Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM ADAT MELAYU JAMBI

DOSEN PENGAMPU : MHD. ANSORI ,SH, MH

DI SUSUN OLEH :

NAMA: JUANDA SAPUTRA


NIM: 1900874201296

HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BATANGHARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan bagi para p embaca dan
pemakalah
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang.
Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini

Hormat kami

Penulis,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah yang terbentang di
sekitarnya. Ini memnyebabkan keanekaragaman suku, adat istiadat dan kebudayaan dari setiap suku di setiap
wilayahnya. Hal ini sungguh sangat menakjubkan karena biarpun indonesia memiliki banyak wilayah, yang
berbeda suku bangsa nya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama lain.

Namun, sangat disayangkan apabila para generasi penerus bangsa tidak mengetahui tentang kebudayaan
dari setiap suku yang ada. Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui dan cukup mengerti tentang
kebudayaan dari satu suku yang ada di indonesia, itu juga karena pembahasan yang sering dibahas selalu
mengambil contoh dari suku yang itu-itu saja.

Sejak ratusan tahun lalu provinsi jambi di huni oleh etnis melayu, seperti suku kerinci, suku batin, suku
dua belas, susku penghulu, dan suku anak dalam. Namun juga ada etnis pendatang. Perjalanan sejarah yang di
alami etnis melayu telah melatabelakangi budaya melayu jambi.

Setiap kebudayaan itu bersifat dinamis akan perubahan bahkan mungkin hilang sama sekali. Penyebab nya
adalah perkembangan kebudayaan, pengaruh budaya luar, kurang nya kesadaran masyarakat, dan lemah nya
jiwa kebudayaan para remaja sebagai generasi penerus nilai-nilai kebudayaan itu telah bahkan mungkin terjadi
di provinsi jambi.

Dalam penulisan makalah ini akan membahas tentang kebudayaan jambi yang dibatasi pada unsur
budaya,mata pencahariaan, kerajinan dan seni masyarakat melayu jambi. Setidaknya dapat memberikan
gambaran tentang melayu jambi.

1.2 Rumusan masalah

Dalam makalah ini membahas tentang:

1. bagaimana adat pernikahan melayu jambi


2. Bagaiman hukum perceraian adat melayu jambi

3. Bagaimana pembagian warisan adat mwlayu jambi

4. Bagaimana sanksi adat melayu jambi

1.3 Tujuan masalah

Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk:

1. Menjelaskan adat pernikahan melayu jambi

2. Menjelaskan adat perceraian melayu jambi

3. Menjelaskan pembagian warisan adat melayu jambi

4. Menjelaskan sanksi adat melayu jambi


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian hukum adat

hukum adat adalah hukum asli bangsa indonesia sumbernya adalah hukum tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.kaerena peraturan-peraturan ini tidak
tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain
itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum kaera kesamaan temapt tinggal ataupun atas dasar keturunan.

B. Hukum perkawinan

Perkawinan menuut adat jambi bukanlah urusan keduabelah pihak calon pengantin, tetapi merupakan
kewajiban keduabelah pihak orang tua, nenek mamak,tengganai mereka.

Seperti dijelaskan dalam hukum kekeluargaan, maka adalah menjadi hutang bagi orang tua, terutama oleh
ayahnya “untuk mengantar anak berumah tangga” terutama terhadap anak perempuan.

Disamping itu dalam pandangan masyarakat adat jambi perkawanian adalah suatu ikatan sakral yang
mengikat kedua belah pihak pengantin lahir batin dengan jalan memnuhi ketentuan adat, syara’ dan sekarang
ditambah lagi denga undang-undang perkawinan dengan kata lain bahwa perkawnian itu diletakkan dia atas
tungku bercabang tiga yaitu:

1. Memenuhi ketentuan adat

2. Memenuhi ketentuan syara’

3. Memnuhi ketentuan undang-undang perkawinan

Diantara ke 3 persyartan diatas, maka persyaratan adat mendapat porsi terbesar dalam persiapan, dan
pelaksanaan upacara-upacaranya. Akan tetapi bagaimanapun besar dan panjang nya ketentuan adat yang
harus dilalui, perkawinan ini baru sah bila telah melakukan atau memenuhi ketentuan syara’. antara lain
dengan memperhatikan larangan pantang menurut syara’,ijab kabul didepan penghulu pernikahan dan
sudah barang tentu pula memenuhi syara’ formal, yaitu ikatan perkawinan yang disah kan menurut
undang-undang perkawinan.

Sementara itu perkawinan menurut hukum adat jambi tidak kaku dan terlalu terikat pada suku.dalam
adat jambi tidak ada larangan kawin antara kedua orang sesuku. Dan tak ada ketentuan bahwa anak anak
yang lahir dri perkawinan itu harus mengikuti garis keturnan syah atau ibu saja.pada masyarakat adat
jambi , keturunan itu bisa saja mengikuti garis keturunan aayah atau ibu, degan kata lain bersifat bilateral.
Seperti diuraikan terdahulu, perkawinan menimbulkan kewajiban kewajiban bagi kedua pihak, yaitu tidak
saja antara bujang dan gadis yang menikah, tetapi juaga mengikuti kedua belah pihak sanak familly.dalam
adat ditentukan apa yang dijadikann kewajiban suami dan apap pula yang menjadi kewajiban istri, begitu
pula kedua belah pihak orang tua mereka.

C. Hukum Perceraian

TALAK:

Arti harfiahnya “pelepasan” yakni perceraian isri oleh suaminya. Talak ini adalah semata-mata hukum
agama, yang diambil oleh hukum adat. Dan talak itu bertingkat-tingkat. Salah satu menyebabkan asa
iddah=3 periode haid (100 hari) atau dalam hal iswar hamil sampai 40 hari sesudah melahirkan. Talak
dalam adat hukum jambi dikenal juga dalam sebutan syara’ artinya juga sama yaitu cerai (harfiah,dalam
seloko jambi adalah: “ sayar’ hidup kayu batakuk suarang diagih sekutu dibelah, syarak mati nisan
tategak”.)

Perceraian tidak dibenarkan oleh adat kecuali apabila keadaan kehidupan rumah tangga suami istri
benar-benar telah pecah dan tidak mungkin lagi dirukunkan kembali.

Kehendak untuk bercerai harus lebih dahulu disamapaikan kepada orang tua/tengganai/nenek mamak.
Nenek mamak hendaklah melakukan:

A. upaya mendamaikan/merukunkan kembali kedua suami istri tersebut.

B. Menilai/menimbang apakah rumah tangga mereka benar-benar telah pecah ataukah belum.

talak dianggap jatuh oleh adat apabila telah terpenuhi 4 syarat sebagai berikut:
A. Ikrar denga lidah artinya mesti diucapkan dengan kata-kata

B. Tasdik dengan hatinya apa yang di ucapkan itu harus di rasakan serta di benarkan oleh hati

C. Berbebilang dengan bendo artinya apakah talak itu talak 1,2 dan 3 dihitung dengan potongan kayu atau
butiran batu.

D. Berterang dengan saksi artinya talak itu harus di jatuhkan di depan saksi

E. HUKUM WARIS ADAT

hukum waris adalah hukum asli bangsa indonesia, yang tidak dipengaruhi oleh hukum hukum lain.
Yang mempunyai ciri ciri tersendiri dan tidak sama disetiap daerah. Dalam hukum adat, hukum waris itu
tergantung pada cupak gantang selingkungan. Artinya, lain daerah, lain pula hukum adat warisnya. Dan
hukum waris ini, merupankan hukum adat yang paling banyak diperlukan masyarakat, dalam mencari
keadilan, tentang warisan yg ditingkalkan oleh peninggal waris.

Dalam hukum waris adat jambi, ada 3 unsur yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Seorang peninggal waris yang pada wafatnya meninggalkan kekayaan dan kemungkinan hutang

b. Seorang atau beberapa ahli waris yang berhak menerima waris.

c. Harta yang ditinggalkan, yang terbagi atas 3 macam ykni;

1. Harta berat

2. Harta ringan

F. HUKUM KEKELUARGAAN DALAM HUKUM ADAT

A.    Keturunan

Keturunan adalah ketunggalan leluhur, artinya ada hubungan darah antara seseorang dengan orang lain.
Keturunan merupakan unsur yang penting bagi suatu clan, suku ataupun kerabat yang menginginkan dirinya
tidak punah, yang menghendaki supaya ada generasi penerus. Maka apabila ada clan, suku ataupun kerabat
yang tidak memiliki keturunan, pada umumnya melakukan pengangkatan anak (adopsi) untuk menghindari
kepunahan.
Individu sebagai keturunan mempunyai hak dan kewajiban-kewajiban tertentu yang berhubungan
dengan kedudukannya dalam keluarga, misalnya boleh ikut menggunakan nama keluarga, saling bantu
membantu dan saling mewakili dalam suatu perbuatan hukum dengan pihak ketiga dan sebagainya.

Keturunan dapat bersifat:

a.       Lurus, apabila seseorang merupakan keturunan langsung, misalnya antara bapak dan anak sampai
cucu disebut lurus ke bawah, sebaliknya dari anak, bapak dan kakek disebut lurus ke atas.

b.      Menyimpang atau bercabang, apabila kedua orang atau lebih terdapat adanya ketunggalan leluhur,
misal bapak ibunya sama (saudara kandung), sekakek-nenek dan sebagainya.

Selain itu, sifat keturunan ada tingkatan-tingkatan atau derajat-derajatnya, misalnya sorang anak
merupakan keturuan tingakat I dari bapaknya, cucu merupakan keturunan tingkat II dari kakeknya dan
sebagainya. Tingkatan atau derajat demikian biasanya dipergunakan untuk kerabat-kerabat raja, untuk
menggambarkan dekat atau jauhnya hubungan keluarga dengan raja yang bersangkutan.

Dikenal juga keturuanan garis bapak (keturunan patrilineal), yaitu hubungan darahnya dilihat dari segi
laki-laki/ bapak. Dan keturuanan garis ibu (keturunan matrilineal), yaitu hubungan darahnya dilihat dari garis
perempuan/ibu. Suatu masyarakat yang mengakui keturunan patrilineal (contoh di daerah Minangkabau) atau
matrilineal (contoh di daerah Tanapuli) saja, disebut unilateral. Sedangkan yang mengakui keturunan dari
kedua belah pihak disebut bilateral.

Lazimnya untuk kepentingan keturunannya dibuat “silsilah” yaitu bagan dimana digambarkan dengan
jelas garis-garis keturunan dari seseorang dari suami/ isteri baik yang lurus ke atas maupun yang lurus ke
bawah, ataupun yang menyimpang.

B.     Hubungan Anak dengan Orang Tua

Anak kandung memiliki kedudukan yang penting dalam keluarga yaitu: sebagai penerus generasi,
sebagai pusat harapan orang tuanya dikemudian hari, sebagai pelindung orang tua kemudian haris apabila
orang tuanya sudah tidak mampu baik secara fisik ataupun orang tuanya tidak mampu bekerja lagi.

Oleh karena itu, sejak anak itu masih dalam kandungan hingga ia dilahirkan, kemudian dalam
pertumbuhan selanjutnya, dalam masyarakat adat diadakan banyak upacara-upacara adat yang sifatnya relegio-
magis serta penyelenggaraannya berurut-urutan mengikuti perkembangan fisik anak yang semuanya itu
bertujuan melindungi anak beserta ibunya dari segala macam bahaya dan gangguan-gangguan serta kelak anak
dilahirkan, agar anak tersebut menjadi seorang anak dapat memenuhi harapan orang tuanya.

Wujud upacara setiap daerah berbeda satu dengan daerah yang lainnya. Misalnya upacara-upacara
daerah Priangan, masyarakat adat Priangan mengadakan upacara secara kronologis sebagai berikut :

a.       Anak masih dalam kandungan : bulan ke 3, 5, bulan ke 7 dan ke 9, dan pada bulan ke 7 upacara
adat khusus disebut “Tingkep”.
b.      Pada saat lahir : penanaman “bali” atau kalau tidak ditanam diadakan upacara penganyutan ke
laut.
c.       Pada saat “tali ari” diputus, diadakan sesajen dan tali ari yang diputus disimpan di dalam
“gonggorekan”-nya (kantong obat), serta pada saat itu juga pemberian nama kepada bayi.
d.      Setelah anak berumur 40 hari, upacara cukur yang diteruskan dengan upacara “nurunkeun”
(pertama kalinya kaki bayi disentuhkan pada tanah).

Disamping itu, juga sangat diperhatikan hari-hari kelahiran anak, misalnya anak lahir pada hari kamis,
maka tiap hari kamis diadakan “sesajen” demi keselamatan anak.

Anak yang lahir dalam perkawinan yang sah antara suami dan istri adalah hal yang normal. Tetapi
dalam kenyataan, tidak semuanya berjalan dengan normal seperti berikut:

1.      Anak Lahir di Luar Perkawinan

Bagaimana pandangan masyarakat adat terhadap peristiwa ini dan bagaimana hubungan antara si anak
dengan wanita yang melahirkan dan bagaimana dengan pria yang bersangkutan?

Pandangan beberapa daerah tidak sama, ada yang menganggap biasa (Mentawai, Timor, Minahasa dan
Ambon); yang mencela dengan keras di buang di luar persekutuan, bahkan dibunuh dipersembahkan sebagai
budak (seperti di daerah kerajaan-kerajaan dahulu). Dilakukan pemaksaan kawin dengan pria yang
bersangkutan (oleh rapat marga di Sumatra), atau mengawinkan dengan laki-laki lain, dengan laki-laki lain
dimaksudkan agar anak tetap sah seperti di Jawa disebut nikah tambelan dan di suku Bugis disebut pattongkog
sirig. Meskipun demikian, anak tersebut di Jawa disebut anak haram jadah dan di Bali disebut astra.

2.      Anak Lahir karena Hubungan Zinah

Apabila seorang isteri melahirkan anak karena hubungan gelap dengan seorang pria lain bukan
suaminya, maka menurut hukum adat, laki-laki itu menjadi bapak dari anak tersebut.
3.      Anak Lahir setelah Perceraian

Anak yang dilahirkan setelah perceraian, menurut hukum adat mempunyai bapak bekas suami si ibu
yang melahirkan tersebut, apabila terjadi masih dalam batas-batas waktu mengandung. Hubungan anak dengan
orang tua (anak bapak atau anak ibu) menimbulkan akibat hukum sebagai berikut:

a.       Larangan kawin antara anak bapak atau anak ibu.

b.      Saling berkewahiban memelihara dan memberi nafkah

C.    Hubungan Anak dengan Keluarga

Pada umunya hubungan anak dengan keluarga ini sangat tergantung dari keadaan social dalam
masyarakat yang bersangkutan. Seperti yang telah diketahui di awal bahwa di Indonesia ini terdapat
persekutuan yang susunan berlandaskan tiga macam garis keturunan yaitu keturunan ibu, keturunan bapak, dan
keturunan ibu bapak.

Maksudnya dalam garis keturunan bapak dan ibu (bilateral), hubungan anak dengan pihak bapak dan
ibu sama eratnya, derajatnya ataupun pentinganya. Lain halnya dalam garis keturunan unilateral (patrilineal
atapun matrilineal) adalah tidak sama eratnya, , derajatnya ataupun pentinganya.

D.    Memelihara Anak Yatim Piatu

Apabila dalam suatu keluarga, salah satu dari orang tuanya bapak atau ibunya sudah tidak ada lagi,
maka anak-anak yang belum dewasa dipelihara oleh salah satu orang tuanya yang masih hidup.

Jika kedua orang tuanya tidak ada, maka yang memelihara anak-anak yang ditinggalkan adalah salah
satu dari kelurga yang terdekat dan yang paling memungkinkan untuk keperluan itu. Dalam keadaan demikian
biasanya tergantung pada anak diasuh dimana pada waktu ibu dan bapaknya masih ada, kalau biasanya diasuh
dikeluarga ibu, maka anak akan diasuh oleh keluarga ibu dan sebaliknya.

Dalam keluarga matrilineal, jika bapaknya meninggal dunia, maka ibunya meneruskan kekuasannya
terhadap anak-anak yang belum dewasa. Jika ibunya yang meninggal dunia, maka anak-anak yang belum
dewasa berada pada kerabat ibunya serta dipelihara terus oleh kerabat ibunya yang bersangkutan, sedangkan
hubungan antara anak dengan bapaknya dapat terus dipelihara.

Dalam keluarga yang patrilineal jika bapaknya meninggal dunia, maka ibunya terus memelihara anak-
anak yang belum dewasa, jika ibunya meninggalkan rumah dan pulang kerumah lingkungan keluarganya atau
kawin lagi, maka anak-anak tetap pada kekuasaan keluarga almarhum suaminya.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas, makin hari atau lambat laun mengalami perubahan dan
penyimpangan-penyimpangan menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan cara berfikir masyarakat
yang modern.

E.     Mengangkat atau Pengambilan Anak (Adopsi)

Mengangkat anak (adopsi) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga
sendiri sehingga timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orang tua dengan
anak kandung sendiri. Dilihat dari sudut anak yang dipungut, maka dapat dibedakan beberapa macam, sebagai
berikut:

1.      Mengangkat Anak bukan Warga Keluarga

Lazimnya tindakan ini disertai dengan penyerahan barang-barang magis atau sejumlah uang kepada
keluarga anak semula. Alasan adopsi pada umumnya takut tidak ada keturunan. Kedudukan hukum anak
adopsi ini adalah sama dengan anak kandung suami istri yang mengangkatnya, sedangkan kekeluargaan
dengan orang tua sendiri secara adat menjadi putus.

Adopsi harus terang artinya wajib dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan kepala adat.
Hal demikian terdapat di daerah Gayo, Lampung, Pulau Nias dan Kalimantan.

2.      Mengangkat Anak dari Kalangan Keluarga

Alasan mengadopsi anak ini sama dengan yang di atas, yaitu karena takut tidak mempunyai keturunan.

Di Bali perbuatan ini disebut nyentanayang, adapun dalam keluarga dengan selir-selir, maka apabila
isterinya tidak mepunyai anak, biasanya anak-anak dari selir-selir itu diangkat untuk dijadikan anak istrinya.

Prosedur pengambilan anak di Bali sebagai berikut:

a.       Wajib membicarakan kehendak untuk mengangkat anak dengan keluarganya secara matang

b.      Dilakukan sesuai dengan adat yaitu dengan jalan membakar  benang yang melangbangkan
hubungan anak dengan keluarganya putus

c.       Memasukkan anak tersebut dalam hubungan kekeluargaan yang memungut, istilahnya
diperas.

d.      Pengumuman kepada warga, pada zaman kerajaan dahulu dibutuhkan surat izin raja terkait
dengan adopsi ini yang berupa surat peras (akta).

3.      Mengangkat Anak dari Kalangan Keponakan-Keponakan


Perbuatan ini terdapat di Jawa, Sulawesi dan beberapa daerah lain. Sebab pengankatan keponakan
sebagai anak karena;

a.       Tidak punya anak sendiri

b.      Belum dikaruniai anak

c.       Terdorong oleh rasa kasihan

Sesungguhnya perbuatan ini merupakan pergeseran kekeluargaan  dalam lingkungan keluarga.


Lazimnya ini tidak disertai dengan pembayaran atau penyerahan barang. Tetapi di Jawa Timur sekedar sebagai
tanda bahwa hubungan anak dengan orang tuanya terputus (pedot), orang tua kadung anak tersebut diberi uang
½
sejunlah rongwang segobang (=17 sen ) sebagai syarat. Sedangkan di Minahasa diberi tanda yang disebut
parade sebagai pengakuan.

Selain itu dikenal juga dengan istilah pemungutan anak yang maksud serta tujuannya buakn semata
karena untuk memperoleh keturunan melainkan lebih untuk memberikan kedudukan hukum kepada anak yang
dipungut agar lebih baik dan menguntungkan dari semula. Misalnya mengangkat anak laki-laki dari selir
(Lampung, Bali) dan mengangkat anak tiri menjadi anak sendiri.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

hukum adat adalah hukum asli bangsa indonesia sumbernya adalah hukum tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.kaerena peraturan-peraturan ini tidak
tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain
itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum kaera kesamaan temapt tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Anda mungkin juga menyukai