Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TRADISI PERKAWINAN MERARIQ SUKU SASAK DI DESA SADE


LOMBOK TENGAH

Guru Bidang Study Muatan Lokal : BAIQ ELYASMINA, S.Pd.

Disusun Oleh:
ATHALLA RANIA INSYIRA
X MIPA 4

SMAN 1 JONGGAT
TAHUN PELAJARAN 2020/2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT Atas segala hidayah dan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan MAKALAH ini. Pada dasarnya, tujuan
dibuatnya MAKALAH ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam mata
pelajaran Muatan Lokal serta untuk melatih siswa/siswi membiasakan diri untuk
membaca dan memahami tentang Tradisi Perkawinan Merariq Suku Sasak Di Desa
Sade Lombok Tengah.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu,


membimbing dan memberikan dukungan kepada penulis dalam pelaksanaan
pembuatan makalah dan dengan terselesaikannya makalah ini, penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu. Terutama guru kami BAIQ ELYASMINA S.Pd (guru mata pelajaran
Seni Budaya) yang telah membimbing kami sampai sejauh ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan baik dalam pengolahan data maupun dalam sistematika penulisan
makalah. Untuk itu saya harapkan dari semua pihak guna menyempurnakan dalam
penyusunan makalah selanjutnya.

Terlepas dari kekurangan yang ada, kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat, Baik bagi kami sendiri maupun pembaca pada umumnya.

Pengenjek, 26 Mei 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1

A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan........................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN................................................................................ 3

A. Pengertian Merarik........................................................................ 3
B. Adat perkawinan.......................................................................... 4
C. Tradisi merarik berdasarkan wawancara dengan pemangku adat
desa sade........................................................................................7

BAB III. PENUTUP........................................................................................ 12

A. Kesimpulan ................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai bangsa yang multikultur memiliki kebudayaan yang
beranekaragam. Kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia terkadang tidak
diimbangi dengan pelestarian dan penghargaan terhadap budaya sendiri. Sering sekali
dijumpai masyarakat Indonesia yang lebih mencintai dan cenderung meniru gaya hidup
maupun budaya dari negara lain tanpa melihat baik-buruk kebudayaan tersebut. Selain itu,
akibat dari kurangnya penghargaan terhadap budaya sendiri menyebabkan dengan
mudahnya bangsa lain mengklaim budaya asli Indonesia. Untuk itu penelitian ini berusaha
untuk mengungkapkan kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai bentuk
pelestarian dan penghargaan terhadap budaya sendiri.
Adat istiadat yang ada di Indonesia merupakan bagian dari kekayaan budaya yang
senantiasa dilestarikan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Perkawinan merupakan salah
satu bagian dari kebudayaan. Setiap daerah memiliki tata cara dan adat istiadat yang
berbeda dalam sebuah perkawinan. Adat dalam upacara perkawinan yang berbeda di setiap
daerah menunjukkan adanya perbedaan budaya yang ada di lingkungan tersebut.
Adat perkawinan pada masyarakat Suku Sasak di Pulau Lombok disebut Merariq.
Merariq (kawin lari) sebagai ritual awal dalam perkawinan masyarakat Suku Sasak
merupakan fenomena yang sangat unik dan hanya dapat ditemui pada masyarakat Suku
Sasak di Pulau Lombok. Tradisi Merariq hingga kini lebih banyak dipahami sebagai
Selarian (kawin lari), sehingga masyarakat yang tidak mengetahui tentang hakikat tradisi
Merariq menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak lazim dan memberikan kesan negatif
bagi pelakunya.
Merariq tidak sama dengan kawin lari, akan tetapi jika diartikan ke dalam bahasa
Indonesia maka padanan kata yang paling mendekati adalah kawin lari. Budaya Merariq
pada masyarakat Suku Sasak mengandung nilai-nilai luhur kehidupan Merariq
dilaksanakan sesuai dengan adat istiadat masyarakat setempat. Sangat berbeda dengan
kawin lari yang mengandung nilai-nilai negatif. Nilai-nilai luhur kehidupan tersebut dapat

1
ditanamkan sebagai pendidikan karakter bagi masyarakat umum maupun kalangan
akademisi, khusunya peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa.
Pemerhati budaya Sasak Pharmanegara (Amaq Owiek, 2010) mengungkapkan bahwa
tradisi Merariq penuh dengan nilai yang mengangkat harkat dan martabat kaum
perempuan di Lombok. Tradisi Merariq ini menjadi cara yang terhormat bagi laki-laki
Sasak untuk menikahi seorang perempuan. Alasannya, karena Merariq memberikan
kesempatan kepada para pemuda yang hendak beristri untuk menunjukkan sifat ksatria
sebagai seorang laki-laki.
Tradisi Merariq pada masyarakat Suku Sasak menggambarkan bagaimana sebuah
perkawinan dengan segala ritual adatnya mampu memberikan pesan moral dan nilai-nilai
sosial yang sangat melekat dan diyakini dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu dalam
tradisi Merariq juga menggambarkan bagaimana sebuah tradisi dapat dijadikan
kepercayaan atau keyakinan dan pegangan hidup oleh masyarakat setempat. Setiap prosesi
yang dilaksanakan mengandung nilai-nilai kehidupan yang dapat dijadikan sebagai
pegangan dalam hidup bermasyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian Merariq?
2. Bagaimanakah Adat perkawinan?
3. bagaimanakah tradisi merarik berdasarkan wawancara dengan pemangku adat desa
Sade Lombok?

C. TUJUAN MASALAH
1. Menambah wawasan kita tentang berbagai karagaman budaya yang terdapat di setiap
daerah yang ada di seluruh nusantara
2. untuk mengetahui tata pelaksanaan pernikahan adat Lombok

2
BAB 11
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MERARIQ
Merariq sebagai sebuah tradisi yang biasa berlaku pada suku Sasak memiliki logika
tersendiri yang unik. Bagi masyarakat sasak, Merariq berarti mempertahankan harga diri
dan menggambarkan sikap kejantanan seorang laki-laki sasak karena ia berhasil
mengambil (melarikan) seorang gadis pujaan hatinya. Sementara pada sisi lain, bagi orang
tua gadis yang dilarikan juga cenderung resisten, kalau tidak dikatakan menolak untuk
memberikan anaknya begitu saja jika diminta secara biasa (konvensional). Hal ini
dikarenakan mereka beranggapan bahwa anak gadisnya adalah sesuatu yang berharga, jika
diminta secara biasa, maka dianggap seperti meminta barang yang tidak berharga. Ada
ungkapan yang biasa diucapkan dalam bahasa Sasak: Ara’m ngendeng anak manok baen
(seperti meminta anak ayam saja). Jadi dalam konteks ini, Merariq dipahami sebagai
sebuah cara untuk melakukan prosesi pernikahan, disamping itu juga cara untuk keluar
dari konflik. Mengapa seperti itu, karena pengertian dari Merariq atau kawin lari itu, bisa
karena orang tua sang gadis tidak merestui pernikahan anaknya, dikarenakan harus sang
laki-laki melarikan anak perempuannya, maka mau tidak mau itu harus di kawinkan tetapi
tetap ada bayar denda karena sudah melarikan anak gadis orang.
Berdasarkan tujuan besar tersebut, maka terdapat tiga macam perkawinan dalam
masyarakat Sasak, yaitu :
1. Perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam satu kadang
waris yang disebut perkawinan betempuh pisa’ (misan dengan misan/cross cousin)
2. Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai hubungan kadang jari
(ikatan keluarga) disebut perkawinan sambung uwat benang (untuk memperkuat
hubungan kekeluargaan).
3. Perkawinan antara pihak laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan
perkadangan (kekerabatan) disebut perkawinan pegaluh gumi (memperluas
daerah/wilayah). Dengan demikian, semakin jelas bahwa tujuan perkawinan menurut

3
adat sasak adalah untuk melanjutkan keturunan, memperkokoh ikatan kekerabatan, dan
memperluas hubungan kekeluargaan
B. ADAT DALAM PERKAWINAN
Pada masyarakat Sasak, sebelum melaksanakan perkawinan atau melakukan Merariq ada
beberapa proses yang harus dilalui sebagai sarana saling kenal mengenal antara laki-laki
dan perempuan. Berikut penjelasannya:
1. Midang (meminang), yaitu kunjungan secara langsung oleh laki-laki kerumah
perempuan yang diidam-idamkan dalam rangka saling mengenal lebih mendalam
tentang keberadaan mereka masingmasing untuk selanjutnya bersepakat untuk
mengikat hubungan. pertalian yang lebih mendalam dalam bentuk perkawinan. Proses
peminangan diatur oleh adat yang disebut “awig-awig”, yaitu aturan-aturan
pelaksanaan adat yang diberlakukan dan berdasarkan kesepakatan bersama warga
setempat. Beberapa aturan-aturan meminang:
a. Yang boleh meminang adalah setiap laki-laki yang bukan muhrim, baik dia masih
jejaka/gadis, janda/duda atau masih beristri.
b. Tidak boleh saling mencemburui karena masih berada dalam proses peminang
c. Cara duduk pada saat meminang tidak boleh berdekatan dengan yang dipinang
d. Kalau ada peminang lain yang datang menyusul, bagi yang sudah datang terlebih
dahulu harus meninggalkan tempat peminangan meskipun pembicaranya belum
tuntas.
e. Kalau terjadi peminangan yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan oleh dua
orang laki-laki atau lebih terhadap satu orang perempuan, maka laki-laki sebagai
tamu tidak boleh saling mempersilahkan (menyuguhkan sesuatu), harus perempuan
yang dipinang yang mempersilahkannya.
f. Bagi peminangan yang tadinya meninggalkan karena ada yang menyusul datang,
boleh meminang perempuan lain lagi ditempat yang lain.
g. Pada waktu terlaksananya peminangan orangtua si gadis/janda harus meninggalkan
ruang tempat peminangan itu dilakukan.
h. Tempat peminangan harus terbuka i. Meminang tidak boleh dilakukan pada tempat
yang sepi/petang.

4
Tujuan utama midang (peminangan) itu adalah untuk bertemu dengan perempuan
yang menjadi idamannya. Midang disamping sebagai sarana kenal mengenal di
dalamnya juga dibicarakan soal perkawinan dikemudian hari. Apabila kesepakatan
dapat diperoleh pada saat meminang tersebut, maka untuk melangsungkan perkawinan,
mereka merencanakan untuk sepakat lari pada malam hari yang telah ditentukan
bersama.
2. Merariq merupakan rangkaian akhir dari proses pencarian jodoh (pasangan) untuk
menuju perkawinan. Merariq artinya membawa lari seorang perempuan oleh pihak
laki-laki untuk kawin. Merariq merupakan cara yang paling banyak dilakukan oleh
suku Sasak dibeberapa tempat di Lombok dari dulu hingga sekarang untuk
perkawinan. Beberapa aturan Merariq yang berlaku secara umum pada suku Sasak
adalah sebagai berikut:
a. Calon mempelai perempuan harus diambil di rumah orangtuanya dan tidak boleh
diambil di rumah keluarganya atau di tengah jalan, sawah, tempar kerja, pondok,
apalagi di sekolah.
b. Calon mempelai perempuan yang mau diambil itu benar-benar bersedia untuk
kawin dan bahkan pernah ada janji dengannya untuk kawin.
c. Merariq harus dilakukan pada malam hari dari habis magrib samapai jam 23.00
Wita, dan terhina bagi yang Merariq pada siang hari
d. Merariq harus dilakukan dengan cara-cara yang sopan dan bijaksana, tidak boleh
dengan jalan paksaan, kekerasan, dan keusilan lainnya.
e. Harus mengikutkan seorang perempuan dalam mengambil sebagai teman gadis
calon mempelai guna menghindarinya hal-hal yang tidak diinginkan.
f. Calon mempelai perempuan yang diambil itu harus dibawa ke rumah salah seorang
keluarga pihak laki-laki guna menghindari keterkejutan atau kemarahan orangtua
laki-laki karena tidak setuju, sehingga si perempuan tidak dapat mendengarkan
kata-kata tidak senonoh yang keluar dari calon mertuanya. Di tempat ini, calon
pengantin perempuan harus ditemani oleh seorang perempuan lain dari keluarga
laki-laki dan baru boleh pulang ke rumah orangtua laki-laki setelah selesai Betikah.
g. Calon mempelai perempuan yang diambil harus segera diinformasikan keadaannya
kepada kepala dusunnya dan keluargnaya atau tepesejati dan tepeselebar.

5
3. Kemudian yang selanjutnya ialah Mesejati dan Selabar. Mesejati adalah pemberitahuan
yang dilakukan oleh keluarga pengantin lakilaki kepada keluarga pengantin perempuan
bahwa anak kedua keluarga tersebut telah kawin. Sedangkan Berselabar ialah
penyeberahan kepada khalayak ramai tentang peristiwa Merariq yang terjadi. Orang
yang datang mesejati paling sedikit 4 orang terdiri atas keliang (kepala dusun), kepala
RT, kepala RW dan satu orang dari pihak keluarga pengantin laki. Keempat orang ini
mendatangi kepala desa, kepala dusun dan ketua RT di mana pengantin perempuan
bertempat tinggal yang selanjutnya bersama sama mendatangi orang tua dari pengantin
wanita. Keempat utusan dari keluarga pengantin wanita melaporkan bahwa proses
mbait wali13 dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga calon pengantin perempuan.
Untuk menghindari kecemasan orang tua calon pengantin wanita yang kehilangan anak
gadisnya maka sesegera mungkin dilakukan pemberitahuan. Biasanya langsung
bersamaan dengan acara merangkat atau kalau ditunda waktunya paling lambat tiga
hari. Persoalan yang sering terjadi dalam penyelesaian adat ini adalah “ajikrama” dan
permasalahan yang terkait dengan biaya penyelesaian upacara “begawe” (resepsi).
Setelah semua kesepakatan ini diperoleh maka dilanjutkan dengan acara akad nikah
yang diselenggarakan dirumah calon mempelai laki-laki. Pelaksaan akad nikah
dilaksanakan sesuai aturan yang diberlakukan menurut syariat Islam.
4. Sorong serah atau ajikrama. Merupakan acara dalam upacara adat perkawinan di
Lombok. yaitu acara pesta perkawinan pada waktu orangtua si gadis akan kedatangan
keluarga besar mempelai lakilaki. Dalam acara ini keluarga perempuan juga
mengadakan suatu acara selametan yang biasanya biaya ditanggung oleh pihak laki-
laki atas dasar kesepakatan yang telah di tentukan pada saat pelaksanaan selabar. Pada
saat ini juga dilakukan beberapa tagihan yang terkait dengan adat yang harus
dilaksanakan, terutama berupa denda yang dikenakan kepada pihak laki-laki apabila
dalam proses penyelesaian adat sebelum acara ini pernah terjadi pelanggaran-
pelanggaran terhadap adat yang diperlukan.
5. Nyongkol adalah kegiatan terakhir dari seluruh proses perkawinan. Kegiatan ini
dilakukan secara bersamaan seluruh anggota keluarga mempelai laki-laki bersama
masyarakat berkunjung kerumah mempelai perempuan. Tujuannya adalah untuk
menampakkan dirinya secara resmi dihadapan orangtuanya dan keluargakeluarganya

6
bahkan juga kepada seluruh masyarakat sambil meminta maaf serta memberi hormat
kepada kedua orangtua pengantin perempuan. Kedua mempelai dalam kegiatan ini
bagaikan sang raja dan permaisurinya yang diiringi oleh rakyatnya. Keduanya
menggunakan pakaian serba mewah sebagaimana layaknya perlengkapan seorang raja
bersama permaisurinya. Adapun bentuk pakaian yang dikenakan oleh kedua mempelai
dalam acara nyongkol harus menggunakan pakaian sesuai ketentuan adat. Untuk
menyamarkan kegiatan ini biasanya diiringi dengan berbagai kesenian tradisional,
seperti gamelan, klentang dan kesenian tradisional Lombok lainnya.

C. Tradisi Merarik berdasarkan wawancara dengan Mahardika (Pemangku Adat


Sasak di Desa Sade Lombok).
Ketika seseorang yang melakukan perkawinan maka terdorong untuk bersikeras
berjuang demi perkawinannya, alasannya adalah Dalam adat suku sasak yang unik ini
mempelai laki-laki dituntut untuk bisa memberi mahar yang cukup fantastis kepada
mempelai wanitanya. Sebagai contoh mahar yang harus diberikan berupa seekor
kerbau atau seekor sapi, bagi para masyarakat suku pedalaman Sasak itu adalah bentuk
mahar yang sangat besar tanggungannya
Jadi mereka para lelaki jika ingin pertahankan cintanya maka mereka haruslah
berusaha keras untuk pencapaian mahar tersebut. Tetapi yang membuat inovasi dalam
masyarakat sasak ini adalah “Merariq” itu sendiri, dimana para lelaki sudah siap
rencana untuk membawa lari pasangannya agar dapat dinikahkan, disinilah bentuk
kelihaian dan kematangan strategi para kaum lelaki suku sasak dalam Merariq.
Pasangan yang sudah benar-benar serius ingin melangsungkan perkawinan dituntut
untuk bisa meyakinkan kepala suku adat ketika pasangan yang sudah berhasil kabur
dari kediaman mereka dan kembali setelah kedua orang tua mempelai melaporkan
kejadiaan ini dan sudah mengetahui lokasi anakanak mereka masing-masing, bahwa
mereka sudah saling siap satu sama lain untuk melangsungkan perkawinan.18
Permasalahan krusial ketika mempelai laki-laki tidak memiliki harta apapun pada
dirinya, maka keputusan bagaimana dari orang tua mempelai wanita tetapi sejauh ini
apabila hal ini terjadi biasanya orang tua dari mempelai wanita memberikan waktu
untuk pria tersebut memenuhi maharnya dalam tempo waktu yang ditentukan dengan

7
kata lain (hutang mahar). Jadi sebagai gantinya mahar saat penikahan berlangsung bisa
berupa berapapun jumlah uang yang dimiliki atau harta benda yang ada pada diri
mempelai laki-laki tersebut.
Pada saat ingin melangsungkan perkawinan biasanya para kaum wanita haruslah
bisa menjahit dan merajut karena pada dasarnya mata pencaharian mereka para suku
sasak ini adalah bertani. Jadi apabila musim hujan sudah melanda maka penghasilan
dari bertani mereka bisa kurang hingga 70% dari biasanya. Maka dari itu solusi dari
mereka para wanita suku sasak yang nantinya akan melangsungkan perkawinan adalah
harus bisa menjahit atau merajut dan hasilnya dijual ke s ekitar desa bahkan bisa sampai
Kota Mataram. Semua ini juga demi kelangsungan hidup anak mereka dan keturunannya
kelak.
Rata-rata dari berbagai survei yang sudah dilakukan bahwa masyarakat suku
Sasak Merariq muda. Mulai dari kalangan remaja lulusan SMA sampai baru lulus SMP
sudah melakukan Merariq, jadi bisa dibayangkan bagaimana mereka yang ingin
Merariq sudah harus berfikir dewasa untuk bisa membawa lari wanita yang
dicintainya. Sedangkan apabila sudah dibawa lari tetapi pada ujungnya orang tua
wanita tetap tidak mau merestui maka keduan pasangan lari ini akan sangat malu pada
masyarakat desa. Bagaimana tidak karena ketika kejadian bawa lari itu terjadi maka
kepala suku dan orang tua para anak pasti menyebarkan berita tersebut, jadi seluruh
masyarakat di desa itu pasti mendengar dan mengetahuinya. Maka dari itu kebanyakan
para orang tua merestui anak-anaknya yang sudah sama-sama mencintai karena takut
omongan dan kebencian masyarakat terhadap anaknya

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Latar belakang kawin lari dalam kehidupan bermasyarakat Sade Rembitan adalah
pengaruh budaya Bali, dengan adanya legenda Putri Mandalika dan Penghormatan bagi
kaum perempuan. Alasan dan upaya dalam pemertahanan tradisi kawin lari di Desa Sade
Rembitan yakni 1) alasan pemertahanan, a) adanya rasa kebersamaan, b) penghormatan
kepada kaum prempuan, dan c) sesuai dengan ajaran islam. 2) upaya dalam pemertahan
yaitu: a). dialog anatara ketua adat dengan masyarakat, b) peran keluarga.
B. Saran
1. Diharapkan kepada Masyarakat Desa Sade untuk tetap melestarikan budaya atau
tradisi merariq dan untuk para tetua yang berpengalaman untuk tetap mempertahankan
adat budaya setempat.
2. Serta selalu ada kerjasama antara masyarakat desa Sade untuk melestarikan budaya
dari suku Sasak sendiri.

9
Daftar Pustaka

Aniq, Ahmad Fathan. Konflik Peran Gender pada Tradisi Merariq di Pulau Lombok,
Surabaya: IAIN Sunan Ampel

Sumber data dari kejaksaan Negeri Nusa Tenggara Barat, data-data tentang ajaran wetu
Telu di Nusa Tenggara Barat, Mataram: 28 Maret 2017.

Yasin, Nur. Hukum Perkawinan Islam Sasak, Malang: UIN Malang Press, 2008

10

Anda mungkin juga menyukai