Anda di halaman 1dari 9

DELIK ADAT

"HUKUM ADAT"

PEMBIMBING : August Pangihutan Silaen, SH. Mhum

DISUSUN OLEH

1. Joel Silalahi
Npm : 21600133

FAKULTAS HUKUM Grup C


UNIVERSITAS HKBP NOMENSEN
MEDAN

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, dan nikmatNya saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Adat.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan pengangkatan judul
makalah yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan yang tentunya masih perlu perbaikan dan penyempurnaan maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.

Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya,
sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini.
DAFTAR ISI

BAB I : A. LATAR BELAKANG ..............................................................................................


B. RUMUSAN MASALAH ..........................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN
1.Definisi hukum delik adat
2.Lahirnya hukum delik adat
3.Aliran fikiran tradisional
4.perbedaan delik adat
5.Petugas hukum untuk perkara adat
BAB III: PENUTUP
• KESIMPULAN
• SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dengan kata lain memerlukan
orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Maka daripada itulah manusia hidup berkelompok
dalam berbagai macam suku yang memiliki budaya, adat istiadat ataupun kebiasaan daerahnya
masing-masing. Yang mana kebuadayaanya itu adalah hasil turun temurun dari nenek moyang
mereka untuk menjaga adat kebudayaannya agar tetap utuh.
Budaya-budaya yang dianut, tentunya diyakini oleh segolongan manusia dan mendarah
daging dalam kehidupannya untuk selalu melaksanakan apa yang dimiliki oleh kebudayaannya
sendiri. Dan tentu saja di dalam kebuadayaan itu terdapat sebuah adat istiadat yang mengatur
kehidupan manusia, baik itu adalah sebuah larangan, perintah dan kebolehan terhadap sesuatu.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang “Hukum Delik Adat”, yang mana mencakup
sebuah adat yang di dalamnya terkandung beberapa macam unsur yang mengarah kepada
larangan untuk melakukan sesuatu dalam suatu adat yang menganut hukum yang diyakininya.

B. RUMUSAN MASALAH
Meninjau lebih lanjut dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dapat diuraikan sebagai
berikut :

1. Bagaimana Definisi Hukum delik Adat ?


2. Bagaimana Lahirnya Hukum Delik Adat?
3. Bagaimana Aliran fikiran Tradisional ?
4. Apa Perbedaan Delik Adat?
BAB II PEMBAHASAN

1. DEFINISI HUKUM DELIK ADAT


Delik adat merupakan tindakan melanggar hukum. Tapi tidak semua pelanggaran hukum
merupakan perbuatan pidana ( delik ). Perbuatan yang dapat dipidana hanyalah pelanggaran
hukum yang diancam dengan suatu pidana oleh Undang-Undang.

Soerojo Wignjodipoero berpendapat delik adalah suatu tindakan yang melanggar


perasaan keadilan & kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sahingga menyebabkan
terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali, maka
terjadi reaksi-reaksi adat. Jadi, hukum delik adat adalah keseluruhan hukum tidak tertulis yang
menentukan adanya perbuatan-perbuatan pelanggaran adat beserta segala upaya untuk
memulihkan kembali keadaan keseimbangan yang terganggu oleh perbuatan tersebut.

Menurut Van Vollenhoven, delik Adat adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan
walaupun dalam kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan kesalahan yang
kecil saja. Soepomo sebagaimana dikutip oleh Bewa Ragawino, SH. MSI. menyatakan bahwa
Delik Adat: “ Segala perbuatan atau kejadian yang sangat menggangu kekuatan batin
masyarakat, segala perbuatan atau kejadian yang mencemarkan suasana batin, yang menentang
kesucian masyarakat, merupakan delik terhadap masyarakat seluruhnya” Selanjutnya dinyatakan
pula: “Delik yang paling berat ialah segala pelanggaran yang memperkosa perimbangan antara
dunia lahir dan dunia gaib, serta pelanggaran yang memperkosa dasar susunan masyarakat”

Mengenai pengertian delik adat ini, Teer Haar memberikan pernyataan bahwa Setiap
perbuatan dalam sistem adat dinilai dan dipertimbangkan berdasarkan tata susunan persekutuan
yang berlaku pada saat perbuatan tersebut dilakukan. Pelanggaran yang terjadi di dalam hukum
adat atau juga disebut delik adat menurutnya adalah setiap gangguan terhadap keseimbangan dan
setiap gangguan terhadap barang-barang materiil dan imateriil milik seseorang atau sekelompok
orang yang menimbulkan reaksi adat.
2. LAHIRNYA HUKUM DELIK ADAT
Suatu delik lahir dengan diundangkannya suatu ancaman pidana di dalam staatsblad
( lembaran negara ). Di dalam sistem hukum adat ( hukum tak tertulis ), lahirnya suatu delik
serupa dengan lahirnya tiap-tiap peraturan hukum tak tertulis. Tiap-tiap peraturan hukum adat
timbul, berkembang dan seterusnya lenyap dengan lahirnya peraturan baru, sedangkan peraturan
baru itu berkembang kemudian lenyap pula begitu seterusnya.

Berdasarkan teori beslissingen teer (ajaran keputusan) bahwa suatu peraturan mengenai
tingkah laku manusia akan bersifat hukum manakala diputuskan & dipertahan-kan oleh petugas
hukum. Karena manusia itu melakukan sebuah tindakan yang dianggap salah, maka dibuatlah
hukuman bagi orang yang melakukan tindakan itu. Maka dari pada itulah lahirnya sebuah delik
(Pelanggaran) adat adalah bersamaan dengan lahirnya hukum adat.

Hukum delik adat bersifat tidak statis (dinamis) artinya suatu perbuatan yang tadinya
bukan delik pada suatu waktu dapat dianggap delik oleh hakim (kepala adat) karena menentang
tata tertib masyarakat sehingga perlu ada reaksi (upaya) adat untuk memulihkan kembali. Maka
daripada itulah hukum delik adat akan timbul, seiring berkembang dan lenyap dengan
menyesuaikan diri dengan perasaan keadilan masyarakat.

3. ALIRAN FIKIRAN TRADISIONAL

Alam pikiran tradisional Indonesia bersifat kosmis, meliputi segala-galanya sebagai


kesatuan ( totaliter ). Aliran pikiran kosmis merupakan latar belakang hukum pelanggaran adat.
Yang paling penting bagi masyarakat adalah adanya keseimbangan, keselarasan, keserasian
antara dunia lahir dan gaib.

4. PERBEDAAN DELIK ADAT


Sistem Hukum Adat:
✓ Istilah teoretisnya Hukum pelanggaran adat/hukum delik adat
✓ Tidak membedakan lap pidana & perdata
✓ Hanya mengenal satu prosedur penuntutan oleh petugas adat (kepala adat/perskutuan)

Sistem Hukum Barat:


✓ Istilah teoretisnya hukum pidana ✓ Ada pembedaan lap pidana & perdata
✓ Mengenal beberapa prosedur penuntutan.

5. PETUGAS HUKUM UNTUK PERKARA ADAT

Menurut Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 yang mempertahankan


ketentuanketentuan dalam Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Ataatblad No.102 tahun 1955,
Statblad No. 102/1945 maka hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa segala
perkara adat, termasuk juga perkara delik adat. Delik-delik adat yang juga merupakan delik
menurut KUH Pidana, rakyat desa lambat laun telah menerima dan menganggap sebagai suatu
yang wajar bila yang bersalah itu diadili serta dijatuhi hukuman oleh hakim pengadilan Negeri
dengan pidana yang ditentukan oleh KUH Pidana.

Jadi, menurut Ragawino, dengan adanya hukum pidana dan perdata barat sejatinya
meringankan tugas hakim perdamaian adat, dimana masyarakat rela jika permasalahan yang
terjadi diselesaikan dalam undang-undang tersebut, namun hal ini mengurangi substansi dari
Undang-Undang Darurat No. 1/1951 yang mempertahankan ketentuan-ketentuan dalam
Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Ataatblad No. 102 tahun 1955, Statblad No. 102/1945
maka hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa segala perkara adat, termasuk juga
perkara delik adat. 1
1
http://niqueisma.blogspot.com/2012/11/delik-adat.html
BAB III PENUTUP
• KESIMPULAN
Delik Adat merupakan pelanggaran pidana maupun perdata adat. Dalam penyelesaiannya,
diutamakan unsur perdamaian melalui hakim perdamaian desa selaku pengendali delik adat. Jika
tidak tercapa perdamaian, maka tetua adat dapat memberikan sanksi sesuai latar belakang serta
akibat pelanggaran tersebut.

• SARAN
Keaneka ragaman suku, bahasa dan budaya membuat Indonesia kaya akan adat istiadat.
Mari kita jaga kelestarian adat istiadat tersebut sebagai bagian dari jati diri dan pribadi bangsa.
2

Anda mungkin juga menyukai