Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT MINAGKABAU

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur


dalam Mata Kuliah Keminangkabauan

Disusun Oleh Kelompok 3:

MIRA SEPTIANI 3417056


M. FAHRUL ROZI 3417063
SRY WIRNA SARI 3417070

Dosen Pembimbing:

SUSI RATNA SARI, M.Pd

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI
2020 M/1441
27

PEMBAHASAN

SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT MINANGKABAU

A. Pengertian Sistem Kekerabatan


Kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara manusia
yang memiliki asal usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan
biologis sosial maupun budaya. Dalam antropologi jenis ikatan
kekerabatan terdiri dari ikatan kekerabatan yang terbentuk karena
hubungan darah (pertalian kekerabatan mamak dengan kemenakan) dan
ikatan kekerabatan yang terbentuk karena hubungan perkawinan (pertalian
kekerabatan induak bako dengan anak pisang). Hubungan kekerabatan
adalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokkan tiap orang
kedalam kelompok sosial, peran dan silsilah.
Salah satu prinsip yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an terkait dengan
hal ini adalah adanya hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang
terbangun dalam sikap tolong-menolong dan saling melengkapi serta
selalu menjaga hubungan kekerabatan, seperti firman Allah SWT dalam
Q.S. an-Nisa [4]: 36

       


    
     
        
      
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat
dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri.”
28

Seseorang dianggap kerabat oleh orang lain karena masih satu


keturunan. Sistem kekerabatan adalah serangkaian aturan yang mengatur
penggolongan orang-orang sekerabat mencakup berbagai tingkat hak dan
kewajiban diantara kerabat. Contohnya: kakek, nenek, ayah, ibu, anak,
cucu, keponakan dan seterusnya. Sedangkan bentuk kekerabatan lain yang
terjalin akibat adanya hubungan perkawinan antara lain: mertua, menantu,
ipar, dan lainnya (Koentjaraningrat, 1992: 112).
Pada umumnya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia
menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilineal), sedangkan
pada masyarakat Minangkabau sistem kekerabatan yang dianut adalah
sistem matrilineal, yaitu menarik garis keturunan berdasarkan garis Ibu.
Para ahli antropologi sependapat bahwa garis-garis keturunan matrilineal
merupakan yang tertua dari bentuk garis keturunan lainnya. Salah seorang
ahli tersebut bernama Wilken yang terkenal dengan teori evolusinya.
Wilken mengemukakan proses dari garis keturunan ini pada masa
pertumbuhannya adalah garis keturunan ibu, garis keturunan ayah dan
garis keturunan orangtua (Munir, Jurnal Filsafat, Februari 2015: 14).

B. Jenis-jenis Kekerabatan
Bila dilihat dari cara seseorang mengurai silsilah keturunannya, ada
dua macam sistem kekerabatan yaitu unilineal ( patrilineal dan matrilineal)
dan bilateral (parental).
1. Sistem Kekerabatan Patrilineal
Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur
keturunan berasal dari pihak ayah. Patrilineal berasal dari dua kata
bahasa latin, yaitu pater yang berarti ayah dan linea yang berarti garis.
Jadi patrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari
pihak ayah. Sistem kekerabatan patrilineal adalah masyarakat yang
para anggotanya lebih mengutamakan garis keturunan laki-laki
daripada kaum perempuan, maka kedudukan anak laki-laki lebih utama
dari anak perempuan. Sehingga anak laki-laki sebagai penerus
29

keturunan bapaknya, sedangkan anak perempuan disiapkan untuk


menjadi anak orang lain yang akan memperkuat keturunan orang lain.
Pada masyarakat patrilineal seperti Batak, apabila tidak mempunyai
keturunan laki-laki akan dikatakan “putus keturunan” (Ellyne Dwi,
2016: 21). Penganut sistem kekerabatan patrilineal ini adalah Batak,
Nias, Lampung Pepadun, Bali, Lombok, Rejang dan Gayo serta bangsa
Arab.

2. Sistem Kekerabatan Matrilineal


Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur
keturunan berasal dari pihak ibu. Matrilineal berasal dari dua kata
bahasa latin, yaitu meter yang berarti ibu dan linea yang berarti garis.
Jadi, matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari
pihak ibu.
Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan
dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan
kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan
merupakan klan dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan
anaknya ke dalam sukunya sebagaimana yang berlaku dalam
patrilineal. Dengan kata lain seorang anak di Minangkabau akan
mengikuti suku ibunya. Segala sesuatunya diatur menurut garis
keturunan ibu. Lawan dari matrilineal adalah patrilineal dan
merupakan sistem kekerabatan yang paling umum digunakan oleh
kelompok masyarakat di dunia dibanding matrilineal yang lebih jarang
penggunaannya. Penganut sistem matrilineal di dunia tidak banyak,
terdiri dari beberapa bangsa dan suku Navajo, sebagian besar suku
Pueblo, suku Crow, dan lain-lain (yana semuanya adalah penduduk
asli Amerika Serikat) selain itu ada suku Khasi di Meghalaya, India
Timur Laut, suku Nakhi di provinsi Sichuan dan Yunnan Tiongkok,
serta beberapa suku kecil di kepulauan Asia Pasifik dan yang terbesar
adalah suku Minangkabau di Sumatera Barat, indonesia.
30

3. Sistem Kekerabatan Parental


Parental adalah sistem kekerabatan yang menarik garis keturunaan
dari kedua belah pihak yaitu ayah dan ibu. Sistem kekerabatan parental
adalah sistem kekeluargaan yang menimbulkan kesatuan-kesatuan
keluarga yang besar seperti tribe, rumpun, dimana setiap orang itu
menghubungkan dirinya dalam hal keturunan baik kepada ibu maupun
kepada ayahnya. Sistem kekeluargaan atau keturunan tersebut pada
prinsipnya menimbulkan dan dipertahankan dengan adanya sistem
perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat itu (Khoirun, Skripsi,
2010: 22). Sistem kekerabatan ini dianut oleh Sunda Jawa, Sunda
Bugis dan Makassar.
Sistem kekerabatan parental dibagi menjadi empat yaitu:
a. Ambilineal yang merupakan sistem yang menarik garis keturunan
dari pihak ayah/ibu secara bergantian.
b. Konsentris merupakan sistem kekerabatan yang menarik sistem
hubungan keluarga. Contoh: Sunda yang mengenal istilah
“Sabondoroyot” yaitu satu keturunan dari nenek moyang yang
dihitung 7 generasi.
c. Primogenitur/Prigogenitur yaitu sistem kekerabatan yang menarik
garis hubungan keluarga dari ayah dan ibu yang usianya tertua saja
(anak sulung). Contoh: dalam pembagian warisan hanya anak laki-
laki atau perempuan sulung aja yang mendapatkannya.
d. Ultimugenitur yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis
keturunan hubungan ayah/ibu yang usianya muda saja (bungsu)
jadi dalam pembagian warisan hanya anak laki-laki/perempuan
bungsu saja.
C. Ciri-ciri Kekerabatan Matrilineal Masyarakat Minangkabau
Suku Minangkabau merupakan suku bangsa yang cukup unik di
Indonesia dengan masyarakatnya yang menganut sistem kekerabatan
matrilineal. Nenek moyang orang Minang sudah berketetapan hati untuk
menghitung garis keturunannya berdasarkan garis keturunan ibu. Sistem
31

kekerabatan ini sulit dibantah karena sistem ini merupakan dalil yang
sudah hidup, tumbuh dan berkembang di Minagkabau (Munir, Jurnal
Filsafat, Februari 2015:2). Asas sistem kekerabatan matrilineal di
Minangkabau ini mengandung ciri kekerabatan, yaitu:
1. Garis keturunan dihitung menurut garis keturunan ibu
2. Suku anak menurut suku ibu, basuku kabakeh ibu, Babangso kabakeh
ayah. Jauah mancari suku dakek mancari ibu, Tabang basitumpu
Hinggok mancakam
3. Pusako tinggi turun dari mamak ka kamanakan, pusako randah turun
dari bapak kapado anak. Dalam hal ini terjadi “gangguan bauntuak”,
hak kuasa pada perempuaan, haak memelihata pada laki-laki.
Sedangkan menurut (Rajab, 1969:17) menjelaskan ciri-ciri sistem yaitu:
1. Keturunan dihitung menurut garis ibu
2. Suku terbentuk menurut garis ibu
3. Tiap orang harus kawin diluar sukunya (exogami)
4. Kekuasaan di dalam suku menurut teori terletak di tangan ibu tetapi
jarang sekali dipergunakannya
5. Yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-laki ibu
6. Perkawinann bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi rumah
istrinya
7. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya.

Sistem kekerabatan matrilineal terbilang langka karena hanya


beberapa suku bangsa di dunia yang mempunyai sistem kekerabatan
seperti ini. (Heider, 1997:182) menyebutkan beberapa contoh masyarakat
matrilineal di dunia seperti masyarakat Navajo dan Hopi di Amerika
Utara, beberapa suku bangsa di sub sahara Afrika, dan beberapa
kebudayaan di India khususnya adalah di selatan negara bagian Kerala.
Oleh karena sistem kekerabatan matrilineal termasuk langka dan juga
dikaitkan dengan masyarakat Minangkabau yang memegang teguh agama
islam yang lebih bersifat patriarkhi banyak ilmuan dan pemerhati sosial
dan budaya yang tertarik untuk menelitinya dan membicarakannya.
32

Seperti (Hamka, 1984:13), berbicara bahwa adat Minangkabau dapat


dilengkapi dengan ajaran Islam tanpa harus mempertentangkannya. Hal ini
ditulis karena ramainya orang yang mengatakan adat Minangkabau yang
matrilineal bertentangan dengan Islam terutama terkait dengan pewarisan.
Asal mula sistem matrilineal menurut para ahli antropologi pada abad
19 seperti J. Lulock, G.A. Wilkel dan lainnya, manusia pada mulanya
hidup berkelompok, kumpul kebo dan melahirkan keturunan tanpa ikatan.
Kelompok keluarga batih (Nuclear Family) yang terdiri dari ayah-ibu dan
anak-anak seperti sekarang belum ada. Lambat laun mereka sadar akan
hubungan antara ibu dan anak-anaknya sebagai satu kelompok keluarga,
karena anak-anak hanya mengenal ibunya dan tidak tahu siapa dan dimana
ayahnya . Dalam kelompok keluarga batih, ibu dan anak-anaknya ini si
ibulah yang menjadi kepala keluarga. Dalam kelompok ini mulai berlaku
aturan bahwa persetubuhan antara ibu dan anak lelakinya dihindari dan
dipantangkan (tabu). Inilah asal mula perkawinan di luar batas kelompok
sendiri, yang sekarang disebut dengan adat eksogami, artinya hanya boleh
dilakukan dengan pihak luar dan sebaliknya perkawinan dalam kelompok
serumpun tidak diperkenankan sepanjang adat.
Kelompok keluarga tersebut makin lama semakin bertambah
anggotanya. Lalu karena garis keturunan selalu diperhitungkan menurut
garis ibu, dengan demikian terbentuklah suatu masyarakat yang oleh para
sarjana seperti Wilken disebut dengan masyarakat “martiarchat” atau “ibu
yang berkuasa”. Jadi dalam unsur kekerabatan matrilineal terdapat 3 unsur
yang paling dominan. Pertama, garis keturunan menurut garis keturunan
Ibu. Kedua, perkawinan harus dengan kelompok lain diluar kelompok
sendiri, yang sekarang dikenaal dengan istilah eksogami. Ketiga, ibu
memegang peran sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan dn
kesejahteraan keluarga.

D. Kesimpulan
33

Kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara manusia


yang memiliki asal usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan
biologis sosial maupun budaya. Pada umumnya sistem kekerabatan suku
bangsa yang ada di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis
bapak (patrilineal), sedangkan pada masyarakat Minangkabau sistem
kekerabatan yang dianut adalah sistem matrilineal, yaitu menarik garis
keturunan berdasarkan garis Ibu.
Dalam unsur kekerabatan matrilineal terdapat 3 unsur yang paling
dominan. Pertama, garis keturunan menurut garis keturunan Ibu. Kedua,
perkawinan harus dengan kelompok lain diluar kelompok sendiri, yang
sekarang dikenaal dengan istilah eksogami. Ketiga, ibu memegang peran
sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan dn kesejahteraan
keluarga. Ada dua macam sistem kekerabatan yaitu unilineal yang terdiri
dari sistem kekerabatan patrilineal dan matrilineal serta yang kedua
adalah sistem kekerabatan bilateral yaitu parental.
DAFTAR PUSTAKA

Hamka. 1984. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas.


Koentjaraningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi SosiaI. Jakarta: Dian
Rakyat.
Munir, Misnal. Februari. 2015. Sistem Kekerabatan Dalam Kebudayaan
Minangkabau: Perspektif Aliran Filsafat Strukturalisme Jean
Claude Levi-Srauss, Jurnal Filsafat. Vol. 25 No. 1.
Nasihin, Khoirun. 12 April. 2010. Sistem Kekeluargaan Dalam Islam,
Skripsi.
Poespasari, Ellyne Dwi. 2016. Perkembangan Hukum Waris Adat di
Indonesia. Surabaya: Zifatama Publisher.
Rajab, Muhammad. 1969. Sistem Kekerabatan di Minangkabau. Padang:
Pusat Studi Minangkabau Press.

Anda mungkin juga menyukai