Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MENELUSURI ALUR SEJARAH KERINCI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas


“ Adat dan Budaya Kerinci “

Disusun Oleh :
Kelompok 6

1. LESTRIANI
2. MUHAMMAD SYAFIK

Dosen Pembimbing:
SIARMAN, MA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) KERINCI


TAHUN AKADEMIK 2019/1441 H

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas
segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi tugas Adat Budaya Kerinci
Makalah ini dapat digunakan sebagai wahana untuk menambah pengetahuan, sebagai
teman belajar, dan sebagai referensi tambahan dalam belajar Materi Adat Bersendi Syara’,
Syara’ Bersendi Kitabullah.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua yang telah membantu dalam
mempersiayapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan penulisan makalah ini. Segala upaya
telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila dalam
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dalam penyempurnaan
Makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk menambah pengetahuan
dan wawasan tentang Adat kerinci, Amin.

Kerinci, November 2019


Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................... i


Daftar Isi .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. TujuanPenulisan............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. Pengertian ABS, SBK.................................................................................... 2
B. Penerapan ABS, SBK di Masyarakat kerinci................................................. 3
C. Kewarisan Adat Kerinci................................................................................. 5
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 8
A. Kesimpulan..................................................................................................... 8
B. Saran .............................................................................................................. 9
Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sebelum datangnya agama islam ke daerah sakti alam kerinci hukum yang menjadi
pedoman dan pegangan hidup masyarakat adalah hukum adat . hukum adat lahir karena
dibutuhkan masyarakat. Kebutuhan masyarakat itu bermacam-macam, diantaranya adalh
kebutuhan akan kehidupan yang nyaman, aman, teratur, dan tentram.
Hukum adat yang akan mengatur kehidupan masyarakat itu harus meliputi semua
bidang kahidupan, seperti bidang perkawinan, kewarisan, pertahanan dan pertanian sebagai
sumber dan tempat usaha mencari nafkah hidup, dan undang-undang demi terjaminnya
ketertiban, keamanan, ketentraman dan keselamatan dalam masyarakat. Dari itu,uraian,
bahasan, kajian selanjutnya akan difokuskan kepada bidang-bidang tersebut, dan ternyata
memang hukum adat sakti Alam kerinci telah mengaturnya.
Secara berurutan pemakalah akan menguraikan tiap bidang disertai pokok-pokok
permasalahannya. Dalam bidang hukum perkawinan, dan akad nikah, harta perkawinan,
perceraian, akibat dan penyelesaiannya. Dalam bidang kewarisan akan diuraikan tentang
sistem kewarisan, harta warisan, sebab mewarisi dan penghalang kewarisan,ahli waris, sistem
dan prosedur , pembagian warisan serta penyelesaian sengketa warisan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ABS, SBK?
2. Bagaimana pemakaian adat bersendi syarak dalam masyarakat kerinci?

C. Tujuan
1. Untuk lebih memahami adat kerinci lebih mendalam.
2. Untuk memahami adat bersendi syarak dan syarak bersendi kitabullah di dalam
masyarakat kerinci.
3. Untuk menambah wawasan tentang tentang adat kerinci.

BAB II
PEMBAHASAN

4
A. Pengertian adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah
Falsafah “Adat Bersandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah (ABS-SBK)” di Alam
Melayu Jambi mengandung etika hukum yang rasional, bersendi alur dan patut serta patut
yang dibimbing kebenaran yang mutlak dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Adat bersandi
syarak, mengandung nilai budaya yang egaliter, yakni prinsip menghargai orang lain dan
lingkungannya, serta membangkitkan daya juang yang kompetitif. Ajaran Islam yang
menyebutkan setiap manusia sama kedudukan di sisi-Nya, dipakai dalam kehidupan alam
demokrasi, duduk samo rendah, tegak samo tinggi. Ajaran ini mengajarkan bahwa setiap
manusia adalah substansi fungsional menurut kodratnya masing-masing. Setiap orang
mempunyai hak-hak yang sesuai dengan harkat sebagai manusia.
Melalui ajaran ABS-SBK tumbuh kondisi kehidupan adat yang dinamis dan kreatif,
sehingga dapat menangkap isyarat yang terkandung dari ajaran Islam yang universal itu. Adat
Alam Melayu Jambi adalah adat Islami. Empat macam sumber dan dalil. syariat Islam, yaitu
al-Quran (Kitabullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad s.a.w), Sunnah (ucapan,
perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad s.a.w. selaku utusan Allah kepada Ummat), ljmak
(kesepakatan para mujtahid) dan Qiyas menyamakan sesuatu hukum yang tidak disebut oleh
al Quran dan Sunnah). Hukum dan norma Islam terujud berdasarkan keempat sumber dalil
itu. Pada dasarnya, hukum dan norma Islam yang bersifat universal diterima oleh setiap
lapisan masyarakat, dan disesuaikan pula dengan perkembangan zaman. ABS-SBK
berdirinyo dengan Sendi Hukum Adat atas 4 (empat):
1. Bainah
1. Karinah
2. Alam
3. Ijtihat
Arti hukum: Hukum itu ialah menentukan dan menetapkan sesuatu atas tempatnya
dan tidak diragukan kebenarannya.
Badal hukum adat terbagi 3 (tigo):
1. Timbangan akal budi yakni jerih payah
2. Timbangan emas pirak
3. Timbangan nyawo badan.
Yang ditimbang dengan akal budi terbagi tigo:
1. Sesat surut langkah kembali, salah pada Tuhan taubat, salah pado manusio maaf.

5
2. Mengembang lapek mengisikan air.
3. Numpang menyesit lupo menurut kalau hilang mengganti luko mendamak sumbing
menitip

B. Penerapan Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah di Masyarakat


Kerinci.
1. Hukum perkawinan adat kerinci
Tuhan menciptkan makhluk berpasang pasangan.dengan adanya pasangan masing
masing makhluk dapat berkembang biak.manusia sbagai makhluk ciptaan tuhan yang
di lengkapi dengan akal dan pikitran senantiasa memikirkan serta merenungkan apa
yang terjadi pada diri nya apa saja yang menjadi hajat hidupnya,dan apa pula yang
tidak patut bagi nya. Di situ dia menemukan bahwa dirinya mempunyai naluri, suatu
dorongan dalam dirinya, baik terhadap drinya sendiri maupun terhadap sesuatu yang
ada di luar atau disekitar nya Setelah datang agama, khususnya agama islam,dan
seruanya sampai kepada umat, maka secara berangsur-angsur cara-cara dan sistem
adat kebiasaan itu di pengaruhi oleh agama yang pada gilirannya menggantikan atau
menyempurnakan adat. Penggantian adat oleh agama itu memulai bermacam cara dan
bentuk pula. Sejak di undangkannya UU NO.1 TAHUN 1974 tentang perkawinan dan
PP NO. 9 tahun 1975 sebagai peraturan pelaksanya,maka hal-hal yang tidak di atur
dalam udang-undang dan peraturan dalam pelaksanaan nya itu berlakulah hukum
adat. Adat disini sudah tentu adat yang tidak bertentangan dengan udang- undang,
apalagi dengan agama.
2. Sistem Perkawinan
Di kalangan anggota masyarakat kerinci ada orang atau kelompok yang memandang
perkawinan didalam lingkungan kerabat sendiri itu lebih di utamakan, tetapi tidak
berati perkawinan ke luar lingkungan kerabat tidak boleh dilakukan, apalagi kalau di
lingkungan kaum kerabat tidak ada yang sejodoh. Dengan demikian jelas bahwa
sistem perkawinan di kerinci adalah elautherogami. Kawin antar warga berlain desa
atau daerah juga tidak dilarang,bahkan dengan orang asinpun tidak di larang asalkan
sama-sama beragama islam. Mengenai tempat tinggal setelah perkawinan
dilangsungkan, sang suami ikut ke rumah pihak istri (matrilokal) sampai mereka
memiliki rumah sendiri. Sungguh pun demikian bukanlah suatu aib jika si istri ikut
tinggal di rumah suami yang disebut semendo surut.
3. Adat mencari jodoh

6
 Masyarakat kerinci mengenal adat kebiasaan dikalangan muda-mudi yang disebut
bamudo, artinya bermain muda/berpacaran. Caranya bisa dengan berkirim surat atau
bertandang ke rumah si gadis, atau jalan-jalan ke tempat rekreasi,atau menonton di
keramaian dan sebagainya. Dahulu, sebelum orang mengenal tulis baca, orang
menyatakan perasaan hatinya/cinta melalui bahasa lambang dalam bentuk
bunga(kambing) dan sebagainya.
 Masa bumudo ini kadang-kala berjalan lama, sampai tahunan, tetapi ada juga yang
hanya mingguan/bulanan, bahkan tanpa bumudo sama sekali. Hal itu tergantung pada
situasi dan kondisi. Kesempatan selama bumudo itu di manfaatkan untuk saling kenal
mengenal lebih dekat sebelum mereka mengambil keputusan untuk membangun
rumah tangga bersama.
 Apabila proses bamudo berjalan lancar, mulus, dan sudah mulai ada tanda-tanda
kecocokan, maka langkah selanjutnya adalah batuek(melamar). Yang datang melamar
adalah pihak prianya biasanya melalui orang ke tiga selaku utusan. Utusan itu bisa
langsung dari keluarga sendiri ataupun orang lain yang dipercayai. Bila lamaran itu
diterima, maka akan dilanjutkan langkah berikutnya, yaitu menyerahkan cibai(tanda
jadi) berupa pakaian atau benda lain seperti perhiasan emas dan sebagainya.
 Pada acara peletakan cibai itu biasanya langsung ditetapkan waktu atau harinya.
Apabila hari Ha-nya. Apabila hari yang ditentukan itu masih cukup lama, maka
dibuatlah semacam ikatan yang disebut batunang(bertunangan) dengan mengadakan
acara kenduri sekaligus sebagai pengumuman kepada warga masyarakat, bahwa
mereka terkait satu sama lain, harap jangan di ganggu.
 Sebagai suatu ikatan perjanjian, maka sudah barang tentu ada sanksinya, bila mana
dilanggar. Demikian pula janji-kawin yang dibuhul dengan suatu”tanda” berupa cibai
itu. Kalau ingkar janji itu datang dari pihak si bujang, maka ia akan kehilangan cibai,
dan barang itu jatuh mrnjadi milik si gadis. Dan kalau yang ingkar janji itu pihak si
gadis, maka ia harus mengadakan upacara dengan mengundang para ninik mamak
alim ulama serta orang adat, sekaligus memberitahukan, bahwa ikatan perjanjian atau
pertunangan telah putus, dan masing-masing pihak telah kembali bebas seperti sedia
kala. Untuk selanjutnya, bila pemutusan itu dilakukan secara baik-baik, maka kedua
belah pihak lalu mengadakan suatu ikatan kekeluargaan sebagai adik kakak.

4. Upacara Perkawinan /Akad Nikah


Sejak tercapainya kata sepakat untuk menglangsungkan pernikahan dan hari H-nya
pun sudah ditetapkan,maka masing-masing pihak mulai mengadakan persiapan agar
bila tiba saatnya yang di tunggu-tunggu semuanya sudah siap dan upacara pernikahan
7
dapat dilaksanakan dengan tertib dan lancar. Soal waktu dan tempat ijab disesuaikan
dengan stuasi dan kondisi , apakah siang atau malam, di rumah atau di masjid atau di
balai nikah masing-masing desa mempunyai ketentuan atau tradisi sendiri.dan bila
dilaksanakan di rumah,biasanya dirumah pihak si wanita, dan tentu nya setelah segala
urusan administrasi dilaksanakan. Secara umum terdapat dua macam pola upacrara
pernikahan:pertama upacara adat terpisah dengan upacara pemisahan /resepsi,kedua,
upacara akad dilakukan sekaligus dengan upacara persemian/resepsi. Upacara akad
(ijab-qabul) dilaksanakan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

C. Hukum Kewarisan Adat Kerinci


1. Sistem Kewarisan
Menurut soerojo wignjodipoero, di Indonesia terdapat tiga sistem kewarisan dalam
hukum adat sbgai berikut:
1. Sistem Kewarisan Individual. Ciri dari sistem ini, harta peninggalan dapat di bagi-
bagi di antara para ahli waris, seperti dalam masyarakat bilateral di Jawa dan lain- lain
yang sama-sama memakai sistem tersubut.
2. Sistem Kewarisan kolektif. Ciri dari sistem ini, harta peninggalan itu di warisi oleh
sekumpulan ahli waris yang bersam–sama merupakan semaca badan hukum di mana
harta tersebut, yang di sebut harta pusaka, tidak boleh dibagi-bagi hak pemilikannya ,
tetapi boleh dibagi- bagi hak pemakaiannya saja kepada mereka, seperti dalam
masyarakat matrilineal di Minang kabau dari lain-lain yang sama-sama memakai
sistem tersebut.

3. Sistem Kewarisan Mayorat. Ciri dari sistem ini, harta peninggalan diwarisi
keseluruhannya atau sebagian besar (sejumlah hatra pokok dari satu keluarga) oleh
seorang anak saja, seperti di Bali dimana terdapat mayaorat anak laki-laki yanng
tertua,dan di tanah semendo di sumatera selatan dimana terdapat hak mayorat anak
perempuan yang tertua.
Pada masyarakat hukum adat kerinci harta wsrisan di bagi- bagi di antara semua ahli
waris.itu berati bahewa masyrakat kerinci menganut sistem kewarisan individual –bilateral.
Sitem dan asas individual-bilateral itu dinyatakan dalam ungkapan: ‘’suku duo puyang di
hati, suku empat puyang delapan ‘’. Yang maksudnya’’ suku duo puyang di hati “ ialah ibu
dan bapak. Mereka dalah orang –orang yang paling dekat dengan anak-anknya, baik anak
laki-laki maupun anak perempuan.anak menerima warisan dari kedua orang tuanya.dan yang
dimaksud denagan ‘’suku empat puyang delapan’’ ialah, bahwa seorang ibu mempunyai ibu
8
dan bapak, demikian pula seorang pabak mempunyai ibu dan bapak pula yang kita sebut nino
dan nantan (nenek kakek).
Dalam masyarakat kerinci anak perempuan (anak batino) dibebani kewajiban
“berkembang lapek bertungku jahang” (berkembang tikar bertungku jarang). Artinya
sewakatu waktu ada peristiwa penting dalam keluarga sehingga perlu dibicarakan oleh kaum
keluarga, maka anak batino itilah yang bertindak sebagai penyelenggaranya. Atau terjadi hal-
hal yang menimpa keluarga misalnya saudara laki-laki (anak jantan) kena musibah hingga
terpaksa pergi dari rumah isterinya/mertuanya, merajuk atu cerai, maka anak batino harus
siap menampungnya.
Atas pertimbangan itulah maka dam pembagian harta warisan, ahli waris yang
perempuan diberi bagian yang lebih besar. Hal itu disadari oleh ahli waris laki-laki sehingga
ia dapat menerimanya dengan suka rela.
Kenyataannya seperti diuraikan diatas tidak menutup kemungkinan untuk
mengharapkan hukum warisan islam atau faraid. Namun, dalam kenyataan pada akhirnya
juga yang akan terjadi bahwa pihak perempuan akan mendapat bagian besar.
Lahirnya generasi baru yang tidak terbiasa bekerja tani telah mengubah sikap dan
penilaian terhadap harta berupa tanah yang dulunya merupakan simbol kekayaan. Sekarang
ini, tanah, selain jumlahnya yang semakin berkurang juga peminatannya terbatas pada
golongan/kelompok tertentu, disamping jumlah penduduk bertambah terus.
Menurut pengamatan penulis, perimbangan dikategorikan harta berat dan harta ringan
dudah berubah. “apa yang disebut harta itu jumlahnya bukan bertambah malah sebaliknya,
semakin berkurang. Sebaliknya, yang disebut harta ringan makin bertambah. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Idris Djakfar menunjukkan bahwa masyarakat kerinci pada
umumnya menganggap pengelompokan harta kepada harta berat dan harta ringan bukan
sesuatu yang prinsip lagi dalam kewarisan. Masyarakat kerinci sekarang lebih condong untuk
melihat dari segi keadilan si penerima. Untuk itu, ditempuh jalan musyawarah.
2. Harta Warisan
Setiap orang atau pribadi pada dasarnya mempunyai harta kekayaan atau hak milik.
Harta kekayaan itu bisa berupa benda (materi) dan bisa tidak berupa benda
(immateri). Harta kekayaan itu bisa diperolah dengan usaha sendiri, pemberian,
hadiah, warisan dan lain sebagainya.
Dilihat dari jenisnya, harta warisan itu ada dua macam:
1. Harta berat, disebut demikian karena sifatnya yang berat, dalam pengertian tadak bisa
dibawa kemana-mana bersifat tetap, bergerak atau berpindah tempat, dan merupakan
9
kebutuhan pokok. Jumlahnya tidak banyak dan sangat terbatas yaitu tanah sawah,
lumbung padi (bilek) dan rumah.
2. Harta ringan, disebut demikian karena sifatnya yang ringan, dalam pengertian dapat
dibawa kemana-mana waktu dahulu harta jenis ini tidak banyak, sekarang baik jumlah
maupun ragamnya sudah banyak sekali termasuk ke dalam jenis ini hewan
piaraan,uang, perkakas, usaha, toko, kebun/ladang, kendaraan dan sebagainya.
Dilihat dari asal-usulnya, harta kekayaan itu ada empat macam:
1. Harta warisan, yaitu harta peninggalan yang berasal dari generasi nenek moyang
dahulu. Harta pusaka itu ada yang berupa benda seperti tanah, sawah,rumah, termasuk
“umoh gedang” dimana disimpan benda-benda pusaka seperti keris, kelewang atau
pedang, tombak, catatan atau tulisan kuno atau tambo dan sebagainya. Benda-benda
tersebut banyak yang hilang diambil oleh pejabat-pejabat kolonial belanda dan dibawa
ke negeri Belanda untuk disimpan di museum sampai sekrang. Dan ada pula yang
tidak berupa benda seperti gelar sko (misalnya depati, rio, mangku, patih, datuk dan
sebagainya).
2. Harta pencarian, yaitu harta kekayaan yang terbentuk dan diperoleh dengan usaha
bersama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan. Dalam hal ini didak perlu
dipermasalahkan apakah isteri ikut aktif secara langsung atau secara tak langsung.
Sekalipun yang bekerja hanya pihak suami, sedang pihak isteri, tinggal di rumah dan
mengurus rumah serta anak-anak, mereka itu sudah dianggap sama-sama bekerja dan
hasilnya menjadi harta pencarian bersama.
3. Harta depatan atau harta tepatan, yaitu harta yang didepati pada isteri. Harta tersebut
bisa berupa usaha si isteri ketika masih gadis (harta pengadih), harta warisan,
pemberian, hadiah dan lain sebagainya.
4. Harta bawaan yaitu, harta yang dibawa oleh suami ke rumah isterinya. Harta bawaan
itu bisa beripa hasil usaha ketika ia masih bujangan (harta pemujang),harta warisan,
pemberian,hadiah,dan lain sbagainya.
 Sebab-sebab mewarisi dan penghalang pewarisan
1) Sebab-sabab Mewarisi
Pada dasarnya sebab timbulnya hak kewarisan menurut Hukum adat Kerinci ada dua,
yaitu :
 Adanya hubungan darah (sebab batali darah)
 Adanya sebab yang disengaja di buat (sebab buatan)
Sebab batali darah (batali artinya bertalian atau hubungan) itu di tentukan saat
kelahiran. Artinya antara pewaris dan ahli warinya itu ada hubungan kesenambungan
10
keturunan, baik kebawah, maupun keatas, ataupun kesamping. Dengan demikian, semua
anggota kerabat (batali darah) menut garais dan ibu bapak mendapat hak untuk menerima
warisan yang ditinggalkan warisnya.
2) Penghalang Pewarisan
Yang dimaksud dengan penghalang pewarisan ialah hal-hal yang menyebabkan seseorang
yang seharunya mendapat warisan menjadi tidak berhak menerimanya. Halangan atau
penghalang pewarisan menurut hukum kewarisan adat kerinci ada dua macam, yaitu:
1. Karena tertutup oleh ahli waris ,lebih utama.
2. Karena pembunuhan yang disengaja dan me;awan hukum terhadap pewaris.
3) Ahli Waris
Yang dimaksud dengan ahli waris ialah orang yang berhak atas harta yang di tinggalkan oleh
orang yang meninggal dunia. Adapun sembilan kelompok pewaris yang ada dalam adat
kerinci yang mana apabila yang pertama masih ada maka tertutuplah bagi penerima
berikutnya, nama-nama bagaian penerima tersebut ialah:
1. Anak kandung
2. Orang tua (ayah/ibu)
3. Saudara kandung dari ppewaris dan keturunannya
4. Nenek/kakek dari pewaris.
5. Paman/bibi (saudara bapak/ibu)
6. Puyang/munyang
7. Saudara nenek/kakek
8. Nungkat (laki-laki/perempuan)
9. Saudara puyang/munyang dan keturunannya.
Hingga disini upaya pelacakan ahli waris menurut hukum kewarisan adat kerinci.
Apabila yang kesembilan itu juga tidak ada maka harta warisan itu berupa tanah kembali ke
masyarakat atau desa.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
ABS,SBK, adalah: peraturan-peraturan adat yang bersumber dari al-qur’an.

11
B. Saran
Sebaiknya, mahasiswa harus lebih mengetahui tentang adat kerinci, untuk menambah
pemahaman dan wawasan dalam menjalani kehidupan di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Yatim, Meninjau Hukum Adat Kerinci, Kerinci:Andalas,t.th


Abdullah bin Nuh,Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Penerbit Muatiara, 1971
Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996

12
13

Anda mungkin juga menyukai