Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN BUKU

(Disusun oleh: Mattias Malanthon)


Judul Buku : Epistemologi Dasar
Pengarang : J. Sudarminta
Penerbit : Kanisius
Tahun Terbit : 2002
Cetakan ke : 5 (2006)
Kota Terbit : Yogyakarta
Tebal Buku : 196 hlm
ISBN : 979-21-0181-0

RINGKASAN BUKU
Bab 1
Beberapa Pengertian Dasar
Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang
pengetahuan. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan.
Epistemologi bermaksud: mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum
dan hakiki dari pengetahuan manusia; mengkaji pengandaian-pengandaian dan
syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba
memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan
objektivitasnya; menimbang dan menentukan secara rasional nilai kognitif
pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan sosial, dan alam
sekitarnya; membuat penentuan mana yang betul dan mana yang keliru
berdasarkan norma epistemik.
Salah satu cabang epistemologi adalah filsafat sains yang pada mulanya berupa
metodologi atau telaah tentang cara kerja dalam pelbagai sains serta
pertanggungjawabannya secara rasional. Filsafat sains kemudian juga
merefleksikan secara kritis ciri hakiki sains beserta arti dan nilainya bagi
kehidupan manusia secara keseluruhan.

1
Cara pendekatan filsafat terhadap objek kajiannya tampak dari jenis pertanyaan
yang diajukan dan upaya jawaban yang diberikan. Filsafat berusaha secara kritis
mengajukan dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum,
menyeluruh, dan mendasar; sekaligus menggugat serta mengusik pandangan dan
pendapat umum yang sudah mapan.
Berdasarkan metode pendekatan yang diambil, epistemologi dibagi menjadi
tiga macam yaitu:
1. Epistemologi metafisis yakni epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan
dengan bertitik tolak dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu
membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut;
2. Epistemologi skeptis yakni epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan
dengan membuktikan dulu sesuatu yang diketahui sebagai sungguh nyata atau
benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata
atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan; dan
3. Epistemologi kritis yakni epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan
dengan mulai dari asumsi, prosedur dan kesimpulan akal sehat ataupun ilmiah
sebagaimana ditemukan dalam kehidupan, lalu menanggapinya dengan kritis
asumsi, prosedur dan kesimpulan tersebut.
Berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Epistemologi individual yang melihat bahwa kajian tentang pengetahuan, baik
tentang status kognitifnya maupun proses pemerolehannya didasarkan atas
kegiatan individual;
2. Epistemologi sosial adalah kajian filosofis terhadap pengetahuan sebagai data
sosiologis.
Epistemologi, dinyatakan oleh Richard Rorty, dewasa ini sudah mati dan tidak
ada relevansinya lagi untuk dihidupkan kembali. Dasar argumentasinya adalah
ada beberapa kerancuan pada epistemologi. Pertama, tampak pada pemikiran
Locke, kerancuan antara syarat-syarat penjelasan atau penyebaban munculnya
pengetahuan dan pembenaran terhadap klaim pengetahuan. Kedua, tampak pada
pemikiran Kant, kerancuan antara predikasi dan sistesis.

2
Menurut Rorty, seluruh gagasan tentang epistemologi sebagai upaya rasional
untuk membangun pondasi atau dasar-dasar pengetahuan merupakan produk
pilihan metafor “melihat” atau metafor “cermin” untuk kegiatan mengetahui.
Hasrat untuk mengembangkan epistemologi berangkat dari keperluan akan adanya
dasar yang kokoh dan tak tergoyahkan bagi pengetahuan, kalau keperluan itu
tidak ada lagi atau tidak dibutuhkan lagi, maka epistemologi juga tidak perlu lagi.
Pemahaman Rorty tentang pengertian epistemologi hanya terbatas pada upaya
rasional untuk memberi dasar yang kokoh tak tergoyahkan dan bersifat ahistoris.
Pada dasarnya epistemologi merupakan suatu kajian filosofis (menggeluti masalah
umum, menyeluruh dan mendasar) tentang pengetahuan, yang justru diperlukan
karena manusia sebagai makhluk rasional akan selalu terdorong untuk mencari
landasan yang dapat dipakai sebagai dasar pertanggungjawaban kebenaran
pengetahuannya.
Epistemologi perlu dipelajari berdasarkan alasan-alasan berikut ini:
1. Pertimbangan strategis karena pengetahuan sendiri merupakan hal yang secara
strategis penting bagi hidup manusia. Pengetahuan mempunyai daya kekuatan
untuk mengubah keadaan;
2. Pertimbangan kebudayaan karena dengan pengetahuannya, manusia dapat
membudayakan alam, membudayakan masyarakat, dan membudayakan diri
sendiri; dan
3. Pertimbangan pendidikan karena penguasaan pendidikan membantu peserta
didik mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup.

Bab 2
Dasar-Dasar Pengetahuan
Beberapa dasar yang berperan dalam membentuk dan mengembangkan
pengetahuan adalah:
1. Pengalaman
Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa yang terjadi
pada manusia dalam interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial
sekitarnya dan dengan seluruh kenyataan, termasuk Yang Ilahi. Pengalaman ada
3
yang bersifat langsung yaitu pengalaman dialami oleh indera manusia dan
pengalaman tak langsung yaitu pengalaman hasil refleksi pengalaman langsung.
Ciri-ciri pengalaman antara lain beraneka ragam, selalu berkaitan dengan objek
tertentu diluar diri sendiri, dan terus bertambah dan bertumbuh seiring
bertambahnya umur, kesempatan, dan tingkat kedewasaan manusia.
Pengalaman yang direfleksikan dan diolah menjadi pengetahuan dapat
mendewasakan, menjadi jelas bagi orang yang mengalami dan menjadi khazanah
publik yang memperkaya orang lain.
2. Ingatan
Pengalaman tanpa ingatan tidak dapat berkembang menjadi pengetahuan.
Sebaliknya ingatan membutuhkan pengalaman sebagai sumber dan dasar
rujukannya. Tanpa ingatan, kegiatan penalaran menjadi tidak mungkin karena
untuk bernalar dan menarik kesimpulan dibutuhkan ingatan akan premis-
premisnya.
Dua syarat yang harus dipenuhi supaya ingatan dapat menjadi dasar yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya bagi pengetahuan adalah memiliki
kesaksian bahwa peristiwa yang diingat itu sungguh pernah dialami atau
disaksikan di masa lalu dan ingatan tersebut bersifat konsisten dan dapat berhasil
menjadi dasar pemecahan persoalan yang sekarang dihadapi berkaitan dengannya.
3. Kesaksian
“Kesaksian” yang dimaksudkan adalah penegasan sesuatu sebagai benar oleh
seorang saksi kejadian atau peristiwa dan diajukan kepada orang lain untuk
dipercaya. “Percaya” yang dimaksudkan adalah menerima sesuatu sebagai benar
berdasarkan keyakinan akan kewenangan atau jaminan otoritas orang yang
memberi kesaksian. Dalam bidang ilmu pengetahuan, kesaksian para ahli dalam
bidangnya banyak dijadikan tumpuan.
4. Minat dan rasa ingin tahu
Minat mengarahkan perhatian manusia terhadap hal-hal yang dialami dan
dianggap penting untuk diperhatikan. Sedangkan rasa ingin tahu mendorong
manusia untuk bertanya dan melakukan penyelidikan atas apa yang dialami dan

4
menarik minatnya. Pengembangan kemampuan berpikir kritis akan terhambat jika
minat dan rasa ingin tahu dalam diri manusia dihalangi.
5. Pikiran dan penalaran
Pikiran dan penalaran merupakan hal yang mendasari dan memungkinkan
pengetahuan. Pikiran mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan
persoalan yang dihadapi dan penalaran merupakan proses bagaimana pikiran
menarik kesimpulan dari hal-hal yang sebelumnya telah diketahui.
Penalaran dapat berbentuk: induksi yaitu penalaran untuk menarik kesimpulan
umum dari pelbagai kejadian khusus; deduksi yaitu penalaran yang dimulai dari
pernyataan umum ke kejadian khusus yang secara pasti dapat diturunkan dari
pernyataan umum itu; dan abduksi yaitu penalaran untuk merumuskan sebuah
hipotesis berupa pernyataan umum yang kebenarannya masih perlu diuji coba.
6. Logika
Penalaran harus sesuai dengan hukum logika. Sebab tanpa logika penalaran
tidak mungkin dilakukan dan tanpa penalaran tidak akan ada pengetahuan yang
benar. Hanya penalaran yang membawa ke penyimpulan deduktif dapat dikatakan
sahih karena kesahihan suatu kesimpulan jika premis-premisnya benar dan
kesimpulan yang ditarik daripadanya juga terjamin benar.
Argumen deduktif diungkapkan dalam bentuk silogisme. Sebuah silogisme terdiri
dari dua premis dan satu kesimpulan dan dapat bersifat kategoris, hipotetis, atau
disjungtif.
7. Bahasa
Semua kegiatan berpikir manusia berkaitan dengan bahasa. Pengetahuan
manusia diungkapkan dan dikomunikasikan dalam bentuk bahasa. “Bahasa”
dalam hal ini tidak hanya mendasari dan memungkinkan pengetahuan, tetapi
menjadi pengetahuan dan kebudayaan tersendiri serta sarana berdaya guna untuk
memperoleh dan mengembangkan pelbagai jenis pengetahuan modern.
8. Kebutuhan hidup manusia
Kebutuhan hidup manusia mendorong perkembangan pengetahuan sebagai
alat, strategi, dan kebijaksanaan manusia dalam berinteraksi dengan dunia dan
lingkungan sosial sekitarnya.
5
Bab 3
Skeptisisme, Subjektivisme, dan Relativisme
Fakta adanya kekeliruan dalam suatu pengetahuan, maka timbullah keragu-
raguan pada setiap klaim kebenaran. Ada tiga paham yang muncul menyikapi
fakta ini yaitu:
1. Skeptisisme
Skeptisisme adalah sikap meragukan klaim kebenaran atau menangguhkan
persetujuan atau penolakan terhadapnya. Skeptisisme berbeda-beda baik tema
maupun lingkup bidang yang diragukan.
Berdasarkan tema yang diragukan dibagi menjadi dua:
a. Kelompok Arcesilaus dan Carneades mengajarkan tidak ada pernyataan yang
pasti mengenai apa yang sedang terjadi selain apa yang secara langsung
dialami;
b. Kelompok Pyrrho dan Sextus Empiricus mengajarkan perlu menangguhkan
penilaian dan keputusan kita terhadap ajaran tentang hakikat kenyataan.
Berdasarkan lingkup bidang yang diragukan dibagi menjadi dua:
a. Skeptisisme mutlak secara mutlak mengingkari kemungkinan manusia untuk
tahu dan untuk memberi dasar pembenaran baginya.
b. Skeptisisme nisbi hanya meragukan kemampuan manusia untuk tahu dengan
pasti dan memberi dasar pembenaran yang tidak diragukan lagi untuk
pengetahuan dalam bidang-bidang tertentu saja.
Descartes dengan proses “keraguan metodis” mencoba untuk menggugurkan
paham skeptisisme. Tujuannya adalah membangun kembali pengetahuan di
atas dasar yang kokoh dan kebenarannya tidak diragukan lagi.
2. Subjektivisme
Subjektivisme adalah paham yang menyatakan bahwa semua jenis pengetahuan
itu melulu bersifat subjektif. Paham ini berangkat dari kesimpulan Descartes
bahwa ada tidaknya gagasan yang jelas dan terpilah-pilah dalam pikiran manusia
mengenai sesuatu ayng sedang diselidiki merupakan satu-satunya dasar kebenaran
yang tak mungkin diragukan . Banyak filsuf yang setelah Descartes mengandaikan

6
bahwa satu-satunya hal yang dapat manusia ketahui dengan pasti adalah dirinya
sendiri dan kegiatan sadarnya.
3. Relativisme
Relativisme adalah paham yang mengingkari adanya dan dapat diketahuinya
kebenaran yang objektif dan universal oleh manusia dan mengajarkan bahwa
kebenaran yang ada dan yang dapat diketahui oleh manusia adalah relatif. Relatif
terhadap subjek yang bersangkutan, kelompok masyarakat dan budaya tertentu,
paradigma yang dipakai, bentuk kehidupan yang dipilih.
Ada beberapa jenis relativisme, yaitu:
1. Relativisme subjektif
Kebenaran pengetahuan dimengerti sebagai suatu yang relatif terhadap subjek
yang bersangkutan.
2. Relativisme budaya
Tidak ada kebenaran objektif dan universal, karena kebenaran pengetahuan
manusia selalu relatif terhadap kebudayaan setempat.
3. Relativisme konseptual
Benar atau salah itu tidak ada ukuran objektif universal, tetapi relatif dari
kerangka konseptual yang digunakan.
Ketiga paham tersebut tidak dapat diterima oleh epistemologi karena walaupun
fakta menunjukkan bahwa pengetahuan dapat keliru tetapi tidak berarti semua
pengetahuan perlu diragukan kebenarannya, pengetahuan bersifat subjektif dan
relatif.

Bab 4
Struktur Dasar Kegiatan Mengetahui
Mengetahui sesuatu merupakan suatu kegiatan sadar manusia. Kesadaran
manusia dibedakan menjadi dua yaitu kesadaran langsung, jika fokusnya adalah
pada objeknya, dan kesadaran tak langsung, jika fokusnya adalah pada
kegiatannya.

7
Kesadaran langsung manusia selalu bersifat subjek yang menyadari dan objek
yang disadari. Sehingga kegiatan manusia mengetahui sebagaimana kegiatan
sadar manusia selalu bersifat subjektif-objektif.
Kegiatan mengetahui sebagai proses untuk mencapai apa yang disebut
kepercayaan benar yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara nalar
melibatkan beberapa kegiatan sadar yaitu tahap pengalaman keinderaan, tahap
pemahaman, dan tahap pertimbangan dan penegasan putusan. Ketiga tahap itu
bersifat meningkat, kumulatif, dan membentuk suatu struktur yang tak berubah
dan tetap berlaku dalam pelbagai bentuk atau cara manusia mengetahui.
“Ide” atau “gagasan” dalam hal ini dimaksudkan setiap “isi” atau objek
kesadaran dalam kegiatan mengetahui, baik dalam tahap persepsi inderawi,
pemahaman, maupun penegasan putusan.
Descartes menyebutkan ada tiga sumber asal gagasan yaitu pengalaman,
konstruksi mental, dan pikiran. John Locke sebaliknya menyatakan bahwa sumber
gagasan hanyalah pengalaman inderawi. Menindak kedua pendapat ekstrem
tersebut ditegaskan bahwa gagasan sesungguhnya merupakan hasil perpaduan
atau kerja sama antara pengalaman inderawi dan aktivitas pikiran manusia.

Bab 5
Peran dan Permasalahan Pengalaman Inderawi
Yang dimaksudkan dengan pengalaman inderawi adalah serangkaian akibat
atau kesan-kesan pada subjek penahu yang penyebabnya dapat dirunut kembali ke
kegiatan indera. Suatu kesadaran inderawi akan suatu totalitas objek yang
mendahului kesadaran eksplisit tentangnya dan tentang sifat-sifat komponennya
disebut persepsi.
Indera manusia dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Indera luar, terdiri dari penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan
peraba.
2. Indera dalam, terdiri dari indera pusat, imajinasi, ingatan, dan daya estimatif.
Memaparkan dan menjelaskan apa yang dialami secara inderawi merupakan
dua hal yang berbeda. Memaparkan berarti meninjau objek yang dipaparkan
8
sebagaimana yang dialami, sedangkan menjelaskan tidak harus mengandaikan hal
tersebut dan dalam banyak kasus memang tidak. Pemaparan hanyalah suatu awal
proses pemahaman. Berikutnya adalah penjelasan. Penjelasan dibutuhkan jika
muncul pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang telah dipaparkan.
Mediasi dalam filsafat berarti apa yang menghubungkan dua hal. Para filsuf
Skolastik membedakan mediasi ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. Medium quod: sesuatu yang sendiri diketahui dan dalam mengetahui sesuatu
itu sesuatu yang lain juga diketahui.
2. Medium quo: sesuatu yang sendiri tidak disadari, tetapi melaluinya sesuatu
yang lain diketahui.
3. Medium in quo: sesuatu yang tidak disadari secara langsung dan yang di
dalamnya diketahui sesuatu yang lain.
Inferensi atau penyimpulan adalah penalaran dari apa yang sudah diketahui ke
apa yang sampai sekarang belum diketahui, suatu gerak dari premis-premis ke
kesimpulan. Inferensi selalu dilakukan secara sadar, tidak secara otomatis.
Pemaparan yang benar mengenai suatu pengalaman inderawi adalah langsung
mengenai objek fisik dan kualitas inderawinya. Dalam paham realisme diyakini
bahwa objek fisik atau benda yang dialami secara inderawi itu nyata ada dan
adanya tidak tergantung dari yang mengalaminya.
Paham realisme yang dimaksudkan disini adalah realisme langsung yang
menerima adanya mediasi; artinya menerima bahwa dalam memberikan
penjelasan tentang apa yang dialami secara inderawi, diterima adanya rangkaian
penyebaban, baik fisik, fisiologis, maupun psikologis dari sisi intensionalitas
subjek.

Bab 6
Peran dan Permasalahan Konsep
Konsep memiliki peran penting dalam proses mengetahui. Pengertian konsep
dalam hal ini adalah suatu medium yang menghubungkan subjek penahu dan
objek yang diketahui, pikiran dan kenyataan. Melalui konsep manusia mengenal,
memahami, dan menyebut objek yang diketahui. Dari sisi subjek, konsep
9
merupakan kegiatan merumuskan dalam pikiran dan dari sisi objek konsep adalah
isi kegiatan tersebut.
Permasalahan tentang konsep pada abad pertengahan adalah tentang konsep
umum yang merupakan representasi abstrak dan umum dari sesuatu, tetapi pada
kenyataannya yang ada adalah hal-hal konkret dan partikular. Ada empat paham
yang mencoba menjawab permasalahan ini.
Paham realisme ekstrem mengatakan bahwa manusia memang mempunyai
konsep-konsep umum dan mempunyai padanan ontologis dalam dunia yang
sungguh nyata, kalau bukan dalam dunia fisik. Kenyataan yang berpadanan dan
mendasari objektivitas konsep-konsep manusia adalah idea atau forma.
Paham nominalisme sebaliknya mengatakan konsep sebagai sesuatu yang
bersifat umum dan abstrak hanya berada dalam pikiran manusia saja dan tidak
pernah ada dalam benda atau hal yang disebut dengan konsep tersebut.
Paham konseptualisme mengatakan konsep hanya ada di pikiran dan hanya
bisa datang dari pikiran. Konsep dalam pikiran dapat dimengerti sebagai suatu
yang bersifat bawaan atau sebagai suatu konstruksi pikiran.
Paham realisme moderat mengatakan konsep terbentuk bukan sebagai suatu
idea bawaan, tetapi berdasarkan pengalaman inderawi melalui proses abstraksi.
Kemampuan melakukan abstraksi adalah daya kemampuan akal budi manusia
menangkap idea lepas dari perwujudannya dalam materi.

Bab 7
Putusan: Penegasan Kebenaran Pengetahuan
Penegasan keputusan adalah kegiatan budi memahami suatu proposisi sebagai
suatu yang memiliki bukti yang memadai untuk bisa ditegaskan kebenarannya.
Setiap penegasan putusan yang benar adalah suatu tambahan dalam pengetahuan,
dan dalam konteks penyelidikan itu berarti suatu langkah lebih lanjut ke arah
kesimpulan. Dalam hubungan dengan waktu, putusan bersifat kontekstual dan
menyejarah. Putusan sekarang berhubungan dengan putusan masa lalu. Kebenaran
pengetahuan pada dasarnya berkedudukan dalam putusan.

10
Suatu bukti dikatakan memadai jika berdasarkan bukti itu orang dapat
menegaskan putusan tentang benar-salahnya suatu pernyataan sebagai suatu
putusan yang pada prinsipnya tak bersyarat. Wawasan adalah penangkapan
pengertian yang terkandung dalam data. Wawasan pikiran mengenai data yang
tersaji dapat menyelesaikan atau tidak menyelesaikan persoalan yang sedang jadi
pokok kajian.
Putusan fakta dalam hal ini adalah putusan yang secara bersyarat benar
mengenai suatu peristiwa dalam dunia. Putusan fakta yang benar menegaskan
sesuatu yang bersyarat; syarat-syaratnya diketahui dan terpenuhi. Putusan fakta
selain didasarkan atas data inderawi juga dapat berdasarkan data kesadaran.
Putusan mentak muncul dari keadaan pengetahuan manusia yang tidak
mencukupi tentang sesuatu, bukti-bukti yang ada belum cukup untuk
menghilangkan kemungkinan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang penting dan
relevan berkaitan dengan sesuatu yang sedang dibicarakan. Putusan dikatakan
analitis jika predikat sudah terkandung dalam subjeknya atau apabila putusan itu
benar berdasarkan arti kata-katanya.
Putusan sintetis adalah apabila predikat belum terkandung dalam subjek dan
merupakan suatu pengetahuan baru mengenai subjek. Bagi Kant ada putusan
sintetis yang bersifat apriori karena walaupun semua pengetahuan manusia
dimulai dari pengalaman, namun tidak semuanya ditarik dari pengalaman.

Bab 8
Aspek Apriori Dalam Pengetahuan
Dalam kajian epistemologinya, Kant menyatakan bahwa kegiatan manusia
mengetahui suatu objek merupakan suatu kegiatan aktif subjek untuk
mengkontruksikan sesuatu dengan memakai kategori-kategori pemikiran yang
bersifat apriori. Menurut Kant, kebenaran adalah kesesuaian antara objek dengan
pikiran.
Dalam bukunya Insight, Lonergan mencoba mendeduksikan syarat-syarat
apriori bagi dimungkinkan putusan fakta daripada syarat-syarat bagi
dimungkinkannya pengetahuan manusia tentang objek fisik. Aspek apriori
11
pengetahuan bagi Lonergan adalah struktur imanen dari intelegensi manusia
sendiri.
Titik pandang atau perspektif manusia dalam mengalami, memahami, dan
bersikap terhadap realitas disebut bingkai konseptual. Perspertif atas realitas
ditentukan oleh matriks konseptual yang digunakan untuk menata pengalaman dan
mengarahkan tanggapan pada dunia sekitar.

Bab 9
Kebenaran dan Kesalahan Dalam Pengetahuan
Pengetahuan bisa dinilai benar atau salah, karena pengetahuan pada dasarnya
merupakan gabungan dan perpaduan sistem pernyataan. Sedangkan keadaan si
pembuat pernyataan dapat dinilai betul atau keliru akibat pertimbangan atau
putusannya atas suatu proposisi. Tepat atau meleset dipakai untuk menilai
jawaban atas suatu pertanyaan atau persoalan. Sedangkan untuk menilai proses,
prosedur atau langkah-langkah penalaran dan penyimpulan suatu argumen
digunakan istilah sahih atau tak sahih.
Kebenaran dimengerti sebagai kesesuaian antara apa yang dipikirkan dan/atau
dinyatakan dengan kenyataan sesungguhnya. Kebenaran dapat dibedakan menjadi
kebenaran faktual, yaitu kebenaran tentang ada tidaknya secara faktual di dunia
nyata sebagaimana dialami manusia; dan kebenaran nalar, yaitu kebenaran yang
bersifat tautologis dan tidak menambah pengetahuan baru mengenai dunia ini
tetapi dapat menjadi sarana untuk memperoleh pengetahuan faktual.
Ada tiga teori kebenaran, yaitu:
1. Teori kebenaran korespondensi atau kesesuaian.
Teori kebenaran yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau isi
pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berkorespondensi
dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan tersebut.
2. Teori kebenaran koherensi atau keteguhan.
Teori kebenaran yang meletakkan satu-satunya tolok ukur kebenaran untuk
pernyataan matematis dan logis adalah ada tidaknya konsistensi dengan
aksioma dalam sistem yang diikuti.
12
3. Teori kebenaran pragmatis atau kesuksesan bila dipraktekkan.
Teori kebenaran ayng menyatakan bahwa suatu gagasan sesuai dengan realitas
kalau memecahkan masalah, kalau berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan
manusia, kalau memajukan maksud-maksud manusia.
Seorang yang menerima sebagai benar apa yang senyatanya salah atau
menyangkal apa yang senyatanya benar disebut sebagai kekeliruan. Kekeliruan
berbeda dengan kesalahan. Kekeliruan adalah sesuatu yang menyangkut tindakan
kognitif subjek penahu, sedangkan kesalahan adalah hasil dari tindakan tersebut.

Bab 10
Beberapa Teori Pembenaran
1. Fondasionalisme
Teori pembenaran yang menyatakan bahwa suatu klaim kebenaran
pengetahuan untuk dapat dipertanggungjawabkan secara rasional perlu didasarkan
atas suatu fondasi atau basis yang kokoh, yang jelas dengan sendirinya, tak dapat
diragukan kebenarannya, dan tidak memrlukan koreksi lebih lanjut.
2. Koherentisme
Teori yang menyatakan bahwa semua kepercayaan mempunyai kedudukan
epistemik yang sama, sehingga tidak perlu ada pembedaan antar kepercayaan
dasar dan kepercayaan simpulan. Teori pembenaran ini mendapatkan kekuatannya
dari pelbagai kepercayaan yang saling mendukung.
3. Internalisme
Teori ini berpandangan bahwa manusia selalu dapat menentukan dengan
melakukan introspeksi diri apakah kepercayaan atau pendapatnya dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara rasional atau tidak. Dengan
introspeksi diharapkan manusia bukan hanya dapat mengetahui apa yang menjadi
kepercayaan atau pendapatnya, tetapi juga mengapa dia memegang kepercayaan
atau pendapat tersebut.

13
4. Ekternalisme
Teori pembenaran yang menekankan proses penyebaban dari faktor-faktor
eksternal seperti dapat diandalkan tidaknya proses pemerolehan pengetahuan yang
terjadi, berfungsi tidaknya secara normal dan semestinya sarana-sarana wajar kita
untuk mengetahui.

Bab 11
Tiga Jenis Pengetahuan
1. Pengetahuan ilmiah.
Jenis pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara ilmiah atau dengan menerapkan cara kerja atau metode ilmiah. Metode
ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah sistematis yang perlu diambil guna
memperoleh pengetahuan yang didasarkan atas persepsi inderawi dan melibatkan
ujicoba hipotesis dan teori secara terkendali. Metode ilmiah melibatkan perpaduan
antara cara kerja deduktif, induktif, dan abduktif.
2. Pengetahuan moral.
Cukup banyak orang bahwa dalam hal moral tidak ada kebenaran yang bersifat
objektif dan universal. Penilaian dan putusan moral adalah masalah perasaan
pribadi atau produk budaya tempat orang lahir dan dibesarkan.
Ada dua pandangan mengenai hal itu. Yang pertama adalah Relativisme
budaya yang menerima bahwa ada kebenaran penilaian dan putusan moral, tetapi
bersifat relatif terhadap kebudayaan tempat penilaian dan putusan itu dibuat.
Kedua adalah Nonkognitivisme yang berpendapat bahwa penilaian dan putusan
moral tidak termasuk wacana yang mau menegaskan benar-salah, tetapi
bermaksud mengungkapkan perasaan di penilai dan pendengar terhadap hal yang
dibicarakan.
3. Pengetahuan keagamaan
Adanya klaim bahwa pengetahuan religius, termasuk di dalamnya adalah
penegtahuan tentang Tuhan, sesungguhnya berada di luar lingkup pengetahuan
manusia. Pernyataan bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat-sifat tertentu
merupakan pokok iman dan bukan materi pengetahuan manusia. Benar-salahnya
14
pernyataan tersebut tidak dapat ditentukan, baik secara apriori berdasarkan
penalaran logis maupun secara aposteori berdasarkan pengalaman.

KESIMPULAN
Buku ini menuturkan tentang epistemologi yaitu cabang ilmu filsafat tentang
dasar-dasar pengetahuan. Bab pertama dimulai dengan memberikan beberapa
pemahaman dasar tentang epistemologi dan manfaat mempelajarinya. Pada bab
berikutnya dituliskan tentang apa saja yang berperan dalam membentuk
pengetahuan mulai dari pengalaman hingga kebutuhan hidup manusia.
Bab ketiga berbicara tentang keragu-raguan akan kebenaran suatu
pengetahuan. Diuraikan tiga paham besar yaitu skeptisisme, subjektivisme,
relativisme dan ditutup dengan pendapat pengarang bahwa ketiganya tidak dapat
diterima oleh epistemologi.
Selanjutnya diuraikan tentang kegiatan mengetahui sebagai dasar untuk
memperoleh ide atau gagasan. Bab lima berisi tentang pengalaman inderawi
sebagai bagian dari kegiatan mengetahui untuk mencapai suatu penyimpulan.
Selain indera, konsep juga berperan penting dalam proses mengetahui, dijabrkan
pada bab enam.
Bab ketujuh bicara tentang putusan sebagai penegasan kebenaran suatu
pengetahuan. Bab berikutnya menjelaskan peran aspek apriori dalam
pembentukan pengetahuan.
Bab sembilan menuliskan tentang kebenaran dan kesalahan pada pengetahuan.
Pengarang memberikan tiga teori kebenaran yang masing-masing memiliki ciri
khusus yang saling melengkapi. Empat macam teori pembenaran suatu
pengetahuan dijabarkan pada bab sepuluh.
Buku ini diakhiri dengan memberikan tiga jenis pengetahuan yang ada yaitu
pengetahuan ilmiah, moral dan religius.
Dengan penuturan deskriptif-naratif, pembaca diajak untuk membangun
pemahaman tentang filsafat pengetahuan mulai dari pangkal yaitu pengertian
dasar epistemologi sampai pada ujungnya yaitu pengetahuan-pengetahuan yang
ada pada epistemologi.
15

Anda mungkin juga menyukai