Penulis:
Nama : Fania Dwi Silvi
NPM : 1613034024
P.S. : Pendidikan Geografi
Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Prosesi Perkawinan Pada Masyarakat
Lampung Adat Saibatin dan Masyarakat Adat Pepadun” tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Geografi Budaya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi mahasiswa pendidikan geografi pada umumnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku
dosen mata kuliah Geografi Budaya atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan
makalah ini serta pihak-pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dan pada intinya dapat memperbaiki-memperbaiki kekurangan-
kekurangan agar di masa yang akan datang lebih baik lagi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda-beda
dari berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki kekhasan
masing-masing yang merupakan warisan dari leluhur yang mengandung nilai-nilai
luhur. Upacara adat pernikahan adalah salah satu tradisi yang memiliki kekhasan
di tiap suku bangsa.
Perkawinan merupakan realisasi cinta tertinggi bagi insan yang saling mencintai
untuk bersatu. Berawal dari ketertarikan lalu tumbuhlah menjadi cinta. Sudah
menjadi fitrah dan hukum alam manusia diciptakan berpasang-pasangan. Dari
pernikahan inilah jadilah keluarga. Mendapatkan keturunan dan menjadi keluarga
yang sakinah warahmah adalah cita-cita bagi setiap pasangan suami istri.
Pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan berlainan jenis, akan tetapi juga
merupakan penyatuan dua keluarga. Itulah mengapa dalam upacara pernikahan
melibatkan keluarga dan kerabat. Semua orang pasti mengharapkan pernikahan
yang sah, direstui orang tua, sesuai aturan adat terlebih aturan agama.
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Selain dari persyaratan adat yang berbelit dan biaya yang dibutuhkan cukup
banyak menurut Hadikusuma Sebambangan (Larian) terjadi dikarenakan :
Sistem ini disebut juga sistem perkawina Jujur karena lelaki mengeluarkan uang
untuk membayar jujur/Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis (calon
istri). Sistem nyakak atau matudau dapat dilaksanakan dua cara:
a. Cara Sebambangan
Cara ini si Gadis dilarikan oleh bujang dari rumahnya dibawa ke rumah adat atau
rumah si bujang. Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat sibujang
dinaikan dinaikan kerumah kepala adat atau jukhagan baru di bawa pulang
kerumahnya oleh keluarga si bujang. Ciri bahwa si gadis nyakak/mentudau si
gadis meletakkan surat yang isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya
Nyakak atau matudau dengan seorang bujang (dituliskan Namanya), keluarganya,
5
Perkawinan semanda adalah bentuk perkawinan tanpa membayar jujur dari pihak
pria kepad pihak wanita, setelah perkawinan harus menetap dipihak kerabat istri
atau bertanggung jawab meneruskan keturunan wanita di pihak isteri (Prof. Hi.
Hilman Hadi kusuma, 1990:82).
dan calon isteri atau pihak keluarga pengantin wanita. Dalam perkawinan
semanda/ Cambokh sumbay yang perlu diingat adalah pihak isteri harus
mengeluarkan pemberian kepada pihak keluarga pria berupa:
Sedangkan Bandi lunik atau jujur tidak ada sedangkan Bandi Balak atau
maskawin dapat tidak kontan (Hutang). Pelunasannya etelah sang suami mampu
membayarnya. Termasuk uang penggalang Silapun tidak ada, Selain dari kedua
system perkawinan diatas ada satu system perkawinan yang banyak dilakukan
oleh banyak orang pada era sekarang.
Akan tetapi bukan yang diakui oleh adat justru menentang atau berlawanan
dengan adat system ini adalah “Sistem Kawin Lari atau kawin Mid Naib” Sistem
perkawinan ini maksudnya adalah lari menghindari adat, Lari dimaksud disini
tidak sama denga Sebambangan, Karena sebambangan lari di bawa ke badan
hokum adat atau penyimbang, sedangkan kawin lari ini adalah si gadis melarikan
bujang ke badan huku agama islam yaitu Naib (KUA) untuk meminta di
nikahkan.
Masalah adat tidak disinggung-singgung, penyelesaian kawin seperti ini tidak ada
yang bertanggung jawab secara adat, sebab kadang-kadang keluarga tidak tahu
menahu, penyelesaian secara adat biasanya setelah akad nikah berlangsung
apabila kedua belah pihak ada kecocokan masalah adatnya, antara siapa yang
berhak anatara keduanya perempuan Nyakak/mentudau atau sang pria Cambokh
Sumbay /Semanda.
Kawin lari seperti ini sering dilakukan karena antara kedua belah pihak tidak ada
kecocokan dikarnakan beberapa hal diantaranya :
1) Cambokh Sumabay Mati manuk Mati Tungu, Lepas Tegi Lepas Asakh.
Cambokh Sumbay seperti ini merupakan cambokh sumbay yang murni
karena Sang Pria datang hanya membawa pakaian saja, segala biaya
pernikahan ditanggung oleh si Gadis, anak keturunan dan harta perolehan
bersama milik isteri sang pria hanya membantu saja, apabila terjadi
perceraian maka semua anak, harta perolehan bersama milik sang isteri,
suami tidak dapat apa-apa.
2) Cambokh Sumbay Ikhing Beli, cara semacam ini dilakukan karena Sang
Bujang tidak mampu membayar jujur (Bandi Lunik) yang diminta sang
Gadis, pada hal Sang Bujang telah Melarika Sang Gadis secara nyakak
mentudau, selam Sang Bujang belum mampu membayar jujur (Bandi Lunik)
dinyatakan belum bebas dari Cambokh Sumabay yang dilakukannya. Apabila
Sang Bujang sudah membayar Jujur (Bandi Lunik) barulah dilakukan acara
adat dipihak Sang Bujang
3) Cambokh Sumbay Ngebabang, Bentuk ini dikakukan karena sebenarnya
keluarga sigadis tidak akan mengambil bujang. Atau tidak akan memasukkan
orang lain kedalam keluarga adat mereka, akan tetapi karena terpaksa
sementara masih ada keberatan – keberatan untuk melepas Si Gadis Nyakak
atau mentudau ketempat orang lain, maka diadakan perundingan Cambokh
Sumbay Ngebabang, Cambokh Sumbay ini bersyarat, umpanya batas waktu
cambokh sumbay berakhir setelah yang menjadi keberatan pihak si gadis
berakhir, Contoh : Seorang Gadis Anak tertua, ibunya sudah tiada bapaknya
kawin lagi, sedangkan adik laki yang akan mewarisi tahta masih kecil, maka
gadis tersebut mengambil bujang dengan cara Cambokh Sumbay Ngebabang,
berakhirnya masa cambokh sumbay ini setelah adik laki-laki tadi
berkeluarga.
9
4) Cambokh Sumbay Tunggang Putawok atau Sai Iwa Khua Penyesuk, Cara
semacam ini dikarenakan antara pihak keluarga Sang Bujang dan Sang
Wanita merasa keberatan untuk melepaskan anak mereka masing-masing.
Sedangkan perkawinan ini tidak dapat di hindarkan, maka dilakukan
permusyawaratan denga system Cambokh sumbay Say Iwa khua penyesuk
cambokh sumabi ini berarti “Sang pria bertanggung jawab pada keluarga
isteri dengan tidak melepaskan tanggung jawab pada keluarganya sendiri,
demikian pula halnya dengan Sang Gadis, Kadang kala sang wanita menetap
di tempat sang suami.
5) Cambokh Sumbay Khaja-Kaja, ini merupakan bentuk yang paling unik
diantara cambokh sumbay lainnya karena menurut adat Lampung Saibatin,
Raja tidak boleh Cambokh Sumbay, ini terjadi Cambokh Sumbay karena
Seorang anak Tua yang harus mewarisi tahta keluarganya Cambokh Sumbay
kepada Seorang Gadis yang juga kuat kedudukan dalam adatnya, dan Sang
Gadis tidak akan di izinkan untuk pergi ketempat orang lain.
Adat istiadat Pepaduan dipakai oleh orang Lampung yang tinggal di kawasan
Abung, Way Kanan/Sangkai, Tulang bawang & Pubian bagian pedalaman. Orang
pepaduan juga mengenal tingkatan sastra sosial dalam masyarakatnya. Hal ini bisa
dilihat dari berbagai atribut, misalnya golongan bangsawan membawa keris
sebagai tanda mereka menyandang gelar kehormatan yang tidak dimiliki oleh
kalangan masyarakat biasa. Perbedaan antara kalangan bangsawan dan rakyat
biasa juga dapat dilihat dalam penyelenggaraan upacara perkawinan yang disebut
Begawei atau Cacak Pepaduan. Masyarakat Pepaduan juga melarang perkawinan
diantara orang-orang yang dianggap tidak sederajat sebab hal ini dapat dianggap
sebagai aib jika tetap dilaksanakan. Orang yang berbeda di lapisan atas akan turun
derajatnya mengikuti pasangannya yang memiliki status lebih rendah. Tetapi
untuk masa sekarang ini, pelapisan sosial seperti tadi lebih di pengaruhi oleh
10
faktor senioritas, umur, pendidikan, segi materi atau ketaatan seseorang pada
agamanya.
a. Nindai / Nyubuk
Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan
meneliti atau menilai apakah calon istri anaknya. Yang dinilai adalah dari
segi fisik & perilaku sang gadis. Pada Zaman dulu saat upacara begawei
12
(cacak pepaduan) akan dilakukan acara cangget pilangan yaitu sang gadis
diwajibkan mengenakan pakaian adat & keluarga calon pengantin pria
akan melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan di balai adat.
b. Be Ulih – ulihan (bertanya)
Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria
berkenan terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan
pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum,
termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibitnya. Jika dirasakan sudah
cocok maka keduanya akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.
c. Bekado
Yaitu proses dimana keluarga calon pengantin pria pada hari yang telah
disepakati mendatangi kediaman calon pengantin wanita sambil membawa
berbagai jenis makanan & minuman untuk mengutarakan isi hati &
keinginan pihak keluarga.
d. Nunang (melamar)
Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon pengantin pria datang
melamar dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa
makanan, aneka macam kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh
ugay cambia (sirih pinang). Jumlah dalam satu macam barang bawaan
akan disesuaikan dengan status calon pengantin pria berdasarkan tingkatan
marga (bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan suku (berniali 6). Dalam
kunjungan ini akan disampaikan maksud keluarga untuk meminang anak
gadis tersebut.
e. Nyirok (ngikat)
Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran.
Biasanya calon pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau
hadiah istimewa kepada gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan,
kain jung sarat atau barang lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan batin
yang nantinya akan terjalin diantara dua insan tersebut. Acara nyirok ini
dilakukan dengan cara orang tua calon pengantin pria mengikat pinggang
sang gadis dengan benang lutan (benang yang terbuat dari kapas warna
putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal ini
13
A. Kesimpulan
B. Saran