruh perikehidupan manusia. Dalam amsa polizeistaa
salah satu cirinya adalah bahwa undang-undang itu dibentuk dengan tujuan mengatur untuk
semua rakyat, tetapi pengaturannya tidak oleh rakyat sendiri melainkan oleh negara.
2. Rechtsstaat sembit/liberal
Dalam negara berdasar atas hukum yang sempit/liberal ini negara mempunyai fungsi
untuk menjaga ketertiban dan ketenangan masyarakat, sehingga negara hanya bertindak apabila
ada gangguan terhadap ketertiban dan ketenangan masyarakat. Ciri-ciri dari negara berdasar
atas hukum yang sempit/liberal ini adalah mulai terlihat adanya pengaturan dalam undang-
undang yang bercirikan:
a. Perlindungan hak-hak asasi manusia.
b. Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.

3. Rechtsstaat formal
Dalam negara berdasar atas hukum formil ini, negara sudah mulai melaksanakan
pengaturan untuk kepentingan masyarakat dan tidak dapat lagi
melaksanakan/menyelenggarakan segala kebutuhannya sendiri, tetapi untuk hal-hal tertentu
telah disarankan perlunya campur tangan pemerintah atau negara sesuai yang ditentukan dalam
undang-undang.
8
Ciri-ciri dari reechtsstaat formal ini ditandai dengan adanya:
- Prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia.
- Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.
- Prinsip pemerintahan berdasar undang-undang.
- Prinsip adanya peradilan administrasi.
Dengan adanya prinsip pemerintahan berdasar undang-undang dan adanya peradilan
administrasi, diharapkan bahwa hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat dapat
diselenggarakan oleh negara atau penguasa dan sekaligus menghindari adanya tindakan-
tindakan penguasaan negara yang sewenang-wenang atau tidak berdasarkan ketentuan undang-
undang.

4. Rechtsstaat material/sosial.
Rechtsstaat material/sosial yang sering juga disebut dengan weelfare state atau
verzorgingstaat atau negara bedasar atas hukum modern. Dalam negara berdasar atas hukum
yang modern ini penguasaan terhadap pemerintahan negara itu selain dengan undang-undang
dapat juga dilakukan dengan peraturan yang berada dibawah undang-undang. .
Dalam negara berdasar atas hukum materil ini negara berkewajiban menyelenggarakan
kesejahteraan rakyat, sehingga campur tangan pemerintah dalam mengurusi kepentingan
ekonomi rakyat, kepentingan politik dan sosial, kepentinagn budaya dan lingkungan hidupnya
serta masalah-masalah lainnya tidak dapat dielakkan, oleh karena negara bertugas mengurusi
rakyat, dan disamping itu undang-undang diharapkan memberikan pengarahan kepada
pemerintah dalam hal perlindungan hak-hak asasi warga negara.
Ciri-ciri dari rechtsstaat material/sosial ini ditandai dengan adanya:
- Prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia.
- Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.
- Prinsip pemerintahan berdasar undang-undang.
- Prinsip peradilan administrasi.
- Prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat.
Berdasar uraian tadi dapat diambil kesimpulan bahwa Negara Republik Indonesia
adalah termasuk dalam negara berdasar atas hukum material/sosial, hal ini dapat ditemukan
dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat.

9
3. Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi
Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi merupakan
pasangan adanya wawasan negara berdasar atas hukum. Dalam wawasan pemerintahan
berdasarkan sitem konstitusi ini, kewenangan pemerintah beserta segala tindakannya dalam
menjalankan tugas-tugasnya dibatasi oleh adanya konstitusi (hukum dasar) negara tersebut.
Oleh karena Negara Republik Indonesia menganut adanya wawasan pemerintahan berdasar
sitem konstitusi, maka kekuasaan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia terikat
oleh UUD dan Hukum Dasar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan peradilannya
terikat oleh undang-undang dan hukum negara.
Penjelasan UUD 1945 menentukan pelimpahan kewenangan kepada undang-undang untuk
mengatur hal-hal yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari Undang-Undang Dasar, dan
pembentukan undang-undang itu memerlukan persetujuan DPR. Selain itu, Presiden
mempunyai kewenangan membentuk peraturan pemerintah bagi pelaksanaan lebih lanjut dari
undang-undang, serta adanya kewenangan Presiden untuk membentuk peraturan lainnya dalam
menjalankan pemerintahan, sehingga sebenarnya seluruh peraturan yang ada di Indonesia ini
dapat dikelompukkan menjadi dua bagian:
a. Peraturan perundang-undangan yang memerlukan persetujuan DPR, yaitu undang-undang.
b. Peraturan perundang-undangan yang tidak memerlukan persetujuan DPR, yaitu keputusan
Presiden, dimana peraturan perundang-undangan disini merupakan peraturan yang sifatnya
delegasian atau atribusian dari undang-undang.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditemukan adanya 9 butir materi muatan dari undang-
undang Indonesia, yaitu hal-hal:
a. Yang tegas-tegas diperintahkan oleh UUD dan TAP MPR
b. Yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD,
c. Yang mengatur hak-hak (asasi) manusia.
d. Yang mengatur hak dan kewajiban warga negara.
e. Yang mengatur pembagian kekuasaan negara.
f. Yang mengatur organisasi pokok, lembaga-lembaga tertinggi/tinggi negara.
g. Yang mengatur pembagian wilayah/daerah negara.
h. Yang mengatur siapa warga negara dan cara memperoleh/kehilangan kewarganegaraan.
i. Yang dinyatakan suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan adanya sembilan butir materi muatan undang-undang tersebut, yang
merupakan pena-pena penguji, maka untuk menetapkan pengaturan suatu masalah haruslah
diuji terlebih dahulu dengan sembilan butir materi muatan tersebut. Apabila masalah yang akan
10
diatur itu sesuai dengan butir-butir materi muatan tersebut, maka masalah tersebut harus diatur
dalam bentuk undang-undang, dan sebaliknya.

D. MATERI MUATAN PERUNDANG-UNDANG


( SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 )
Setelah perubahan UUD 1945, pendapat mengenai materi muatan undang-undang dan
peraturan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang dikemukakan oleh A. Hamid S.
Attamimi tersebut secara resmi diakui. Pengakuan tersebut dituangkan dalam rumusan pasal-
pasal undang-undang No. 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang
merupakan pelaksanaan dari Pasasl 22 A UUD 1945 perubahan, dan Pasal 6 Ketetapan MPR
No. III/MPR/2000. 5
Dengan berlakunya UUD 1945 perubahan, cara mencari dan menemukan materi
muatan undang-undang tetap dapat dilaksanakan melalui ketiga cara yang diajukan oleh A.
Hamid S. Attamimi, yaitu melalui:

I. Ketentuan batang tubuh UUD 1945.


Berbeda dengan pendapat A. Hamid H. Attamimi yang mengelompokkan ke 18 materi
muatan yang dinyatakan secara tegas oleh UUD 1945 (sebelum perubahan) kedalam 3
kelompok masalah yang mempunyai kesamaan, ssat ini ke 43 hal yang dinyatakan secara tegas
oleh UUD 1945 perubahan tersebut dapat dibagi kedalam 3 kelompok yang memiliki
kesamaan, dan 3 kelompok lainnya, walaupun pembagiann tersebut tidak dapat dibedakan
secara tegas, karena adanya hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Pembagian
tersebut sebagai berikut:
a. Kelompok lembaga negara: Pasal 2 ayat 1, pasal 6 ayat 2, pasal 6A ayat 5, pasal 19 ayat 2,
pasal 20A ayat 4, pasal 22B, pasal 22C ayat 4, pasal 22D ayat 4, pasal 23G ayat 2, pasal 24
ayat 3, pasal 24A ayat 5, pasal 24B ayat 4, pasal 24C ayat 6, dan pasal 25.
b. Kelompok penetapan organisai dan alat kelengkapan negara: pasal 16, pasal 17 ayat 4, pasal
18 ayat 1, pasal 18 ayat 7, pasal 18A ayat 1, pasal 23D, pasal 23 ayat 4, pasal 23 ayat 5.
c. Kelompok hak-hak (asasi) manusia: pasal 12, pasal 15, pasal 18A ayat 2, pasal 18B ayat 1,
pasal 18B ayat 2, pasal 22E ayat 6, pasal 23 ayat 1, pasal 23A, pasal 23B, pasal 23D, pasal 23E

5 Soefyanto, Peraturan perundang-undangan , ( surabaya, PT: dahlia book , 2007 ) , hlm. 25-26.

11
ayat 3, pasal 26 ayat 1, pasal 26 ayat2, pasal 28, pasal 28I ayat 5, pasal 30 ayat 5, pasal 31 ayat
1, pasal 33 ayat 5, dan pasal 34 ayat 4.
d. Kelompok pengaturan wilayah negara: Pasal 25A.
e. Kelompok pengaturan atribut negara: pasal 36C.
f. Kelompok lain-lain: pasal 11 ayat 3, pasal 22A.

II. Berdasarkan Wawasan Negara Berdasar Atas Hukum (Rechtsstaat)


Dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Perubahan, ditentukan bahwa Negara Indonesia
adalah negara hukum (rechtsstaat). Wawasan negara yang berdasarkan atas hukum ini memilik
beberapa konsekuensi di bidang perundang-undangan, oleh karena hal itu menyangkut masalah
pembagian kekuasaan negara dan perlindungan hak-hak (asasi) manusia.
III. Berdasarkan Wawasan Pemeritahan Berdasarkan Sistem Konsitusi
Wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi ini merupakan pasangan adanya
wawasan negara berdasarkan sistem kostitusi ini, kewenangan pemerintah beserta segala
tindaknya dalam menjalankan tugas-tugasnya dibatasi oleh adanya konstitusi (Hukum Dasar)
negara tersebut.
Oleh karena Negara Republik Indonesia menganut adanya wawasan pemerintahan
berdasar sistem konstitusi, maka kekuasaan perundang-undangan di Negara Republik
Indonesia terikat oleh Undang-Undang Dasar dan Hukum Dasar, sedangkan kekuasaan
pemerintahan dan kekuasaan peradilannya terikat oleh Undang-Undang dan hukum negara.
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan hal mengenai materi muatan undang-undang dan peraturan perundang-undangan
lainnya dirumuskan dalam pasal-pasalnya. Perumusan materi mauatan Undang-Undang dan
peraturan perundang-undangan lainnya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Materi Muatan Undang-Undang
Materi muatan Undang-Undang secara rinci dirumuskan dalam pasal 8 Undang-
Undang No. 10 Tahun 2004 sebagai berikut:
a. Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang meliputi:
1) Hak-hak asasi manusia;
2) Hak dan kewajiban warga negara;
3) Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian negara dan pembagian daerah;
4) Wilayah negara dan pembagian daerah;
5) Kewarganegaraan dan kependudukan;
6) Keuangan negara,
12
b. Diperintahkan oleh Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

2. Materi Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)


Dalam penjelasan pasal 22 UUD 1945 dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (PERPU) adalah peraturan yang setingkat dengan Undang-Undang, sehingga
dalam pasal 9 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 ditetapkan materi muatan PERPU adalah
sama dengan materi muatan Undang-Undang.
3. Materi Muatan Peraturan Pemerintah
Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah seluruh materi muatan Undang-Undang tetapi
sebatas yang dilimpahkan, artinya sebatas yang perlu dijalankan atau diselenggarakan lebih
lanjut oleh Peraturan Pemerintah.
Pasal 10 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 pasal 9 menetapkan bahwa materi muatan
Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana
mestinya.
Dalam penjelasan pasal 10 dirumuskan, bahwa yang dimaksud dengan sebagaimana
mestinya adalah materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh
menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.
4. Materi Muatan Peraturan Presiden
Seperti pendapat A. Hamid S. Attamimi, setelah mengetahui dan menemukan apa yang
menjadi materi muatan Undang-Undang dan materi muatan Peraturan Pemerintah, maka dapat
diketahui materi muatan sisanya, yaitu materi muatan dari Keputusan Presiden (sekarang
Peraturan Presiden), baik yang bersifat delegasi maupun atribusi.
Dalam pasal 11 Undang-Undang No.10 Tahun 2004 ditetapkan bahwa “materi muatan
Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk
melaksanakan Peraturan Pemerintah.”
5. Materi Muatan Peraturan Daerah
Dalam pasal 12 UU No. 10 Tahun 2004 menetapkan bahwa materi muatan Peraturan
Daerah, adalah seluruh materi muatan dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah dan
tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
6. Materi Muatan Peraturan Desa
Dalam pasal 13 UUD No. 10 Tahun 2004 ditetapkan bahwa materi muatan Peraturan Desa
atau yang setingkat, adalah seluruh materi muatan dalam rangka menyelenggarakan urusan
desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang
13
lebih tinggi. Menurut penjelasan pasalnya, yang dimaksud dengan “yang setingkat” adalah
nama lain dari pemerintahan tingkat desa.6

6 Ibid

14
BAB III
PUNUTUP

A. KESIMPULAN
Istilah muatan Undang-undang ini pertama kali diperkenalkan oleh A. Hamid
Attamimi, dalam Majalah hukum dan pembangunan No. 3 Tahun ke-IX, Mei 1979,
sebagai terjemahan dari ‘het eigenaardig onderwerp der wet’.
A Hamid Attamimi berpendapat bahwa materi muatann Undang-Undang Indonesia
merupakan hal yang penting untuk kita teliti dan kita cari, oleh karena pembentukan
Undang-undang suatu Negara bergantung pada cita Negara dan teori bernegara yang
dianutnya, pada kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negaranya pada sistem
pemerintahan negara yang diselenggarakannya.
Sedangkan asas pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik
dirumuskan juga dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan khususnya Pasal 5 dan Pasal 6 yang meliputi kejelasan
tujuan, kelembagaan atau organ pembentukm yang tepat, kesesuaian antara jenis dan
materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan
rumusan dan keterbukaan.
Dalam Pasal 6 (1) meliputi pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan,
kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan
dalam hukum dan /atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
B. Kritik & Saran
Demikianlah makalah ini kami buat semaksimal pengetahuan kami dan informasi yang
kami dapat. Kami menyadari masih banyak kekurangan, untuk itu kami mohon kritik
dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini agar lebih bermanfaat dan
sebagai bahan pembelajaran kedepannya. Amin ya rabbal

15
DAFTAR PUSTAKA

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu perundang-undangan (dasar-dasar dan


pembentukannya), Yogyakarta Tahun 2005
Jazim Hamidi dan Budiman N.P.D. Sinaga, Ilmu Perundang-undangan , ( bandung : PT.davidsi
, 2005 )
A.Hamid S. Attamimi, Ilmu Perundang-Undangan, BANDUNG Tahun 2006
Soefyanto, Peraturan perundang-undangan , SURABAYA Tahun 2007

16

Anda mungkin juga menyukai