Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Corak dan sistem hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat
Dipersentasikan pada mata kuliah “HUKUM ADAT”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:


1. NECI ROFITA SARI
2. HUSNI ZAYIN FRAIZAL
3. WITRI MULYANI

KELAS:2B HES

DOSEN PEMBIMBING:
HAINARDI,SH.MH

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN AJARAN 2021 M / 1442 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Hukum Adat tentang Corak dan sistem hukum adat sebagai sumber pengenal
hukum adat, . Selain itu tujuan dari pembuatan makalah ini juga untuk menambah wawasan
tentang Corak dan sistem hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat secara meluas.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Hainadri SH,MH selaku dosen Hukum Adat
yang telah membimbing agar kami dapat menyelesaikan masalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

SUNGAI PENUH, 15 APRIL 2021

KELOMPOK 2

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………………………………..1
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………………………………………..1
C. TUJUAN……………………………………………………………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN
A. Corak hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat…………………………………………..2
B. System hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat ……………………………………….4

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………5
B. Saran…………………………………………………………………………………………………………………………..5

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah suatu aturan atau kaidah yang terdapat dalam suatu kehidupan
bermasyarakat. Hukum memiliki sifat yang berwujud dan tidak berwujud. Hukum yang
berwujud adalah hukum tertulis yang sudah terkodifikasi dalam satu kitab, sedangkan
hukum yang tidak berwujud adalah hukum tidak tertulis seperti hukum adat. Adat
adalah kebiasaan suatu masyarakat yang dilakukan terus menerus, dipertahankan oleh
penduduknya dan juga mempunyai sanksi. Kebiasaan adalah cerminan kepribadian
suatu bangsa. Jadi Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan
adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan
terpencil yang masih mengikuti hukum adat. Hukum adat juga berkembang sesuai
dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke zaman, namun proses dalam
perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada pula yang lambat sesuai
dengan perkembangan masyarakat tertentu.
Sumber Hukum Adat adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.
Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh berkembang, maka hukum
adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Adapun Penegak hukum adat
adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya
dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.Hukum
adat merupakan hukum yang dinamis, berubah sesuai zaman. Walaupun tidak tertulis di
sebuah buku aturan yang jelas, tapi setiap orang yang mengetahui dan memahaminya
akan selalu patuh di bawahnya, karena hukum adat adalahsesuatu yang sakral dan harus
diikuti selama tidak menyimpang dari rasa keadilan dan Penyelidikan Hukum Adat.
B. Rumusan masalah
a. Bagaimana corak hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat?
b. Bagaimana system hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui Bagaimana corak hukum adat sebagai sumber pengenal hukum
adat
b. Untuk mengetahui Bagaimana system hukum adat sebagai sumber pengenal hukum
adat

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Corak hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat
1. Tradisional
Tradisional maksudnya bahwa hukum adat itu bersifat turun temurun, dari
zaman nenek moyang sampai keanak cucu sekarang keadaannya masih tetap
berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Misalnya :
• Di Batak, dalam kekerabatan adat Batak menarik garis keturunan dari
garis lelaki yang disebut ”dalihan nan tolu” (bertungku tiga), yaitu
hubungan antara marga hula-hula, dengan tubu dan boru.
• Di Lampung, yang memberlakukan kewarisan dengan sistem ”mayorat
lelaki” dimana anak tertua lelaki menguasai seluruh harta peninggalan
dengan kewajiban mengurus adik-adiknya sampai dewasa dan dapat
berdiri sendiri
2. Keagamaan
Artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukum adat itu berkaitan
dengan kepercayaan terhadap yang ghoib dan berdasarkan pada ajaran
Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan bangsa Indonesa bahwa di
alam semesta ini semua benda itu serba bernyawa (animisme), benda-benda itu
bergerak (dinamisme); disekitar kehidupan manusia itu ada roh-roh halus yang
mengawasi kehidupan manusia (malaikat, jin, iblis dan lain sebaigainya) serta
keberadaan alam ini karena ada yang mengadakan/ menciptakan yaitu Tuhan
Yang Maha Pencipta.
3. Kebersamaan (communal
Kommunal artinya bahwa hukum adat itu lebih mengutamakan
kepentingan bersama, dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan
bersama ”Satu untuk semua dan semua untuk satu”. Hubungan hukum antara
anggota masyarakat yang satu dengan lain didasarkan oleh rasa kebersamaan,
kekluargaan, tolonh menolong dan gotong royong.
Wujud dari sifat kebersamaan itu antara lain adanya ”rumah gadang” di
Minagkabau, adanya ”tanah pusaka”, ungkapan orang jawa ”dudu sanak dudu
kadang ning yen mati melu kelangan” adalah wujud kebersamaan.
4. Konkrit dan Visual
Konkrit, artinya bahwa hukum adat itu jelas, nyata dan berwujud. Visual
artinya dapat dilihat, tampak, terbuka dan tidak tersembunyi. Jadi sifat atau
corak hukum adat yang berlaku itu adalah ”terang dan tunai”. Maksudnya terang
2
disaksikan, diketahui, dilihat dan didengar oleh orang lain. Dan waktu
pelaksanaannya juga jatuh secara bersamaan pada saat ijab kabul (serah terima).
Contoh dalam jual beli, apabila ketika barang diserahkan uang belum dibayar
pada saat itu, maka menurut hukum adat itu bukan jual beli, tetapi utang-
piutang.
5. Terbuka dan sederhana
”Terbuka” dalam corak hukum adat artinya dapat menerima masuknya
unsur-unsur yang datang dari luar asalkan tidak bertentangan dengan jiwa
hukum adat itu sendiri. Contohnya dalam sistem perkawinan adat yang
dipengaruhi oleh hukum Hindu yang disebut ”kawin anggau” yaitu jika suami
wafat, maka istri kawin lagi dengan saudara suami. Atau hukum waris adat yang
dipengaruhi oleh hukum Islam yaitu adanya sistem ”sepikul segendong), dimana
ahli waris pria dan wanita masing-masing dapat bagian dengan perbandingan
2:1.
”Sederhana” artinya bersahaja, tidak rumit, tidak banyak administrasinya,
bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah dimengerti dan dilaksanakan
berdasarkan saling mempercayai. Contohnya dalam perjanjian bagi hasil
pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap, perjanjian gadai, sewa
menyewa , tukar menukar, hutang piutang dan lain sebagainya.
6. Dapat berubah dan menyesuaikan
Hukum Adat itu dapat berubah dan menyesuaikan menurut keadaan, waktu
dan tempat. Seperti ungkapan orang Minangkabau ” Sekali aik gadang sekali
tapian beranja, sekali raja berganti, sekali adat berubah” (Begitu air besar, begitu
pula tempat pemandian bergeser, begitu pemerintah berganti, begitu pula adat
lalu beerubah). Adat yang nampak pada kita sekarang ini sudah jauh berbeda
dengan adat masa Hindia Belanda.
Kita sadari bahwa sekarang hukum adat yang ada dimasyarakat itu sudah
banyak yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Misalnya sistem
kekeluargaan matrilinial diMinangkabau yang berharta pusaka itu telah
berangsur-angsur beralih ke sistem parental yang berharta suarang.
7. Tidak dikodifikasi
Kebanyakan hukum adat itu memang tidak dikodifikasi, tetapi ada beberapa
yang dicatat dalam aksara daerah, bahkan ada yang sudah dibukkan meskipun
belum sistematis, dan hanya sebagai pedoman bukan mutlak harus dilaksanakan.
Oleh karena itulah hukum adat mudah berubah, dapat disesuaikan dengan
perkembangan masyarakat.

3
8. Musyawarah dan mufakat
Musyawarah dan mufakat menjadi corak hukum adat, karena ini memang
merupakan ciri khas banga Indonesia didalam berhubungan dengan sesamanya
baik itu di dalam keluarga, kekerabatan, ketentanggaan maupun di dalam
kenegaraan. Apalagi jika hal itu menyangkut penyelesaian perselisihan atau
peradilan, maka diutamakan penyelesaian itu dengan cara rukun dan damai
melalui musyawarah dan mufakat.

B. System hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat


• Sumber hukum Welbron
Sumber hukum Welbron adalah sumber hukum adat dalam arti dari mana
hukum adat timbul atau sumber hukum adat dalam arti yang sebenarnya.
Sumber hukum adat dalam arti Welbron tersebut, tidak lain dari keyakinan
tentang keadilan yang hidup dalam masyarakat tertentu. Oleh karena itu,
Welbron merupakan konsep tentang keadilan sesuatu masyarakat, seperti
Pancasila bagi masyarakat indonesia.
Sumber hukum Welbron adalah sumber yang menunjukkan lembaga yang
berwenang mengeluarkan hukum atau menyebabkan terjadi hukum. Sumber
hukum ini menunjukkan adanya lembaga tertentu yang berwenang
mengeluarkan peraturan. Sumber hukum ini digunakan dalam (hukum Tata
Negara yang mengatur tentang lembaga Negara sesuai dengan
wewenangnya dapat mengeluarkan peraturan.
• ʹ. Sumber hukum Kenbron
Sumber hukum Kenbron adalah sumber hukum adat dalam arti di mana
hukum adat dapat diketahui atau ditemukan. Sumber hukum Kenbron ini
menunjukkan kepada tempat atau bahan yang dapat digunakan untuk
mengetahui di mana hukum itu ditempatkan dalam lembaran Negara.
Kenbron adalah sumber hukum adat dalam arti di mana hukum adat dapat
diketahui atau ditemukan. Oleh karena itu, sumber di mana asas-asas hukum
adat menempatkan dirinya di dalam masyarakat sehingga dengan mudah
dapat diketahui.
Kenbron merupakan penjabaran dari Welbron, atas dasar pandangan
sumber hukum seperti itu, maka para sarjana yang menganggap hukum itu
sebagai kaidah berpendapat sumber hukum dalam arti Kenbron itu adalah
adat kebiasaan, yurisprudensi, Fiqh, Peraturan Piagam Raja-Raja, Peraturan-
Peraturan Perkumpulan Adat, Kitab-Kitab (hukum Adat, Buku-Buku Standard
mengenai (ukum Adat).
4
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Corak hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat
✓ Tradisional
Tradisional maksudnya bahwa hukum adat itu bersifat turun temurun, dari
zaman nenek moyang sampai keanak cucu sekarang keadaannya masih tetap
berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Misalnya :
• Di Batak, dalam kekerabatan adat Batak menarik garis keturunan dari
garis lelaki yang disebut ”dalihan nan tolu” (bertungku tiga), yaitu
hubungan antara marga hula-hula, dengan tubu dan boru.
• Di Lampung, yang memberlakukan kewarisan dengan sistem ”mayorat
lelaki” dimana anak tertua lelaki menguasai seluruh harta peninggalan
dengan kewajiban mengurus adik-adiknya sampai dewasa dan dapat
berdiri sendiri
✓ Keagamaan
✓ Kebersamaan
✓ Konkret
✓ Terbuka dan sederhana
✓ Dapat berubah dan menyesuaikan
✓ Tidak dikodifikasi
B. SARAN
Penulis tidak dapat menyatakan bahwa makalah ini sudah sempurna. makalah ini masih
banyak kekurangan dan membutuhkan perbaikan untuk menyempurnakan ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi tercapainya kesempurnaan ini.

5
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Mohammad, 1982, Hukum Acara Perdata Indonesia, Alumni, Bandung.
Ade Saptomo, 2013, Budaya Hukum dan Kearifan Lokal, Fakultas Hukum
Universitas Pancasila, Jakarta
Andry Harijanto Hartiman, 2001, Antropologi Hukum, Lemlit Unib Press, Bengkulu.
Andry Harijanto Hartiman, dkk., 2008, Buku Pedoman Penulisan Tugas Akhir,
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu.
Abdullah Sidik, 1980, Hukum Adat Rejang, Balai Pustaka, Jakarta
Alo Liliweri, 2009, Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultur, LKIS, Yogyakarta
Bushar Muhamad, 1996, Azas-Azas Hukum Adat (Suatu Pengantar), Pradya
Paramita, Jakarta.
Bushar Muhammad, 1992, Pokok-pokok Hukum Adat, Pradya Paramitha, Jakarta.
C.S.T. Kansil, 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Ilmu Tata Hukum
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Dean G. Pruit, teori konflik sosial, 2004, pustaka pelajar, Jakarta
Depdikbud., RI., 1992, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Hazairin, 1991, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, Bina Aksara, Jakarta.
Hilman Hadi Kusuma, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat, Alumni, Bandung
J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik. Rineka Cipta,
Jakarta.
J. B. Dalio, 1987, Pengantar Ilmu Hukum, Aksara Baru, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai