Anda di halaman 1dari 7

KOHESI LEKSIKAL DAN KOHESI GRAMATIKAL

DALAM CERPEN KANDANG BABI


KARYA EKA KURNIAWAN
Oleh :
Choirul Imsa Hastuti
18201241034
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Yogyakarta
choirulimsahastuti@gmail.com

Abstrak
Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud
penulis untuk tujuan estetika. Salah satu jenis dari karya sastra adalah cerpen. Cerpen
merupakan sebuah karya sastra pendek yang mengisahkan tentang sebuah permasalahan yang
dialami tokoh secara ringkas mulai dari pengenalan hingga sampai akhir permasalahan.
Cerpen merupakan salah satu jenis wacana tulis. Cerpen terbentuk dari kesatuan kalimat yang
mengandung makna. Kesatuan kalimat tersebut tidak terlepas dari pengaruh aspek kohesi dan
koherensi. Kohesi merupakan keterpaduan bentuk yang artinya kalimat pada sebuah paragraf
dalam wacana harus berkaitan secara padu. Sedangkan koherensi mengacu pada keterpaduan
makna dalam wacana yang koheren. Cerpen sebagai wacana tulis tentu harus memiliki
keterpaduan bentuk atau kohesi yang baik dalam menggambarkan serta menjelaskan kejadian
di dalamnya sehingga pembaca dapat dengan mudah memahaminya. Salah satu cerpen yang
di dalamnya mengandung unsur kohesi adalah cerpen “Kandang Babi” karya Eka Kurniawan.
Dari hasil analisis didapatkan unsur kohesi leksikal dan kohesi gramatikal dalam cerpen
“Kandang Babi” karya Eka Kurniawan .

Kata kunci : cerpen, wacana, kohesi

PENDAHULUAN
Karya Sastra merupakan sebuah seni yang menggunakan bahasa sebagai
perwujudannya. Karya-karya ini sering menceritakan sebuah kisah, dalam sudut pandang
orang ketiga maupun orang pertama, dengan plot dan melalui penggunaan berbagai perangkat
sastra yang terkait dengan waktu mereka. Bahasa yang digunakan dalam karya sastra
biasanya memiliki simbol-simbol tertentu yang menimbulkan interpretasi berbeda bagi
pembaca. Bahasa karya sastra memiliki kekhasan yang berbeda dengan karya sastra
nonsastra, yakni penuh ambiguitas dan memiliki kategori-kategori yang tidak beraturan dan
tidak rasional, asosiatif, konotatif, serta mengacu pada teks lain atau karya sastra yang
diciptakan sebelumnya (Wellek dan Werren, 1998: 15).
Karya sastra adalah struktur yang merupakan susunan keseluruhan yang utuh. Antara
bagian-bagiannya saling erat berhubungan. Tiap unsur dalam situasi tertentu tidak
mempunyai arti tersendiri melainkan artinya ditentukan oleh hubungannya dengan unsur-
unsur yang lainnya yang terlibat dalam situasi itu. Makna penuh suatu satuan atau
pengalaman dapat dipahami hanya jika terintegrasi kedalam struktur yang merupakan
keseluruhan dalam kesatuankesatuan itu (Hawkes, 1979:18).
Salah satu jenis dari karya sastra adalah cerpen. Cerpen merupakan sebuah karya
sastra pendek yang bersifat fiktif dan mengisahkan tentang suatu permasalahan yang dialami
oleh tokoh secara ringkas mulai dari pengenalan sampai akhir dari permasalahan yang
dialami oleh tokoh. Sumardjo (2007:202) mengatakan bahwa cerita pendek merupakan fiksi
yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Oleh sebab itu, cerita yang disajikan dalam cerpen
terbatas hanya memiliki satu kisah/peristiwa. Cerpen memiliki beberapa ciri yaitu panjang
kisahnya lebih singkat daripada novel, alur ceritanya rapat, berfokus pada satu klimaks,
memusatkan cerita pada tokoh tertentu, waktu tertentu, dan situasi tertenyu, sifat tikaiannya
dramatic, yaitu berintikan pada perbenturan yang berlawanan, dan tokoh-tokoh di dalamnya
ditampilkan pada suatu latar atau latar belakang melalui lakuan dalam satu situasi (Handy,
1998:184).
Wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan
kalimat. Wacana terbangun karena memiliki unsur-unsur kohesi dan koherensi yang baik,
mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan disampaikan secara lisan dan
tulisan (Mulyana 2005). Kridalaksana (2008:208) menyatakan bahwa wacana adalah satuan
bahasa lengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau
terbesar.
Ada dua macam bentuk wacana, yaitu wacana tulis dan wacana lisan. Dalam wacana
tulis hubungan antar kalimat harus selalu diperhatikan untuk memelihara keterkaitan dan
keruntutan antar kalimat. Tarigan (2009:92) menyatakan bahwa kepaduan dan kerapian
bentuk merupakan faktor penting untuk menentukan tingkat keterbacaan dan keterpahaman
wacanaHubungan tersebut terwujud dalam bentuk kohesi dan koherensi.
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural
membentuk ikatan sintaktikal. Kohesi wacana terbagi atas dua aspek, yaitu kohesi gramatikal
dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal antara lain referensi, substitusi, elipsis,dan konjungsi,
sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah repetisi,sinonim,antonim dan homonim
(Halliday,1976:21).
Sumarlam (2003: 34) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kohesi leksikal
adalah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis. Kohesi leksikal dalam wacana
dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu repetisi atau pengulangan, sinonimi atau padan
kata, kolokasi atau sanding kata, hiponimi atau hubungan atas-bawah, antonimi atau lawan
kata, dan ekuivalensi atau kesepadanan.
Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian
kalimat) yang dianggap penting dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam, 2003: 34).
Sinonim menurut Pateda (2010: 222-223) secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa
Yunani kuno yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah kata
sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. Antonimi merupakan ungkapan
yang maknanya berlawanan Kolokasi adalah asosiasi dalam menggunakan pilihan kata yang
cenderung digunakan secara berdampingan, yaitu kata-kata yang dipakai dalam satuan
domain atau jaringan tertentu. Hiponimi Hiponimi adalah satuan lingual (kata atau frasa)
yang maknanya termasuk dalam makna kata atau frasa yang lain. Ekuivalensi merupakan
kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah
paradigma. Hubungan kesepadanan ditunjukkan oleh kata hasil proses afiksasi dari morfem
asal yang sama.
Menurut (Halliday Hasan dalam Sumarlam, 2003: 23) aspek gramatikal wacana
meliputi pengacuan, penyulihan, pelesapan, dan perangkaian. Pengacuan atau referen adalah
salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada
satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Penyulihan
disebut juga dengan substitusi yaitu proses penggantian unsur lain dalam satuan yang lebih
besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau menjelaskan suatu struktur tertentu.
Pelepasan atau elipsis memiliki hubungan kohesif yang sama dengan hubungan kohesif
penyulihan. Hanya saja pada hubungan pelesapan ini unsur penggantinya itu dinyatakan
dalam bentuk kosong (zero). Sesuatu yang dinyatakan kata, frasa, atau bagian kalimat
tertentu dilesapkan karena sudah disebutkan pada kalimat sebelumnya. Perangkaian atau
disebut juga kata sambung atau kata tugas yang menghubungkan dua satuan yang sederajat;
kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Dilihat dari perilaku
sintaksisnya konjungsi dibagi menjadi lima yaitu konjungsi koordinatif, konjungsi
subordinatif, konjungsi korelatif, konjungsi antarkalimat, dan konjungsi antar paragraf.

PEMBAHASAN
Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu repetisi
atau pengulangan, sinonimi atau padan kata, kolokasi atau sanding kata, hiponimi atau
hubungan atas-bawah, antonimi atau lawan kata, dan ekuivalensi atau kesepadanan.
Tidak semua kohesi leksikal dapat ditemukan dalam cerpen ”Kandang Babi” karya
Eka Kurniawan, berikut kohesi leksikal yang dapat ditemukan :
1. Repetisi / Pengulangan
“Terutama kalau malam, ia adalah raja yang berkuasa di kegelapan pohon-pohon
rindang, tapi sungguh, ia bukan jin Iprit. Ia seperti kita juga: suka makan, beol, bercerita,
berteriak menyanyikan “Obladi Oblada”, atau jika ia sedang tidak bersemangat, ia akan
duduk manis menatap jauh pada segerombolan gadis yang tengah duduk berkerumun:
berharap satu atau dua orang tersingkap roknya.”
“Ia berdiri bengong di gerbang fakultas. Ia tak tahu harus ngeloyor ke mana. Ia tak
punya pondokan selama empat tahun ini, dan lebih parah dari segalanya, ia tak punya uang
untuk menyewa pondokan baru.”
Pada kutipan cerpen diatas ditemukan repetisi atau pengulangan tautotes yang berupa
pengulangan kata baru yang diulang tiga kali pada akhir kalimat keempat. Repetisi tautotes
dapat berada di awal, tengah maupun akhir kalimat, bahkan bisa terdapat pada satu kalimat
yang sama. Pengulangan atau repetisi pada kutipan cerpen diatas terdapat pada kata ia yang
merujuk pada tokoh Edi Idiot.
2. Kolokasi
“ Ia segera akan membereskan kandang babinya. Ketiga jeans dan ketiga kemejanya yang
tidak sedang dipakai ia gantungkan di paku-paku yang menancap di dinding. Kemudian ia
membersihkan tikar, menggebukinya dengan sebatang tongkat pendek untuk mengusir debu
dan kecoa, sebelum dihamparkan di pojok kandang babi itu. Bantalnya sudah sangat lembek
sekali, ia temukan dahulu kala di kantor senat mahasiswa, sempat jadi rebutan dengan
seorang temannya yang kini tinggal di gudang lain tak jauh dari kandang babi mantan
gudang stensilnya, namun ia menangkan setelah bertaruh siapa yang berani masuk ke ruang
dosen di pagi hari sebelum cuci muka. Sementara itu selimutnya merupakan hadiah
istimewa dari kekasihnya di semester kedua; berwarna coklat muda dan ketebalannya cukup
menghangatkan di musim dingin yang sangat ekstrim; suatu penghibur jika ia mengenang
bagaimana cintanya diputuskan oleh gadis tersebut padahal demi Tuhan bahwa gadis itu
jeleknya minta ampun—tak lebih cantik dari lubang kloset.”
Kutipan diatas menceritakan tentang Edi Idiot yang tinggal di sebuah Gudang yang
terdapat di fakultasnya, dan dinamakan kendang babi di dalam cerpen. Untuk
menggambarkan keadaan kandang babi , kata- kata berkolokasi yang digunakan adalah
ketiga jeans dan ketiga kemejanya, tikar, tongkat pendek, bantal, dan selimutnya.
3. Hiponimi
“Maka tidurlah ia di sana ditemani hantu wanita yang bunuh diri, dedemit, sundel bolong,
dan semua makhluk horor lainnya.”
Pada kutipan diatas ditemukan hiponimi yaitu hantu wanita yang bunuh diri, dedemit,
dan sundel bolong sebagai hipernim atau superordinat dari macam-macam hantu.
“Pihak universitas melarang kami tinggal di kampus lagi. Aku sekarang tinggal di kandang
monyet, ditemani genderwo dan kuntilanak, serta dikeloni anjing kudisan.”
Pada kutipan diatas ditemukan hiponimi yaitu genderuwo dan kuntilanak sebagai
hipernim atau superordinat dari macam-macam hantu.
Aspek gramatikal wacana meliputi pengacuan/ referen, penyulihan/ substitusi,
pelesapan/ elipsis, dan perangkaian/ konjungsi. Dalam cerpen ”Kandang Babi” karya Eka
Kurniawan ditemukan kohesi gramatikal yaitu:
1. Pengacuan / Referen
“Edi Idiot menjaga kampus siang dan malam, tapi ia bukan satpam. Terutama kalau malam,
ia adalah raja yang berkuasa di kegelapan pohon-pohon rindang, tapi sungguh, ia bukan jin
Iprit.”
Kutipan diatas mengandung referen endofora yang bersifat anaforis karena acuan
disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Kata ia pada kutipan di atas
menggantikan kedudukan Edi Idiot.
2. Pelesapan/ Elipsis
“Dialah Edi Idiot, menyelesaikan sekolah dasar selama sembilan tahun Ø sekolah menengah
pertama empat tahun dan Ø sekolah menengah atas selama lima tahun.”
Pada kutipan diatas terdapat pelesapan, pelesapan terjadi pada kalimat-kalimat setelah
nama tokoh Edi Idiot disebutkan.
3. Perangkaian/ Konjungsi
“Selama beberapa waktu ia mencoba mengamen di perempatan jalan, namun hasilnya jauh
dari cukup untuk mencapai cita-citanya punya pondokan baru.”
Pada kutipan diatas ditemukan konjungsi pertentangan yaitu pada kata “namun” .
“Sering berdeklamasi seorang diri, namun jelas bukan penyair juga, mungkin hanya karena
kegilaannya sedikit sedang kumat.”
“Edi Idiot menyelesaikan sarapannya dengan perasaan puas, karena untuk pertama kali
setelah beberapa waktu, ia boleh mengambil porsi makan sebanyak yang ia suka.”
Karena pada kutipan di atas dinyatakan sebagai konjungsi karena berfungsi untuk
menghubungkan dua klausa atau frasa.
“Ia membuka tasnya dan menemukan buku catatan itu.”
“Bu Kantin yang Gendut menghitungnya, dan Edi Idiot kehilangan lebih dari separoh uang
yang dipegangnya.”
“Kadang ia merasa betapa ruginya dia: hidup di dunia dalam keadaan buruk, dan kalau
mati kemungkinan besar masuk neraka.”
“Empat tahun telah berlalu, dan itu membuatnya betah tetap tinggal di kandang babinya;
istananya yang paling hebat.”
Pada kutipan cerpen diatas ditemukan konjungsi aditif yaitu pada kata “dan”.

PENUTUP
Simpulan
Tidak semua jenis kohesi leksikal dan gramatikal dapat ditemukan dalam cerpen
“Kandang Babi” karya Eka Kurniawan Kohesi leksikal yang ditemukan dalam cerpen
“Kandang Babi” karya Eka Kurniawan yaitu repetisi/ pengulangan yang berupa pengacuan
tautotes, kolokasi, dan hiponimi. Kohesi gramatikal yang ditemukan dalam cerpen “Kandang
Babi” karya Eka Kurniawan yaitu pengacuan/referen yang bersifat anaforis karena acuan
telah disebut sebelumnya, pelesapan/ellipsis, dan perangkaian/konjungsi yang ditemukan
pada kata karena, dan, namun. Berdasarkan pemaparan diatas, wacana cerpen “Kandang
Babi” karya Eka Kurniawan merupakan sebuah wacana yang kohesif karena terdapat unsur
kohesi leksikal dan unsur kohesi gramatikal yang dapat membuat setiap narasi atau dialognya
menjadi padu.

DAFTAR PUSTAKA
Halliday,M. dan Hassan, R. 1976. Cohesion in English. Londan: Longmman.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia

Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode, Aplikasi, Prinsip-prinsip Analisis Wacana.

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Pateda, M. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta

Sumarlam. 2003. Teori & Praktik Analisis Wacana. Solo: Pustaka Cakra Surakarta

Anda mungkin juga menyukai