Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh
Prof. Dr. Drs. Suroso, M.Pd.
Disusun Oleh:
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas
dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan cara
bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut
terkadang belum memuaskan. Manusia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk
mengukur apakah yang dimaksud bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran
yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidak membuat manusia
berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, manusia semakin terus berusaha
mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya
untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia
sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari
solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena hal tersebut bersifat dinamis dan
tidak kaku, artinya tidak akan berhenti pada satu titik namun akan terus berlangsung seiring
dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.
Filsafat dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang
ada di alam semesta ini secara mendalam, sistematis dan menyeluruh demi
memperoleh kebenaran yang hakiki. Dalam filsafar terdapat landasn epistemologi.
Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mengandung pertanyaan bagaimana
cara memperoleh pengetahuan. Seseorang dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah
sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi. Hal tersebut membuat eksistensi
epistemologi sangat penting untuk menggambarkan manusia berpengetahuan, yaitu dengan
cara menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi.
Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga
ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi
Menurut (Suriasumantri, 2010) epistemologi merupakan arah berpikir manusia
dalam menemukan dan memperoleh suatu ilmu pengetahuan degan menggunakan
kemampuan rasio. Secara linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani
yaitu: kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, ilmu,
uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan
yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge.
Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan
yang benar dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan. Secara
terminologi, epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu
filsafat tentang pengetahuan. Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara
memperoleh pengetahuan. Seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila
telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi, artinya pertanyaan
epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan.
Sumber ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang diyakini sebagai sumber darimana
ilmu pengetahuan itu dapat diperoleh. Ada dua macam sumber ilmu pengetahuan yaitu
pengetahuan manusia dan pengetahuan Tuhan. Menurut tradisi filsafat Barat, ada dua
aliran epistemologi yaitu aliran rasionalisme (akal) dan aliran empirisme (indra). Aliran
rasionalisme memberikan tekanan pada akal sebagai sumber pengetahuan dan aliran
empirisme merupakan sumber pengetahuan yang sumbernya yaitu pengalaman indrawi
manusia.
Pengetahuan wahyu dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu Ilmu yang
diperoleh oleh manusia (ilmu aqli) dan ilmu wahyu (ilmu naqli). Ilmu aqli didapat melalui
akal (ilmu pengetahuan konseptual) dan pengalaman indrawi(ilmu pengetahuan persepsi).
Ilmu ini bertujuan untuk membantu manusia menjalankan perannya sebagai khalifah.
Ilmu wahyu atau disebut ilmu naqli merupakan ilmu yang bersumber dari Tuhan seperti
ilmu ketauhidan, keimanan, kewahyuan, fikh, ushuluddin, dan sebagainya. Tujuannya
yaitu untuk menyempurnakan tugas manusia sebagai hamba Allah, atau untuk
menyempurnakan fardhu ain.
Ada dua macam proses berpikir, yaitu menggunakan metode deduktif dan
induktif. Metode deduktif adalah suatu proses bepikir yang bertolak dari hal-hal yang
abstrak kepada yang konkret. Dari pernyataan yang bersifat umum ke pernyataan
yang bersifat khusus dengan menggunakan kaidah logika tertent, yaitu logika
deduktif. Cara berpikir deduktif sudah dimulai oleh Aristoteles dan para pengikutnya,
yaitu melalui serangkaian pernyataan yang disebut silogisme. Silogisme trdirid ari 3
pernyataan yaitu.
Plato mengatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan alat dria adalah
pengetahuan yang semu, sedangkan pengetahuan yang benar adalah yang diperoleh dengan
akal yang disebutnya idea. Aliran empirisme mengatakan bahwa pengetahuan yang benar
adalah yang diperoleh dengan perantaraan pancaindera, sedangkan pengetahuan yang
diperoleh dengan akal hanyalah merupakan pendapat saja. Empirisme mengeritik akal, bahwa
akal manusia itu diperlengkapi dengan pengetahuan apriori, pengetahuan yang sudah ada,
dibawa sejak lahir, yang oleh Plato disebut innate ideas. Menrut empirisme pengetahuan itu
bukan sudah ada atau tidak dibawa lahir, tetapi diperoleh dari pengalaman. Pengalamanlah
yang menentukan pengetahuan kita. Berdasarkan perspektif Barat dikenal 3 macam teori
kebenaran pengetahuan, yaitu.
1. Teori Korespondensi
Menurut teori korespondensi pengetahuan kita itu adalah benar apabila sesuai dengan
kenyataan. Suatu pernyataan atau suatu proposisi dikatakan benar apabila pernyataan
itu sesuai dengan fakta-fakta yang ada. Kalau tidak sesuai dengan fakta maka
pernyataan itu tidak benar.
3. Teori Pragmatik.
Menurut teori ini suatu proposisi dikatakan benar apabila proposisi itu berlaku, dapat
digunakan, berguna. Dengan kata lain bahwa sesuatu itu dikatakan benar apabila ia
berguna, dapat digunakan dalam praktek, akibat atau pengaruhnya memuaskan. Jelas
bahwa teori ini berdasarkan pada filsafat pragmatisme.
Ketiga macam teori kebenaran menurut pandangan sains Barat itu dapat digolongkan
ke dalam dua macam kebenaran, yaitu kebenaran empiris (yang bertolak dari aliran
empirisme), dan kebenaran logis (yang bertolak dari logika deduktif). Di samping diakui
adanya kebenaran logis dan kebenaran empiris, terdapat pula kebenaran wahyu.
Kebenaran wahyu adalah kebenaran yang datangnya dari Tuhan, dan karena itu bersifat
mutlak. Wahyu diturunkan oleh Allah SWT kepada rasul-rasulNya untuk menjadi sumber
ilmu pengetahuan dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Suriasumantri, Jujun S. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar. Jakarta: ITB Pres.
Soelaiman, Darwis A. 2019. Filsafat ilmu pengetahuan :Perspektif Barat dan Islam. Aceh:
Bandar Publishing.