PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
Ingin mengetahui tentang apa saja yang dimaksud dengan asas-asa
pembentukan undang-undan serta menambah wawasan tersebut .
1
BAB II
PEMBAHASAN
Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Soerjono Soekantanto, memperkenalkan enam asas
sebagai berikut:
b. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi pula;
1 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu perundang-undangan (dasar-dasar dan pembentukannya), ( Yogyakarta:
Kanisius, 1998) . Hlm.197-198.
2
e. Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu gugat;
2 Jazim Hamidi dan Budiman N.P.D. Sinaga, Ilmu Perundang-undangan , ( bandung : PT.davidsi , 2005 ) hal. 40
3
Asas “kejelasan rumusan” yaitu bahwa setiap peraturan Perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, dan
pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga
tidak menimbulkan interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Keterbukaan
Asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan
dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama
untuk seluas-luasnya memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-
undangan.
Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 juga menentukan adanya asas-
asas yang harus terkandung dalam materi muatan setiap Peraturan Perundang-undangan. Asas-
asas yang dimaksud adalah asas:
1. Pengayoman
Asas “pengayoman” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat.
2. Kemanusiaan
Asas “kemanusiaan” yaitu bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara profesional.
3.Kebangsaan
Asas “kebangsaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan
tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
4. Kekeluargaan
Asas kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
harus mencerminakn musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan
keputusan.
5. Kenusantaraan
Asas “kenusantaraan”, yaitu bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan senantiasa memerhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan meteri muatan
4
peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila.3
6. Bhinneka tunggal ika
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
7. Keadilan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8. Kesaman kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Bahwa setiap materi muatan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan,
gender, atau, status sosial.
9. Ketertiban dan kepastian hukum
Bahwa setiap materi perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam
masyarat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan bangsa dan negara.
3 Ibid
5
B. Fungsi Asas Perundang – undangan
6
C. MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG
( SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 )
7
c. Kelompok penetapan organisasi dan alat kelengkapan Negara: Pasal 16 (1), Pasal 18, Pasal 23
(1), Pasal 23 (4), dan Pasal 23 (5).
Dari pengelompokan ketentuan dalam batang tubuh UUD 1945 tersebut dapat ditarik
kesimpulan, bahwa pengaturan tentang hal-hal yang mengenai hak-hak mengenai asas
manusia, pembagian kekuasaan Negara, dan penetapan organisasi dan alat kelengkapan negara
(dalam hal ini lembaga tertinggi dan tinggi negara), ditetapkan dengan Undang-Undang.
2. Berdasarkan wawasan Negara berdasar atas hukum
Dalam penjelasan UUD 1945 ditentukan bahwa Negara Indonesia ialah Negara
yang berdasarkan atas hukum. Wawasan Negara yang berdasarkan atas hukum ini
mengandung beberapa konsekuensi di bidang perundang-undangan, oleh karena itu
menyangkut masalah pembagian kekuasaan Negara dan perlindungan hak-hak manusia.
Wawasan negara berdasar atas hukum ini dimulai dengan terbentuknya Polizeistaat
sampai pada perkembangan yang terakhir sebagai Rechtsstaat material atau sosial, dimana
perkembangan tersebut secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Polizeistaat
Polizeistaat ini terbentuk sebagai reaksi dari adanya kekuasaan negara yang absolut
(monarki absolut), yang menguasai seluruh perikehidupan manusia. Dalam amsa polizeistaa
salah satu cirinya adalah bahwa undang-undang itu dibentuk dengan tujuan mengatur untuk
semua rakyat, tetapi pengaturannya tidak oleh rakyat sendiri melainkan oleh negara.
2. Rechtsstaat sembit/liberal
Dalam negara berdasar atas hukum yang sempit/liberal ini negara mempunyai fungsi
untuk menjaga ketertiban dan ketenangan masyarakat, sehingga negara hanya bertindak apabila
ada gangguan terhadap ketertiban dan ketenangan masyarakat. Ciri-ciri dari negara berdasar
atas hukum yang sempit/liberal ini adalah mulai terlihat adanya pengaturan dalam undang-
undang yang bercirikan:
a. Perlindungan hak-hak asasi manusia.
b. Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.
3. Rechtsstaat formal
Dalam negara berdasar atas hukum formil ini, negara sudah mulai melaksanakan
pengaturan untuk kepentingan masyarakat dan tidak dapat lagi
melaksanakan/menyelenggarakan segala kebutuhannya sendiri, tetapi untuk hal-hal tertentu
telah disarankan perlunya campur tangan pemerintah atau negara sesuai yang ditentukan dalam
undang-undang.
8
Ciri-ciri dari reechtsstaat formal ini ditandai dengan adanya:
- Prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia.
- Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.
- Prinsip pemerintahan berdasar undang-undang.
- Prinsip adanya peradilan administrasi.
Dengan adanya prinsip pemerintahan berdasar undang-undang dan adanya peradilan
administrasi, diharapkan bahwa hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat dapat
diselenggarakan oleh negara atau penguasa dan sekaligus menghindari adanya tindakan-
tindakan penguasaan negara yang sewenang-wenang atau tidak berdasarkan ketentuan undang-
undang.
4. Rechtsstaat material/sosial.
Rechtsstaat material/sosial yang sering juga disebut dengan weelfare state atau
verzorgingstaat atau negara bedasar atas hukum modern. Dalam negara berdasar atas hukum
yang modern ini penguasaan terhadap pemerintahan negara itu selain dengan undang-undang
dapat juga dilakukan dengan peraturan yang berada dibawah undang-undang. .
Dalam negara berdasar atas hukum materil ini negara berkewajiban menyelenggarakan
kesejahteraan rakyat, sehingga campur tangan pemerintah dalam mengurusi kepentingan
ekonomi rakyat, kepentingan politik dan sosial, kepentinagn budaya dan lingkungan hidupnya
serta masalah-masalah lainnya tidak dapat dielakkan, oleh karena negara bertugas mengurusi
rakyat, dan disamping itu undang-undang diharapkan memberikan pengarahan kepada
pemerintah dalam hal perlindungan hak-hak asasi warga negara.
Ciri-ciri dari rechtsstaat material/sosial ini ditandai dengan adanya:
- Prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia.
- Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.
- Prinsip pemerintahan berdasar undang-undang.
- Prinsip peradilan administrasi.
- Prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat.
Berdasar uraian tadi dapat diambil kesimpulan bahwa Negara Republik Indonesia
adalah termasuk dalam negara berdasar atas hukum material/sosial, hal ini dapat ditemukan
dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat.
9
3. Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi
Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi merupakan
pasangan adanya wawasan negara berdasar atas hukum. Dalam wawasan pemerintahan
berdasarkan sitem konstitusi ini, kewenangan pemerintah beserta segala tindakannya dalam
menjalankan tugas-tugasnya dibatasi oleh adanya konstitusi (hukum dasar) negara tersebut.
Oleh karena Negara Republik Indonesia menganut adanya wawasan pemerintahan berdasar
sitem konstitusi, maka kekuasaan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia terikat
oleh UUD dan Hukum Dasar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan peradilannya
terikat oleh undang-undang dan hukum negara.
Penjelasan UUD 1945 menentukan pelimpahan kewenangan kepada undang-undang untuk
mengatur hal-hal yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari Undang-Undang Dasar, dan
pembentukan undang-undang itu memerlukan persetujuan DPR. Selain itu, Presiden
mempunyai kewenangan membentuk peraturan pemerintah bagi pelaksanaan lebih lanjut dari
undang-undang, serta adanya kewenangan Presiden untuk membentuk peraturan lainnya dalam
menjalankan pemerintahan, sehingga sebenarnya seluruh peraturan yang ada di Indonesia ini
dapat dikelompukkan menjadi dua bagian:
a. Peraturan perundang-undangan yang memerlukan persetujuan DPR, yaitu undang-undang.
b. Peraturan perundang-undangan yang tidak memerlukan persetujuan DPR, yaitu keputusan
Presiden, dimana peraturan perundang-undangan disini merupakan peraturan yang sifatnya
delegasian atau atribusian dari undang-undang.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditemukan adanya 9 butir materi muatan dari undang-
undang Indonesia, yaitu hal-hal:
a. Yang tegas-tegas diperintahkan oleh UUD dan TAP MPR
b. Yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD,
c. Yang mengatur hak-hak (asasi) manusia.
d. Yang mengatur hak dan kewajiban warga negara.
e. Yang mengatur pembagian kekuasaan negara.
f. Yang mengatur organisasi pokok, lembaga-lembaga tertinggi/tinggi negara.
g. Yang mengatur pembagian wilayah/daerah negara.
h. Yang mengatur siapa warga negara dan cara memperoleh/kehilangan kewarganegaraan.
i. Yang dinyatakan suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan adanya sembilan butir materi muatan undang-undang tersebut, yang
merupakan pena-pena penguji, maka untuk menetapkan pengaturan suatu masalah haruslah
diuji terlebih dahulu dengan sembilan butir materi muatan tersebut. Apabila masalah yang akan
10
diatur itu sesuai dengan butir-butir materi muatan tersebut, maka masalah tersebut harus diatur
dalam bentuk undang-undang, dan sebaliknya.
5 Soefyanto, Peraturan perundang-undangan , ( surabaya, PT: dahlia book , 2007 ) , hlm. 25-26.
11
ayat 3, pasal 26 ayat 1, pasal 26 ayat2, pasal 28, pasal 28I ayat 5, pasal 30 ayat 5, pasal 31 ayat
1, pasal 33 ayat 5, dan pasal 34 ayat 4.
d. Kelompok pengaturan wilayah negara: Pasal 25A.
e. Kelompok pengaturan atribut negara: pasal 36C.
f. Kelompok lain-lain: pasal 11 ayat 3, pasal 22A.
6 Ibid
14
BAB III
PUNUTUP
A. KESIMPULAN
Istilah muatan Undang-undang ini pertama kali diperkenalkan oleh A. Hamid
Attamimi, dalam Majalah hukum dan pembangunan No. 3 Tahun ke-IX, Mei 1979,
sebagai terjemahan dari ‘het eigenaardig onderwerp der wet’.
A Hamid Attamimi berpendapat bahwa materi muatann Undang-Undang Indonesia
merupakan hal yang penting untuk kita teliti dan kita cari, oleh karena pembentukan
Undang-undang suatu Negara bergantung pada cita Negara dan teori bernegara yang
dianutnya, pada kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negaranya pada sistem
pemerintahan negara yang diselenggarakannya.
Sedangkan asas pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik
dirumuskan juga dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan khususnya Pasal 5 dan Pasal 6 yang meliputi kejelasan
tujuan, kelembagaan atau organ pembentukm yang tepat, kesesuaian antara jenis dan
materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan
rumusan dan keterbukaan.
Dalam Pasal 6 (1) meliputi pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan,
kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan
dalam hukum dan /atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
B. Kritik & Saran
Demikianlah makalah ini kami buat semaksimal pengetahuan kami dan informasi yang
kami dapat. Kami menyadari masih banyak kekurangan, untuk itu kami mohon kritik
dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini agar lebih bermanfaat dan
sebagai bahan pembelajaran kedepannya. Amin ya rabbal
15
DAFTAR PUSTAKA
16