Anda di halaman 1dari 4

MATERI PAPER

1.3 Pendekatan Eksistensi Humanistik

Eksistensial humanistik membuka jalan untuk mengalami dan melihat keterkaitan dari
hal-hal yang sudah ada, bahkan ide-ide yang pada akhirnya disatukan dalam upaya mereka
yang berfokus pada hati untuk mengurangi penderitaan yang tidak perlu dan memperluas
kapasitas manusia untuk kesadaran, pertumbuhan, dan kehidupan yang bermakna (Felder,
Aten, Neudeck, Shiomi-Chen, & Robbins, 2014). Secara lebih spesifik, konseling eksistensial
huma-nistik membantu klien untuk memulai perjalanan investigasi dirinya, dengan tujuan:

1. memahami konflik tak sadarnya


2. Mengidentifikasi mekanisme pertahanan diri yang salah
3. Menemukan pengaruh
4. Mengurangi tingkat kecemasan berlebihan dalam bermasyarakat
5. Mengembangkan cara untuk mengatasi kecemasan yang berasal dari pikiranpikiran
individu (May & Yalom, 2005; Jones, 2011)

Pendekatan eksistensial humanistik tidak memiliki teknik khusus dalam


pelaksanaannya. Perspektif teknik eksistensial dipandang sebagai alternatif yang membuat
individu sadar akan tanggung jawabnya dalam menjalani kehidupan. Berikut beberapa ciri –
ciri eksistensial humanistik menurut Ajeeng (2013) yaitu :

1. Eksistensialisme merupakan pendekatan yang memusatkan perhatiannya tentang individu


yang keberadaannya diakui oleh dunia
2. Adanya dalil-dalil yang melandasi, pertama, setiap manusia adalah makhluk yang unik
dalam mereaksikan dirinya tentang keberadaannya. kedua, manusia memiliki fungsi
masing-masing berdasarkan unsur pribadi yang membentuk. ketiga, dalam sistem
persepsinya menggunakan alat penginderaan stimulusrespon
3. Melengkapi segala unsur psikologis yang ada pada diri tiap individu
4. Sasarannya tentang bagaimana individu memahami perasaan, dan pengalamannya sebagai
hasil keberadaan eksistensialnya
5. Memiliki khas tentang tanggung jawab manusia, nilai-nilai yang dianut, makna terhadap
hidup, kecemasan, keputusan, dan kematian.

Terdapat tiga langkah yang dilakukan dalam konseling eksistensial Corey (2013) antara lain:
1. Tahap pendahuluan, konseli mengklarifikasi asumsinya terhadap dunia dan
pengalamannya yang dibantu oleh konselor. Konseli dituntun dalam mendefinisikan dan
menanyakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa
diterima
2. Tahap pertengahan, konseli memaparkan lebih lanjut tentang nilai yang mereka anut
dalam berperilaku dan menjalani hidup mereka
3. Tahap pengakhiran, konseling berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan
apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Proses ini yang akan membuat
remaja dapat menyadari baik dan buruknya suatu perilaku dan selanjutnya membentuk
konsep diri yang positif, yang sesuai dengan aturan/ norma-norma yang ada dan pada
akhirnya mampu menghargai dirinya.

Eksistensial humanistik berpendapat bahwa terdapat dua jenis pribadi yaitu pribadi
sehat dan pribadi bermasalah. Pendekatan eksistensial berusaha mencari ambang batas
ontologis dari sifat manusia, ini merupakan upaya konstektual yang bertujuan menghargai
sepenuhnya sifat alami kita sebagai individu (DeRobertis, 2015, p. 331).

1.7 Pendekatan Realitas

Tokoh dari pendekatan realitas adalah William Glesser, ia merupakan seorang


insinyur kimia yang sekaligus psikiater pada tahun 1950-an. Glesser memanganggap bahwa
aliran yang dibawa oleh Freud tentang dorongan harus diubah dengan landasan teori yang
lebih jelas. Glasser menyusun pendekatan realitas dengan menguraikan prinsip - prinsip dan
prosedur yang dirancang untuk membantu konseli dalam mencapai suatu “identitas
keberhasilan”.

Pendekatan realitas berpandangan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan dasar


yakni kebutuhan fisiologis dan psikologis. Kebutuhan fisiologis sama halnya dengan
kebutuhan biologis. Namun Glasser memandang bahwa kebutuhan psikologis manusia lebih
cenderung pada akan rasa cinta, sehingga manusia dipandang sangat memerlukan sebuah
identitas yang disebut dengn identitas keberhasilan dengan mengembangkan potensi diri
dengan lingkungan. Identitas keberhasilan ini juga membantu individu merasa memiliki dan
berada diantara orang lain sebagai makhluk sosial. Dari sini pendekatan realitas juga
berasumsi bahwa manusia adalah agen yang berperan dalam menentukan jati dirinya sendiri
karena individu akan bertanggung jawab atas konsekuensi tingkah lakunya. Maka,
pendekatan realitas berasumsi bahwa setiap individu dapat mengubah cara hidup, perasaan,
dan tingkah lakunya dengan mengubah identitasnya.

Selain asumsi dasar pendekatan realitas mengenai manusia adapun hal - hal yang
dapat dicirikan sebagai pendekatan realitas antara lain:

1. Pendekatan realitas menolak akan konsep tentang penyakit mental


2. Pendekatan realitas lebih menekankan pada nilai
3. Pendekatan realitas menekankan pada aspek kesadaran dan bukan ketidaksadaran
4. Empat tidak ada konsep hukuman
5. Pendekatan realitas menekankan pada tanggung jawab

Pada intinya pendekatan realitas memiliki tujuan membantu konseli dalam melihat,
menentukan dan memperjelas tujuan kehidupan konseli dimana cara pencapaian tujuan
ditentukan oleh konseli dengan mengkonstruksikan rencana perubahan. Pendekatan realitas
berasumsi bahwa dasar masalah sebagian besar konseli adalah ketidakpuasan dalam
hubungan atau keterlibatan individu dengan orang lain, sehingga konseli menjadi tidak
mampu menjalin hubungan dengan orang-orang terdekat. Maka semakin konseli mampu
berhubungan baik dengan orang lain akan semakin besar peluang konseli untuk bahagia.
Sehingga peran dan fungsi konselor adalah sebagai pembimbing. Dimana konselor bertugas
membantu konseli dalam menilai tingkah lakunya sendiri secara realiatis.

Pendekatan realitas memiliki proses konseling yang dirumuskan oleh Wubbolding,


yang mana proses konseling ini dikenal dengan teknik “WDEP”. Secara spesifik W
berartikan Want (what do you want?), dalam tahap ini konselor berusaha menemukan apa
yang ada dalam dunia kualitas konseli yang diinginkan atau dikontrol oleh konseli melalui
perilakunya saat ini. Tahap selanjutnya adalah D yang berarti Doing (what are you doing and
in what direction are you going?). Langkah selanjutnya dalam praktik konseling dengan
pendekatan realitas adalah konselor menanyakan “perilaku seperti apa yang anda pilih?”.
Selanjutnya konselor masuk pada tahap E evaluation. Pada tahap ini konselor mulai
membawa konseli untuk conduct a searching selfevaluation atau melakukan evaluasi diri
dengan cermat. Dan yang terakhir adalah P yaitu Plan atau what is your plan?. Merencanakan
dan mengubah perilaku tentulah melibatkan komponen – komponen berupa mencari perilaku
alternatif, menegosiasikan rencana, mendapatkan komitmen pada rencana, mengembangkan
perilaku yang relevan, dan mengevaluasi kemajuan dalam mengimplementasikan rencana.
Pendekatan realitas juga memiliki kelebihan dan kekurang. Kelebihan dan kekurangan
tersebut antara lain: Kelebihan pendekatan realita yaitu jangka waktu terapi relatif pendek
karena konseli diharuskan dapat mengevaluasi tingkah lakunya sendiri berdasarkan pada
pemahaman dan kesadaran tidak cukup, tetapi konseli dituntut untuk melakukan tindakan atas
komitmen yang telah dibuatnya. Sedangkan kekurangan dari pendekatan realitas adalah tidak
memperhatikan dinamika alam bawah sadar manusia, karena disatu sisi pendekatan ini hanya
memandang peristiwa masa lalu hanya sebagai penyebab dari peristiwa sekarang.

DAFTAR PUSTAKA
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/psy/article/view/3453/2890
https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/altazkiah/article/download/1833/1214

Anda mungkin juga menyukai