Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FILSAFAT ILMU

EPISTEMOLOGI (CARA MENDAPATKAN PENGETAUAN YANG


BENAR)
Makalah ini diajukan untuk pengganti ujian tengah semester
Dosen Pengampu : Dr. Siti Chodijah, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Nadila Nurpadilah (1228030132)
Naufal Dzakwan (1228030138)
Nucifera Salsabila (1228030147)

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022 M/ 1444 H
BAB I
PENDAHULUAN

Seluruh dimensi kebenaran yang pernah diperbincangkan oleh umat manusia dalam
sepanjang sejarah, pasti menuai sekaligus memiliki landasan epistimologi. Dimensi kebenaran
itu sangat beragam dan ada banyak cara yang dapat dilakukan utuk sampai kepada dimensi
kebenaran tersebut.
Sifat khas dari sebuah rumusan kebenaran adalah terletak dari bagaimmana kebenaran
itu dapat diketahui secara pasti, ketimbang secara langsung berbicara tentang kebenaran
dalam dirinya sendiri. Dalam artian dalam kebenaran tidak akan memiliki arti apa-apa jika
cara yang ditempuh untuk sampai kepada kebenaran tersebut tidak pernah menjadi
pertimbangan yang matang, pada posisi inilah epistimologi sangat penting dalam seluruh
kajian filsafat.
Masalah epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang
pengetahuan. Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu
diperhatikan bagaimana dan dengan sarana apakah kita memperoleh pengetahuan. Sebenarnya
kita baru dapat menganggap mempunyai suatu pengetahuan setelah kita meneliti pernyataan-
pernyataan epistemologi. Masalah epistemologi mempunyai banyak segi. Penyelesaian
masalah epistemologi tergantung pada apa yang diajarkan oleh seorang ahli psikologi kepada
kita. Disamping itu, hendaknya kita membaca terlebih dahulu naskah psikologi yang baik
dalam bab-bab mengenai penginderaan, penerapan, penyimakan dan pemikiran terhadap
masalah epistemologi yang harus diperhitungkan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “logos”. “Episteme” berarti
pengetahuan dan “logos” berarti teori. Dengan demikian, epistemologi secara etismologis
berarti teori pengetahuan (Rizal 2001: 16).
Epistemologi adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasar serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Objek materiil epistemologi adalah
pengetahuan, sedangkan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan. Dengan pengertian ini,
epistemologi menentukan karakter pengetahuan serta menentukan kebenaran mengenai hal
yang patut diterima maupun ditolak. Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan,
dan kepentingan-kepentingan yang berbeda pasti akan berhadapan dengan pertanyaan-
pertanyaan seperti :
- Darimanakah saya berasal?
- Bagaimanakah proses penciptaan alam?
- Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya?
- Apa tolak ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia?
- dan pertanyaan-pertanyaan yang lain.
2. Macam-macam Pengetahuan Yang Dikaji Dalam Epistemologi
a. Pengetahuan biasa adalah pengetahuan yang bersifat subjektif, yakni pengetahuan
tersebut sangat terikat pada subjek yang mengenal atau pengetahuan yang masuk
akal.
b. Pengetahuan Ilmiah adalah pengetahuan yang menerapkan pendekatan
metodologis yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli, artinya pengetahuan
ini bersifat umum, sistematis dan memiliki dasar pembenaran.
c. Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang menerapkan pendekatan melalui
metodologi pemikiran filsafat. Pengetahuan ini bersifat mendasar dan
menyeluruh dengan model pemikiran yang analitis, kritis dan spekulatif.
d. Pengetahuan agama adalah pengetahuan yang didasarkan pada keyakinan dan
ajaran agama tertentu. Pengetahuan ini bersifat dogmatis, yakni nilai
kebenarannya sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk pemahamannya.

2
3

3. Cakupan Epistemologi
Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subjek epistemologi merupakan ilmu
secara umum atau ilmu secara khusus. Terdapat empat persoalan pokok epistemologi,
yaitu:
- Apakah sumber-sumber pengetahuan itu? Dari manakah pengetahuan-
pengetahuan yang benar itu datang dan bagaimana kita mengetahuinya?
- Apakah watak dasar pengetahuan itu?
- Apakah ada dunia yang benar-benar diluar pemikiran kita? Jika ada, dapatkah kita
mengetahuinya? Ini merupakan persoalan tentang apa yang tampak (appearance)
terhadap hakikat (reality)
- Apakah pengetahuan kita itu benar? Bagaimana kita membembedakan kebenaran
dan kekeliruan? Ini merupakan persoalan menguji kebenaran (verivication).

Sudut pembahasan, yakni jika subjek epistemologi adalah ilmu dan makrifat,
lantas dari sudut mana subjek ini dibahas karena ilmu dan makrifat juga dibahas
dalam ontologi, logika dan psikologi. Jadi sudut-sudut yang berbeda ini menjadi
pokok bahasan dalam ilmu. Sudut pandangan pembahasan akan sangat berpengaruh
dalam pehamahan tentang perbedaan-perbedaan ilmu. Dalam epistemologi akan dikaji
kesesuaian pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu, serta batasan-batasan
pengetahuan. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman
pengungkapan dan penginderaan bisa dijadikan sebagai subjek dalam epistemologi
(Suaedi 2015: 94)

4. Sejarah Epistemologi
Adapun buat sejarah epistemologi diklaim bagian dari pada konsep penting
filsafat dimulai berasal dari Aristoteles (384 sampai 322 SM) yg memberikan jawaban
ketika beliau mengatakan bahwa filsafat dimulai dengan semacam keajaiban atau
kebingungan.
Hampir semua manusia ingin memahami global tempat mereka tinggal, dan
banyak dari mereka membangun teori dari aneka macam jenis buat membantu mereka
memahaminya. namun, karena banyak aspek dunia tidak dapat dijelaskan dengan
mudah, kebanyakan orang cenderung menghentikan upaya mereka di suatu waktu dan
puas menggunakan tingkat pemahaman apa pun yang telah berhasil mereka capai.
Tidak seperti kebanyakan orang, filsuf terpikat beberapa orang akan
mengatakan terobsesi oleh gagasan tahu dunia dalam istilah yg paling awam. dengan
demikian, mereka berusaha buat membangun teori yg sinoptik, seksama secara
4

deskriptif, penerangan yang kuat, dan dalam semua hal lain dapat dipertahankan
secara rasional. Pakar epistemologi sering memulai spekulasi mereka dengan asumsi
bahwa mereka mempunyai banyak pengetahuan. namun, saat mereka merenungkan
apa yg mungkin mereka ketahui, mereka menemukan bahwa itu jauh lebih tak aman
daripada yang mereka sadari, dan memang mereka mulai berpikir bahwa banyak dari
apa yang selama ini menjadi keyakinan mereka yg paling bertenaga yg mewaspadai
atau bahkan salah.
Eksistensi epistemologi sebagai cabang filsafat yang berdiri sendiri tidak
meninggalkan banyak sejarah. Sejarah hanya dapat ditelusuri kembali ke abad 17 atau
18 Masehi, namun keberadaan tema dan masalah epistemologis memiliki jejak setua
tradisi filosofis Yunani kuno. Dari sini, perkembangan epistemologi, setidaknya
sejauh ini, dapat dibagi menjadi tiga poin utama
- Perspektif klasik
- Perspektif modern
- Perspektif kontemporer.

Munculnya perspektif klasik pada ranah epistemologi sejak masa pemikiran


filosofi yunani kuno. Perspektif ini berkembang sampai abad pertengahan dan diminati
oleh para filsuf skolastik. Pada sisi lain pandangan klasik ini sempat diadopsi oleh
filsuf muslim bahkan sampai sekarang keabsahannya masih dipertahankan. Dalam
perspektif klasik dimulai dengan adanya pengakuan atas keberadaan realitas,
keberadaan alam yang nyata, kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan yang
yakin, wujud kesalahan dan kemampuan manusia akan membedakan yang benar dan
yang salah. Pandangan seperti ini membuat kita menerima bahawa pengetahuan
manusia atas realitasnya adalah bukan perkara yang dapat di ingkari. Paling tidak,
manusia harus meyakini akan wujud dirinya, keberadaannya, serta hal kemampuannya
yang tidak diragukan.

Sedangkan di Perspektif modern epistemologi menjadikan keraguan normatif


sebagai titik kajian epistemologinya. Menurut Descartes sebagai arsitek pandangan ini
menjadikan keraguan di segala hal termasuk meragukan eksistensi diri sendiri untuk
mencapain keyakinan. "Cogito ergo sum" ; aku berpikir ragu maka aku ada"
pernyataan ini lah menurut descartes bahwa keraguan pada setiap hal meniscayakan
kita buat meyakini adanya ragu yang tidak bisa di pungkiri serta tidak mungkin ada
nya ragu tanpa wujudnya si peragu. Descartes juga beranggapan bahwa manusia lah
5

neraca yang menentukan benar tidaknya suatu pengetahuan. Perspektif modern ini
yakin epistemologi dapat dicapai melalui subjektisasi objek.

Maksudnya, objek yang di luar diri kita hanyalah tayangan nalar yang
dimunculkan oleh subjek aku dan bukan suatu objek yang nyata adanya. Disisi lain
epistemologi kontemporer yaitu berupaya untuk menafsirkan hakikat pengetahuan
dengan cara mengkaji setiap rukun dari definisi epistemologi yang dihasilkan.
Umumnya mereka membongkar secara analitis term epitemik ke dalan formula TBJ
(True, Believe, Justification). Secara substansial terdapat perbedaan yang mencolok
antara perspektif kontemporer dan dengan perspektif kedua yang dibahas diatas,
seluruh pendukung pandangan kontemporer telah berputus asa untuk mencapai suatu
keyakinan dan berusaha untuk menjustifikasi dan melogiskan pengetahuan manusia
dari bingkai yakin. Sebagai solusi nya mereka mewujudkan realitas untuk praasumsi
yang harus diakui. Tetapi sebaliknya, para pendahulu perspektif kontemporer
beranggapan bahwa pecapaian pada derajat yakin dan menyakini adanya realitas yang
tak dapat diragukan (Suaedi 2015: 95-99).

5. Landasan Epistemologis
Landasan epistemologis adalah metode ilmiah, metode ilmiah yaitu cara yang
dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Pengetahuan manusia ada
tiga macam, antara lain:
- Pengetahuan sains, pengetahuan yang logis dan didukung oleh bukti empiris.

Objek pengetahuan sains menurut Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu : Sebuah


Pengantar Populer, 1994 : 105) menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek
yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman
di sini ialah pengalaman indera. Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain seperti :
alam, tetumbuhan, hewan dan manusia, serta kejadian-kejadian sekitar alam,
tetumbuhan, hewan dan manusia itu semuanya dapat diteliti oleh sain. Cara
mendapatkan pengetahuan sains yaitu dengan muncul nya perkembangan sain yang
didorong oleh paham Humanisme (Juhaya 2011: 23)

Humanisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu


mengatur dirinya dan alam. Humanisme telah muncul pada zaman Yunani lama
(kuno). Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari
dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur
dengan akal pula. Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang
6

benar ialah yang logis dan ada bukti empiris. Positivisme mengajarkan bahwa
kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, terukur. Hipotesis dalam sain ialah
pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya.

- Pengetahuan filsafat, pengetahuan yang kebenarannya tidak dipertanggung


jawabkan secara logis bukan secara empiris.

Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian sain. Sain hanya meneliti
objek yang ada, sedangkan filsafat meneliti abjek yang ada dan mungkin yang tidak
ada. Sebenarya masih ada objek lain yang disebut objek forma yang menjelaskan sifat
kedalaman penelitian filsafat. Cara memperoleh pengetahuan Filsafat yaitu Pertama-
tama filosof harus membicarakan (mempertanggungjawabkan) cara mereka
memperoleh pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada para filosof
ialah karena ketelitian mereka.

Berfilsafat adalah berfikir, berfikir itu tentu menggunakan akal. Yang menjadi
persoalan itu apa itu sebenranya akal. Jika kita ingin mengetahui sesuatu yang tidak
empiris, yang kita gunakan adalah akal, bahkan akal sekaliputn sangat diragukan
hakikat kebenarannya. Kebenaran dalam filsafat ditentukan oleh logis tidak nya teori
itu. Ukuran logis tidak nya tersebut akan terlihat dari argument yang menghasilkan
kesimpulan itu.

- Pengetahuan mistik, pengetahuan yang tidak bisa dibuktikan secara empiris


maupun secara logis.

Yang menjadi objek pengetahuan mistik ialah objek yang abstrak-supra-rasional,


seperti alam gaib termasuk Tuhan, Malaikat, surga, neraka, jin dan lain-lain. Termasuk
objek yang hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik ialah objek-objek yang
tidak dapat dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra-natural (supra-rasional),
seperti kebal, debus, pelet, penggunaan jin dan santet. cara memperoleh pengetahuan
mistik pada umumnya ialah latihan yang disebut juga riyadhah. Dari riyadhah itu
manusia memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan yang dalam tasawuf
disebut ma’rifah. Satu-satunya tanda pengetahuan disebut pengetahuan bersifat mistik
ialah kita tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat yang ada di dalam sesuatu
kejadian mistik. Akan lebih merepotkan kita memahami sesuatu teori
dalampengetahuan mistik bila teori itu tidak punya bukti empirik sulit diterima karena
secara rasional tidak terbukti dan bukti empirik pun tidak ada.
7

6. Aliran-aliran DalamEpistemologi
Dalam Teori epistemologis terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran tersebut
mencoba menjawab pertanyaan bagaimana manusia memperoleh pengatahuan.

Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan yaitu


aliran:

a. Rasionalisme Aliran memiliki pendapat bahwa semua pengetahuan itu sumbernya dari
akal pikiran atau rasio. Di antara tokoh-tokoh adalah Rene Desceates (1596-1650),
yang membedakan adanya tiga gagasan, yaitu gagasan bawaan (innate ideas), karena
manusia dilahirkan atau disebut adventitinous ideas, yaitu gagasan yang datang dari
luar manusia, dan faktiniousideas, atau de yang dihasilkan dari pikiran itu sendiri.
Tokoh lain yaitu Spinoza (1632-1677), Leibniz (1666-1716).
b. Aliran Empirisme ini berpendapat bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh
melalui pengalaman indra. Indra menerima pengalaman (kesan) dari bidang
eksperimen, kemudian kesan-kesan tersebut terakumulasi dalam pengalaman manusia.
Tokohnya antara lain:1) John Locke (1632−1704), berpendapat bahwa pengalaman
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) pengalaman luar (sensation), yaitu
pengalaman yang diperoleh dari luar dan (2) pengalaman dalam, batin (reflexion).
Kedua pengalaman tersebut merupakan idea yang sederhana yang kemudian dengan
proses asosiasi membentuk idea yang lebih kompleks.
c. Aliran Kritisme ini berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari dunia
luar dan dari jiwa atau pemikiran manusia itu sendiri, bahan-bahan pengetahuan
tersebut berasal dari empiri (yang meliputi indra dan pengalaman). Kemudian akal
akan menempatkan, mengatur, dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan
yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan
pengolahan akal merupakan pembentukannya. Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant
(1724−1804). Kant mensintesiskan antara rasionalisme dan empirisme
Kedua,golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia inklusif di
dalamnya aliran-aliran:
a. Realisme adalah aliran filsafat yang menegaskan bahwa objek yang kita serap indera
adalah nyata dalam objek itu sendiri. Objek-objek ini tidak bergantung pada
pengetahuan subjek atau dengan kata lain tidak bergantung pada pikiran subjek.
Pikiran dan dunia luar berinteraksi satu sama lain, tetapi interaksi ini memengaruhi
8

sifat dunia. Dunia ada sebelum pikiran sadar dan akan tetap ada setelah pikiran tidak
sadar lagi
b. Positivisme adalah aliran filsafat yang menegaskan bahwa pengetahuan sejati hanya
dari ilmu-ilmu alam dan tidak ada hubungannya dengan metafisika. Tokoh-tokoh
aliran ini antara lain August comte,yang percaya bahwa sejarah perkembangan
pemikiran manusia dapat dikelompokan menjadi tiga tahapan.
1) Tahap Theologis
Dimana manusia masih percaya pengetahuan atau pengenalan yang mutlak.
Pada tahap ini masih dikuasai oleh takhayul-takhayul sehingga subjek dengan
objek tidak dibedakan
2) Tahap Metafis
Pemikiran manusia mulai berusaha memahami dan memikirkan
kenyataan,tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta
3) Tahap Positif
Yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum
dan saling hubungan lewat fakta. Oleh karena itu,pada tahap ini pengetahuan
manusia dapat berkembang dan dibuktikan dengan fakta (Harun H 1983: 110
dibandingkan dengan Ali Mudhofir 1985:52 dalam Kalelan 1991: 30)
d. Skeptisisme menyatakan bahwa indra bersifat menipu atau menyesatkan. Namun, di
zaman modern ini berkembang skeptisisme yang sistematis (sistematis), artinya ada
bukti sebelum suatu pengalaman diterima sebagai kebenaran.
e. Pragmatisme ini adalah pertanyaan tentang pengetahuan yang menggunakan atau
melibatkan penggunaan pengetahuan daripada mempertanyakan sifat pengetahuan.
Dengan kata lain, kebenaran pengetahuan harus dibagikan sebagai sarana keuntungan
dan tindakan. Tokoh aliran ini, antara lain c.s Pierce (1839), menyatakan bahwa yang
terpenting dalam manfaat apa (pengarruh apa) yang dapat dilakukan suatu
pengetahuan dalam suatu rencana.
7. Metodologi Memperoleh Pengetahuan
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain
mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah.
1. Metode Induktif
Metode induksi ialah metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil
observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.Menurut sebuah
pandangan ilmu yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai dengan Metode
9

Induktif, suatu infensi bisa disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan
tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai
pada pernyataan-pernyataan universal
David Hume (1711-1776) telah membangkitkan pertnyataan mengenai induksi
yang membingungkan para filsuf sejak zamannya sampai sekarang.Menurut Hume,
pernyataan yang berdasarkan obsevasi tunggal betapapun besar jumlahnya, secara
logis tak dapat menhasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas
Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan maka akan dipergunakan hal-hal
lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang,
bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi akan
mengembang. Dari contoh tersebut bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan
suatu pengetahuan yang tersebut juga dengan pengetahuan sintetik
2. Metode Deduktif
Deduksi sendiri merupakan cara penarikan kesimpulan bahwa data empiris
diolah dalam sistem proposisional yang berurutan. Perbandingan logis antara
kesimpulan itu sendiri adalah apa yang seharusnya dikandungnya. Ada tinjauan formal
logis dari teori ini,,ada perbandingan dengan teori lain, dan ada uji teori, yang
bertujuan apakah teori itu bersifat empiris atau ilmiah. Teori berlaku.
Menurut Popper kita dapat membuktikan kebenaran-kebenaran teori dari
kebenaran pernyataan-pernyataan yang bersifat tunggal. Tidak pernah ia menganggap
bahwa berkat kesimpulan-kesimpulan yang telah diverifikasikan, teori-teori dapat
dilakukan sebagai benar atau bahkan hanya mungkin benar, contoh: jika penawaran
besar, harga akan turun. Karena penawaran beras besar, harga beras akan turun
3. Metode positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh Auguste Comte (1798−1857). Metode ini
berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia
mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh
karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif adalah segala
yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian, metode ini dalam bidang filsafat
dan ilmu pengetahuan dibatasi pada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga
tahap: teologis, metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa
di balik segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus. Pada tahap metafisik,
kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian
10

dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan
dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.
Pada tahap ini, usaha mencapai pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan
teologis ataupun metafisis dipandang tak berguna, menurutnya, tidaklah berguna
melacak asal dan tujuan akhir seluruh alam; melacak hakikat yang sejati dari segala
sesuatu. Yang penting adalah menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang
terdapat pada fakta-fakta dengan pengamatan dan penggunaan akal
4. Metode Kontemplatif
Dalam metode ini, karena indera manusia terbatas dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan, maka objek yang dihasilkan berbeda-beda, sehingga perlu
dikembangkan suatu kemampuan mental yang disebut intuisi, dan pengetahuan yang
diperoleh melalui intuisi dapat diperoleh dengan perenungan. diperoleh.
Melakukannya.
Intuisi disebut Marifa dalam tasawuf. Artinya, pengetahuan yang berasal dari
Tuhan melalui pencerahan dan penerangan. Al-Ghazali menjelaskan bahwa ilmu
intuitif atau ma'rifah yang langsung terpancar dari Allah adalah ilmu yang paling
benar. Pengetahuan yang diperoleh oleh intuisi ini bersifat pribadi dan tidak dapat
digunakan secara menguntungkan seperti pengetahuan yang dikomoditaskan saat ini.
5. Metode Dialektif
Dialek dalam filsafat berarti, pertama-tama, cara bertanya dan menjawab
pertanyaan untuk mencapai kejelasan filosofis yang diajarkan oleh Socrates. Tetapi
dalam istilah Plato, itu adalah argumen logika. Dialektika sekarang berarti tingkat
logika yang mengajarkan aturan dan metode bercerita, dan analisis sistematis ide
untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Dalam kehidupan sehari-hari, dialektika berarti kemampuan berargumentasi.
Dalam epistemologi, ini adalah bentuk pemikiran yang tidak terdiri dari pemikiran,
tetapi seperti percakapan, pemikiran dipisahkan dari setidaknya dua kutub. Hegel
menggunakan metode dialektis untuk menjelaskan filsafatnya, lebih luas dari itu,
menurut Hegel dalam realitas ini berlangsung dialektika. Dan dialektika di sini berarti
mengompromikan hal-hal yang berlawanan seperti:
1) Diktator. Dimana manusia diatur dengan baik, tetapi mereka tidak punya
kebebasan (tesis).
11

2) Keadaan di atas menampilkan lawannya, yaitu negara anarki (anti tesis) dan
warga negara mempunyai kebebasan tanpa batas, tetapi hidup dalam
kekacauan.
3) Tesis dan anti tesis ini disintetis, yaitu negara demokrasi. Dalam bentuk ini
kebebasan warga negara dibatasi oleh undang-undang.

Terdapat juga beberapa istilah yang digunakan Allah Swt di dalam al-Quran, yakni
antara lain seperti al-nazhr, al-fikr, al-aql, dan al-qalb. Istilah-istilah ini
mengandung makna yang memuat konsep epistemology. Yaitu sebagai berikut :

1. Al-Nazhr Istilah al-nazhr dapat diartikan dengan melihat atau memperhatikan.


Berarti menurut al-Quran, salah satu cara untuk mengetahui kebenaran adalah dengan
melihat atau memperhatikan. .Di dalam al-Quran terdapat lebih 30 ayat yang memakai
kata nazhara, salah satu di antaranya seperti tercantum surat al-Ghasyiyah ayat 17
sebagai berikut.

‫اَفَاَل يَ ۡنظُر ُۡونَ اِلَى ااۡل ِ بِ ِل َك ۡيفَ ُخلِقَ ۡت‬


Arti : "Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?"
2. Al-Aql dan Al-Fikr Secara bahasa kata al-aql berarti mengikat dan menahan. Di
dalam al-Quran, kata al-aqal selalu diungkapkan dalam bentuk kata kerjanya, yakni
ta’qilun (24 ayat) dan ya’qilun (22 ayat). Seperti yang tercantum dalam surat Al-
baqarah ayat 242 sebagai berikut.
َ‫ࣖ َك ٰذلِكَ يُبَيِّنُ هّٰللا ُ لَ ُك ْم ٰا ٰيتِ ٖه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُوْ ن‬
Arti: "Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu
mengerti."
3. Al-Qalb Istilah selanjutnya yang berkaitan dengan metodologi ilmu di dalam al-
Quran adalah al-qalb. Istilah al-qalb yang berarti hati, terdapat kurang lebih terdapat
101di dalam al-Quran. Contoh ayat al-Qur’an yang menggunakan kata al-qalb adalah
Q.S. Al-Jatsiyyah (45) ayat 23.
‫ص ِر ٖه ِغ ٰش َو ۗةً فَ َم ْن يَّ ْه ِد ْي ِه ِم ۢ ْن بَ ْع ِد هّٰللا ِ ۗ اَفَاَل‬ ‫هّٰللا‬
َ َ‫ضلَّهُ ُ ع َٰلى ِع ْل ٍم َّو َختَ َم ع َٰلى َس ْم ِع ٖه َوقَ ْلبِ ٖه َو َج َع َل ع َٰلى ب‬َ َ‫اَفَ َر َءيْتَ َم ِن اتَّ َخ َذ اِ ٰلهَهٗ ه َٰوىهُ َوا‬
َ‫ تَ َذ َّكرُوْ ن‬.
Arti: "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan
Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas
penglihatannya? Maka siapa yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah
(membiarkannya sesat?) Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?"
12

8. Hubungan Epistemologi dengan Ilmu-Ilmu Lain


a. Hubungan antara epistemologi dan Ilmu logika.logika sendiri adalah metode yang
mengajarkan cara berpikir yang benar, yakni digunakan oleh pikiran untuk
mengeksplorasi dan memahami realitas eksternal sebagaimana adanya dalam
penggambaran dan pembenaran.Dengan memerhatikan definisi ini, bisa dikatakan
bahwa epistemologi jika dikaitkan ilmu logika dikategorikan sebagai pendahuluan
dan mukadimah karena apabila kemampuan dan validitas akal belum dikaji dan
ditegaskan,mustahil kita membahas tentang metode akal untuk mengungkap suatu
hakikat dan bahkan metode-metode yang ditetapkan oleh ilmu logika masih perlu
dipertanyakan dan rekonstruksi.
b. Hubungan antara epistemologi dan filsafat. Definisi umum dari filsafat adalah
persepsi Keberadaan (Ontologi), Realitas Eksternal dan hakikat keberadaan. Jika
filsafat memiliki arti khusus (metafisika). adalah membahas kaidah-kaidah umum
tentang eksistensi. Dalam dua pengertian tersebut, telah diasumsikan mengenai
kemampuan, kodrat, dan validitas akal memahami hakikat dan Realitas Eksternal
c. Hubungan epistemologi dengan teologi dan ilmu tafsir. Ilmu kalam (teologi) ialah
suatu ilmu yang menjabarkan proposisi-proposisi teks suci agama dan penyusunan
argumentasi demi mempertahankan peran dan posisi agama. Ilmu tafsir adalah
suatu ilmu yang berhubungan dengan metode penafsiran kitab suci. Jadi,
epistemologi berperan sentral sebagai alat penting bagi kedua ilmu tersebut,
khususnya pembahasan yang terkait dengan kontradiksi ilmu dan agama, atau akal
dan agama, atau pengkajian seputar pluralisme dan hermeneutik karena akar
pembahasan ini terkait langsung dengan pembahasan epistemologi.
BAB III
PENUTUP
Simpulan

Berdasarkan uraian pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa epistemologi


merupakan suatu cara yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menentukan kebenaran. Ada
banyak kebenaran dan ada banyak cara untuk sampai kepada kebenaran, maka antara metode
dan isinya tidak bisa lepas satu sama lain, karena pengetahuan selalu teringat dengan asal-
usulnya dan epistemologi juga terikat dengan karakteristik kebenaran yang berbeda
dihadapannya. Sehingga keduanya sangat penting bukan saja tentang persoalan kebenaran,
namun juga bagaimana kebenaran tersebut dapat memberi makna dan manfaat bagi kehidupan
umat manusia.

12
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Suaedi. (2015). Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.

Hadi, Hardono. (1994). Epistemologi: Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius PT.

Hamid, Sanusi. (2021). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Bintang Pustaka Mandani

Praja, Juhaya. (2011). Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.

Sumarna, Cecep. (2020). Filsafat Ilmu Mencari Makna tanpa Kata Menasbihkan Tuhan
dalam Nalar. Bandung: PT Remaja Rosadakarya.

Tim Dosen Filsafat Ilmu. (1996). Filsafat Ilmu . Yogyakarta: Liberty.

DosenSosiologi.com. (2022). "Pengertian Epistemiologi, Sejarah, Jenis, dan 2 Contohnya".


https://dosensosiologi.com/pengertian-epistemologi/. Diakses pada 28 September
pukul 19.00 WIB.

Izad, Rohmatul. (2017). "Apakah Epistemologi Itu Penting?".


https://www.qureta.com/post/apakah-epistemologi-itu-penting. Diakses pada 29
September 2022 pukul 09.24 WIB.

mcdens14. (2011). "Pengetahuan Sains, Filsafat, dan Mistik".


https://mcdens13.wordpress.com/2011/12/29/pengetahuan-sain-filsafat-dan-mistik/.
Diakses pada 29 September 2022 pukul 20.30 WIB.

Lubis Salim, Agus. "Epistemologi Ilmu Dalam Al-Qur'an". Jurnal Logaritma Vol. 1, No. 01
Januari 2013. http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/LGR/article/view/19.
Diakses pada 30 Oktober 2022, pukul 19.36 WIB.

13

Anda mungkin juga menyukai