Anda di halaman 1dari 6

RINGKASAN

HUKUM ADAT

Oleh :

Nama : Ivena O. Luchiany Bau

NIM : 51121021

Semester/Kelas : 4/A

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA


KUPANG
FAKULTAS HUKUM
(Program Baru)
BAB 4
HUKUM KEKERABATAN

A. Pendahuluan

Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi
seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya kedudukan anak
terhadap kerabat dan sebaliknya dan masalah perwalian anak. Jelasnya hukum adat kekerabatan mengatur
tentang pertalian sanak, berdasarkan pertalian darah (sekuturunan) pertalian perkawinan dan perkawinan
adat.

Menurut Prof. Bushar Muhammad, S.H. keturunan dapat bersifat

1. Lurus, apabila orang seorang merupakan langsung keturunan dari yang lain, misalnya antara bapak dan
anak; antara kakek, bapak dan anak, disebut lurus kebawah apabila rangkaiannya dilihat dari kakek bapak
ke anak, sedangkan disebut lurus kebawah apabila rangkaiannya dilihat dari anak, bapak ke kakek.

2. Menyimpang atau bercabang, apabila antara kedua orang atau lebih terdapat adanya ketunggalan
leluhur, misalnya bapak ibunya sama (saudara sekandung), atau sekakek nenek dan lain sebagainya.
Dalam struktur masyarakat adat kita menganut adanya tiga (3) macamsistem kekerabatan, yaitu:1. Sistem
kekerabatan parental.2. Sistem kekerabatan patrilineal. 3. Sistem kekerabatan matrilineal.

B. Hubungan Anak dengan Orangtuanya

Anak kandung memiliki kedudukan yang terpenting dalam tiap somal a harapan (gezin) dalam suatu
masyarakat adat. Oleh orangtua, anak itu dilihat sebagai penerus generasinya, juga dipandang sebagai
wadah di mana semua mampu orangtuanya di kelak kemudian hari wajib ditumpahkan, pula dipandang
sebagai pelindung orangtuanya kelak bila orangtua sudah tidak lagi secara fisik untuk mencari nafkah
sendiri."

Hubungan anak dengan orangtua (anak dengan bapak atau anakdengan ibu) akan menimbulkan akibat
hukum sebagai berikut:

1. Larangan kawin antara anak dengan bapak atau anak dengan

2. Saling berkewajiban memelihara dan memberi nafkah.ibu.

3. Apabila si ayah ada, maka ia akan bertindak sebagai wali dari anak perempuannya apabila pada
upacara akad nikah
C. Hubungan Anak dengan Kerabatnya

Hukum adat mengatur tentang hubungan anak dengan kerabatnya di mana sesuai dengan keadaan sosial
dalam masyarakat bersangkutan yang berdasarkan dari sistem keturunannya (sistem kekerabatannya).
Hukum adat di masyarakat Indonesia di mana persekutuan-persekutuan berlandaskan pada tiga macam
garis keturunan, yaitu garis keturunan bapak dan ibu, garis keturunan bapak, dan garis keturunan ibu.

D. Pemeliharaan Anak Yatim (-Piatu)

Dalam suatu keluarga apabila salah satu orangtua meninggal baik, bapak atau ibu sudah tidak ada lagi
sedangkan anak tersebut belum dewasa dalam susunan masyarakat parental maka anak akan berada dalam
pemeliharaan dan tetap dalam kekuasaan ibu apabila ayah yang meninggal atau ayah apabila ibu yang
meninggal dunia sampai anaknya dewasa dan dapat hidup mandiri. Apabila kedua orangtuanya meninggal
dunia anak belum dewasa maka anak akan dipelihara dan menjadi tanggung jawab dari kerabat ayah atau
ibu yang terdekat dengan anak tersebut dan mempunyai kemampuan sampai dengan anak tersebut dewasa
dan hidup mandiri.

E. Adopsi Anak (Pengangkatan Anak)

Keturunan dalam masyarakat adat sangat diperlukan karena untuk meneruskan kekerabatanya. Jadi
apabila dalam suatu keluarga tidak mempunyai anak, maka dapat dilakukan pengangkatan anak.
Pengangkatan anak tidak hanya dilakukan apabila dalam keluarga tersebut tidak mempunyai keturunan,
tetapi keluarga tersebut tidak mempunyai anak laki-laki untuk meneruskan kekerabatan seperti pada
masyarakat Bali.
BAB 5
HUKUM PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan Adat

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita. Sebab
perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua
belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing.

Perkawinan biasanya diartikan sebagai ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri,
dengan tujuan membentuk suatu keluarga. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari pasangan demi pasangan itulah selanjutnya terlahir bayi-bayi pelanjut keturunan yang pada akhirnya
mengisi dan mengubah warna kehidupan di dunia ini.

B. Syarat-syarat Perkawinan Adat

Dalam hukum adat (terutama Jawa), rukun dan syarat perkawinan sama dengan yang terdapat dalam
hukum Islam, yaitu adanya calon mempelai laki-laki, calon mempelai wanita, wali nikah, adanya saksi
dan dilaksanakan melalui ijab kabul. Sedangkan yang dimaksud dengan syarat-syarat perkawinan di sini,
adalah syarat-syarat demi kelangsungan perkawinan tersebut. Menurut hukum adat, pada dasarnya syarat-
syarat perkawinan dapat diklasifikasikan ke dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Mas Kawin (bride-price)


2. Pembalasan Jasa Berupa Tenaga Kerja (bride-service)
3. Pertukaran Gadis (bride-exchange) Pada bride-exchange, biasanya laki-laki yang melamar seorang

C. Bentuk-bentuk Perkawinan Adat

Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa di Indonesia dapat dijumpaiiga bentuk perkawinan, antara lain:
1 Bentuk perkawinan jujur (bridge-gift marriage).
2. Bentuk perkawinan semendo (suitor service marriage).
3. Bentuk perkawinan bebas (exchange marriage),

D. Perempuan yang Boleh Dinikahi Menurut Adat

Dari rukun dan syarat perkawinan menurut hukum adat, bagi masyarakat yang hendak melangsungkan
perkawinan, harus mengetahui lebih dahulu siapa pasangan yang akan dinikahinya. Hal ini dimaksudkan
agar nantinya setelah menjalani kehidupan rumah tangga tidak terjadi hal- hal yang tidak diinginkan.
Dengan mengetahui siapa pasangan kita, maka akan terjaga dan terpelihara status perkawinannya.
E. Macam-macam Sistem Perkawinan Adat

Menurut hukum adat, sistem perkawinan ada 3 (tiga) macam yaitu:"


1 Sistem Endogami
2. Sistem Exogami
3. Sistem Eleutherogami

BAB 6
HUKUM ADAT WARIS

A. Pengertian dan Asas-asas Hukum Adat Waris

Hukum adat waris sebagai berikut: "Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur
proses meneruskan serta mengoperasikan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak
berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada
turunannya.Apabila dikaji, maka dapatlah kita simpulkan asas-asas dalam hukum pewarisan adat ini pada
prinsipnya adalah asas kerukunan dan asas kesamaan hukum dalam pewarisan, tetapi juga terdapat asas-
asas yangbersifat umum sebagai berikut:"

1. Asas ketuhanan dan pengendalian diri.


2. Asas kesamaan hak dan kebersamaan hak.
3. Asas kerukunan dan kekeluargaan.
4. Asas musyawarah dan mufakat.
5. Asas keadilan dan parimirma.

B. Sifat-sifat Hukum Adat Waris

C. Sistem Kewarisan Adat

Di Indonesia ini kita menjumpai tiga sistem kewarisan dalam hukumadat sebagai berikut:14

1. Sistem Kewarisan IndividualCiri harta peninggalan dapat dibagi-bagikan di antara para ahli waris
seperti dalam masyarakat bilateral di Jawa.

2. Sistem Kewarisan KolektifCiri harta peninggalan itu diwarisi oleh sekumpulan ahli waris yang
bersama-sama merupakan semacam badan hukum, di mana harta tersebut, yang disebut harta pusaka,
tidak boleh dibagi-bagikan pemilikannya di antara para ahli waris yang dimaksud dan hanya boleh dibagi-
bagikan pemakaiannya saja kepada mereka itu (hanya mempunyai hak pakai saja) seperti dalam
masyarakat matrilineal di Minangkabau
3. Sistem Kewarisan MayoratCiri harta peninggalan diwaris keseluruhannya atau sebagian besar
(sejumlah harta pokok dari satu keluarga) oleh seorang anak saja, seperti halnya di Bali di mana terdapat
hak mayorat anak laki-laki yang tertua dan di Tanah Semendi di Sumatera Selatan di mana terdapat hak
mayorat anak perempuan yang tertua.

D. Banyaknya Harta Pembagian

Dengan sifat hukum adat, yang umumnya berlandaskan pola pik yang konkret/tidak abstrak, maka soal
pembagian harta warisan biasan merupakan penyerahan barang warisan tertentu terhadap seorang al waris
tertentu. Seperti umpamanya sebidang tanah tertentu diserahke terhadap ahli waris si A, sebidang
pekarangan atau suatu rumah tertent diberikan terhadap ahli waris si B, suatu keris tertentu diberikan
terhadap ahli waris si C(biasanya seorang lelaki), suatu kalung tertentu terhad ahli waris si D(biasanya
seorang wanita)."

1. Pengaruh Hak Pertuanan Desa


2. Pengaruh Famili
3. Harta Peninggalan yang Tidak Dapat Dibagi-bagi
4. Harta Pusaka di Minangkabau
5. Tanah Dati di Ambon

E. Ahli Waris

Dalam hukum adat anak-anak dari si peninggal warisan merupakan golongan ahli waris yang terpenting
oleh karena mereka pada hakikatnya merupakan satu-satunya golongan ahli waris, sebab anggota
keluarga lain tidak menjadi ahli waris apabila si peninggal warisan memiliki anak. Jadi, dengan adanya
anak-anak maka kemungkinan lain, anggota keluarga dari si peninggal warisan untuk menjadi ahli waris
menjadi tertutup. Sedangkan tentang pembagiannya, menurut Keputusan Mahkamah Agung tanggal 1
November 1961 Reg. No. 179K/Sip./1961, anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal
warisan bersama berhak atas harta warisan dalam arti bahwa bagian anak lelaki adalah sama dengan anak
perempuan.

Anda mungkin juga menyukai