Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
kata lareh berarti hukum, yaitu hukum adat. Jadi lareh Koto Piliang
berarti hukum Adat Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago berarti hukum Adat
Bodi Caniago.Rumah gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan Iringan
adat, mengerjakan suruhan, menempatkan adat atau tenipat melaksanakan
seremonial adat. Rangkiang adalah bangunan untuk menyimpan padi. Tempat
menyimpan padi yang lain yaitu lumbueng dan kapuek (lumbung dan kepuk)
namun tidak terletak didepan rumali gadang.
Dalam perjalanan hidup manusia, banyak tahapan atau tingkatan yang
harus dilalui yang biasanya disebut dengan daur hidup. Daur hidup ini dibagi
dalam berbagai tahap, yaitu masa balita (bawah usia lima tahun), masa kanak-
kanak, masa remaja, masa pancaroba, masa perkawinan, masa berkeluarga,
masa usia senja, dan masa tua. Setiap peralihan yang dihadapi manusia,
merupakan saat-saat yang kritis dalam kehidupannya. Hal ini dikarenakan
individu tersebut akan memasuki tahap yang baru, yang mana pada masa
transisi ini individu akan mengalami dilema karena ia harus kembali
menyesuaikan dirinya dengan kondisi ia saat itu.
Pada saat akan memasuki tahap perkawinan, individu biasanya
mengalami stress karena ia harus menerima keberadaan orang lain menjadi
bagian hidupnya, yang mana orang lain tersebut akan mempengaruhi dalam
pengambilan keputusannya ke depan. Masa perkawinan merupakan masa
permulaan bagi seseorang melepaskan dirinya dari lingkungan kelompok
keluarganya, dan mulai membentuk kelompok kecil miliknya sendiri, yang
secara rohaniah tidak lepas dari pengaruh kelompok hidupnya semula.
Dengan demikian perkawinan dapat juga disebut sebagai titik awal dari proses
pemekaran kelompok.
Perkawinan menimbulkan hubungan baru tidak saja antara pribadi yang
bersangkutan, antara mempelai laki-laki dan perempuan, namun juga
2

hubungan antara dua keluarga yang bersangkutan. Latar belakang antara


kedua keluarga bisa sangat berbeda baik asal-usul, kebiasaan hidup,
pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian lareh?
2. Menjelaskan pengertian perkawinan?
3. Menjelaskan Faktor penyebab perbedaan upacara perkawinan?
4. Menjelaskan perkawinan adat diminangkabau?
5. Menjelaskan macam-macam perkawinan diminangkabau?
6. Menjelaskan tata cara perkawinan diminangkabau?
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu dan dapat menjelaskan pengertian lareh
2. Mampu dan dapat menjelaskan pengertian perkawinan
3. Mampu dan dapat menjelaskan Faktor penyebab perbedaan upacara
perkawinan
4. Mampu dan dapat menjelaskan perkawinan adat diminangkabau
5. Mampu dan dapat menjelaskan macam-macam perkawinan
diminangkabau
6. Mampu dan dapat menjelaskan tata cara perkawinan diminangkabau
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Lareh
1. Pengertian Lareh
Lareh berasal dari bahasa Minangkabau. Dalam bahasa Indonesia
dibaca laras, artinya pemerintahan adat. Zaman dahulu kala di daerah
Minangkabau ada dua "lareh" (Lareh nan duo), yaitu Lareh Koto Piliang
dan Lareh Bodi Caniago. Lareh Koto Piliang artinya sistem pemerintahan
adat koto Piliang. Lareh Bodi Caniago artinya sistem pemerintahan adat
Bodi Caniago. Pada zaman Belanda, penjajah menggabungkan beberapa
nagari yang disebut kelarasan.
2. Pengertian Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago
a. Lareh Koto Piliang
Lareh Koto Piliang disusun oleh Datuak Katumangguangan.
Datuak Katumangguangan ini adalah raja yang suka memerintah dan
sifatnya sangat keras. Jika aturanya dilanggar, ia marah sekali. Datuak
Katumangguangan juga keras dalam memerintah. Lareh Koto Piliang
diatur dan ditata dengan cara-cara yang keras pula. Semua peraturan
dibuat oleh pemimpin. Rakyat tidak diikutsertakan. Kekuasaan
tertinggi berada di tangan pemimpin. Rakyat hanya melaksanakan
aturan saja. Apabila ada yang melanggar harus dihukum.Pelaksanaan
aturan Lareh Koto Piliang ini diungkapkan dalam kata petitih di bawah
ini :
Nan babatih nan bapaek
Nan baukua nan bacoreng
Titiak dari ateh
Turun dari tango
Tabuja lalu tabalintang patah

3
4

Apakah arti petitih di atas? Artinya rakyat tiada berdaya kekuasaan


berada ditangan pemimpin [datuak]. Begitulah Lareh Koto Piliang, terukir
dalam sejarah dan Budaya Alam Minangkabau.
b. Lareh Bodi Caniago
Lareh Bodi Caniago dibentuk oleh Datuak Parpatiah Nan
Sabatang. Ia bukanlah anak raja, melainkan anak pembantu raja.
Bapaknya seorang yang arif, bijaksana, suka bermufakat, dan tidak
keras. Selain itu, Datuak Parpatiah Nan Sabatang dididik secara
lembut dan penuh kasih sayang oleh Bapaknya. Hasil didikan dari
keluarganya itu menjadikan ia seorang pemimpin yang disegani oleh
rakyat.
Aturan di dalam Lareh Bodi Caniago dibuat berdasarkan mufakat.
Semua aturan (adat) dibuat oleh pimpinan bersama-sama rakyat.
Kemudian, rakyat dan pimpinanya melaksanakan peraturan itu dengan
senang hati.
Apabila ada yang melanggar aturan tidak langsung dihukum.
Pimpinan bermusyawarah terlebih dahulu. Lareh Bodi Caniago
menetapkan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
Peraturan yang dijalankan adalah hasil musyawarah pemimpin dan
rakyat. Pelaksanaan aturan Lareh Bodi Caniago ini diungkapkan dalam
petitih berikut:
Putuih rundingan dek sakato
Rancak rundiangan disapakati
Kato basamo kato mufakaik
Sasukua mangko manjadi
Sasuai mangko talamak
Tuah dek sakato
5

B. Pengertian Perkawinan
Perkawinan adalah hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan
yang diakui sah oleh masyarakat yang berdasarkan atas peraturan perkawinan
yang berlaku. Perkawinan dalam Islam dinamakan nikah, artinya melakukan
suatu akad/perjanjian untuk mengikatkan diri antara keduanya dengan dasar
sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan
ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi Allah SWT.
Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah mengatur arti
dan maksud perkawinan, yaitu menurut ketentuan pasal 1 yang berbunyi :
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Perkawinan adalah suatu proses yang sudah melembaga yang mana laki-
laki dan perempuan memulai dan memelihara suatu hubungan timbal baliknya
yang merupakan dasar bagi suatu keluarga yang menimbulkan hak dan
kewajiban baik antara laki-laki dan perempuan maupun dengan anak-anak
yang kemudian dilahirkan.
C. Faktor Penyebab Perbedaan Upacara Perkawinan
Pasal 1 UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa
tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga sehingga terwujud hubungan
suami istri yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Melalui hubungan suami istri yang bahagia dan kekal inilah diharapkan akan
didapat keturunan yang berguna bagi keluarganya maupun orang disekitarnya.
Pengertian tentang perkawinan serta tujuan dari suatu perkawinan di
setiap daerah pastilah sama. Tetapi kadang yang membedakan antara
perkawinan di daerah satu dan perkawinan di daerah lain itu berbeda adalah
tata upacaranya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor yang paling mempengaruhi ialah faktor kebudayaan yang dianut
oleh daerah tersebut. Seperti daerah Minangkabau yang dimana sistem yang
6

digunakan adalah sistem matrilineal. Dengan sistem ini, perempuan yang


mempunyai kekuasaan yang lebih dibandingkan kaum pria. Dimana
perempuan memiliki hak waris dan garis keturunannya mengikuti garis ibu.
Dan ada juga sistem parental yang dianut oleh Jawa dan Kalimantan yaitu
kedudukan pihak laki-laki dan perempuan sama, atau sederajat. Dimana pihak
perempuan mempunyai hak yang sama dalam berbagai hal di dalam rumah
tangga. Misalnya pembagian hak waris.
Selain faktor kebudayaan yang mempengaruhi, faktor yang tak kalah
mempengaruhi mengapa perkawinan di setiap daerah itu berbeda adalah
faktor geografis. Masyarakat yang tinggal di pedalaman tata cara
perkawinannya akan terlihat lebih kental dengan adat mereka yang masih asli
berdasarkan turunan dari nenek moyang mereka karena belum dipengaruhi
oleh budaya luar.
Faktor selanjutnya adalah faktor ekonomi masyarakat. Pada umumnya
masyarakat yang kurang mampu tata cara perkawinannya akan dibuat lebih
sederhana dibandingkan dengan orang yang latar belakang ekonominya
mampu cenderung memilih upacara perkawinan yang terkesan mewah
sehingga dari segi ekonomi akan menelan biaya yang cukup banyak. Faktor-
faktor inilah yang mempengaruhi mengapa perkawinan disetiap daerah
berbeda-beda.
D. Perkawinan adat di minangkabau
Perkawinan adat Minangkabau merupakan salah satu dari sekian banyak
perkawinan di Indonesia yang memiliki tata upacara yang unik. Selain unik,
perkawinan tradisi Minangkabau juga dikenal dengan kemewahan serta
kemegahannya yang dimunculkan dari warna pelaminan yang bernuansa emas
dan perak serta warna merah yang melambangkan kesemarakan.
Sistem adat yang paling menonjol dalam suku Minangkabau adalah
sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal. Selain aturan
adat yang khas, suku Minangkabau juga memiliki hukum adat yang khas.
Salah satunya adalah hukum adat yang mengatur tentang perkawinan.
7

Perkawinan di Minangkabau menggunakan ketentuan syara’ (Agama) dan


adat, masyarakat Minangkabau mempunyai syarat dan ketentuan yang harus
dipenuhi oleh kedua belah pihak yang melakukan perkawinan, diantaranya :
1. Kedua calon mempelai harus beragama islam
2. Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang
sama, kecuali persukuan itu berasal dari nagariatau luhak yang lain.
3. Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang
tua dan keluarga kedua belah pihak.
4. Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan
untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.
E. Macam-macam perkawinan diminangkabau
Dalam adat Minangkabau ada perkawinan yang ideal dan dianjurkan
untuk dilaksanakan. Perkawinan ideal dilakukan, apabila terjadi perkawinan
antara keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak dan kemenakan Begitu
juga sebaliknya, ada perkawinan yang kurang ideal sehingga tidak dianjurkan
untuk dilaksanakan. Adapun beberapa perkawinan yang dianjurkan dalam
adat Minangkabau, yaitu :
1. Perkawinan Pulang Ka Mamak / Ka Bako
Perkawinan pulang ka mamak, yaitu mengawini anak mamak, atau
perkawinan pulang ke bako, yaitu mengawini kemenakan ayah.
Perkawinan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengawetkan hubungan
suami isteri itu agar tidak terganggu dengan permasalahan yang mungkin
timbul, karena adanya ketidak serasian antar kerabat. Ekses-ekses yang
timbul di dalam keluarga yang berkaitan dengan harta pusaka dapat
dihindarkan. Pola perkawinan serupa ini, merupakan manifestasi dari
pepatah yang berbunyi “anak dipangku- kemenakan dibimbing”.
2. Perkawinan Ambil Mengambil
Perkawinan ambil mengambil artinya kakak beradik laki-laki dan
wanita A menikah secara bersilang dengan kakak – beradik wanita B.
Tujuan perkawinan ambil mengambil ini, ialah untuk mempererat
8

hubungan kekerabatan ipar besan, juga untuk memperoleh suami yang


pantas bagi anak kemenakan, tanpa perlu menyelidiki asal usul calon
pasangan suami isteri itu.
3. Perkawinan Awak Samo Awak
Perkawinan awak sama awak, yang dilakukan antar orang sekorong,
sekampung, sa nagari atau sa minangkabau. Perkawinan seperti ini
dikatakan ideal karena untuk mengukuhkan lembaga perkawinan itu,
dimana sesungguhnya struktur perkawinan yang eksogami ini, lebih mudah
rapuh karena seorang suami tidak memiliki beban dan tanggung jawab
kepada anak dan isterinya. Lain halnya jika pola awak samo awak, maka
tambah dekat hubungan awaknya, tambah kukuhlah hubungan perkawinan
itu.
F. Tata cara perkawinan
1. Maresek
Maresek ini sama dengan istilah perkenalan antara orang tua dari
mempelai pria dan wanita. Perkenalan ini dilakukan di rumah kedua belah
pihak dilakukan secara bergantian tanpa membawa kedua mempelai di
mana diadakan terlebih dahulu itu tergantung kesepakatan kedua belah
pihak untuk mengunjungi kediaman terkait perekanalan tersebut tersebut
keluarga hanya membawa sedikit buah tangan untuk tuan rumah seperti
kue ataupun buah-buahan.
2. Maminang (batamu mamak)
Batamu mamak dilakukan antara Mamak puasko (kakak/adik laki-laki
dari ibu), baik mamak pusako mempelai laki-laki dengan mamak pusako
perempuan. Batamu mamak dilakukan dengan cara mamak pusako
mempelai laki-laki mendatangi mamak dari mempelai perempuan mereka
melakukan perundingan yang membahas masalah uang adat, kapan
diadakan manyiriah, akad nikah dan baralek.
9

3. Manyiriah
Sebelum diadakannya baralek (sahari sebelum baralek di adakan)
berkumpul mamak-mamak pusako untuk mengundang masyarakat
kampung, kerabat, sanak saudara, itulah yang dinamakan manyiriah.
Manyiriah ini memberitahu kepada masyarakat kapan diadakannya akad
dan baralek.
4. Manjapuik marakpulai
Proses manjapuik marakpulai dilakukak sebelum alek pacah (baralek
dimulai). Mamak pusako mendatangi kediaman mempelai laki-laki
dengan tujuan menjeput marakpulai. Proses manjapuik marakpulai ini di
awali dengan pasambahan antar mamak puasko kedua mempelai dan
ditutup juga dengan pasambahan. Setelah itu barulah mempelai laki-laki
di bawa ke diaman mempelai Wanita,pakaian yang gunakan biasanya
kemeja putih, sarung, peci, serta lengkap sama sepatu dan kaus kaki.
5. Akad
Akad merupakan proses ijab Kabul untuk menyatukan mempelai laki-
laki dengan mempelai perempuan secara sah di mata agama. Akad nikah
dapat diselenggarakan di kantor KUA atau kediaman mempelai Wanita,
itu tergantung kepada kesepakatan kedua belah pihak.
6. Baralek
Setelah proses manjapuik marakpulai dilakukan, barulah mempelai
laki-laki duduk bersanding dengan mempelai wanita di palaminan, inilah
yang dinamakan baralek. Akan datang para tamu undangan untuk
menghadiri baralek, mereka akan menghadiahkan uang, kado, kain
saruang, Kampia maupun kain panjang. Para tamu undangan akan
dihidangkan makanan khas barale, seperti rendang, sampadeh
ikan/dagiang, gulai ikan dan lain-lain.
7. Baralek bako
Diamana mempelai laki-laki atau Wanita (kebanyakan mempelai wanita)
di jemput oleh keluarga dari pihak ayah mempelai (bako). Baisanya di japuik
10

bako di nagari kampuang tangah, kedua mempelai akan diarak dengan tambua
dari rumah bako menuju tempat baralek. Sebagai hadiah pernikahan, bako
biasanya memberikan sapi, kambiang, atau paling emas. dan juga bako
menghadiahkan sapanatiangan(piriang, mangkok, gelas, dan sendok)
8. Manutuik alek
Ini merupakan proses terakhir,manutuik alek di nagari kampung tangah di
lakukkan pada malam hari dirumah mempelai perempuan. Ini semacam
syukuran yang dilakukakan oleh pihak keluarga.
11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkawinan adalah suatu proses yang sudah melembaga yang mana laki-
laki dan perempuan memulai dan memelihara suatu hubungan timbal baliknya
yang merupakan dasar bagi suatu keluarga yang menimbulkan hak dan
kewajiban baik antara laki-laki dan perempuan maupun dengan anak-anak
yang kemudian dilahirkan. Tujuan dari perkawinan sendiri adalah untuk
melanjutkan keturunan yang baik dan memenuhi kebutuhan biologis.
Indonesia memiliki keragaman budaya yang menyebabkan berbagai
perbedaan tradisi dalam perkawinan, baik itu dari segi upacara maupun
ketentuan adat lainnya. Seperti yang tergambar pada masyarakat
Minangkabau yang matrilineal, mereka memiliki cara dan ketentuan adatnya
tersendiri dalam perkawinan, dimulai dari dalam ketentuan mencari pasangan
hingga upacara adatnya yang sarat akan nilai-nilai agama Islam.
B. Saran
Adapun saran yang penulis berikan adalah kepada masyarakat Minang
untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya Minang dimanapun berada,
walaupun banyak diantara masyarakat Minang yang pergi merantau ke daerah
lain hendaklah tetap menjaga keutuhan budaya atau tradisi adat Minang.
Karena ketika tradisi itu dapat dipertahankan, maka peluang tradisi itu
diturunkan ke generasi selanjutnya semakin besar dan tradisi Minangkabau
tidak akan digilas oleh perkembangan zaman.

11
12

DAFTAR PUSTAKA

http://www.vemale.com/topik/pernikahan/29811-upacara-pernikahan-adat-
minangkabau.html diakses pada minggu 4 desember 2022 , pukul 10.30 WIB

https://bachremifananda.wordpress.com/2013/10/15/adat-perkawinan-minangkabau/
diakses pada minggu 4 Desember 2022, pukul 11.00 WIB
13

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena
telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Shalawat beserta salam tak lupa pula kita hadiahkan kepada pucuk pimpinan umat
islam sedunia yakni Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari
alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan seperti pada saat sekarang ini
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. DARYUSTI, M.Hum selaku
dosen pengampu mata kuliah “BUDAYA ALAM MINANGKABAU” yang telah
memberikan tugas ini kepada kami dan membimbing kami dalam mengerjakan
makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, baik dari segi moril maupun materil,
secara langsung maupun tidak langsung. Kami berharap semoga makalah ini bisa
berguna bagi pembaca untuk menambah pengetahuan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
dan penulis mengharapkan kritik dan saran berupa masukkan untuk kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah kami ini bisa dipahami oleh pembaca dan dapat
berguna bagi pembaca terutama untuk kami sendiri yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
Semoga makalah kami ini dapat membantu memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam
penulisan makalah sebelumnya. Aamiin

Padang Pariaman, 4 Desember 2022

Penulis

i
14

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian lareh.......................................................................................3
B. Pengertian perkawinan............................................................................5
C. Faktor penyebab perbedaan upacara perkawinan....................................5
D. Perkawinan adat diminangkabau.............................................................6
E. Macam-macam perkawinan diminagkabau.............................................7
F. Tata cara perkawinan diminangkabau.....................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................11
B. Saran .......................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................12

ii
15

MAKALAH

BUDAYA ALAM MINANGKABAU

TENTANG

LAREH DAN SISTEM PERKAWINAN DI MINANGKABAU

Disusun Oleh

SILVANI HARWENDINI 20101532

Kelas V C1

DOSEN PENGAMPU

Dr. DARYUSTI, M.Hum

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

STKIP NASIONAL

2022

Anda mungkin juga menyukai