Anda di halaman 1dari 9

Nama : Demak Sem Nomensen

NIM : 200200174
Grup :D
Mata Kuliah : Hukum Adat Lanjutan

1. Jelaskan secara garis besar apa yang dimaksud dengan persekutuan hukum adat
atau masyarakat hukum adat (Rechtsgemeenschaap). Apa-apa saja unsur yang
terkandung di dalamnya.
Jawab :
- Persekutuan hukum adat atau masyarakat hukum adat (Rechtsgemeenschaap) adalah
sekelompok orang yang hidup secara turun-temurun dalam bentuk kesatuan ikatan asal usul
leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal di wilayah geografis tertentu, identitas budaya,
hukum adat yang masih ditaati, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta
sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum.
- Unsur-Unsur Masyarakat Hukum Adat antara lain sebagai berikut:
1. Ada komunitas manusia yang merasa bersatu, terikat oleh perasaan kebersamaan karena
kesamaan keturunan (geneologis), dan/atau wilayah (territorial);
2. Mendiami wilayah tertentu, dengan batas-batas tertentu menurut konsepsi mereka;
3. Memiliki kekayaan sendiri, baik kekayaan materiil maupun immaterial;
4. Dipimpin oleh seseorang atau beberapa orang sebagai perwakilan kelompok yang memiliki
kewibawaan dan kekuasaan yang sah dan didukung oleh kelompoknya;
5. Memiliki tata nilai sebagai pedoman dalam kehidupan sosial mereka;
6. Tidak ada keinginan dari anggota kelompok tersebut untuk memisahkan diri.

2. Sebut dan jelaskan azas yang membentuk terciptanya persekutuan hukum adat.
Jawab :
1) Persekutuan Hukum Geneologis. Yaitu yang berlandaskan kepada pertalian darah,
keturunan. Persekutuan Hukum Geneologis dibagi tiga macam:
a. Pertalian darah menurut garis Bapak (Patrilineal) seperti Batak, Nias, Sumba.
b. Pertalian darah menurut garis Ibu (Matrilineal) seperti Minangkabau.
c. Pertalian darah menurut garis Bapak dan Ibu (Unilateral) seperti di Pulau Jawa, Aceh,
Dayak.
2) Persekutuan Hukum Territorial. Yaitu berdasarkan pada daerah tertentu atau wilayah. Ada
tiga macam persekutuan territorial yaitu:
a. Persekutuan Desa Yaitu orang-orang yang terikat dalam satu desa
b. Persekutuan Daerah Dimana didalamnya terdapat beberapa desa yang masing-masing
mempunyai tata susunan sendiri.
c. Perserikatan. Yaitu apabila beberapa persekutuan hukum yang berdekatan mengadakan
kesepakatan untuk memelihara kepentingan bersama, seperti saluran air, pengairan,
membentuk pengurus bersama. Misalnya: Perserikatan huta-huta di Batak.
3) Persekutuan Hukum Geneologis dan Territorial. Yaitu gabungan antara persekutuan
geneologis dan territorial, misalnya di Sumba, Seram. Buru, Minangkabau dan Renjang.

3. Setiap persekutuan hukum dipimpin oleh kepala persekutuan. Sebut dan


jelaskan siapakah yang dapat menjadi kepala persekutuan dan terhadap hal-hal
apa saja yang merupakan tugas dari kepala persekutuan tersebut.
Jawab :
Setiap persekutuan hukum dipimpin oleh kepala persekutuan yang bertugas, antara lain:
a. Tindakan-tindakan mengenai tanah, seperti mengatur penggunaan tanah, menjual, gadai,
perjanjian-perjanjian mengenai tanah, agar sesuai dengan hukum adat.
b. Penyelenggaraan hukum yaitu pengawasan dan pembinaan hukum.
c. Sebagai hakim perdamaian desa.
d. Memelihara keseimbangan lahir dan batin
e. Campur tangan dalam bidang perkawinan
f. Menjalankan tugasnya pemerintahannya secara demokrasi dan kekeluargaan
Pada dasarnya orang luar tidak diperkenankan masuk dalam persekutuan, terkecuali dalam hal
berikut, yaitu:
a. Atas izin atau persetujuan kepala persekutuan
b. Masuknya sebagai hamba
c. Karena pertalian perkawinan
d. Karena pengambilan anak

4. Seorang manusia dianggap cakap hukum harus memenuhi 2 (dua) kriteria, yakni
dewasa, sehat rohani/jiwanya serta tidak dibawah pengampuan. Bagaimanakah
kriteria dan ciri-ciri dewasa yang disampaikan profesor soepomo dalam bukunya
“adatprivaatrecht van west-java”.
Jawab :
Menurut Profesor Soepomo dalam bukunya tersebut di atas, seseorang sudah dianggap dewasa
dalam hukum adat, apabila ia antara lain sudah:
o Kuwat gawe (dapat/ mampu bekerja sendiri).
o Cakap untuk melakukan segala pergaulan dalam kehidupan kemasyarakatan serta
mempertanggung jawabkan sendiri segala-galanya itu.
o Cakap mengurus harta bendanya serta lain keperluan sendiri.
o Tidak menjadi tanggungan orang tua dan tidak serumah lagi dengan orang tuanya

5. Jelaskan pengertian “dewasa” menurut hukum adat.


Jawab :
Menurut hukum adat pengertian tentang “dewasa” baru mulai setelah tidak menjadi
tanggungan orang tua dan tidak serumah lagi dengan orang tua. Jadi bukan asal sudah kawin
saja. Perlu dijelaskan di sini, bahwa yang dimaksud dengan berumah sendiri dan tidak lagi
menjadi satu dengan orang tua itu adalah cukup misalnya dengan mendirikan serta menempati
rumah sendiri dalam pekarangan rumah orang tuanya, menempati bagian gedung rumah orang
tuanya yang berdiri sendiri atau pun yang dipisahkan dari bagian yang ditempati orang tuanya
jadi tidak harus menempati rumah yang letaknya di luar pekarangan rumah orang tuanya.

6. Sebut dan jelaskan 3 (tiga) kelompok sistem keturunan dalam hukum adat yang
dikemukakan oleh profesor soerojo wignjodipoero.
Jawab :
Hukum adat mengenal jenis sistem keturunan yang dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok (Soerojo
Wignyodipoero: 1994: 109), yaitu:
1. Patrilineal. Sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak. Dalam sistem ini kedudukan
anak laki- laki lebih utama dibandingkan anak perempuan. Bila suatu keluarga tidak memiliki
anak laki- laki maka keluarga tersebut harus melakukan pengangkatan anak (adopsi). Pada
sistem kekerabatan ini berlaku adat perkawinan jujur seteleh terjadi perkawinan, si istri harus
mengikuti suami dan menjadi anggota kerabat suami, termasuklah anak – anak yang
dilahirkan dari perkawinannya. Sistem kekerabatan patrilineal ini biasanya diikuti pada
masyarakat Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, Irian.
2. Matrilineal. Sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu. Dalam sistem ini kedudukan
anak perempuan lebih unggul dibandingkan anak laki-laki. Dalam sistem ini umumnya
berlaku perkawinan semenda. Perkawinan semenda yaitu setelah perkawinan terjadi, si suami
yang mengikuti si istri, namun suami tetap menjadi anggota kerabat asal dan tidak masuk ke
dalam kerabat istri, sedangkan anak-anak dari hasil perkawinan harus mengikuti anggota
kerabat ibunya. Sistem kekerabatan materilineal ini biasanya diikuti pada masyarakat Minang
kabau, Enggano, Timor.
3. Bilateral/Parental. Sistem keturunan yang ditarik dari garis dua sisi (bapak/ibu) atau disebut
Ouderelijk. Dimana kedudukan anak laki-laki maupun perempuan tidak dibedakan atau
dianggap sama dan setara. Dalam sistem kekerabatan ini berlaku perkawinan bebas, dalam
arti: kedudukan suami/istri sederajat dan seimbang. Sistem kekerabatan ini diikuti oleh
masyarakat Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain.
7. Jelaskan hal-hal apa saja yang menjadikan faktor penting terhadap hubungan
kekeluargaan berdasarkan kelompok sistem keturunan dalam hukum adat.
Jawab :
Lazimnya untuk kepentingan keturunannya dibuat “silsilah” / “bagan”, dimana digambarkan
dengan jelas garis-garis keturunan dari seseorang dari suami/ isteri baik yang lurus ke atas
maupun yang lurus ke bawah, ataupun yang menyimpang. Dalam hubungan kekeluargaan hal
tersebut di atas merupakan faktor yang sangat penting dalam hal:
1. Masalah perkawinan, yaitu untuk meyakinkan apakah ada hubungan kekeluargaan yang
merupakan larangan untuk jadi suami istri
2. Masalah waris; hubungan kekeluargaan merupakan dasar pembagian harta peninggalan

8. Jelaskan pengertian perkawinan dalam hukum adat dan perkawinan dalam arti
perikatan adat.
Jawab :
Definisi Perkawinan Dalam Hukum Adat Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan bukan hanya menyangkut kedua
mempelai, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga
mereka masing-masing. Dalam hukum adat perkawinan itu bukan hanya merupakan peristiwa
penting bagi mereka yang masih hidup saja, akan tetapi perkawinan juga merupakan peristiwa
yang sangat berarti serta yang sepenuhnya mendapat perhatian dan diikuti oleh arwah-arwah
para leluhur kedua belah pihak.
Perkawinan dalam arti “perikatan adat”, ialah perkawinan yang mempunyai akibat hukum
terhadap hukum adat, yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Akibat hukum ini
telah ada sejak perkawinan terjadi, misalnya dengan adanya hubungan pelamaran yang
merupakan “rasah sanak” (hubungan anak-anak, bujang gadis) dan “rasah tuha” (hubungan
antara keluarga dari para calon suami-istri). Menurut hukum adat lokal perkawinan bukan
hanya merupakan perbuatan sosial, kultur, magis-religius tetapi juga perbuatan hukum.
Disebut juga sebagai perbuatan sosial karena perkawinan itu merupakan produk sosial.
Perbuatan sosial artinya secara sosiologis perkawinan mengikat semua unsur dalam kehidupan
sosial, baik individu-individu maupun masyarakat, bahkan masyarakat itu sendiri. Disebut
perbuatan magis-religius karena dalam perkawinan melibatkan roh-roh leluhur dan agama.

9. Sebut dan jelaskan sistem perkawinan adat di indonesia.


Jawab :
Dikenal adanya 3 (tiga) Sistem Perkawinan Adat di Indonesia:
1. Sistem Endogami Dalam sistem ini orang hanya diperbolehkan kawin dengan seorang dari
suku keluarganya sendiri. Sistem perkawinan ini kini jarang terjadi di Indonesia. Menurut Van
Vollenhoven hanya ada satu daerah saja yang secara praktis mengenal sistem endogami ini,
yaitu daerah Toraja. Tetapi sekarang di daerah ini pun sistem ini kian lenyap dengan
sendirinya dikarenakan hubungan antar satu daerah itu dengan daerah lainnya menjadi lebih
mudah, erat dan meluas. Sistem tersebut di daerah ini hanya terdapat secara praktis saja dan
tidak sesuai dengan sifat susunan kekeluargaan yang ada di daerah itu.
2. Sistem Exogami Dalam sistem ini, orang diharuskan menikah dengan suku lain. Menikah
dengan suku sendiri merupakan larangan. Namun demikian, seiring berjalannya waktu dan
berputarnya zaman, sistem tersebut mengalami proses perlunakan sedemikian rupa sehingga
larangan perkawinan itu diperlakukan hanya pada lingkungan kekeluargaan yang sangat kecil
saja.
3. Sistem Eleutherogami Sistem eleutherogami berbeda dengan kedua sistem di atas, yang
memiliki larangan-larangan dan keharusan-keharusan. Eleutherogami tidak mengenal
larangan-larangan maupun keharusan-keharusan tersebut. Larangan-larangan yang terdapat
dalam sistem ini adalah larangan yang berhubungan dengan ikatan kekeluargaan yang
menyangkut nasab (keturunan), seperti kawin dengan ibu, nenek,
anak kandung, cucu, juga dengan saudara kandung, saudara bapak atau ibu. Atau larangan
kawin dengan musyahrah (per-iparan), seperti kawin dengan ibu tiri, mertua, menantu, anak
tiri

10. Jelaskan mengenai makna perceraian dalam hukum adat dan apa saja dampak
yang ditimbulkan terhadap perceraian.
Jawab :
- Perceraian Menurut Hukum Adat Terkait dengan makna perkawinan menurut hukum adat,
dapat dipahami bahwa perceraian yang meskipun dibolehkan, tetapi perlu dihindarkan
menurut hukum adat, karena perceraian dapat memutuskan perkawinan yang seharusnya
dipertahankan oleh suami dan isteri.
- Dampak Perceraian Dampak perceraian yang dilakukan oleh pasangan suami-istri, baik yang
sudah mempunyai anak maupun yang belum:
a. Dampak Terhadap Suami atau Istri Akibat perceraian adalah suami-istri hidup sendiri-
sendiri, suami atau istri dapat bebas menikah lagi dengan orang lain. Perceraian membawa
konsekuensi yuridis yang berhubungan dengan status suami, istri dan anak serta terhadap harta
kekayaannya. Dengan adanya perceraian akan menghilangkan harapan untuk mempunyai
keturunan yang dapat dipertanggungjawabkan perkembangan masa depannya. Perceraian
mengakibatkan kesepian dalam hidup, karena kehilangan pasangan hidup, karena setiap orang
tentunya mempunyai cita-cita supaya mendapatkan pasangan hidup yang abadi. Jika pasangan
yang diharapkan itu hilang akan menimbulkan kegoncangan, seakan-akan hidup tidak
bermanfaat lagi, karena tiada tempat untuk mencurahkan dan mengadu masalah-masalah
untuk dipecahkan bersama. Jika kesepian ini tidak segera diatasi aakan menimbulkan tekanan
batin, merasa rendah diri, dan merasa tidak mempunyai harga diri lagi.
b. Dampak Terhadap Anak Perceraian dipandang dari segi kepentingan anak yaitu keluarga
bagi anakanaknya merupakan tempat perlindungan yang aman, karena ada ibu dan bapak,
mendapat kasih sayang, perhatian, pengharapan, dan Iain-Iain. Jika dalam suatu keluarga yang
aman ini terjadi perceraian, anak-anak akan kehilangan tempat kehidupan yang aman, yang
dapat berakibat menghambat pertumbuhan hidupnya baik secara langsung maupun tidak
langsung. Akibat lain telah adanya kegoncangan jiwa yang besar, yang langsung dirasakan
oleh anak-anaknya meskipun anak-anak ini dijamin kehidupannya dengan pelayanan yang
baik oleh kerabat-kerabat terpilih. Akan tetapi,
kasih sayang ibunya sendiri dan bapaknya sendiri akan berbeda dan gantinya tidak akan
memberikan kepuasan kepadanya.
c. Dampak Terhadap Harta Kekayaan Apabila terjadi perceraian maka perikatan menjadi
putus, dan kemudian dapat diadakan pembagian kekayaan perikatan tersebut. Jika ada
perjanjian perkawinan pembagian ini harus dilakukan menurut perjanjian tersebut. Dalam
suatu perceraian dapat berakibat terhadap harta kekayaan yaitu harta bawaan dan harta
perolehan serta harta bersama. Untuk harta bawaan dan harta perolehan tidak menimbulkan
masalah, karena harta tersebut tetap dikuasai dan adalah hak masing-masing pihak. Apabila
terjadi penyatuan harta karena perjanjian, penyelesaiannya juga disesuaikan dengan ketentuan
perjanjian dan kepatutan
11. Sebut dan jelaskan mengenai kedudukan harta perkawinan dalam masyarakat
adat.
Jawab :
Kedudukan harta perkawinan umumnya dipengaruhi oleh susunan masyarakat adat dan bentuk
perkawinannya, misalnya dalam sistem masyarakat Partilineal, Matrilineal dan Parental. Harta
perkawinan dalam masyarakat Patrilineal terhadap semua harta (harta bersama, bawaan,
pusaka) penguasaan dan pengaturan untuk kehidupan keluarga dipegang oleh suami dan
dibantu oleh istri. Tidak ada pemisahan kekuasaan atas harta bersama dan harta bawaan dalam
kehidupan keluarga. Hal tersebut sebagai konsekuensi perkawinan jujur, dimana istri
mengikuti tempat tinggal suami. Harta perkawinan dalam masyarakat Matrilineal terdapat
pemisahan kekuasaan atas harta perkawinan yaitu: Harta pusaka milik bersama dipegang oleh
nenek kepala waris, suami istri hanya punya hak menikmati harta bersama, dan terhadap harta
bawaan dibawah penguasaan masing-masing. Harta perkawinan dalam masyarakat Parental
harta bersama biasanya dikuasai bersama oleh suami atau istri untuk kepentingan bersama,
sedangkan terhadap harta bawaan dikuasai oleh suami dan istri masing-masing, kecuali dalam
perkawinan magih kaya (jawa) dan kawin nyalindung kagelung (Pasundan).

12. Apa yang dimaksud dengan para ahli waris.


Jawab :
Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan bagian dari harta warisan yang
ditinggalkan pewaris. Seseorang bisa dinyatakan sebagai ahli waris setelah ditunjuk secara
resmi berdasarkan hukum yang digunakan dalam pembagian harta warisan, baik melalui
hukum Islam, hukum perdata, dan hukum adat.
13. Secara garis besar dalam hukum pewarisan adat terdapat harta warisan yang
merupakan sifat bawaan yang terkandung dalam hukum adat. Hal tersebut
dapat ditinjau dari macamnya. Sebut dan jelaskanlah mengenai hal tersebut.
Jawab :
Secara garis besar, dalam hukum pewarisan adat terdapat harta warisan, yang dimana harta
warisan ini merupakan suatu sifat bawaan yang terkandung dalam hukum adat, dan harta
warisan tersebut dapat ditinjau dari macamnya, yaitu:

1. Harta Pusaka. Harta pusaka ini merupakan harta yang mempunyai nilai magis religis yang
lazimnya tidak dapat dibagi-bagi. Proses pewarisannya hanya dilingkungan keluarga saja yang
dibagi secara turun temurun.
2. Harta Bawaan. Harta bawaan adalah harta warisan yang asalnya bukan didapat karena jerih
payah bekerja sendiri dalam perkawinan melainkan merupakan pemberian karena hubungan
cinta kasih, balas jasa atau karena sesuatu tujuan. Pemberian ini dapat berupa benda tetap
maupun barang bergerak.
3. Harta Bersama. Merupakan harta yang diperoleh suami istri dalam masa perkawinan.

14. Jelaskanlah tata cara pembagian warisan dalam hukum adat.


Jawab :
Cara Pembagian Hukum adat dalam tata cara pembagian warisan tidaklah mengenal
pembagian secara matematis. Tetapi pembagian pada masyarakat adat selalu didasarkan atas
pertimbangan wujud benda dan kebutuhan ahli waris yang bersangkutan. Jadi meskipun
dikenal adanya persamaan hak dan keseimbangan, tidak berarti setiap ahli waris mendapatkan
bagian yang sama, dengan nilai harga yang sama atau menurut banyaknya bagian tertentu.

15. Jelaskan tujuan dan manfaat dalam mempelajari hukum adat.


Jawab :
Hukum adat adalah satu satu cabang ilmu hukum yang patut dipelajari. Mempelajari hukum
adat memberikan manfaat yang tidak sedikit. Dengan mempelajari hukum adat, kita dapat
memahami pedoman dan pengaturan apa yang menjadi landasan suatu masyarakat untuk
mengatur kehidupan bersama mereka. Pada gilirannya, dengan mengetahui hukum adat dapat
membantu kita pula untuk menentukan hukum nasional seperti apa yang akan dibentuk. 1.
Hukum Adat sebagai bentuk budaya hukum Indonesia Hukum adat sebagai bentuk budaya
hukum adat dapat kita lihat pada keberagaman aturan adat yang ada di Indonesia.
Keberagaman aturan adat atau hukum tersebut disusun secara independen oleh masing-masing
fungsionaris hukum adat yang sifatnya dalam satu kawasan tertentu. Kenapa sifatnya
kedaerahan? Karena masyarakat yang hidup dalam suatu daerah memiliki hubungan yang erat
satu sama lainnya. Hubungan itu muncul dari kekerabatan dalam keluarga, maupun
kekerabatan dalam satu bahasa. Budaya hukum asli Indonesia tentunya memiliki kekhasan
tersendiri yang membedakan dengan negara lain. Dengan banyaknya suku bangsa di
Indonesia, kekhasan itu dibagi lagi dalam beberapa bentuk hukum adat. Van Vallen Hoven
telah membagi hukum adat di Indonesia menjadi 19 bentuk. Ke 19 pembagian ini memilik
kekhasannya masing-masing. Hukum adat sebagai bentuk budaya hukum Indonesia lahir dari
bentuk yang sangat sederhana sampai ke bentuk yang komplek sehingga bisa dipakai sebagai
alternatif dalam penyelesaian masalah hukum dalam hukum positif di Indonesia. Hukum adat
lahir secara sederhana melalui kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus oleh
suatu masyarakat hukum adat, dan itu diberlakukan seterusnya terhadap suatu peristiwa atau
permasalahan yang sama. Artinya jika terjadi pelanggaran hukum setelahnya dengan
permasalahan yang sama, maka untuk penjatuhan hukumannya sudah ada dan itu merupakan
hasil kesepakatan bersama. Hukum adat Indonesia yang menganut sistem kekeluargaan atau
musyawarah mufakat lebih cocok terhadap masalah sosial yang ada di dalam masyarakat
tersebut. Permasalahan sosial yang terjadi tersebut dapat diselesaikan dengan hukuman yang
tepat sehingga pelaku dapat dengan lapang dada menerima hukuman yang dijatuhkan.
Walaupun sifatnya kekeluargaan, namun terhadap sanksi yang diberikan lebih efektif dan
menimbulkan efek jera bagi pelakunya karena hukumannya tidak melulu seperti kurungan tapi
juga berkaitan dengan sanksi kesusilaan yang dapat lebih membuat jera karena bisa membuat
aib dan mencoreng nama baik keluarganya. Kekhasan dan fleksibelnya hukum adat Indonesia
merupakan warisan yang sangat berharga dalam melengkapi hukum positif yang ada di
Indonesia sehingga dapat dikatakan sebagai budaya hukum Indonesia. 2. Kedudukan dan
Peranan Hukum Adat dalam Pembangunan Nasional Kedudukan dan Peranan Hukum Adat
dalam Pembangunan Nasional sangat penting sekali, khususnya dalam pembangunan hukum
Nasional, karena kita mengenal adanya sebuah adagium bahwa hukum itu berjalan lamban
atau tertatih-tatih dibandingkan dengan perkembangan masyarakat. Hukum yang berjalan
lamban dan tertatih-tatih ini kita ibaratkan sebagai hukum positif di Indonesia. Untuk
membuat sebuah produk hukum diperlukan banyak analisisanalisis dalam naskah akademik.
Naskah akademik ini tentunya perlu penelitian yang mendalam agar peraturan yang nantinya
dibuat tidak merugikan suatu pihak dan hanya menguntungkan suatu pihak. Sebuah negara
yang memiliki wilayah yang luas dan keberagaman yang kompleks, tidak mudah membuat
aturan dalam waktu yang singkat. Perlu analisa, diskusi dan perdebatan agar dilahirkannya
suatu hukum positif yang sifatnya memberi keadilan. Hukum adat hadir untuk itu, dalam
pembangunan nasional hukum adat secara langsung memberikan dampak yang luar biasa,
karena masing-masing masyarakat hukum adat sudah memiliki aturannya sendiri dan itu
ditaati oleh masyarakatnya, maka masingmasing hukum adat itu dapat diibarat sebagai lidi
yang disatukan menjadi sebuah sapu lidi yang diikat dengan bhineka tunggal ika. Maksudnya
disini adalah hukum-hukum yang sifatnya kedaerahan itu ikut berperan dalam membangun
tatanan hukum di Indonesia, dimulai dari mengisi kekosongan hukum positif hingga menjadi
alternatif bagi pencari keadilan yang ingin menyelesaikan permasalasahannya tidak dihadapan
peradilan resmi. 3. Hukum Adat sebagai Sarana Pengendalian Sosial. Jelas sekali bahwa
hukum adat bermanfaat sebagai sarana pengendalian sosial, karena hukum adat merupakan
hukum adat yang langsung bersinggungan dengan masyarakat terkecil, mulai dari keluarga,
kerabat, dan masyarakat lain yang tergabung dalam masyarakat hukum adat. Hukum adat
secara langsung dapat mengontrol perbuatan yang dilakukan oleh masyarakatnya. Dengan
demikian pengendalian sosial dalam hukum adat lebih memiliki efek dibandingan
pengendalian sosial yang dilakukan oleh aparat negara. Mengapa demikian? Karena aparat
negara yang bertugas sebagai pengendali sosial cakupan kerjanya lebih luas sehingga tidak
bisa secara langsung mengendalikan kehidupan bermasyarakat, berbeda dengan hukum adat
yang cakupannya lebih sempit sehingga bisa saling mengatur antar masyarakat hukum
adatnya.

Anda mungkin juga menyukai