DISUSUN OLEH:
HUSNUL JAILANI(Nim:S.AS.1.2020.021)
AHMAD QATORI(Nim:S.AS.1.2020.018)
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
LATAR BELAKANG....................................................................................1
...................................................................................................................2
JEPANG DI INDONESIA...........................................................................8
KESIMPULAN...............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
BAB II
SEJARAH DAN RUANG LINGKUP HUKUM ACARA PIDANA
INDONESIA
Hukum pidana yang berlaku dahulu kala berbeda dengan hukum acara
pidana modern. Hukum pada zaman dahulu kala belum memegang teguh
prinsip kodifikasi. Aturan hukum lahir melalui proses interaksi dalam
masyarakat tanpa ada campur tangan kerajaan. Hukum pidana adat
berkembang sangat pesat dalam masyarakat.
Hukum acara pidana yang berlaku saat itu belum mengenal unifikasi. Di
setiap daerah berlaku aturan hukum pidana yang berbeda-beda. Kerajaan
besar macam Sriwijaya sampai dengan kerajaan Demak pun menerapkan
aturan hukum pidana. Kitab peraturan seperti Undang-undang raja niscaya,
undang-undang mataram, jaya lengkara, kutara Manawa, dan kitab adilullah
berlaku dalam masyarakat pada masa itu. Hukum pidana adat juga menjadi
perangkat aturan hukum acara pidana yang dipatuhi dan ditaati oleh
masyarakat nusantara.
2
Hukum Kerajaan tersebut lazimnya disebut sebagai hukum adat. Hukum
itu ada sebelum kedatangan bangsa Belanda yang dimulai oleh Vasco da
Gamma pada tahun 1596, orang Indonesia telah mengenal dan
memberlakukan hukum pidana adat. Hukum pidana adat yang mayoritas tidak
tertulis ini bersifat lokal, dalam arti hanya diberlakukan di wilayah adat tertentu.
Selain itu Hukum Acara perdata tidak terpisah dari Hukum Acara Pidana.
Tuntutan Perdata dan tuntutan pidana merupakan suatu kesatuan, termasuk
lembaga – lembaganya.
3
Bentuk – bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten
van het Adatrecht bagian X yang disebut juga dalam buku Supomo tersebut,
yaitu sebagai berikut :
Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai lebih dari empat
abad. Indonesia mengalami penjajahan sejak pertama kali kedatangan bangsa
Portugis, Spanyol, kemudian selama tiga setengah abad dibawah kendali
Belanda. Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah kerajaan
Inggris dan kekaisaran Jepang. Selama beberapa kali pergantian pemegang
kekuasaan atas nusantara juga membuat perubahan besar dan signifikan.
Pada tahun 1642 Joan Maetsuycker bekas Hof van Justitie di Batavia
yang mendapat tugas dari Gubernur Jenderak van Diemen merampungkan
suatu himpunan plakat-plakat yang diberi nama Statuten van Zeventien. Pada
tahun 1850 himpunan itu disahkan oleh Heeren Zeventien.
4
Menurut Utrecht, hukum yang berlaku di daerah yang dikuasai oleh VOC ialah :
Hubungan hukum Belanda yang kuno dengan statuta itu ialah sebagai
pelengkap, jika statuta tidak dapat menyelesaikan masalah, maka hukum
Belanda kuno yang diterapkan, sedangkan hukum Romawi berlaku untuk
mengatur kedudukan hukum budak (Slaven recht).
Ini merupakan teori saja, karena prakteknya orang pribumi tetap tunduk
kcpada hukum adatnya. Di daerah lain tetap berlaku hukum adat pidana.
Campur tangan VOC hanya dalam soal-soal pidana yang berkaitan dengan
kepentingan dagangnya. Di daerah Cirebon berlaku Papakem Cirebon yang
mendapat pengaruh VOC.
5
Walaupun statuta tersebut berisi kumpulan peraturan-peraturan, namun
belum dapat disebut sebagai kodifikasi hukum karena belum tersusun secara
sistematis.
Dalam perkembangannya, salah seorang gubernur jenderal VOC, yaitu Pieter
Both juga diberikan kewenangan untuk memutuskan perkara pidana yang
terjadi di peradilan-peradilan adat.
6
diangkat oleh gubernur jendral de Eerens sebagai panitia untuk
mempersiapkan perundang-undangan baru itu di Hindia Belanda.
Salah satu peraturan yang mulai berlaku pada tanggal 1 mei 1848
berdasarkan pengumuman Gubernur Jendral tanggal 3 desember 1847 Sld
Nomor 57 ialah Inlands Reglement atau disingkat IR. Mr Wichers mengadakan
beberapa perbaikan atas anjuran Gubernur Jendral, tetapi ia mempertahankan
hasil karyanya itu pada umumnya. Akhirnya, reglemenn tersebut disahkan oleh
Gubernur Jendral, dan diumumkan pada tanggal 5 april 1848, Sbld nomor 16,
dan dikuatkan dengan firman Raja tanggal 29 september 1849 \nomor 93,
diumumkan dalam Sbld 1849 nomor 63. Dengan Sbld 1941 nomor 44 di
umumkan kembali dengan Herziene Inlands Reglement atau HIR. Yang
terpenting dari perubahan IR menjadi HIR ialah dengan perubahan itu dibentuk
lembaga openbaar ministerie atau penuntut umum, yag dahulu ditempatkan
dibawah pamongpraja.
Dengan perubahan ini maka openbaar ministerie (OM) atau parket itu secara
bulat dan tidak terpisah-pisahkan (een en ondeelbaar) berada dibawah officier
van justitie dan procureur generaal. Dalam praktek IR masih masih berlaku
disamping HIR di Jawa dan Madura. HIR berlaku dikota-kota besar seperti
Djakarta (Batavia), Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, dan lain-lain,
sedangkan di kota-kota lain berlaku IR. Untuk golongan bumi putera, selain
yang telah disebutkan di muka, masih ada pengadilan lain seperti
Districhtsgerecht, regentshapsgerecht, dan luar jawa dan madura terdapat
magistraatsgerecht menurut ketentuan Reglement Buitengewesten yang
memutus perkara perdata yang kecil-kecil. Sebagai pengadilan yang tertinggi
meliputi seluru “Hindia Belanda”, ialah Hooggerechtshof yang putusan-
putusannya disebut arrest. Tugasnya diatur dalam pasal 158 Indische
Staatsregeling dan RO.
7
Indonesia dengan Sbld 1847 Nomor 23 yang terpenting ialah yang tersebut
Pasal 1 dan Pasal 4. Peraturan – peraturan hukum yang dibuat untuk “Hindia
Belanda” yaitu sebagai berikut:
8
WvSI tetap berlaku pada zaman pendudukan Jepang. Hal ini didasarkan pada
undang-undang (Osama Serei} Nomor 1 Tahun 1942 yang mulai berlaku pada
tanggal 7 Maret 1942 sebagai peraturan peralihan Jawa dan Madura.
"Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini."
9
Pasal I
Pasal II
Tentulah harus diingat bahwa teks asli Wetboek van Shafrecht atau
KUHP itu sampai kinipun masih di dalam bahasa Belanda, kecuali
penambahan-penambahan kemudian sesudah tahun 1946 itu yang teksnya
sudah tentu dalam bahasa Indonesia.
10
Sebagai sejarah perlu diingat, bahwa Belanda pada tahun 1945 sampai
dengan 1949 kembali lagi ke Indonesia menduduki beberapa wilayah, dan
bertambah luas sesudah Aksi Militer I, terutama meliputi kota-kota besar di
Jawa dan Sumatera, seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Surabaya,
Malang, Palembang, Padang dan Medan dan seluruh Nusatenggara, Sulawesi,
Kalimantan, Maluku dan Irian Barat.
- Asas Legalitas
- Asas Teritorial (termasuk ZEE)
- Asas Kewarganegaraan Aktif / Personalitas
- Asas Kewarganegaraan Pasif / Perlindungan
- Asas Universal
11
Pasal 39 ayat (1); penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana
korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan
berdasarkan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang Nomor
20 tahun 2001, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
12
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pasal I
Pasal II
13
Penggunaan istilah “hukum acara pidana” sudah merupakan pemilihan
yang tepat dibandingkan dengan “hukum proses pidana” atau “hukum tuntutan
pidana di negara Belanda memakai istilah strafvordering yang kalau
diterjemahkan adalah “tuntutan Pidana” oleh karena itu menurut Prof. Dr. Jur.
Andi Hamzah istilah Inggris Criminal prosedure law lebih tepat daripada istilah
Belanda.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://umemsindonesia.blogspot.com/…/sejarah-hukum-acara-pi…
http://www.parlemen.net/…/mendorong-pembaruan-kitab-undang-…
15