Anda di halaman 1dari 44

ASPEK

WACANA
Kelompok 1 (3PB1):
 Novita Herawati (1201618001)
 Ika Yuli Setiyani (1201618002)
 Muchammad Yazid ( 1201618006)
 Halimatus Sa’diyah (1201618023)
 Jihan Hanifah (1201618025)
 Caroline Rahma Maulina (1201618026)
WACANA
Tarigan (2009, hlm. 26) mengungkapkan,
“Wacana adalah satuan bahasa yang
terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan
kohesi tinggi yang berkesinambungan yang
mempunyai awal dan akhir yang nyata
disampaikan secara lisan atau tertulis.”

Dalam wacana, dari kalimat pertama hingga


kalimat terakhir terdapat hubungan yang
teratur. Sehingga, wacana memiliki makna
yang jelas dan utuh ketika disampaikan secara
lisan ataupun tulis
Unsur Tekstualitas
(Aspek Wacana)

Kohesi Koherensi Intensionalitas

Situasionalitas Intertekstualitas Akseptabilitas Informativitas


KOHE
SI
Kohesi

Kohesi merupakan hubungan Wacana benar-benar bersifat


gramatikal dan leksikal antara kohesif apabila terdapat
berbagai unsur yang berbeda dalam kesesuaian secara bentuk
satu teks yang dapat berbentuk bahasa terhadap koteks (situasi
hubungan antara kalimat yang dalam bahasa; sebagai lawan
berbeda atau yang berbeda dalam dari konteks atau situasi luar
satu kalimat. (Richards, dkk. 2002: bahasa). (James dalam Tarigan
148) (2009:93))
Kohesi
Contoh:
1. “Lukman dan ibunya harus berpisah karena ia akan pergi ke
Inggris.”
2. “Lukman dan ibunya harus berpisah karena Lukman harus pergi ke
Inggris.”

Kalimat pada contoh pertama tidak kohesif karena kata ia tidak jelas
mengacu kepada siapa, apakah Lukman atau ibunya. Sementara itu,
kalimat pada contoh kedua mengandung kohesi karena ada pengulangan
kata Lukman. Sehingga, kalimat tersebut memberikan pemahaman yang
utuh dan dapat dimengerti oleh pembaca atau pendengar.
Kohesi

Ada beberapa alat yang digunakan untuk


mebuat wacana yang kohesif. Dapat
dikatakan pula bahwa kohesi terbagi dalam
beberapa jenis. Menurut Santhi (2019, hlm.
52) “Kohesi dapat dibagi dua, yaitu kohesi
leksikal dan kohesi gramatikal.”
Kohesi Gramatikal
a. Referensi
Referensi adalah kata atau kelompok kata yang digunakan untuk
mengacu kata atau kelompok kata lain.

Contoh:

“Sita adalah mahasiswi di salah satu perguruan tinggi. Dia anak


yang pandai, cantik dan pandai bergaul. Teman-temanya selalu
bersedia membantunya.”

Kata Sita pada kalimat pertama merupakan kata yang diacu. Kata
dia pada kalimat kedua dan kata ganti –nya pada kalimat ketiga
merupakan kata-kata yang mengacu kepada kata Sita.
Kohesi Gramatikal
b. Substitusi
Substitusi ialah penggantian kata atau kelompok kata dengan kata atau kelompok kata lain. Dalam
substitusi terdapat acuan seperti dalam referensi yaitu acuan tekstual (endofora) saja. Substitusi
digunakan untuk menggunakan kata atau kelompok kata yang berbeda, dengan kata lain menghindari
pengulangan kata.

Contoh:

“Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan kembali diterapkan minggu depan. Hal tersebut
menandakan bahwa pemerintah tidak siap menghadapi new normal”

Pada contoh di atas, frasa hal tersebut merupakan substitusi dari seluruh kalimat sebelumnya, yaitu
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan kembali diterapkan minggu depan. Penggunaan frasa
hal tersebut untuk menghindari pengulangan dalam kalimat.”
Kohesi Gramatikal
C. Elipsis
Elipsis adalah pelasapan kata atau kelompok kata tertentu yang sudah
disebutkan sebelumnya. Elipsis berguna untuk membangun kalimat efektif.
Dalam elipsis, suatu bagian yang telah disebutkan tidak disebutkan kembali.

Contoh: “Angga sedang berada di studio karena harus menyelesaikan album


barunya.”

Contoh tersebut merupakan kalimat majemuk bertikngkat. Dalam kalimat


tersebut terdapat proses elipsis. Proses elipsis terjadi pada nomina. Subjek
Angga dalam klausa atasan merupakan nomina yang dilesapkan pada klausa
bawahan. Seharusnya klausa bawahan pada kalimat majemuk bertingkat
tersebut ditulis Angga harus menyelesaikan album barunya. Selain elipsis
nominal, ada pula elipsis verbal, frasal, dan klausa.
Kohesi Gramatikal
d. Konjungsi
Konjungsi adalah kata hubung yang digunakan untuk menggabungkan antarkata, frasa, klausa, kalimat,
atau paragraf. Konjungsi dalam wacana akan mempengaruhi hubungan makna.

Contoh:

(1) “Renaldi mencuci motor dan istrinya mencuci piring.”

(2) “Renaldi mencuci motor, sedangkan istrinya mencuci piring.”

Penggunaan konjungsi dan pada kalimat pertama bermakna penambahan atau penjumlahan. Sementara
itu, penggunaan konjungsi sedangkan pada kalimat kedua bermakna pertentangan.
Kohesi Leksikal
a. Sinonim
Sinonim merupakan kata yang memiliki arti yang sama. Kata tersebut bentuknya
berbeda namun artinya sama. Kata yang memiliki sinonim berguna untuk saling
menggantikan dalam penggunaannya.

Contoh:

(1) “Mansur lebih senang membaca koran setelah pulang dari kantor.”

(2) “Mansur lebih senang membaca surat kabar setelah pulang dari kantor.”

Kalimat pertama menggunakan kata koran, Kalimat kedua menggunakan kata surat
kabar. Kata koran dan surat kabar memiliki arti yang sama. Dua kata tersebut saling
menggantikan.
Kohesi Leksikal
b. Antonim
Antonim adalah kata yang memiliki arti berlawanan. Kata tersebut
secara bentuk berbeda dan memiliki arti yang berlawanan.
Antonim dapat ditemukan dalam beberapa tataran, misalnya
morfem, kata, dan frasa. Contoh, morfem –pra dengan –pasca,
kata jual dengan beli, frasa si rajin dengan si malas. Namun, tidak
semua kata memiliki arti yang berlwanan seperti kata rumah dan
tanah.
Kohesi Leksikal
c. Hiponim
Hiponim merupakan kata yang merupakan bagian dari kata lain.

Contoh:

Televisi, radio, dan telepon merupakan hiponim frasa alat


elektronik. Tiga kata tersebut termasuk ke dalam alat elektronik
sehingga disebut hiponim. Sementara itu, frasa alat elektronik
yang terdiri dari radio, televisi, dan telepon disebut hipernim. Tiga
kata yang terdiri atas kata tlevisi, radio, dan telepon memiliki
hubungan yang disebut kohiponim.”
Kohesi Leksikal
d. Repetisi
Repetisi adalah pengulangan kata yang sama dengan acuan yang sama. Pengulangan
ini digunakan untuk memberikan penekanan atau penegasan dalam wacana.

Contoh:

“Dalam kehidupan demokrasi, rakyat harus berani. Berani menyatakan pendapat,


berani menentang ketidakadilan, dan berani menyongsong masa depan.”

Kata berani dalam kalimat-kalimat tersebut memberikan penekanan atau penegasan


dalam sebuah wacana. Sehingga, wacana tersebut mengandung repetisi.
KOHERE
NSI
Koherensi
• Koherensi adalah aspek makna yang mengacu pada aspek ujaran atau
yang menggambarkan bagaimana proposisi-proposisi yang tersirat
dapat ditafsirkan dan disimpulkan.(Tarigan, 2009 : 92).
• Menurut Renkema (2004) koherensi adalah jalinan antarbagian dalam
wacana; kepaduan semantis yang dapat dicapai oleh faktor-faktor di
luar wacana. Jadi koherensi adalah kesinambungan informasi.
• Menurut Keraf dalam Mulyana (2005 : 30) koherensi adalah
keserasian hubungan timbal balik antar unsur-unsur dalam kalimat
serta kekompakan hubungan kalimat-kalimat dalam wacana.
Koherensi
Frank J.D’Angelo (1980) telah meneliti serta mendaftarkan aneka sarana koherensif
bagi paragraf
a) Penambahan, adisi: dan, juga, lagi, pula
b) Seri, rentetan: pertama, kedua, … berikut, kemudian, selanjutnya, akhirnya
c) Pronomina: ini, sana, saya, kamu,kita, dia, mereka
d) Pengulangan, repetisi: pemuda-pemuda, ibu-ibu
e) Padanan kata, sinonim: pacar - kekasih
f) Keseluruhan, bagian: setiap pasal tersusun dari beberapa paragraf, seterusnya
setiap paragraf terdiri dari beberapa kalimat.
g) Kelas, anggota: Perhubungan darat, laut, dan udara
h) Penekanan: nyatalah, sudah tentu, sebenarnyalah
i) Komparasi, perbandingan: hal yang sama, lebih dari itu
j) Simpulan, hasil: Demikianlah, oleh karena itu
k) Contoh, misal: umpamanya, misalnya, sebagai contoh
l) Kesejajaran, pararel: Kami bersalaman, kami berpelukan
m) Lokasi, tempat: di sini, di situ, dari atas, di gudang
n) Kala, waktu: mula-mula, tidak lama kemudian, sementara, akhirnya
INTENSIONA
LITAS
Intensionalitas

De Beaugrande & Dressler berpendapat dalam jurnal Medan


Bahasa Vol.3 yang dikutip oleh Santoso jika kohesi dan koheransi
berpusat pada teks, intensionalitas berpusat pada pengguna
(user). Intensionalitas berkenaan dengan sikap penghasil teks
(text producer’s) dalam memandang bahwa teks yang dihasilkan
bersifat konstitutif (wajib) untuk mencapai teks ysng kohesif dan
koheren (Santoso, 2008:115).
Intensionalitas
Intensionalitas memperlihatkan bahwa kesadaran manusia tidak pernah
sepenuhnya bersifat subjektif, rasional, dan otonom. Konsep otonomi individu
dengan sendirinya menemui batasnya. Melalui analisis atas intensionalitas
diperlihatkan bahwa kesadaran manusia bukan saja mengandaikan yang lain,
melainkan kesadaran itu selalu terarah pada yang lain, pada sesuatu selain
kesadaran itu sendiri. Intensionalitas tidak dapat dilepaskan dari orientasi yang
bermuara pada teks itu sendiri, yakni kohesi dan koherensi teks. Intensionalitas
harus berpusat pada orientasi teks. Pembuat teks membangun keutuhan serta
keberterimaan teks demi kehendaknya. Dalam intnsionalitas, teks-teks yang
dihasilkan harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin disampaikan. Teks yang
dihasilkan ini tentunya berkaitan dengan si pembicara atau penulis. Teks yang
dihasilkan harus dapat diterima oleh pembaca atau pendengar.
SITUASIONA
LITAS
Situasionalitas

● Situasionalitas berkenaan dengan faktor-faktor yang membuat sebuah teks itu relevan
dengan situasi kejadian (Santoso, 2008).
● Situasionalitas (Situationality) maksudnya sebuah teks harus relevan dengan situasi yang
mana teks tersebut sedang disuguhkan.
● Situasionalitas berarti konstelasi pembicaraan dan situasi tuturan memainkan peran
penting dalam produksi teks.
● Berdasarkan teori dari Alba-Juez yang didukung oleh teori dari De Beaugrande & Dressler
yang menyatakan bahwa situasi pengujaran (situationality) adalah hal-hal yang berkaitan
dengan faktor-faktor yang menjadikan suatu teks relevan atau tidak untuk suatu peristiwa
pengujaran.
● Adanya efek dari pengaturan situasional sangat jarang diberikan tanpa adanya mediasi
yang menciptakan adanya keyakinan dan tujuan penerima teks itu sendiri ke dalam model
situasi komunikatif saat ini.
Situasionalitas
Unsur-unsur situasionalitas:
1. Situationsdarstellung ‘penggambaran situasi’
2. Situationslenkung ‘ pengendali situasi’
3. Situationskontrolle ‘ pengontrolan situasi’
Situasionalitas
Contoh:
(1) Ngebut benjut.
(2) Anda dilarang mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi
karena dapat membahayakan orang yang berjalan kaki atau anak kecil yang
sedang bermain dan apabila Anda tetap ngebut, lalu menabrak orang atau anak
kecil, warga sekitar akan marah dan akan memukuli Anda sampai babak belur
alias benjut.
Situasionalitas
Pada contoh (1), wacana yang dibangun dari dua kata yang sering dipasang di gang-gang
sempit itu harus menjadi perhatian para pengendara kendaraan bermotor. Para pengendara
tentu paham bahwa dua kata itu adalah peringatan, atau bahkan ancaman. Dua kata itu bukan
informasi biasa. Pada contoh (2) wacana yang dibangun tampak lebih banyak dan lebih
lengkap daripada contoh (1). Wacana yang berupa peringatan atau ancaman itu terasa lebih
jelas daripada contoh (1). Akan tetapi, terkait dengan penggunaan bahasa, contoh (1) lebih
sesuai dengan situasi daripada (2) meskipun (2) itu lebih jelas dan rinci.
INTERTEKSTUA
LITAS
Intertekstualitas
● Blackwell (2015: 52) mengatakan konsep intertekstualitas
memberikan analisis wacana wawasan penting ke dalam interaksi
bahasa dan sosial. Intertekstualitas memberi sudut pandang tentang
formasi sosial yang lebih besar daripada susunan interaksi langsung
dan memberi cara pemikiran kekuasaan dan otoritas dalam hal
berbasis wacana (interaksional kekuatan).

● Analisis intertekstualitas (intertextuality) yang menghubungkan


dimensi teks dan dimensi praktik wacana dari kerangka kerja analisis
wacana kritis dan menunjukkan di mana teks berhubungan dengan
jejaring sosial. Selain itu, pesanan wacana, bagaimana teks
mengaktualisasikan, dan bagaimana teks memperluas potensi dalam
urutan wacana (Faircloug, 1995: 11).
Intertekstualitas
● Fairclough (1992) memberi pengertian secara umum bahwa
intertekstualitas (interdiskursivitas), sebagai properti teks, terdiri atas
potongan teks yang membentuk pemaknaan akan suatu ide, gagasan,
dan konsep.

● Menurut Julia Kristeva (dalam Culler, 1981:104) intertekstualitas


yaitu jumlah pengetahuan yang dapat membuat suatu teks schingga
memiliki arti, atau intertekstualitas merupakan hal yang tak bisa
dihindari, sebab setiap teks bergantung, menyerap, atau mengubah
rupa dari teks sebelumnya.

● Menurut Miller (1985:19-20), sebagai suatu istilah, intertekstual


menunjuk pada dirinya sendiri bagi suatu kemajemukan konsep.
Intertekstualitas
Jenis intertekstualitas (Fairclough 1992)

Intertekstualitas
Manifestasi

Intertekstualitas
Konstitutif
Intertekstualitas
Intertekstualitas (interdiskursivitas) hadir dalam dua formasi

Formasi Horizontal

Formasi Vertikal
Intertekstualitas

Van Dijk (2006:736) memberi contoh mengenai intertekstualitas:

(1) This morning, I was reading a letter from a constituent of mine.

(2) The people who I met told me, chapter and verse, of how they had
been treated by the regime in Iran.

Dari contoh di atas terlihat jelas, bahwa dua teks tersebut dipengaruhi
oleh teks lain yang muncul sebelumnya.
AKSEPTABILI
TAS
Akseptabilitas
• Akseptabilitas atau keberterimaan adalah kebalikan dari
standar intensionalitas.

• Keberterimaan berkenaan dengan sikap penikmat atau


penerima teks (text receiver’s) dalam memandang bahwa teks
yang dihasilkan oleh penghasil teks yang bersifat konstitutif
yang semata-mata untuk mencapai teks yang kohesif dan
koheren itu mempunyai kegunaan dan relevansi bagi penikmat.

- de Beaugrande & Dressler (1986:7)


Akseptabilitas
• Akseptabilitas berkaitan dengan penerima teks. apakah pesan
dan tujuan yang disampaikan oleh pembicara atau penulis dapat
dipahami dengan baik dan benar oleh pendengar atau
pembacara pesan tersebut, sehingga komunikasi dapat tercapai
dengan baik.

• Akseptabilitas berkaitan dengan tingkat kesiapan pendengar


dan pembaca untuk mengharapkan sebuah teks yang berguna
dan relevan. (Stefan Titscher, et all, 2009: 38)
Akseptabilitas

• Akseptabilitas menyangkut sikap penerima teks bahwa teks


harus merupakan detail atau informasi yang berguna atau
relevan yang layak diterima.
• teks yang dihasilkan dalam sebuah wacana mestilah dirasakan
logis oleh pendengar atau pembaca.
INFORMATIVI
TAS
Informativitas
● Menurut De Beaugrande dan Desler,
informativitas berkenaan dengan tingkatan
apakah peristiwa teks yang dihadirkan itu
diharapkan atau tidak diharapkan, dikenal atau
tidak dikenal.

● Keinformatifan, berarti bahwa suatu teks harus


memuat informasi-informasi baru dan harus
dapat dipahami oleh interlokutor.
Informativitas
● Informativitas atau informativity adalah informasi dalam
teks, bisa sesuai harapan penerima bisa juga tidak.
Norma ini memberikan informasi secara utuh.
Berdasarkan teori dari Juez yang menyatakan bahwa
informativitas berkenaan dengan tingkatan apakah
peristiwa teks yang dihadirkan itu diharapkan atau tidak
diharapkan, dikenal atau tidak dikenal, isi teks bisa
sudah diketahui oleh penerima, jadi tidak memberikan
informasi baru bagi penerima atau bisa juga belum
diketahui atau belum seluruhnya diketahui.
Informativitas
● Informativitas/Keinformatifan penting dalam
sebuah wacana. Wacana harus mengandung
informasi baru. Jika pembaca sudah tahu segala
sesuatu yang ada dalam teks, berarti tidak
informatif. Sama halnya, jika pembaca tidak tahu
dengan apa yang ada dalam wacana, wacana
tersebut bukanlah sebuah wacana.
Informativitas
Informativitas  Kuantitas dan kualitas
informasi/wacana.

 Informativitas,
yaitu seberapa besar suatu wacana
berkadar informasi bagi penerima wacana.
Informativitas
Pengolahan teks yang sangat informatif menuntut
kemampuan kognitif yang lebih besar tetapi pada saat yang
sama lebih menarik. Tingkat informativitas tidak boleh
melebihi suatu titik sehingga teks menjadi terlalu rumit dan
komunikasi terancam. Sebaliknya, tingkat informativitas juga
tidak boleh terlalu rendah sehingga menimbulkan kebosanan
dan penolakan teks.
Sumber Referensi
Arfandi. 2019. Standar Tekstualitas Dalam Wacana Kampanye Pemilu Legislatif 2014 (Studi Kasus Di Bondowoso). Skripsi. Universitas Negeri Jember.
Betaringsih, Dian Bayu. 2016. Implikatur Pada Wacana Iklan Radio Di Semarang. Skripsi. Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Brown, Gillian Dan George Yule, 1996 (Di Indonesiakan Oleh I. Soetikno). Analisis Wacana. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Cumming, L. (2007). Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
De Beaugrande, R. And Dressler, 1981. Introduction To Text Linguistics. London: Longman.
Fauzan, U. (2014). Analisis Wacana Kritis Dari Model Faiclough Hingga Mills. Jurnal Pendidik, 6(1).
Hanafiah. Wardah. 2014. Analisis Kohesi Dan Koherensi Pada Wacana Buletin Jumat. Depok: Universitas Indonesia
Hwita, G. Analisis Wacana Kritis Dan Studi Bahasa Kritis Dalam Pengajaran BIPA. Mabasan, 2(2), 287898.
Marriane, J & Louis. (2007). Analisis Wacana, Teori Dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Naim, Baharudin. Masalah Sriptualisasi Dan Pentingnya Kontektualisasi Akan Makna Teks Suci Dalam Beragama. Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Noverino, R. (2015). Kajian Analisis Wacana Kritis Intertekstualitas (Interdiskursivitas) Pada Terjemahan Yang Menggunakan Bahasa Gaul. Prosiding
PESAT, 6.
Stefan, T., Michel, And M., Ruth, W., Et Al. (2009). Metode Analisis Teks & Wacana. (Terjemahan Abdul Syukur Ibrahim). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
(Buku Asli Diterbitkan Tahun 2000. London: SAGE Publications).
Tarigan Hg. 1987.Pengajaran Wacana.Bandung: Angkasa
Trirachmanto, S. (2017). Kajian Infografis Humor Malesbanget. Com (Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough) (Doctoral Dissertation, Institut Seni
Indonesia Yogyakarta). Http://Eprints.Uny.Ac.Id/66032/3/BAB%20II.Pdf
Tulaseket, Eviantri. 2015. Analisis Wacana Pada Pidato Martin Luther King Jr. “I Have A Dream”. (Addressed To The March On Washington). Skripsi.
Universitas Sam Ratulangi Fakultas Ilmu Budaya
Wibisono, B. Standar Tekstualitas Dalam Wacana Kampanye Pemilu Legislatif 2014.
Widiatmoko. Wisnu. 2015. Analisis Kohesi Dan Koherensi Wacana Berita Rubrik Nasional Di Majalah Online Detik. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.)
Widjono, H.S. 2008. Mendesain Bahan Ajar Bahasa Indonesia Untuk Tujuan Akademis. Jurnal LINGUA CULTURA Vol.2
Yuliawati, Susi. 2008. Konsep Percakapan Dalam Analisis Wacana. Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai