Anda di halaman 1dari 17

ETIKA KEBUDAYAAN SUKU KARO

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

NAMA ANGGOTA :

1. BILLY ANDREW (222202009)


2. FANY DYVA (222202013)
3. JULIANTO PASARIBU (222202025)
4. NADIA FERBINA (222202055)
5. ROHANA KRISTINA (222202059)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2023
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 3


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5
2.1 Sistem Kekerabatan ............................................................................................................... 5
2.2 Pernikahan dan pembatasan jodoh ........................................................................................ 8
2.3 Rumah tangga dan keluarga inti .......................................................................................... 10
2.4 Kelompok-kelompok kekerabatan ...................................................................................... 10
2.5 Aktivitas tolong menolong .................................................................................................. 11
2.8 Peristiwa bencana dan kematian ......................................................................................... 12
2.9 Adat dan Budaya Suku Karo ............................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 17

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat TuhanYang Maha Esa atas berkat berkat dan rahmat karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Etika Dalam Suku Karo” tepat pada waktunya. Penulis
menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak baik dari teman-teman dan keluarga, maka dari itu dalam kesempatan
ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada seluruh pembaca. Selain itu penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang,
Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara.
Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami
(dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut
Bahasa Karo. Suku Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu Kalak Teba
umumnya untuk Batak Tapanuli. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta
hitam dan penuh dengan perhiasan emas. Dimakalah akan dibahas sistem kekerabatan,
pernikahan dan pembatasan jodoh, rumah tangga dan keluarga inti, kelompok kekerabatan,
aktivitas tolong-menolong, peristiwa bencana dan kematian, dan sistem religi suku karo.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana Sistem Kekerabatan suku Karo?
2. Bagaimana acara pernikahan dan pembatasan jodoh di suku Karo?
3. Seperti apa rumah tangga dan keluarga inti disuku Karo?
4. Bagaimana sistem kelompok kekerabatan di suku Karo?
5. Apa saja aktivitas tolong menolong di suku Karo?
6. Bagaimana peristiwa bencana dan kematian di suku Karo?
7. Bagaimana alat dan budaya suku Karo?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Kekerabatan


Suku karo berdomisili di sumatera utara tepatnya di keresidenan sumatera utara pada
jaman dahulu. Masyarakat karo menganut kekerabatan parental dan bilateral. Makasudnya,
mereka mengikuti garis keturunan ayah. Seluruh hubungan kekerabatan pada masyarakat Karo,
baik berdasarkan pertalian darah maupun pertalian karena hubungan perkawinan, dapat
disatukan dari tiga jenis kekeluargaan, yaitu: kalimbubu, senina atau sembuyak, dan anak beru,
yang biasanya disimpulkan dalam banyak istilah tetapi maksudnya sama yaitu daliken
sitelu. Secara etimologis, daliken sitelu ini berarti tungku yang tiga (daliken = batu tungku, si =
yang, teu= tiga). Maksudnya adalah di kehidupan masyarakat karo ini pasti mereka tidak terlepas
dari yang namanya tengku untuk menyalakan api (memasak). Lalu Rakut Sitelu berarti ikatan
yang tiga. Artinya bahwa setiap individu Karo tidak lepas dari tiga kekerabatan tersebut.
Hubungan antara ketiganya tidak dapat dipisahkan di dalam hal adat, dilihat dari aspek-aspek
kehidupan secara mendalam, hubungan dari ketiga kekerabatan ini menentukan hak-hak dan
kewajiban di dalam masyarakat, di dalam upacara-upacara, hukum, dan di zaman yang lampau
dan mempunyai arti yang penting di dalam kehidupan ekonomi dan politik. Di dalam sangkep si
telu inilah terletak azas gotong-royong, dan musyawarah dalam arti kata yang sedalam-
dalamnya.

Secara etimologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga (Daliken = batu tungku, Si =
yang, Telu tiga). Arti ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk menjalankan kehidupan sehari-
hari, masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api (memasak).
Lalu Rakut Siteluberarti ikatan yang tiga. Artinya bahwa setiap individu Karo tidak lepas dari
tiga kekerabatan ini. Namun ada pula yang mengartikannya sebagai sangkep
nggeluh (kelengkapan hidup). Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik
sebagai kalimbubu,senina/sembuyak, anakberu, tergantung pada situasi dan kondisi saat itu.

5
1. Kalimbubu

Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita dan sangat dihormati dalam sistem
kekerabatan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menyakini bahwa kalimbubu adalah pembawa
berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah(Tuhan yang nampak). Sikap
menentang dan menyakiti hatikalimbubu sangat dicela.

Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak kalimbubu selalu mendapat prioritas
utama, para anakberu (kelompok pihak penerima istri) tidak akan berani mendahului makan
sebelum pihak kalimbubu memulainya, demikian juga bila selesai makan, pihak anakberu tidak
akan berani menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya selesai makan, bila ini tidak ditaati
dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua nasehat yang diberikankalimbubu dalam suatu
musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak
masalah lain. Oleh Darwan Prints, kalimbubu diumpamakan sebagai legislatif, pembuat undang-
undang. Kalimbubu dapat dibagi atas 2:

 Kalimbubu berdasarkan tutur


 Kalimbubu Bena-Bena disebut juga kalimbubu tua adalah kelompok keluarga pemberi
dara kepada keluarga tertentu yang dianggap sebagai keluarga pemberi anak dara awal
dari keluarga itu. Dikategorikan kalimbubu Bena-Bena, karena kelompok ini telah
berfungsi sebagai pemberi dara sekurang-kurangnya tiga generasi.
 Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongan kalimbubu yang ikut mendirikan kampung.
Status kalimbubu ini selamanya dan diwariskan secara turun temurun.
Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila
diadakan pesta-pesta adat di desa di Tanah Karo.
 Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan)
 Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi wanita terhadap generasi
ayah, atau pihak clan (semarga) dari ibu kandung ego (paman kandung ego).
(Petra : ego maksudnya orang, objek yang dibicarakan)
 Kalimbubu I Perdemui atau (kalimbubu si erkimbang), adalah pihak kelompok dari
mertua ego. Dalam bahasa yang populer adalah bapak mertua berserta seluruh senina
dan sembuyaknya dengan ketentuan bahwa si pemberi wanita ini tidak tergolong kepada
tipe Kalimbubu Bena-Bena dan Kalimbubu Si Mada Dareh.

6
 Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak subclan pemberi anak
dara terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa sederhana pihak subclan dari istri saudara
laki-laki istri ego.
 Kalimbubu Senina. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan jalur senina
darikalimbubu ego. Dalam pesta-pesta adat, kedudukannya berada pada
golongan kalimbubuego, peranannya adalah sebagai juru bicara bagi kelompok
subclan kalimbubu ego.
 Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan
kekerabatan dalam jalur kalimbubu dari senina sendalanen, sepengalon (akan dijelaskan
pada halaman-halaman selanjutnya) pemilik pesta.

2. Anak Beru
Anak beru adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk diperistri. Oleh
Darwan Prints, anakberu ini diumpamakan sebagai yudikatif, kekuasaan peradilan. Hal ini
maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan dalam
keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan tersebut. Anak beru dapat dibagi
atas 2:
 Anak beru berdasarkan tutur
 Anakberu Tua adalah pihak penerima anak wanita dalam tingkatan nenek moyang yang
secara bertingkat terus menerus
minimal tiga generasi.
 Anakberu Taneh adalah penerima wanita pertama, ketika sebuah kampung selesai
didirikan.
 Anak beru berdasarkan kekerabatan
 Anak beru Jabu (Cekoh Baka Tutup, dan Cekoh Baka Buka). Cekoh Baka artinya orang
yang langsung boleh mengambil barang simpanankalimbubunya. Dipercaya dan diberi
kekuasaan seperti ini karena dia merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.
 Anak beru Iangkip, adalah penerima wanita yang menciptakan jalinan keluarga yang
pertama karena di atas generasinya belum pernah mengambil anak wanita dari
pihak kalimbubunya yang sekarang. Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu
karena dia langsung mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah peranannya

7
di dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih orang pertama yang menikahi
keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan mencampuri urusan warisan adat dari pihak
mertuanya. Yang boleh mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.
 Anak beru Menteri adalah anak beru dari anak beru. Fungsinya menjaga penyimpangan-
penyimpangan adat, baik dalam bermusyawarah maupun ketika acara adat sedang
berlangsung. Anakberu Menteri ini memberi dukungan kepadakalimbubunya
yaitu anakberu dari pemilik acara adat.
 Anak beru Singikuri adalah anakberu darianakberu menteri, fungsinya memberi saran,
petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi dukungan tenaga yang
diperlukan.

3. Senina/Sembuyak
Hubungan perkerabatan senina disebabkan seclan, atau hubungan lain yang berdasarkan
kekerabatan. Senina ini dapat dibagi dua :
 Senina berdasarkan tutur yaitu senina semerga. Mereka bersaudara karena satu clan (merga).
 Senina berdasarkan kekerabatan
o Senina Siparibanen, perkerabatan karena istri saling bersaudara.
o Senina Sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka saling bersaudara,
sehingga mereka mempunyai bebere (beru (clan) ibu) yang sama.
o Senina Sepengalon (Sendalanen) persaudaraan karena pemberi wanita yang berbeda
merga dan berada dalam kaitan wanita yang sama. Atau mereka yang bersaudara
karena satu subclan (beru) istri mereka sama. Tetapi dibedakan berdasarkan jauh
dekatnya hubungan mereka dengan clan istri. Dalam musyawarah adat, mereka tidak
akan memberikan tanggapan atau pendapat apabila tidak diminta.
o Senina Secimbangen (untuk wanita) mereka yang bersenina karena suami mereka
sesubclan (bersembuyak).

2.2 Pernikahan dan pembatasan jodoh


Tahapan pernikahan yang dilakukan secara adat Suku Karo secara umum adalah sebagai berikut:

I. Persiapan Kerja Adat

8
1. Sitandan ras keluarga pekepar tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua
belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan, sekaligus orang tua kedua belah pihak
akan menyampaikan kepada “Anak Beru” masing-masing untuk menentukan hari yang baik
untuk menggelar pertemuan di rumah pihak “Kalimbubu” untuk membahas rencana “Mbaba
Belo Selambar”.
2. Mbaba Belo Selambar dalam tahapan Mbaba Belo Selambar ini, tempat berkumpul, yaitu di
rumah pihak “Kalimbubu”, dalam hal ini pihak laki-laki akan membawa makanan yang
sudah dimasak lengkap dengan lauk yang akan menjadi makanan sebelum dilakukan
pembicaraan mencari hari yang baik untuk melaksanakan tahapan “Nganting Manuk”
3. Nganting Manuk dalam tahapan ini akan membicarakan tentang utang-utang adat pada pesta
perkawinan yang akan segera digelar, sekaligus merencanakan hari yang baik untuk
melangsungkan pernikahan. Namun hari pernikahan tidak boleh lebih 1 bulan sesudah
melaksanakan tahapan Ngantig Manuk ini.

II. Hari Pesta Adat

1. Kerja Adat Pelakasanaan Kerja Adat biasanya dilakukan selama seharian penuh di kampung
pihak perempuan. Tempat pelaksanaan Kerja Adat biasanya dilakukan di Balai Desa atau
yang biasa juga disebut dengan istilah “Jambur” atau “Lost”
2. Persadan Tendi Pelaksanaan Persadan Tendi dilakukan pada saat makan malam sesudah
siangnya dilakukan Kerja Adat bagi pengantin pria dan wanita. Dalam pelaksaan Persadan
Tendi ini akan disiapkan makanan bagi kedua pengantin yang tujuannya adalah untuk
memberi tenaga baru bagi pengantin. Pengantin akan diberi makan dalam satu piring yang
sudah siapkan.

III Sesudah Pesta Adat

a. Ngulihi Tudung

Ngulih tudung dilaksanakan setelah 2-4 hari setelah hari Pesta Adat berlalu. Orang tua
pihak laki-laki kembali datang kerumah Orang tua pihak perempuan (biasanya pihak orang tua

9
laki-laki membawa makanan dan lauk). Dalam prosesi Ngulihi Tudung dilakukan untuk
mengambil kembali pakaian-pakaian adat pihak laki-laki yang mungkin ada tertinggal di Desa
pihak perempuan disaat pesta adat digelar.

b. Ertaktak

Pelaksanaan ini dilakukan di rumah pihak kalimbubu (pihak perempuan) pada waktu
yang sudah ditentukan, biasanya seminggu setelah kerja adat. Disini dibicarakanlah uang keluar
saat pergelaraan pesta adat dilaksanakan. Dibicarakan pula tenang pengeluaran kerja adat yang
sudah dibayar terlebih dahulu oleh pihak anak beru, sembuyak dan juga Kalimbubu. Setelah
acara Ertaktak dilaksanakan, maka semua pihak baik Kalimbubu, Sembuyak, dan Anak Beru
akan makan bersama-sama.

2.3 Rumah tangga dan keluarga inti


Dalam suku karo jika anak laki-laki belum bekerja maka keluarga tidak akan melepas
atau dapat menikah karena dianggap belum mampu menjaga diri sendiri.

2.4 Kelompok-kelompok kekerabatan


Kelompok adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang berinteraksi dan mereka
saling bergantung (interdependent) dalam rangka memenuhi kebutuhan dan tujuan bersama,
meyebabkan satu sama lain saling mempengaruhi (Cartwright&Zander, 1968; Lewin, 1948)

Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta
atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada
pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari
Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi
merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar
yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat
mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya,
Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur,
(b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.

10
2.5 Aktivitas tolong menolong
 Pertanian
Dalam pertanian di suku karo ada 5 jenis aktivitas pertanian yang dijalani oleh masyarakat suku
karo, yaitu:
1. Pertanian kebun kopi
2. Pertanian kebun jagung
3. Pertanian kebun karet
4. Pertanian kebun nanas
5. Pertanian kebun terong belanda
Disuku karo aktivitas bertani disebut aron. Aron adalah group-group kerja bertani. Baik
dilakukan orang-orang laki- laki muda atau gadis maupun yang sudah berumah tangga. Dalam
kegiatan aron ada satu kegiatan yang dikenal dengan guro-guro. Yang berarti bersuka ria. Guro-
guro aron pada hakikatnya bersuka ria dengan benda atau musik. Yang dijelmakan dalam seni
bunyi-bunyian, tari dan nyanyian.
 Rumah Tangga
Dalam aktivitas tolong menolong suku karo dalam rumah tangga mengenal yang namanya “si-
saro-saron” atau bersi tolong-tolongan, yang kemudian beralih menjadi istilah “aron” . dalam
rumah tangga suku karo rumah mereka i gambarkan mempunyai sebuah anak tangga yang berarti
setiap anak tangga itu mengartikan berapa banyak penghuni di dalam rumah tersebut. Disetiap
rumah mereka masing-masing juga mempunyai lumbung tempat menyimpan persediaan
makanan, pada musim-musim tertentu, dan juga dibawah rumah mereka juga mempunyai,
tempat penyimpanan anak-anak ternak mereka seperti babi, anjing, dan lain-lain. Binatang-
binatang tersebut juga mempunyai fungsi untuk memberi pertanda jika ada ancaman di luar
rumah. Setiap suami dalam rumah tangga suku karo berperan untuk mencari kerja.
 Pesta
Dalam aktivitas tolong-menolong suku karo dalam pesta suku karo, mereka sangat saling
tolong-menolong untuk mengadakan pesta, seperti:
1.Pesta bunga
2.Pesta buah
3.Pesta hasil pertanian
4.Pesta pernikahan

11
5.Pesta masuk rumah baru
Aktifitas saat pesta dalam suku karo disebut serayaan. Serayaan adalah kumpulan muda-mudi
atau orang tua yang secara bergotong royong untuk membantu melaksanakan pesta adat di suatu
desa dengan tidak adanya harapan upah.
 Upacara
Dalam aktivitas tolong-menolong suku karo dalam hal upacara mereka saling sangat membantu
untuk hal upacara, juga mereka saling merayakan satu sama lain. Contoh-contoh upacara di suku
karo, yaitu
1.Upacara peralihan
2.Upacara perkawinan
3.Upacara dalam rumah tangga
4.Upacara penguburan
5.Upacara kematian
6.Upacara tanah tanaman
7.Upacara memanggil hujan
8.Upacara menolak bala

2.8Peristiwa bencana dan kematian


1. Upacara kematian dan cara penguburannya
Bila ada seseorang meninggal dunia,pihak anak beru dan senina terus bertindak mengadakan
mufakat dengan keluarga terdekat yang meninggal dunia. Hal-hal yang dibicarakan dalam
mufakat ialah sehubungan dengan acara penguburan,tingkatan acara,kapan dilakukan
penguburan,dan siapa saja yang diundang. Ada 2 macam tingkatan acara,yaitu “digendangi” dan
tidak “digendangi”. Jika acara penguburan diikuti gendang,maka semua family diundang
sedangkan jika acara penguburan tidak diikuti dengan gendang maka tergantung “kekuatan”
family almarhum.
Kalau acara penguburan diiringi gendang, ada acara yang harus dilakukan,baik dalam urutan
menyanyi, penyampaian “sapu huh”, sedangkan semua family memakai pakaian adat (rose).
Disini juga diacarakan pemberian “maneh-maneh” dan “morah-morah”. Maneh-maneh ialah kain
adat seperti uis kapal,uis teba didalamnya dikatakan sejumlah uang sebagai batunya dan
diserahkan kepada “kalimbubu simada daerah” dimana ini dilakukan apabila yang meninggal,
semua anaknya sudah berumah tangga. Sedangkan morah-morah hampir sama dengan maneh-
12
maneh hanya saja morah-morah diserahkan kepada kalimbubu singalo bere-bere ( paman
perempuan ) yang meninggal.

 Sifat dan jenis kematian


a.“Mate sadawari”(meninggal tiba-tiba) seperti berkelahi,hanyut,tersambar petir,bunuh diri dan
lain-lain. Dalam acara penguburan mayat tidak boleh dibawa ke dalam rumah,tetapi hanya
dihalamannya saja.
b.“Mate mupus”(mati bersalin). Mati bersalin ini dianggap paling hina. Karena dianggap
seharusnya memberikan apa yang diharapkan orang yang berumah tangga dengan kelahiran sang
bayi namun meninggal pada saat demikian,pada masa lalu dianggap nista dan hina.
c.“Mate lenga ripen”(mati sebelum tumbuh gigi). Dalam acara penguburannya sangat
dirahasiakan.
d.“Mate anak perana”ras “singuda-nguda (perjaka dan gadis meninggal). Acara penguburan
secara khusus pula.
e.“Mate cawir metua” adalah seseorang tua renta atau katakanlah semua anaknya telah berumah
tangga maka kematian serupa ini dianggap paling mulia dan dihargai.

2.9 Adat dan Budaya Suku Karo

1. Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut Suku Karo. Suku Karo ini
mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi
Suku Karo sendiri. Suku ini terdiri dari 5 (lima) Merga, Tutur Siwaluh, dan Rakut Sitelu.

a. Dalam masyarakat Karo terdapat lima marga induk yang di setiap induknya memiliki cabang-
cabangnya tersendiri, Dari kelima Merga tersebut di atas, masih terdapat sub-sub Merga.

13
Merga Merga Karo-karo Merga Ginting Merga Tarigan Merga Parangin-
Sembiring angin
1. Berahmana 1. Barus 1. Ajartambun 1. Bondong 1. Bangun
2. Busuk 2. Bukit 2. Babo 2. Gana-gana 2. Keliat
3. Depari 3. Gurusinga 3. Beras 3. Gersang 3. Kacinambun
4. Colia 4. Kaban 4. Capah 4. Gerneng 4. Namohaji
5. Keloko 5. Kacaribu 5. Gurupatih 5. Jampang 5. Mano
6. Kembaren 6. Ketaren 6. Garamata 6. Purba 6. Benjorang
7. Muham 7. Kemit 7. Jadibata 7. Pekan 7. Uwir
8. Meliala 8. Jung 8. Jawak 8. Sibero 8. Pinem
9. Bunuhaji 9. Purba 9. Manik 9. Tua 9. Pencawan
10. Gurukinayan 10. Sinulingga 10. Munte 10. Tegur 10. Panggarus
11. Pandia 11. Sinukaban 11. Pase 11. Tambak 11. Ulun Jandi
12. Keling 12. Sinubulan 12. Seragih 12. Tambun 12. Laksa
13. Pelawi 13. Sinuraya 13. Suka 13. Silangit 13. Perbesi
14. Pandebayang 14. Sitepu 14. Sugihen 14. Sukatendel
15. Sinukapur 15. Sinuhaji 15. Sinusinga 15. Singarimbun
16. Sinulaki 16. Surbakti 16. Tumangger 16. Sinurat
17. Sinupayung 17. Samura 17. Sebayang
18. Tekang 18. Sekali 18. Tanjung
19. Limbeng

b. Orat Tutur Merga Silima


1. Merga Bapa, jadi merga man anak sidilaki jadi beru man anak sidiberu
2. Beru Nande, jadi bere-bere man anak sidilaki ras anak sidiberu
3. Bere-bere Bapa, jadi binuang man anak sidilaki ras anak sidiberu
4. Bere-bere Nande, jadi perkempun man anak sidilaki ras anak sidiberu
5. Bere-bere Nini (Bulang) Arah Bapa, jadi kampah man anak sidilaki ras anak sidiberu
6. Bere-bere Nini (Bulang) Arah Nande, jadi soler man anak sidilaki ras anak sidiberu
c. Berdasarkan Merga ini maka tersusunlah pola kekerabatan atau yang dikenal dengan Rakut
Sitelu, Tutur Siwaluh dan Perkaden-kaden Sepuluh Dua Tambah Sada.

14
Rakut Sitelua, yaitu:
- Senina/Sembuyak
- Kalimbubu
- Anak Beru

Tutur Siwaluh, yaitu:


- Sipemeren
- Siparibanen
- Sipengalon
- Anak Beru
- Anak Beru Menteri
- Anak Beru Singikuri
- Kalimbubu
- Puang Kalimbubu
Perkade-kaden Sepuluh Dua:
- Nini
- Bulang
- Kempu
- Bapa
- Nande
- Anak
- Bengkila
- Bibi
- Permen
- Mama
- Mami
- Bere-bere
Dalam perkembangannya, adat Suku Bangsa Karo terbuka, dalam arti bahwa Suku Bangsa
Indonesia lainnya dapat diterima menjadi Suku Bangsa Karo dengan beberapa persyaratan adat.

15
2. Masyarakat Karo terkenal dengan semangat keperkasaannya dalam pergerakan merebut
Kemerdekaan Indonesia, misalnya pertempuran melawan Belanda, Jepang, politik bumi hangus.
Semangat patriotisme ini dapat kita lihat sekarang dengan banyaknya makam para pahlawan di
Taman Makam Pahlawan di Kota Kabanjahe yang didirikan pada tahun 1950.

3. Penduduk Kabupaten Karo adalah dinamis dan patriotis serta taqwa kepada Tuhan Yang Esa.
Masyarakat Karo kuat berpegang kepada adat istiadat yang luhur, merupakan modal yang dapat
dimanfaatkan dalam proses pembangunan.Dalam kehidupan masyarakat Karo, idaman dan
harapan (sura-sura pusuh peraten) yang ingin diwujudkan adalah pencapaian 3 (tiga) hal pokok
yang disebut Tuah, Sangap, dan Mejuah-juah.

a.Tuah berarti menerima berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, mendapat keturunan, banyak
kawan dan sahabat, cerdas, gigih, disiplin dan menjaga kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup untuk generasi yang akan datang.

b.Sangap berarti mendapat rejeki, kemakmuran bagi pribadi, bagi anggota keluarga, bagi
masyarakat serta bagi generasi yang akan datang.

c.Mejuah-juah berarti sehat sejahtera lahir batin, aman, damai, bersemangat serta
keseimbangan dan keselarasan antara manusia dan manusia, antara manusia dan lingkungan,
dan antara manusia dengan Tuhannya. Ketiga hal tersebut adalah merupakan satu kesatuan
yang bulat yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Suku karo adalah merupakan salah satu suku besar yang di miliki Indonesia di daerah
Sumatra Utara yang dimna suku ini juga mempunyai banyak kebudayaan dan memiliki banyak
marga-marga. Suku karo memiliki banyak cerita-cerita rakyat selayaknya suku batak lainnya.
Terdapat lima suku besar di suku karo yaitu marga ginting, sembiring, karo, perangin-angin dan
tarigan yang memiliki banyak pembagian besar lainnya. Suku karo juga mempunyai istilah yang
sangat penting dalam menentukan kekerabatan antara marga yang satu dengan marga yang lain
yaitu rakut si telu dan tutur si 8. Dimana ini sangat penting diketahui agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan yang menyalahi peraturan adat yang telah di terapkan. Jadi suku Karo
merupakan suku yang masih menghargai dan kental adat istiadat yang ditetapkan dari nenek
moyang dulu sampai sekarang.

17

Anda mungkin juga menyukai