Anda di halaman 1dari 7

HUKUM PERKAWINAN ADAT

Kelompok: IV
1. YAYU FEBRIANTI YUSUf
2. NURILMI MONOARFA
3. NAZILA SY. HULINGGI
4. IDRIS H. ASUKE
5. SOPYAN POLIHITO
6. REZA MOHI
7. MOHAMAD RISKI
8. MUHAMMAD ABID
A. PENGERTIAN PERKAWINAN ADAT
Perkawinan dalam perikatan adat adalah perkawinan yang
mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku
dalam masyarakat bersangkutan.Sahnya perkawinan menurut
hukum adat bagi masyarakat hukum adat di Indonesia
padaumumnya bagi penganut agama tergantung pada agama
yang dianut masyarakat adat bersangkutan. Maksudnya jika
telah dilaksanakan menurut tata tertib hukum agamanya, maka
perkawinan itu sudah sah menurut hukum adat. Kecuali bagi
mereka yang belum menganutagama yang diakui pemerintah,
seperti halnya mereka yang masih menganut kepercayaan
agama lama (kuno) seperti ‘sipelebegu’ (pemuja roh) di
kalangan orang Batak.
B. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN ADAT
.
Syarat Sahnya Suatu Perkawinan : UU, Adat&
Agama.
Sahnya perkawinan menurut UU No. 1 Tahun
1974 harus memenuhi beberapa
syaratdiantaranya, yaitu :
Pasal 2 ayat 1 dan 2 :
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agama
dankepercayaannya itu.
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
 
B. BENTUK-BENTUK PERKAWINAN ADAT
Bentuk Perkawinan Adat Menurut Adatrecht yaitu
sebagai berikut :
PERKAWINAN ADAT JUJUR
Hukum Adat pada masyarakat Patrilineal misalnya
pada hukum adat batak disebut dengan istilah boli,
tuho, parunjuk, pengoli, dan sinamot sebagai suatu
serah-serahan. Daerah lainya yang menggunakan
bentuk perwakinan jujur adalah Gayo, Nias, Lampung,
Bali, Timor dan Maluku.
Pengertian jujur disini maksudnya bermakna religius
magis, jadi pemberian sinamot bukan bermakna
pembelian anak perempuan akan tetapi tetap
terpeliharanya keseimbangan antara kedua belah
pihak.
SYNOPSIS
A. MACAM-MACAM SISTEM
Didalam hukum perkawinan adat dikenal adanya beberapa system perkawinan
yaitu:
a. Perkawinan monogami adalah perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita.
Bentuk perkawinan ini paling ideal dan sesuai dengan ajaran agama serta Undang-
Undang perkawinan.
b. Perkawinan poligami adalah perkawinan antara seorang pria dengan lebih dari satu
wanita ataupun perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari satu pria.
Berkaitan dengan poligami ini kita mengenal juga perkawinan poliandri yaitu
perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari satu pria.
c. Perkawinan eksogami adalah perkawinan antara pria dan wanita yang berlainan
suku dan ras.
d. Perkawinan endogamy adalah perkawinan antara pria dan wanita yang berasal dari
suku dan ras yang sama.
Perkawinan homogami adalah perkawinan antara pria dan wanita dari lapisan sosial
yang sama. Contohnya, pada zaman dulu anak bangsawan cenderung kawin dengan
anak orang bangsawan juga.
PROTAGONIST
A. Kesimpulan
Tujuan perkawinan dalam hukum adat bagi masyarakat adat yang bersifat
kekerabatan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut
garis kebapakan atau keibu-bapakan, untuk kebahagian rumah tangga keluarga
atau kerabatan, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya, kedamaian dan untuk
mempertahankan kewarisan. Oleh karena sistem keturuna dan kekerabatan antara
suku bangsa Indonesia yang satu dengan yang lain berbeda-beda termasuk
lingkungan hidup dan agama yang dianut berbeda-beda, maka tujuan dari
perkawinan adat bagi masyarakat adat berbeda-beda diantara suku bangsa yang
satu dengan suku bangsa yang lain, daerah yang satu dan daerah yang lain
berbeda, serta akibat hukum dan upacara perkawinannya berbeda-beda. Pada
masyarakat kekerabatan adat yang patrilinial, perkawinan bertujuan
mempertahankan garis keturunan bapak, sehingga anak laki-laki (tertua), harus
melaksanakan bentuk perkawinan ambil istri (dengan pembayaran uang jujur),
dimana setelah terjadi perkawinan istrei ikut (masuk) dalam kekerabatan suami dan
melepaskan kedudukan adatnya dalam susunan kekerabatan bapaknya. Sebaliknya
pada masyarakat kekerabatan adat yang matrilineal, perkawinan bertujuan
mempertahankan garis keturunan ibu, sehingga anak wanita tertua (tertua) harus
melaksanakan bentuk perkawinan ambil suami (semanda). Dimana setelah
terjadinya suami ikut (masuk) dalam kekerabatan istri dan melepaskan kedudukan
adatnya dalam susunan kekerabatan orang tuanya.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai